Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155246 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendy Armanda Zaintama
"Sekitar 1% anak terlahir dengan penyakit jantung bawaan (PJB). Sebagian akan memerlukan kateterisasi jantung baik diagnosis maupun terapeutik. Prosedur ini memerlukan kooperasi pasien dan imobilisasi sehingga dibutuhkan anestesia yang mungkin berulang. Penelitian ini bertujuan melihat efek anestesia umum terhadap fungsi kontraktilitas jantung anak dengan PJB. Kontraktilitas jantung dilihat dari fraksi ejeksi dan TAPSE yang diukur dengan ekokardiografi. Pengukuran dilakukan sebelum anestesia umum, 5 menit pascaintubasi dan akhir tindakan kateterisasi. Metode penelitian kohort observasional dengan consecutive sampling telah dilakukan. Analisis dilakukan terhadap 42 anak berusia 6 bulan hingga 18 tahun dengan PJB yang menjalani kateterisasi jantung dalam anestesia umum pada periode Juni – Agustus 2018. Uji T-test berpasangan dilakukan untuk analisis perubahan fraksi ejeksi dan TAPSE dan analisis multivariat untuk melihat pengaruh usia, jenis PJB, lama dan jenis tindakan kardiologi terhadap perubahan kontraksi. Perubahan fraksi ejeksi turun bermakna pada 5 menit pascaintubasi dan akhir tindakan kardiologi dan TAPSE turun bermakna hanya pada 5 menit pascaintubasi. Pengaruh usia, jenis PJB, lama dan jenis tindakan kardiologi tidak bermakna terhadap perubahan fraksi ejeksi dan TAPSE. Dengan demikian diharapkan kewaspadaan dalam penanganan pasien PJB, termasuk ketika memberikan informasi sebelum persetujuan tindakan medis (informed consent), dan jika memungkinkan menghindari tindakan anestesia umum yang berulang.

Approximately 1% of children borned with congenital heart disease (CHD). Some will require cardiac catheterization which repeated anesthesia may be needed. This study aims to see the effect of general anesthesia on the cardiac contractility in children with CHD. Cardiac contractility seen from ejection fraction and TAPSE as measured by echocardiography. Measurements were taken before general anesthesia, 5 minutes post-intubation and at the end of the catheterization. An observational cohort with consecutive sampling was conducted. Analysis was carried out on 42 children aged 6 months to 18 years with CHD who underwent cardiac catheterization under general anesthesia in the period June - August 2018. Paired T-test was performed to analyze changes in ejection fraction and TAPSE and multivariate analysis to analyze the effect of age, type of CHD, duration and type of cardiology intervention. Ejection fraction decreased significantly at 5 minutes post-intubation and at the end of cardiology intervention and TAPSE decreased significantly only at 5 minutes post-intubation. Changes of contratility was not significant affected by age, type of CHD, duration and type of cardiology intervention. Therefore, alertness in handling patients with CHD is expected, including when providing information prior to informed consent, and if possible avoid repeated general anesthesia."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ditia Gilang Shah Putra Rahim
"Latar belakang : Pasien penyakit jantung bawaan memiliki risiko untuk mengalami
kehilangan berbagai macam mikronutrien sesudah operasi koreksi dengan mesin pintas
jantung paru, salah satunya adalah vitamin D. Defisiensi vitamin D dapat memperberat
komplikasi yang terjadi sesudah operasi koreksi dengan mesin pintas jantung paru.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai efek dari mesin pintas jantung paru terhadap
kadar vitamin D sesudah operasi koreksi penyakit jantung bawaan.
Metode : Penelitian dilakukan secara kohort prospektif dari bulan Maret-Juli 2020.
Pada penelitian ini didapatkan total 30 pasien yang menjalani operasi koreksi dengan
mesin pintas jantung paru. Pemeriksaan kadar vitamin D dilakukan sebelum operasi dan
24 jam sesudah mesin pintas jantung paru dimatikan.
Hasil : Rerata kadar vitamin D preoperasi adalah 27,24 ng/mL dengan yang mengalami
insufisiensi dan defisiensi sebanyak 70%. Rerata kadar vitamin D sesudah operasi
adalah 20,73 ng/mL dengan jumlah subjek yang mengalami insufisensi dan defisiensi
meningkat sebanyak 90%. Setelah operasi, terdapat penurunan vitamin D sebanyak 6,52
ng/mL (24% dari kadar sebelum operasi). Uji korelasi antara penurunan kadar vitamin
D dengan penggunaan mesin PJP menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai P <
0,001. Sedangkan tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara durasi penggunaan
mesin pintas jantung paru dan durasi aortic cross clamp dengan penurunan kadar
vitamin D.
Kesimpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan mesin pintas
jantung paru dengan penurunan kadar vitamin D, namun penurunan ini tidak
dipengaruhi oleh durasi penggunaan mesin pintas jantung paru dan durasi aortic cross
clamp.

Background: Patients with congenital heart disease are at risk of losing various
micronutrients after corrective surgery with a cardio-pulmonary bypass machine, one
of which is vitamin D. Vitamin D deficiency can exacerbate complications that occur
after corrective surgery with a cardio-pulmonary bypass machine. This study aimed to
assess the effect of the cardio-pulmonary bypass machine on vitamin D levels after
corrective surgery for congenital heart disease.
Methods: This study was conducted in a prospective cohort from March to July 2020.
In this study, a total of 30 patients underwent corrective surgery with cardio-pulmonary
bypass machine. Vitamin D level checks were carried out before surgery and 24 hours
after the machine was turned off.
Results: The mean preoperative vitamin D level was 27.24 ng / mL with insufficiency
and deficiency as much as 70%. The mean postoperative vitamin D level was 20.73
ng/mL with the number of subjects experiencing insufficiency and deficiency increasing
by 90%. After surgery, there was a decrease in vitamin D by 6.52 mg / mL (24% of the
preoperative level). The correlation test between decreased levels of vitamin D and the
use of cardio-pulmonary bypass machines showed significant results with a P-value
<0.001. Meanwhile, there was no significant relationship between the duration of using
the cardio-pulmonary bypass machine and the duration of aortic cross clamp with a
decrease in vitamin D
Conclusion: There is a significant relationship between the use of cardio-pulmonary
bypass machines and a decrease in vitamin D levels, but this decrease was not
influenced by the duration of using the cardio-pulmonary bypass machine and the
duration of the aortic cross clamp.
"
2020: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Verrel Wibisono Surjatin
"Latar Belakang Kateterisasi jantung adalah prosedur diagnostik atau terapeutik yang penting bagi pasien penyakit jantung bawaan (PJB). Meskipun prosedur ini efektif, prosedur ini mempunyai risiko komplikasi dengan minimnya informasi yang dipublikasikan dari negara-negara berpendapatan menengah ke bawah di Asia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian komplikasi mayor saat kateterisasi jantung pada pasien PJB di pusat rujukan nasional di Indonesia. Metode Data cross-sectional pasien anak PJB yang menjalani kateterisasi jantung dengan anestesi umum pada bulan Januari 2020 hingga Februari 2022 di Pelayanan Jantung Terpadu, rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dikumpulkan melalui rekam medis. Data yang dikumpulkan meliputi demografi pasien, jenis PJB, laporan prosedur, dan komplikasi. Kami meninjau dan menjelaskan data kateterisasi jantung anak untuk PJB selama periode 14 bulan. Hasil Tercatat sebanyak 179 prosedur kateterisasi jantung, dengan total 13 komplikasi yang terjadi pada 9 (5,0%) kasus. Dari jumlah tersebut, 7 merupakan komplikasi mayor, yang terjadi pada 5 (2,79%) prosedur. Komplikasi mayor meliputi bradikardia, desaturasi dan hipotensi yang menyebabkan upaya resusitasi atau pemindahan ke unit perawatan intensif jantung (CICU), serta aritmia, dan hipoksemia berat. Komplikasi minor terjadi pada 4 tindakan (2,23%). Komplikasi mayor lebih sering terjadi pada penyakit jantung bawaan yang kompleks dan memiliki median usia dan berat badan yang lebih rendah dibandingkan prosedur tanpa komplikasi. Kesimpulan Insiden prosedur dengan komplikasi mayor selama kateterisasi jantung untuk PJB dengan anestesi umum dalam penelitian ini adalah 2,79%, hal ini konsisten dengan studi lain. Komplikasi mayor masih dapat terjadi dalam prosedur diagnostik, hal ini menyoroti pentingnya kehati-hatian dalam penempatan staf, persiapan, dan pemantauan peri-prosedural, terutama pada pasien berisiko tinggi dan penyakit jantung bawaan kompleks.

Introduction Cardiac catheterisation is an essential diagnostic and therapeutic tool in patients with congenital heart disease (CHD). While it is effective, the procedure carries a risk of complications, with little information published from low-middle income countries in Asia. This study aimed to investigate the incidence of major complications during cardiac catheterisation in patients with CHD at a national referral centre in Indonesia. Method Cross sectional data for paediatric patients with CHD who underwent cardiac catheterisation under general anaesthesia from January 2020 to February 2022 at Pelayanan Jantung Terpadu, Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, were collected via medical records. Data on patient demographics, types of CHD, procedural details, and complications were collected. We review and describe the data on paediatric cardiac catheterisations for CHD over a period of 14 months. Results A total of 179 cardiac catheterisation procedures were recorded, with a total of 13 complications which occurred in 9 (5.0%) cases. Of these, 7 were major complications, which occurred in 5 (2.79%) procedures. Major complications included bradycardia, desaturation and hypotension leading to resuscitation efforts or transfer to cardiac intensive care unit, as well as arrhythmias, and severe hypoxemia. Minor complications occurred in 4 procedures (2.23%). Major complications occurred more often in complex congenital heart disease cases and had a lower median age and weight relative to procedures without complications. Conclusion The incidence of procedures with major complications during cardiac catheterisation for CHD under general anaesthesia in this study was 2.79%, which is consistent with other studies. Major complications can still occur in diagnostic procedures, highlighting the importance of careful staffing, preparation and peri-procedural monitoring, especially in higher risk patients and complex congenital heart disease."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Shandi Laila
"Latar Belakang: Low cardiac output syndrome (LCOS) adalah salah satu komplikasi berat yang sering terjadi pascabedah jantung terbuka dengan insidens 25-32%. LCOS dapat terjadi akibat proses inflamasi melalui jalur inflamasi dan komplemen setelah pintas jantung-paru (PJP). Diperlukansuatu marker inflamasi yang dapat memprediksi terjadinya LCOS. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan rasio neutrofil-limfosit (neutrophil lymphocyte ratio, NLR) yang merupakan marker inflamasi sederhana dan rutin dilakukan, tetapi penggunaannya sebagai prediktor dalam menentukan LCOS belum banyak dilaporkan.
Tujuan: Mengetahui peran NLR prabedah dan 0, 4, dan 8 jam pascabedah sebagai prediktor kejadian LCOS pascabedah jantung terbuka anak dengan penyakit jantung bawaan (PJB).
Metode: Penelitian menggunakan uji prognostik dengan desain kohort prospektif, dilaksanakan pada 1 Desember 2020 hingga 30 Juni 2021 di cardiac intensive care unit (CICU) Pelayanan Jantung Terpadu (PJT) RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Hasil: Dari 90 subyek didapatkan 25 subyek (27,8%) mengalami LCOS. Nilai NLR prabedah berperan dalam memprediksi kejadian LCOS (AUC 70), dengan cut off ≥0,88 (p=0,027) didapatkan sensitivitas dan spesifisitas 64% dan 64,62% (IK 95%, 57-83). Sedangkan NLR 0 jam pascabedah memiliki nilai prediksi yang baik (AUC 81) terhadap kejadian LCOS, dengan cut off ≥4,73 (p<0,0001) didapatkan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 80% (IK 95%, 69-94). Selanjutnya NLR 4 dan 8 jam pascabedah memiliki nilai prediksi yang sangat baik (AUC 97 dan 98) terhadap kejadian LCOS, dengan cut off berturut-turut adalah ≥6,19 (p<0,0001) dan ≥6,78 (p<0,0001) didapatkan sensitivitas dan spesifisitas berturut-turut adalah 92% dan 96% (IK 95%, 92-100), serta 92% dan 96,92% (IK 95%, 94-100).
Kesimpulan: NLR prabedah dan 0, 4, dan 8 jam pascabedah terbukti berperan sebagai prediktor kejadian LCOS pascabedah jantung terbuka anak dengan PJB.

Background: Low cardiac output syndrome (LCOS) is a severe complications that often occurs in children after open heart surgery, with an incidence 25-32%. It can occur as a result of inflammatory response involving the inflammatory and complement pathways after cardiopulmonary bypass (CPB). An inflammatory marker is needed to predict the occurrence of LCOS. In this study, an examination of the neutrophil-lymphocyte ratio (NLR) which is a simple and routine marker of inflammation is carried out, but its use as a predictor in determining LCOS has not been widely reported.
Objective. We aimed to explore the role of preoperative and 0, 4, and 8 hours postoperative NLR as a predictor of LCOS after open heart surgery in children with congenital heart disease (CHD).
Methods: This study used a prognostic test with a prospective cohort design, was done from 1st December 2020 until 30 th June 2021 at cardiac intensive care unit (CICU) Pelayanan Jantung Terpadu (PJT) RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Results: From 90 subjects, 27.8% (25 subjects) had LCOS. Preoperative NLR had a fair predictive value (AUC 70) for the incidence of LCOS, with a cut off value ≥0.88 (p=0.027) having a sensitivity and specificity of 64% and 64.62% (CI 95%, 57-83).While the NLR 0 hours post-operative also had a good predictive value (AUC 81) for the incidence of LCOS, with a cut off value ≥4.73 (p<0.0001) having a sensitivity and specificity of 80% (CI 95%, 69-94), respectively. Furthermore, NLR 4 and 8 hours post-operative had a very good predictive value (AUC 97 and 98) for the incidence of LCOS, with cut off value ≥6.19 (p<0.0001) and ≥6.78 (p<0.0001), having a sensitivity and specificity of 92% and 96% (CI 95%, 92-100), as well as 92% and 96.92% (CI 95%, 94-100).
Conclusion: Preoperative and 0, 4, and 8 hours postoperative NLR can be a predictor of LCOS after open heart surgery in children with CHD.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Latifa Hernisa
"ABSTRAK
Latar belakang: Kardioplegia merupakan komponen penting dalam proteksi miokard operasi jantung. Meskipun telah banyak penelitian yang mencoba membuktikan keunggulan kardioplegia darah dibanding kardioplegia kristaloid, namun kesepakatan kardioplegia terbaik untuk operasi jantung bawaan asianotik belum tercapai. Metode: Penelitian eksperimental dengan simple randomization pada 54 populasi pasien VSD, AVSD dan gangguan katup mitral yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 24 pasien kelompok crystalloid cardioplegia CC sebagai kontrol, dan 30 pasien kelompok blood cardioplegia BC . Dilakukan pemeriksaan selisih kadar laktat darah arteri dan sinus koronarius, serta ekstraksi oksigen koroner segera, menit ke-15 dan menit ke-30 setelah CPB dihentikan. Dilakukan observasi terhadap durasi ventilasi mekanik, penggunaan inotropik, aritmia jantung, lama rawat icu dan lama rawat rumah sakit. Hasil: Selisih kadar laktat darah dan ekstraksi oksigen koroner tidak berbeda bermakna p>0,05 . Pada pasien tutup VSD, penggunaan intoropik lebih sedikit pada kelompok BC. Pasien tanpa inotropik kelompok BC dan CC yaitu 9/25 dan 2/22, 1 jenis inotropik 12/25 dan 13/22, dan lebih dari satu jenis inotropik 4/25 dan 7/22

ABSTRACT
Backgrounds Cardioplegia is an important myocardial protection in cardiac surgery. Many studies conducted to prove blood cardioplegia rsquo s superiority to crystalloid cardioplegia, but no agreement established for which cardioplegia is the best for acyanotic cardiac surgery. Methods Experimental study with simple randomization in 54 VSD, AVSD, and mitral valve disease patients, 24 crystalloid cardioplegia CC , and 30 blood cardioplegia BC . Lactate levels in arterial blood and coronary sinus, also coronary oxygen extractions were measured immediate, 15 and 30 minutes after CPB deactivated. Postoperative mechanical ventilation durations, inotropic administrations, arrhytmias, ICU and hospital length of stay were observed. Results No significant difference in the difference of lactate levels and coronary oxygen extractions immediate, 15 and 30 minutes after CPB P 0.05 . Less inotropics needed in VSD closure patients in BC group. No inotropic needed in 9 25 BC group to 2 22 in CC group, 1 inotropic needed in 12 25 BC group to 13 22 in CC group, and more than 1 intropic needed in 4 25 BC group to 7 22 in CC group p"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58896
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Puriani
"Operasi jantung paliatif masih menjadi pilihan untuk menghadapi beberapa kasus penyakit jantung bawaan saat operasi jantung korektif belum mungkin dilakukan. Sebagai pengasuh utama, ibu memiliki tantangan untuk melanjutkan perawatan yang optimal di rumah pasca operasi jantung paliatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman ibu dalam merawat anak di rumah pasca operasi jantung paliatif. Desain penelitian yang digunakan adalah fenomenologi deskriptif. Partisipan dalam penelitian ini adalah ibu yang merawat anak di rumah pasca operasi jantung paliatif, berjumlah 15 orang yang berasal dari tujuh provinsi di Indonesia, yakni Jakarta, Aceh, Bali, Sumatra Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten. Wawancara secara mendalam dilakukan dengan pertanyaan terbuka, hasil kemudian dianalisis menggunakan metode Colaizzi. Tema yang dihasilkan yakni seringkali timbul ketidakpastian, memiliki kebutuhan terhadap pelayanan rumah sakit yang belum terpenuhi, mengupayakan berbagai cara dalam merawat anak, memahami berbagai kondisi anak, mendapatkan informasi kesehatan untuk merawat anak di rumah, dan memiliki sumber dukungan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa selama melakukan perawatan anak di rumah setelah operasi jantung paliatif, ibu tetap memainkan peran mereka untuk memberikan perawatan yang terbaik, meskipun harus menghadapi kondisi ketidakpastian. Ditemukan bahwa para ibu akan mengusahakan upaya optimal mereka untuk menjaga kesehatan anak dengan dukungan maksimal dari lingkungan mereka. Perawat harus menyediakan perencanaan pemulangan yang komprehensif untuk memfasilitasi keterlibatan ibu dalam perawatan anak di rumah.

Palliative heart surgery is still an option for dealing with several cases of congenital heart disease when corrective heart surgery is not yet possible. As the primary caregiver, mothers have challenges to continue optimal care for their child at home after palliative heart surgery. This study aims to explore the experiences of mothers in caring for children at home after palliative heart surgery. Descriptive phenomenology used as study design. Participants in this study were 15 mothers who cared for children at home after palliative heart surgery, from seven provinces in Indonesia; Jakarta, Aceh, Bali, North Sumatra, West Java, Central Java, and Banten. In-depth interviews were conducted with open questions, the results were then analyzed using the Colaizzi method. The resulting theme is that uncertainty often arises, has unmet needs for hospital services, tries various ways of caring for children, understands various children's conditions, gets health information to care for children at home, and has sources of support. This study revealed that during child care at home after palliative heart surgery, mothers continued to play their role in providing the best care, despite having to deal with conditions of uncertainty. It was found that mothers would make their optimal efforts to maintain children's health with maximum support from their environment. Nurses must provide comprehensive discharge planning to facilitate maternal involvement in child care at home."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Euis Habibah
"Pneumonia menjadi masalah kesehatan yang sering terjadi pada anak dengan penyakit jantung bawaan (PJB). Banyak faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia diantaranya adalah: usia, jenis kelamin, berat badan lahir, status gizi, status imunisasi, jenis PJB, besarnya defect, pendidikan orang tua, dan status sosial ekonomi. Pneumonia meningkatkan mortalitas pada anak yang menderita PJB. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak yang menderita PJB. Desain yang digunakan adalah case control retrospektif dengan total sampel 180 rekam medis pasien anak. Hasil penelitian dengan regresi logistik didapatkan 4 variabel yang berhubungan signifikan dengan kejadian pneumonia pada anak yang menderita PJB yaitu usia, status gizi, jenis PJB dan besarnya defect. Edukasi dan pemantauan kondisi berdasarkan faktor yang berhubungan mendasari penanganan lebih dini untuk meningkatkan kelangsungan hidup pasien.

Pneumonia is a health problem that often occurs in children with congenital heart disease (CHD). Many factors are associated with the incidence of pneumonia, including: age, gender, birth weight, nutritional status, immunization status, type of CHD, magnitude of disability, parental education, and socio-economic status. Pneumonia increases mortality in children suffering from CHD. The purpose of this research was to identify factors associated with the incidence of pneumonia in children suffering from CHD. The design used was retrospective case control with a total sample of 180. Secondary data sources were from patient medical records. The results of research using logistic regression showed that 4 variables were significantly related to the incidence of pneumonia in children suffering from CHD, namely age, nutritional status, type of CHD and the amount of disability. Education and monitoring of conditions based on factors that regulate the implementation of earlier treatment to improve patient survival.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Habibah Nur Alawiah
"Penyakit Jantung Bawaan (PJB) sering dikaitkan dengan malnutrisi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas, penatalaksana yang tepat dapat menurunkan infeksi, lama rawat, bahkan kematian. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi kurang pada anak dengan PJB. Penelitian ini menggunakan observasional analitik dengan rancangan case control.  Sampel penelitian berjumlah 114 anak PJB di Rumah Sakit Jantung Jakarta periode Juli 2020 hingga Juni 2023. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara usia, jenis kelamin, riwayat BBLR, pemberian ASI eksklusif, jenis PJB dan penyakit penyerta terhadap status gizi kurang pada anak PJB, terdapat hubungan antara kelengkapan imunisasi dengan status gizi kurang pada anak PJB (p value <0,05). Simpulan: dari penelitian ini yaitu faktor nutrisi dan organik tidak berhubungan dengan status gizi kurang anak PJB. Oleh karena itu pelayanan perlu memberikan perhatian terkait status nutrisi dan imunisasi disamping masalah jantung.

Congenital Heart Disease (CHD) is often associated with malnutrition which is influenced by various factors resulting in increased morbidity and mortality, appropriate management can reduce infection, length of stay, and even death. This research was conducted to identify factors associated with malnutrition status in children with CHD. This study used an analytical observational with a case control design. The research sample consisted of 114 CHD children at the Jakarta Heart Hospital for the period July 2020 to June 2023. The result of this study showed that there was no relationship between age, gender, history of LBW, exclusive breastfeeding, type of CHD and comorbidities on malnutrition status in CHD children, there is a relationship between complete immunization and malnutrition status in CHD children (p value <0.05). Conclusion from this research, nutritional and organic factors are not related to the malnutrition status of CHD children. Therefore, services need to pay attention to nutritional status and immunization in addition to heart problems."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhi Prasetyo
"Latar Belakang: Pengetahuan seseorang yang tidak memadai terhadap risiko suatu tindakan medis berpotensi menimbulkan kecemasan dan tuntutan sehingga diperlukan upaya komunikasi dan pemberian edukasi dengan baik. Pembedahan penyakit jantung bawaan (PJB) anak berisiko tinggi terjadi morbiditas hingga mortalitas. Terdapat kesan pemahaman ibu yang tidak optimal terhadap pembedahan PJB anak mereka. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengetahuan ibu terhadap pembedahan PJB.
Metode: Penelitian ini menggunakan uji eksperimen tidak murni (kuasi eksperimen) untuk mengetahui perubahan pengetahuan dan uji potong lintang untuk mengetahui proporsi pengetahuan yang rendah sebelum diberikan edukasi pada ibu anak yang akan menjalani pembedahan jantung pada bulan Mei hingga Juli 2014 di Instalasi Pelayanan Jantung Terpadu (PJT) RSUPNCM. Pengetahuan ibu dinilai menggunakan kuesioner dan edukasi menggunakan media edukasi mini flipchart. Kuesioner dan media edukasi dikembangkan sendiri oleh peneliti. Pengetahuan akan dinilai saat praedukasi dan pascaedukasi.
Hasil: Sebanyak 57 subyek diikutsertakan dalam penelitian dan tidak ada subyek yang dikeluarkan saat penelitian. Analisis menggunakan stratifikasi untuk tiap diagnosis dan jenjang pendidikan. Total 47 subyek yang dapat dianalisis. Didapatkan 49% subyek memiliki pengetahuan rendah praedukasi dan seluruh subyek (100%) mengalami peningkatan pengetahuan pascaedukasi.
Simpulan: Pemberian edukasi mampu meningkatkan pengetahuan ibu anak dengan PJB yang akan menjalani pembedahan jantung.

Background : Inadequate knowledge about risk of upcoming medical intervention may raise anxiety and demands. Therefore good communication and education are required. Congenital Heart Disease (CHD) children surgery has high risk of morbidity and mortality. There is an impression that the mother has lack understanding of their children?s surgery. This study aimed to assess the mother?s knowledge of CHD surgery.
Method : This study used quasi-experimental design to determine changes in maternal knowledge and cross-sectional tests to assess the proportion of low knowledge prior the provision of education on the mothers whose children underwent heart surgery in May to July 2014 in RSUPNCM. Knowledge of mothers was assessed using questionnaires before and after the education. Education was provided using ?mini flipchart? media. Questionnaires and educational media were developed by the researchers.
Result : A total of 57 subjects were included in the study and no subjects were excluded during the research. Analysis was done by using stratification for each diagnosis. A total of 47 subjects can be analyzed. We found that 49% of the subjects had low knowledge prior the provision of education and all subjects (100%) had increasing knowledge after education.
Conclusion : The provision of education is able to increase the knowledge of mothers whose children will undergo congenital heart disease surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Setiorini
"Latar belakang: Penyakit jantung bawaan (PJB) didapatkan pada 40-50% pasien sindrom Down, merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Salah satu manifestasi tambahan lain selain PJB adalah hipertensi pulmoner. Faktor-faktor risiko yang berperan untuk terjadinya PJB, terjadi pada periode perikonsepsi yaitu 3 bulan sebelum kehamilan hingga trimester pertama kehamilan. Beberapa penelitian mengenai faktor risiko PJB yang telah dilakukan memiliki hasil yang tidak konsisten baik dalam populasi sindrom Down sendiri, maupun apabila dibandingkan dengan populasi umum.
Tujuan: Mengetahui prevalens PJB dan hipertensi pulmoner, jenis PJB yang banyak didapatkan, dan faktor risiko PJB pada sindrom Down.
Metode: Studi potong lintang observational analytic pada pasien sindrom Down berusia ≤5 tahun di RSCM. Data diambil dari wawancara dengan orangtua subyek yang datang langsung ke poliklinik rawat jalan RSCM Kiara, Departemen Rehabilitasi Medis, dirawat di Gedung A RSCM, IGD, perinatologi maupun orangtua dari subyek yang tercatat di rekam medis dengan diagnosis sindrom Down atau memiliki International Classification of Disease (ICD) 10 Q90.9 sejak Januari 2012 hingga Desember 2015.
Hasil penelitian: Sebanyak 70 subyek sindrom Down memenuhi kriteria inklusi. Median usia subyek adalah 16,5 bulan. Penyakit jantung bawaan didapatkan pada 47,1% subyek. Defek septum atrium dan duktus arteriosus paten merupakan PJB terbanyak yang didapatkan yaitu masing-masing 30,3%. Penyakit jantung bawaan lain yang didapatkan adalah defek septum atrioventrikel dan defek septum ventrikel yaitu sebesar 18,2 dan 21,2%. Hipertensi pulmoner didapatkan pada 17,1% subyek dengan 10/12 subyek terjadi bersamaan dengan PJB. Usia ibu ≥35 tahun [p= 0,77; OR 0,87 (0,34-2,32)], usia ayah ≥35 tahun [p= 0,48; OR 1,44 (0,52-4,01)], febrile illness [p= 0,72; OR 0,81 (0,25-2,62)], penggunaan obat-obat yaitu antipiretik [p= 0,71; OR 0,60 (0,14-2,82)], antibiotik (p=0,91; OR 1,13 (0,15-8,5)], jamu/obat herbal [p=0,89; OR 0,89 (0,22-3,60)], keteraturan penggunaan asam folat [p= 0,27; OR 0,58 (0,22-1,50)], ibu merokok (p= 0,34), dan pajanan rokok [p= 0,89; OR 0,94 (0,36-2,46)] saat periode perikonsepsi tidak terbukti berhubungan dengan terjadinya PJB pada sindrom Down.
Kesimpulan: Faktor risiko lingkungan periode perikonsepsi tidak terbukti berhubungan dengan kejadian PJB pada sindrom Down."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>