Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121431 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Taufik Sukarno
" ABSTRAK
Tuberkulosis TB ekstra paru merupakan penyakit infeksi yang banyak terjadi di Indonesia. Penelitian TB ekstra paru di Indonesia masih sedikit, tatalaksana TB ekstra paru, termasuk obat yang digunakan serta hasil pengobatannya juga masih jarang diteliti. Penelitian ini bertujuan mengetahui angka kejadian, karakteristik dan mengevaluasi pengobatan TB ekstra paru di Rumah Sakit dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma periode 1 Januari 2014 - 31 Desember 2017. Penelitian potong lintang ini menggunakan data sekunder dari data register DOTS TB dan data rekam medis di Rumah Sakit dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma periode 1 Januari 2014-31 Desember 2017. Dari 456 pasien TB, didapat 153 pasien TB ekstra paru 33,5 , dari jumlah tersebut ada 136 pasien TB ekstra paru dengan data yang lengkap dan di evaluasi. Sebagian besar pasien berusia muda 91,9 , usia rata-rata 36.6 tahun, jenis kelamin terbanyak adalah perempuan 62.5 . Jenis TB ekstra paru terbanyak adalah limfadenitis TB 55,9 . Sebanyak 85,3 pasien pengobatannya lengkap, 11 putus obat, 1,5 gagal, dan 2,2 pindah pelayanan pengobatan. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara keberhasilan terapi dengan usia p = 0,58; PR 0,9, 95 CI : 0,763-1,14 , komorbiditas p = 0.25; PR = 0.9, 95 CI : 0.802 ndash; 1.049 , IMT < 18,5 p = 0,613; PR =0,6, 95 CI : 0,15-3,05 . Penambahan etambutol fase lanjutan kategori I, dan pemberian ofloksasin pada terapi kategori II, meskipun tidak sesuai dengan panduan terapi meningkatkan keberhasilan terapi p = 0.039; PR = 1.1, 95 CI : 1.037 ndash; 1.318 . Keberhasilan terapi dengan lama pengobatan ge; 9 bulan lebih baik dibandingkan dengan < 9 bulan, p = 0,001; PR=1,8 95 CI : 1,403-2,533 .Kesimpulan : Penambahan etambutol pada fase lanjutan kategori I meningkatkan keberhasilan terapi TB ekstra paru. Sebagian besar TB ekstra paru membutuhkan lama pengobatan lebih dari 9 bulan.

ABSTRACT
Tuberculosis TB extra pulmonary is a common infectious disease in Indonesia. Extra pulmonary TB research in Indonesia is still small, the management of extra pulmonary TB, including the medicine used and the result of treatment are also rarely studied. This study aims to determine the prevalence, characteristics and evaluate the treatment of extra pulmonary TB in dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma Hospital period January 1, 2014 - December 31, 2017. This cross-sectional study used secondary data from DOTS TB register data and medical record data in dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma Hospital period from 1 January 2014-31 through December 2017. Of the 456 TB patients, which of 153 extra pulmonary TB patients 33,5 were found, out of which there were 136 extra pulmonary TB patients with complete data and evaluation. Most of the patients were young 91,9 , the average age was 36,6 years, the majority of patient were female 62,5 . The most common types of TB were TB lymphadenitis 55,9 . Some 85,3 of patients was complete treatment, 11 loss to follow-up, 1,5 failed, and 2,2 transfer out. Significantly, there was no correlation between the success of therapy with age p= 0.58, PR = 0.9;95 CI: 0.763-1.14 , comorbidity p = 0.25; PR = 0.9, 95 CI : 0.802-1.049 , IMT "
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Syamsiah
"Kepatuhan merupakan salah satu permasalahan pada pasien hemodialisa yang mengalami penyakit ginjal kronis. Ketidakpatuhan dapat menyebabkan kegagalan terapi sehingga menurunkan kualitas hidup pasien, meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas. Tujuan penelitian adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien CKD dengan hemodialisa di RSPAU dr. Esnawan Antariksa Halim Perdanakusuma Jakarta. Desain penelitian adalah Cross Sectional dengan jumlah sampel 157 responden, yang didapat dengan consecutive sampling. Metode pengumpulan data dengan cara pengisian kuesioner. Analisis hasil penelitian menggunakan Chi-Square (bivariat) dengan α=0,05, didapatkan hubungan yang bermakna antara kepatuhan dengan usia (p=0,006), pendidikan (p=0,003), lamanya HD (p=0,015), motivasi (p=0,039) dan dukungan keluarga (p=0,014).

Adherence is one of the problems in hemodialysis patients who have chronic kidney disease. Poor adherence could lead to treatment failure resulting in lower quality of life for patients, increase morbidity and mortality. The research objective was to determine the factors associated with CKD patient adherence with hemodialysis in RSPAU dr. Esnawan Antariksa Halim Perdanakusuma Jakarta. The study design is the Cross Sectional with 157 respondents, obtained by consecutive sampling. Methods of data collection by filling the questionnaire. Analysis of the results of research using the Chi-Square (bivariate) with α = 0.05, obtained a significant association between adherence with age (p = 0.006), education (p = 0.003), duration of HD (p = 0.015), motivation (p = 0.039) and family support (p = 0.014)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fauziah Ajeng Aryanti
"Rumah sakit sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan harus terus meningkatkan mutu dari pelayanan kesehatannya salah satunya dapat dilihat dari mutu rekam medis. Mutu rekam medis yang baik dapat dilihat dari kelengkapan pengisian berkas rekam medis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kelengkapan pengisian berkas rekam medis pasien rawat inap di RSAU dr.Esnawan Antariksa Tahun 2014. Penelitian ini bersifat deskriptif observasional dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Sampel penelitian ini adalah berkas rekam medis pasien rawat inap bulan Januari dan Februari tahun 2014 yang telah dikembalikan ke Bagian Rekam medis sebanyak 90 berkas rekam medis. Teknik sampling yang digunakan dengan sampel acak sistematis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata - rata kelengkapan pengisian rekam medis sudah cukup lengkap namun masih kurang dari standar kelengkapan yang ditetapkan Depkes RI sebesar 100%. Disamping itu, faktor pendukung kelengkapan pengisian rekam medis yang terdiri dari sumber daya manusia, sarana dan prasarana, bahan, metode dan biaya masih kurang mendukung kegiatan kelengkapan pengisian berkas rekam medis pasien rawat inap. Oleh karena itu, untuk mendapatkan angka kelengkapan pengisian rekam medis 100% sesuai dengan standar Depkes maka perlu dilakukan pengembangan kemampuan tenaga medis dan paramedis dengan pengadaan pelatihan mengenai kelengkapan pengisian rekam medis, penambahan jumlah petugas rekam medis, sosialisasi SOP kelengkapan pengisian rekam medis pemberian sanksi dan reward serta pengembangan teknologi rekam medis yang terkomputerisasi untuk meningkatkan mutu dari rekam medis pasien rawat inap.

Hospitals as health care providers should continue to improve the quality of health care one of which can be seen from the quality of medical records. Good quality of medical record can be seen from filling completeness of medical record document. The purpose of this study is to describe the completeness filling of the inpatients medical record document in RSAU dr.Esnawan Antariksa of 2014. This is a descriptive observational study with quantitative and qualitative approaches. The sample was medical record document of inpatients in January and February of 2014 that has been restored a total of 90 medical records. The sampling technique used by systematic random sampling.
The results showed that the averages of completeness filling inpatients medical records are quite complete, but still less than the standard set by Ministry of Health Republic of Indonesia completeness of 100%. In addition, the supporting factors of completeness filling inpatients medical records consisting of human resources, facilities, materials, methods and costs are still lacking. Therefore, to obtain medical record numbers 100% of filling completeness in accordance with the standards of the Department of Health is necessary for the development of medical and paramedical personnel capability with procurement training on completeness filling of medical records, increasing the number of medical records clerk, socialization SOP completeness filling of medical records, sanctions and reward as well as the development of a computerized medical record technology to improve the quality of inpatients medical record.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56133
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardiana
"Populasi lansia meningkat di dunia, di Indonesia pada kurun waktu tahun 1990 - 2025 akan terjadi kenaikan jumlah lanjut usia sebesar 414 %, suatu angka kenaikan tertinggi di seluruh dunia. Adanya peningkatan jumlah lansia, masalah kesehatan yang dihadapi bangsa Indonesia menjadi semakin kompleks, terutama yang berkaitan dengan gejala penuaan. Proses penuaan umumnya terlihat jelas pada saat memasuki usia 40 tahun keatas, khususnya pada pria mulai menampakkan kemunduran perilaku seksual dalam hal sifat dan kemampuan fisik (aktivitas seksual dan frekuensi hubungan seksual mulai menurun).
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran aktifitas seksual pra lansia dan lansia yang berkunjung di poliklinik Geriatri RSPAU dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur. Jenis penelitian yang dilakukan adalah kuantitaif dengan desain penelitian Cross Sectional. Jumlah Sampel dalam penelitian ini sebanyak 104 orang, dan diambil dari pasien yang berkunjung di poli geriatri, yang berusia diatas 45 tahun dan yang masih mempunyai pasangan hidup.
Hasil dari penelitian ini yaitu dari 104 responden sebanyak 71 responden (68,3%) yang masih aktif melakukan hubungan seksual, variabel yang mempunyai hubungan yang signifikan dengan aktivitas seksual yaitu umur dengan P value 0,001, nilai OR 0,165, pekerjaan P value 0,014 dengan OR 4,45 dan pengetahuan P value 0,011 dengan OR 0,3.
Penelitian tersebut disarankan kepada pemerintah dan petugas kesehatan lainnya agar dapat memberikan perhatian lebih kepada pra lansia dan lansia dengan memberikan pelayanan konseling dan penyuluhan-penyuluhan kesehatan khususnya yang berhubungan dengan seksualitas pada lansia sehingga para lansia dapat berkonsultasi dan pemperoleh pengetahuan mengenai seksualitas pada lansia. Karena pada dasarnya seksualitas pada lansia adalah suatu kebutuhan dan merupakan hal yang wajar.

Elderly population is increasing in the world, in Indonesia in the period 1990-2025 there will be an increase in the number of seniors by 414%, an increase in the number of the highest in the world. An increase in the number of elderly, health problems facing the peoples of Indonesia is becoming increasingly complex, especially with regard to the symptoms of aging. The aging process are generally clearly visible at the time of entering the age of 40 years and above, particularly in males began exposing the decline of sexual behavior in terms of the nature and physical abilities (sexual activity and the frequency of sexual intercourse begins to decrease).
The purpose of this research to know the picture of sexual activity pre mption of rheumatoid arthritis and of rheumatoid arthritis who is visiting in poliklinik geriatrics rspau dr . esnawan spacecraft halim prime kusuma, jakarta east. The kind of research done is kuantitaif with the design research cross sectional. The amount of a sample of in this research as much as 104 a person, and extracted from a patient who is visiting in poly geriatrics, aged above 45 years and who still have a living spouse.
The results of this research are from 104 the respondent as much as 71 respondents (68.3%) were still active sexual intercourse, the variables that have a significant relationship with the sexual activity that age with a P value is 0.001, OR value, the job value 0,165 P 0.014 with OR 4.45 and P value 0,011 with knowledge OR 0.3.
The study recommended to Governments and other health workers in order to give more attention to the elderly and elderly with pre provides counseling and guidance service-health counselling particularly related to sexuality in the elderly so that the elderly can consult and pemperoleh knowledge on sexuality in the elderly. Because basically his sexuality in the elderly is a necessity and it is only natural.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Rimenda Br.
"Pendahuluan : Walaupun pemerintah Indonesia sudah menetapkan programDirect Observed Treatment Short course DOTS dengan ObatAntituberkulosis OAT kombinasi dosis tetap KDT , masih ditemukan kasustuberkulosis TB baru di Indonesia. Informasi tentang perbedaan efektivitasdan efek samping OAT KDT dan OAT dosis lepasan pada fase intensif danfase lanjutan masih merupakan suatu perdebatan. Penelitian ini bertujuan untukmembandingkan efektivitas dan efek samping OAT KDT dengan OAT dosislepasan pada pasien TB paru kasus baru konfirmasi bakteriologis danmengevaluasi penggunaan fase sisipan pada kedua kelompok OAT.
Metode : Penelitian retrospektif observasional ini menggunakan datasekunder dari rekam medis pasien TB paru kasus baru konfirmasibakteriologis yang mendapat pengobatan OAT kategori 1 KDT atau OAT dosislepasan dalam periode 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Januari 2017.Efektivitas dinilai dari konversi basil tahan asam BTA pada akhir bulan ke 2dan akhir bulan ke 6, serta evaluasi penggunaan fase sisipan pada akhir bulanke 3. Efek samping dinilai dari efek samping obat ESO mayor dan minoryang timbul selama pemakaian OAT KDT atau dosis lepasan. Perbedaanefektivitas dinilai dengan Chi square.
Hasil : Data pasien yang mendapat OAT KDT 33 orang dan OAT dosislepasan 30 orang selama periode 1 Januari 2014 ndash; 31 Januari 2017 di RS drEsnawan Antariksa Halim Perdanakusuma Jakarta di evaluasi. Pada akhir faseintensif, proporsi pasien pada kelompok OAT KDT dan lepasan yangmengalami konversi BTA tidak berbeda bermakna 78,8 vs 83,3 , p=0,693 .Pada akhir fase sisipan, 100 pasien kelompok OAT lepasan mengalamikonversi, satu pasien 14,3 pada kelompok KDT gagal konversi dandikeluarkan dari penelitian ini. Semua pasien yang menyelesaikan fase lanjutanpada kedua kelompok mengalami konversi BTA. ESO mayor berupa hepatitisdan reaksi sensitivitas ditemukan lebih banyak pada kelompok KDTdibandingkan lepasan 6.1 vs 0 . ESO minor juga lebih banyakditemukan pada kelompok KDT dibandingkan lepasan 30.3 vs 23.3 . Efeksamping minor yang paling banyak dialami adalah nyeri perut dan mual.Proporsi subjek yang mengalami ESO lebih banyak pada kelompok KDTdibandingkan kelompok lepasan 33,3 vs 23,3.
Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan efektivitas dan efek samping OATkategori 1 KDT dibanding dosis lepasan pada fase intensif dan lanjutan. Terdapat keberhasilan konversi pada akhir fase sisipan pada kedua kelompokOAT.

Introduction : Eventhough Indonesian Government has established DirectObserved Treatment Short Course DOTS program with fixed dosecombination FDC Antituberculosis, new tuberculosis cases continue to occur.Information on differences in effectiveness and adverse drug reactions ADRs of FDC and separate formulations persists. This study aimed to evaluate theeffectiveness and adverse drug reactions of FDC versus separateantituberculosis formulations in new onset bacteriological confirmedpulmonary TB patients and to evaluate the effect of one month extension ofintensive phase in both groups.
Methods : A retrospective observational study was conducted using patientdata records. All new onset pulmonary TB patients with recordedbacteriological confirmation and received first category FDC or separate antituberculosis formulations during January 1st 2014 until January 31st 2017 period were included. Efectiveness outcome were determined by Acid fastbacilli sputum smear conversion at the end of intensive phase month 2 andmonth 6 of therapy, and evaluation of extended phase at the end of month 3.Major and minor ADRs occured during antituberculosis treatment wereconsidered as ADRs outcome. The difference on acid bacilli sputum conversions between two groups were analyzed using Chi Square test.
Results : Patients treated with FDC n 33 and with separate formulations n 30 during January 1st 2014 to Januari 31st 2017 at dr. Esnawan AntariksaHospital, Halim perdanakusuma Jakarta were evaluated. The rate of sputumsmear conversions at the end of intensive phase was not significantly higher inseparate formulations group as compared with FDC group 83,3 vs 78,7 ,p 0,693 . The intensive phase was extended one more month for patients withconversion failure at month 2, at the end of extended intensive phase, 100 of separate formulation were convertion. One patient 14,3 in FDC group didnot gain sputum conversion during the extended phase and was considered asmedication failure and being excluded from the study. At the end ofcontinuation phase, sputum smear conversions were achieved by all patients inboth groups. Major ADRs hepatitis and hypersensitivity reactions were foundhigher in FDC group as compared with separate formulations group 6.1 vs0 . Minor ADRs also were found higher in FDC group 30.3 vs 23.3 .The most frequently occurred ADRs were abdominal discomfort and nausea. The proportion of subjects with ADRs were higher in FDC than separateformulation group 33,3 vs 23,3.
Conclusion : There were no differences in the effectiveness and safety profile of the first category FDC and separate antituberculosis formulations.Successfulconversions occured at the end of the extended intensive phase in both groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58538
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Temmy Meil Siska
"Analisa risiko adalah keseluruhan proses mengestimasi besarnya suatu risiko dan memutuskan apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak. Tujuan khusus penelitian ini adalah mengidentifikasi bahaya, melakukan penilaian risiko murni, menilai cara pengendalian risiko, melakukan penilain risiko sisa, dan memberikan rekomendasi pengendalian tambahan yang berhubungan dengan pekerjaan yang dilakukan dalam tahapan pembedahan di unit bedah sentral.
Penilitian ini termasuk dalam penelitian observasional dan menurut waktunya penelitian ini termasuk penelitian cross sectional dengan metode pendekatan manajemen risiko ISO 31000:2009. Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara dan observasi.
Objek penelitian ini adalah proses tahapan pembedahan di unit bedah sentral. Dari hasil penelitian di dapatkan hasil banyak risiko berulang yaitu risiko terkena darah, tertusuk jarum suntik, dan risiko yang paling tinggi yaitu risiko kebakaran.

Risk assessment is the overall process of estimating the magnitude of a risk ang deciding whether or not the risk is tolerable. This study have the main purpose of identifying the hazards, assessing the pure risk, assessing control measures implemented, assessing residul risk associated and additional control recommendations with surgery in the central surgical unit.
This study was an observational study with cross-sectional approach to risk management ISO 31000:2009. Primary data were collected by means of interview and observation.
The object of this study is the process stages of surgery in the central surgical unit. From the research on get results much risk is the risk of recurrent blood, needle stick, and the highest risk is the risk of fire.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60174
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frieda Audryana Prastysia
"Latar belakang: Penyakit ginjal kronis (PGK) menjadi salah satu penyakit yang menjadi perhatian di berbagai negara karena jumlah penderita yang meningkat setiap tahun. Menurut data RISKESDAS, prevalensi pasien PGK di Indonesia sebesar 0,2% pada tahun 2013 dan bertambah menjadi 3,8% pada tahun 2018. Sebagian besar pasien PGK mengalami gejala atau perubahan pada rongga mulut, salah satunya pada lidah. Perubahan kondisi rongga mulut berdampak secara signifikan pada kualitas hidup pasien. Kesadaran dan pengetahuan mengenai temuan klinis rongga mulut pasien PGK sangat penting sebagai edukasi bagi tenaga kesehatan dan pasien. Serta masih sedikit adanya penelitian terkait gambaran lidah pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Angkatan Udara (RSAU) dr. Esnawan Antariksa melatarbelakangi penelitian ini. Tujuan: Mengetahui profil gambaran klinis lidah berupa distribusi dan frekuensi atrofi papila, ukuran lidah, coated tongue, dan fissured tongue pada pasien PGK yang sedang menjalani hemodialisis di RSAU dr. Esnawan Antariksa. Metode: Penelitian deskriptif dengan data yang didapatkan dari hasil pemeriksaan rongga mulut dan data sekunder dari rekam medis pasien PGK yang sedang menjalani hemodialisis Hasil: Dari 108 pasien PGK, terdapat 19 orang (17,9%) mengalami atrofi papila, 106 pasien (100%) adanya coated tongue, 85 pasien (80,2%) adanya fissured tongue. Pasien paling banyak ditemukan memiliki ukuran lidah dengan kategori 1 berdasarkan klasifikasi House (76,4%), memiliki perluasan coated tongue berdasarkan indeks Winkel sebesar 12 (22,6%), memiliki coated tongue berwarna putih (93,4%), dan memiliki jumlah fissured tongue dengan kategori ringan (31,1%). Kesimpulan: Pada penelitian ini menunjukkan bahwa masalah dan perubahan pada rongga mulut dapat ditemukan pada pasien PGK yang sedang menjalani hemodialisis di RSAU dr. Esnawan Antariksa.

Background: Chronic kidney disease (CKD) is a disease of concern in various countries because the number of cases increases every year. According to RISKESDAS data, the prevalence of CKD patients in Indonesia was 0.2% in 2013 and increased to 3.8% in 2018. Most of CKD patients have symptoms or clinical features in the oral cavity, one of which is the tongue. Changes in the condition of the oral cavity have a significant impact on the patient's quality of life. Awareness and knowledge regarding the clinical findings of the oral cavity of CKD patients is important to be educated for health workers and patients. There has not been any research related to the tongue features in CKD patients undergoing hemodialysis at the Air Force Hospital (RSAU) dr. Esnawan Antariksa. Objective: This study aims to determine the clinical features of the tongue in the form of distribution and frequency of papillary atrophy, tongue size, coated tongue, and fissured tongue in CKD patients undergoing hemodialysis at RSAU dr. Esnawan Antariksa. Methods: Descriptive study is done by examining the patient’s oral cavity and using the secondary data found in patient’s medical record. Results: From 108 CKD patients, 19 patients (17.9%) had papillary atrophy, 106 patients (100%) had coated tongue, 85 patients (80.2%) had fissured tongue. Most patients were found to have a tongue size with category 1 based on House classification (76.4%), had an extended coated tongue based on the Winkel index of 12 (22.6%), had a white coated tongue (93.4%), and had the number of fissured tongue in the mild category (31.1%). Conclusion: This study reveals that problems and changes in the oral cavity could be found in CKD patients undergoing hemodialysis at RSAU dr. Esnawan Antariksa."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Arlem
"Dalam memberikan pelayanan kesehatan, tenaga keperawatan adalah personil rumah sakit yang paling sering dan paling banyak menghabiskan waktunya untuk kontak dengan pasicn sehingga sangat berperan dalam mutu pelayanan rumah sakit secara keseluruhan. Di RUSPAU Esnawan Antariksa, tenaga keperawatan selain melakukan asuhan keperawatan, juga rnelakukan aktivitas Iain diluar asuhan keperawazan seperti menghitung administrasi keuangan pasien. Selain itu, pada setiap ruang rawat inap RUSPAU Esnawan Antariksa, ditempatkan tenaga Susnal. Beban kenja perawat merupakan salah satu faktor yang menentukan performan kerja perawat. Beban kemja perawat dipengaruhi oleh jumlah pasien, jumlah perawat, klasifdcasi pasien, mctode pemberian asuhan keperawatan yang diterapkan, kelompok hari bermgas tenaga keperawatan. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan informasi beban kexja tenaga keperawatan di ruang rawat inap Garuda dan Merpati RUSPAU Esnawan Antariksa.
Penelitian ini hersifat kualitatii Beban kexja perawat dihitung dengan mempcrgunakan metode work sampling dan daily log, yang dihitxmg pada hari kelja maupun hari libur. Data primer diperoleh dcngan mengadakan pengamatan selama 7 (tujuh) hari berturut-turut yaitu Senin sampai Minggu dengan mcmpergunakan lime list yang diisi dengan aktivitas tcnaga perawat selama 24 jam terus-menerus pada jam kcrja pagi, sore, dan malam.
Hasil penelitian menunjukkan aktivitas keperawatan di ruang rawat inap Garuda, yang mempergunakan metode pemberian asuhan keperawatan MPKP, benumt-turut mulai dari yang paling banyak tenaga keperawatan lakukan adalah aktivitas keperawatan tidak langsung, aktivitas keperawatan langsung, dan aktivitas non kepemwatan, baik pada hari kerja maupun pada hari libur. Sedangkan aktivitas keperawatan di ruang rawat inap Merpati, yang mempergunakan metode pembcrian asuhan keperawatan iimgsional, pada hari kexja berturut-tumt mulai dari yang paling banyak tenaga kcpcrawatan lakukan adalah aktivitas non keperawatan, aktivitas keperawatan tidak langsung, lalu aktivitas keperawatan langsung. Dan pada hari libur adalah aktivitas keperawatan langsung, aktivitas non keperawatan, dan aktivitas keperawatan tidak langsung. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode pemberian asuhan keperawatan MPKP Iebih baik daripada metode fimgsional. Pada kcdua ruang rawat inap, rata-rata waktu yang dipergunakan untuk administrasi keuangan pasien tidak menyita waktu dari tenaga keperawatan, tetapi dapat menyebahkan tenaga keperawatan tidak maksimal dalam membcrikan asuhan keperawatan yang dibutuhkan pasien. Berdasarkan wawancara mendalam, tenaga susnal terkadang juga melakukan alctivitas keperawatan yang selain dapat merugikan pasien, dapat pula merugikan RUSPAU Esnawan Antariksa apabila terjadi tuntutan karcna tidak mempunyai legal aspek.
Pada penelitian ini disarankan agar metode pemberian asuhan keperawatan MPKP dapat diterapknn di seluruh ruang rawat inap di RUSPAU Esnawan Antariksa, sebailcnya pihak Rumah Sakit tidak melakukan penerimaan tenaga Susnal, dan meningkatlcan pcndidikan tenaga lceperawatan dari SPK menjadi D3 Keperawatan, untuk administrasi keuangan pasien sebaiknya di sediakan lmit khusus.

In giving health services, nursing staff are no doubt the hospital personnel who mainly and most frequently spend time to make contact with the patients, thus they play an important role in shaping the image of hospital services in general. At RUSPAU, the nursing stalf, beside using their skill as a nurse, they also work in area which is they have not been teached it before, such as in calculated patient?s finance. Beside that, in cvcry ruan g ruang rawat inap in RUSPAU, they put Susnal in this location. The workload of the nursing sta5` is one of the factors that determine their performance, and the workload is influenced by the number of patients, the number of muses and the methods applied in supervision of nursing services. The objective of this research is to gain information on the workload and the number of nursing staff needed in Garuda and Merpati inpatient chambers in Dr. Esnawan Antariksa Air Force Central Hospital.
The research used qualitative approach. The workload of the nurses was examined by using work sampling and daily log method and was examined both on workdays and holidays. The primary data was taken by conducting observation on 7 consecutive days, i.e. from Monday to Sunday, by using the forms that were filled with nursing staff?s activities for the whole 24 hours during work hours in the morning, aitemoon, and evening.
The study revealed that the direct nursing activities in Garuda, that using pemberian asuhan keperawatan MPKP, in continuing basis, starting with the nursing staE` mostly doing it such as indirect nursing activity, direct nursing activity, and non nursing activity, either in working day or holiday. Furthennore, nursing avtivities in wang gawat inap Mei-pati, which is using pemberian asuhan keperawatan tiingsional, at continuing working day, starting from mostly nursing have been done, such as non nursing activity, indirect nursing activity, and then direct nursing activity. And in holiday, applied direct nursing activity, non nursing activity and indirect nursing activity. So, it can be concluded that pembcrian asuhan keperawatan MPKP much better compare to fimgsional methode. In every ruang rawat inap, time for patient?s financing is not take more time fiom the real nursing activity itseltl but it can make nursing skill itself not maximum applied to the patients. Based on detail interview, tenaga susnal sometimes merugikan patients that impact to RUSPAU also, if sue happened cause there is no litigimate aspect.
In this penelitian suggessted for metode pemberian asuhan keperawatan MKPK applied to all ruang rawat inap in RUSPAU. Sebaiknya, the Hospital itself not accept tenaga susnal,and to increase nursing education iiorn SPK through D3 Kepeiawatan. For patient?s finance administration should be handled by dedicated unit.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32098
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aina Fachrina
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepuasan pasien terhadap Pelayanan Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Pusat TNI AU dr. Esnawan Antariksa. Dalam penyusunan kerangka konsep penelitian ini sebagai variabel dependen adalah variabel kepuasan total yang meiiputi harapan dan persepsi responden dimana tingkat kepuasan dihitung berdasarkan kesenjangan nilai antara keduanya sedangkan sebagai variabel independen adalah mencari diantara lima dimensi servqual yaitu rangible, reliability, responsiveness, asurance dan emphaty yang memiliki pengaruh paling dominan dalam kepuasan pasien.
Metode penelitian yang dilakukan adalah kuantitatif, dimana menggunakan survei kepada 149 responden militer dan 140 responden umum. Data kuantitatif dikumpulkan menggunakan metode cross sectional terhadap responden. Kemudian data yang terkumpul dianalisis menggunakan program perangkat lunak komputer. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan antara perkejaan dan pendapatan perbulan responden urnum dengan kepuasan, yaitu dengan p value 0,012 dan 0,011. Berdasarkan metode servqual didapati bahwa 8,72% responden militer dan 7,86% responden umum merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan Unit Rawat Jalan RUSPAU. Penggunaan metode servqual sebagai alat ukur kepuasan responden, memperlihatkan adanya kesenjangan antara jasa yang dipersepsikan dengan jasa yang diharapkan responden.
Berdasarkan diagram kartesius didapatkan bahwa responden militer merasa paling puas dengan dimensi emphaty yaitu sebesar 24,16% dan responden umum merasa paling puas dengan dimensi responsivenss yaitu sebesar 20%. Secara keseluruhan atribut servqua! yang harus menjadi prioritas untuk diperbaiki oleh manajemen rumah sakit adalah atribut pada dimensi tangible dan reliabiliiy.
Sebagai kesimpulan dari penelitian ini bahwa alat ukur metode servqual dapat mengidentifikasikan unsur-unsur pelayanan yang menyebabkan ketidakpuasan responden militer dan umum terhadap perlayanan Unit Rawat Jalan RUSPAU serta unsur-unsur pelayanan mana yang menjadi prioritas untuk diperbaiki oleh manajemen rumah sakit. Oleh karena itu disarankan kepada pihak manejemen rumah sakit unluk menggunakan metode servqual dalam melakukan survei pengukuran kepuasan pasien. Karena penelitian ini membuktikan bahwa metode senfqual dapa! digunakan dan efektif untuk dterapkan di rumah sakit dalam mengukur kepuasan pasien di rumah sakit. Dari hasil penelitian, saran untuk semua pihak yang terkait untuk memperhatikan pasien yang mempunuai harapan tinggi namun berpersepsi rendah, dimana hal tersebut menggambarkan tingginya ketidakpuasan pasien di Unit Rawat Jalan RUSPAU.

This research goals is to assess the level of patient satisfaction of healthcare service on outpatient unit at Air Force Hospital dr. Esnawan Antariksa. ln compiling this frame of this research concept, the dependent variable are total satisfaction variable that encompased expectation and perseption of the military respondens and public respondens, where the level of satisfaction is calculated based on the different value between the two, while the independent variable is finding between consists of 5 dimension; service quality, tangible, reliability, responsiveness, assurance and emphaty that has most dominant effect in respondens satisfaction.
Research method that is implemented is kuantitatif; that use surveys to l49 military respondens and 140 public respondens. Kuantitatif data was collected using cross sectional method to the responden. Then data obtained from this research will he analized by using computer software. From the result of the research, we can see there is a correlation between job and salary from the responden with responden satisfaction, with the p value 0,012 and 0,01 I. Based on servqual method we can get 8.72 % military responden and 7,86 % public responden felt satisfied with the services being served by the outpatient unit of RUSPAU. The used of servqual method as an indicator of repondent satisfaction, shows there is a gap between service that is perceived and the service that is expectation by the responden.
Based on cartesius diagram, we can also get that military respondens felt the most satisfied with the emphaty dimension is 24,16 % and public respondens felt the most satisfied with the responsiveness is 20 %. Generally, servqual atribute has to be the priority to be fixed by the hospital management is the attribute of tangible and reliability dimension.
As the conclusion from this research, servqual method can identified the attribute of services that causes military respondents and public respondents unsatisfied with the RUSPAU outpatient healthcare services and which attribute of service that become the priority to be fixed by the hospital management. It is recommended to the hospital management to use servqual method in surveys to assess the level ofthe custumers satisfaction. This method could be use effectively in hospital in order to assess the level of the customers satisfaction in the outpatient unit.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21091
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Dhisti Priyasdamaranti
"Perawat merupakan profesi dengan tingkat burnout yang tinggi, menurut Montgomery et al (2010) setidaknya 1 dari 3 perawat mengalami burnout. Burnout merupakan masalah yang cukup serius karena diasosiasikan dengan berbagai kosekuensi negatif baik bagi pekerja, keluarganya, klien, maupun bagi organisasi tempat ia bekerja. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk melihat faktorfaktor psikososial apa saja yang berpengaruh terhadap burnouti pada perawat di ruang rawat inap. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah cross-sectional, lokasi penelitian dilakukan di RSAU dr. Esnawan Antariksa pada tahun 2017. Populasi penelitian ini sebanyak 129 orang dengan sampel sebanyak 74 orang. Pengambilan data menggunakan kuesioner yang disusun oleh penulis dengan mengadopsi kuesioner dari COPSOQ II, QPS Nordic, dan Oldenburg Burnout Inventory. Hasil uji univariat penelitian ini menunjukan bahwa proporsi kelompok responden yang paling besar yaitu berusia ≥ 30 tahun (58.1%), berjenis kelamin perempuan (89.2%), berpendidikan DIII (87.8%), berstatus menikah (75.7%), dan masa kerja <10 tahun (75.7%). Hasil uji bivariat didapatkan bahwa beban emosional (p = 0.02; r= 0.360), tekanan peran (p = 0.000; r= 0.820), dukungan sosial (p= 0.000; r= -0.623), serta penghargaan&pengakuan (p= 0.000; r= -0.657) memiliki hubungan yang signifikan terhadap burnout. Kesimpulan dari penelitian ini adalah faktor psikososial yang bersifat job demand (beban emosional dan tekanan peran) memiliki hubungan yang berpola positif terhadap burnout, sedangkan faktor psikososisal yang bersifat job resource (dukungan sosial dan penghargaan&pengakuan) memiliki hubungan yang berpola negatif terhadap burnout.

Nurse is one of the profession with high level of burnout, Montgomery et al (2010) state at least 1 out of three nurses will have burnout at some point in their career. Burnout is a serious problem and associates with negative outcomes for the worker, their family, their clients, and for the organization it self. Therefore, this research is conducted to evaluate the determinant factors and their correlation with burnout. This research used cross sectional method, located in RSAU dr. Esnawan Antariksa on 2017. Population of this study is 129 people, and the sample is 74 respondents. Data was collected by questionnaire that is adapted from COPSOQ II, QPS Nordic, and Oldenburg Burnout Inventory. Univariate analysis showed by highest proportion among its group, age >30 years old (58.1%), woman (89.2%), DIII (87.8%), married (75.7%), and tenure <10 years (75.7%). Bivariate analysis showed that emotional demand (p=0.02; r= 0.360), role stress (p=0.000; r= 0.820), social support (p=0.000; r= -0.623), and reward & recognition ( p= 0.000; r= -0.657) has significant correlation with burnout. The result of this study showed that job demand (emotional demand and role stress) have a positive correlation with burnout, while job resource (social support and reward & recognition) have a negative correlation with burnout."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S69345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>