Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172224 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rubina Winnie Miranda
"ABSTRAK
Vietnam dan Thailand merupakan dua negara Asia Tenggara dengan proses modernisasi yang berbeda satu
dengan yang lainnya. Vietnam pernah berada di bawah rezim komunis, sedangkan Thailand cenderung pro-
Amerika dan promodernisasi di masa Perang Dingin hingga setelahnya. Namun, keduanya sama-sama
mengonsumsi Hallyu secara masif, menganggapnya sebagai simbol modernitas pan-Asia. Hallyu dilokalisasi
dan dijadikan sebagai standar bagaimana budaya populer seharusnya diproduksi. Dengan kerangka teori sirkuit
budaya, penelitian ini menganalisis dimensi-dimensi yang terkait dengan penyebaran Hallyu di Thailand dan
Vietnam dan bagaimana kedua negara tersebut melokalisasi Hallyu sebagai produk lokalnya.

ABSTRACT
Vietnam and Thailand are two Southeast Asian countries that have been through different modernization
process one and another. While Vietnam was once under a communist regime, Thailand was an ally of the U.S.
and tend to be pro-modernization during the Cold War era the following era. However, both countries consume
Hallyu massively and view it as a symbol of pan-Asian modernity. They also look up to Hallyu as a standard for
how pop culture is supposed to be produced by localizing it. Using a modified circuit of culture as a theoretical
framework, this paper examines the interrelated dimensions associated with Hallyu proliferation in Thailand and
Vietnam, and how two countries localize Hallyu as their own local products."
2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ann Arbor: University of Michigan Press, 2016
302.231 HAL
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Raphaella Fauzia Nurdin
"Perdagangan narkotika di Asia Tenggara merupakan salah satu ancaman keamanan regional yang mempengaruhi aspek kesehatan, ekonomi, dan politik. Kehadiran produk narkotika di Asia Tenggara berawal dari perdagangan, kemudian dikembangkan menjadi pertanian dan sampai pada produksi secara mandiri. Aktivitas perdagangan narkotika di Asia Tenggara terpusat pada kawasan Segitiga Emas yang meliputi Myanmar, Thailand, dan Laos. Meskipun perdagangan narkotika di Asia Tenggara telah berlangsung sejak abad ke-16, peraturan larangan baru hadir di akhir tahun 1870. Menandai awal mulanya dinamika narkotika sebagai masalah keamanan baik secara nasional, regional, maupun internasional. Tulisan ini bertujuan untuk meninjau sejauh mana literatur hubungan internasional membahas problematika perdagangan narkotika di kawasan Asia Tenggara. Dengan melakukan peninjauan pada 29 literatur yang membahas narkotika di Asia Tenggara, ditemukan empat tema besar sebagai kerangka berpikir yaitu (1) fondasi relevan perdagangan narkotika, (2) jaringan dan distribusi narkotika di Asia Tenggara, (3) kebijakan narkotika di Asia Tenggara, dan (4) kerja sama internasional dalam perdagangan narkotika di Asia Tenggara. Berdasarkan empat tema tersebut ditemukan konsensus yaitu (1) fenomena narkotika di Asia Tenggara dilatarbelakangi kolonialisme, kapitalisme, dan konflik; (2) distribusi jaringan narkotika secara umum tersebar di Myanmar, Thailand, Vietnam, Indonesia, Tiongkok; (3) kebijakan narkotika di Asia Tenggara masih bersifat koersif. Serta ditemukan perdebatan bahwa kerja sama internasional Asia Tenggara tidak merefleksikan kesepakatan internasional. Tulisan ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kajian narkotika dalam hubungan internasional dibahas.

The drug trafficking in Southeast Asia is a regional security threat that affects health, economic and political aspects. The presence of narcotics in Southeast Asia started from trade, then developed into cultivation until become drugs producer. Drug trafficking activities in Southeast Asia are concentrated in the Golden Triangle area which includes Myanmar, Thailand and Laos. Although the drug trafficking in Southeast Asia has been going on since the 16th century, drug prohibition regulations were introduced at the end of 1870. This marked the beginning of the dynamics of narcotics as a security problem nationally, regionally, and internationally. This paper aims to review the extent of the international relations literature discusses the problems of drug trafficking in the Southeast Asian region. The drug trafficking is a new phenomenon that needs to be further developed in line with the progress of international relations theory. By reviewing 29 literatures discussing drug in Southeast Asia, four major themes were found as frameworks of thought, namely (1) the relevant foundations of drug trafficking, (2) the network and distribution of drugs in Southeast Asia, (3) drug policy in Southeast Asia, and (4) ASEAN cooperation on drug trafficking in Southeast Asia. Based on these four themes, consensus was found, namely (1) the narcotics phenomenon in Southeast Asia was motivated by colonialism, capitalism, and conflict; (2) distribution of narcotics networks in general spread across Myanmar, Thailand, Vietnam, Indonesia, China; (3) drug policy in Southeast Asia is still coercive. It was also found that there was a debate that Southeast Asia's international cooperation did not reflect international agreements. This paper aims to see how far the study of narcotics in international relations is discussed."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Atha Zahra Fathurohman
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan Indonesia, Thailand, dan Vietnam dalam dekarbonisasi di sektor tenagalistrikan. Pendekatan analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif yang didukung oleh data deskriptif dan membagikan kuesioner kepada tokoh yang ahli di sektor ketenagalistrikan. Hasil penelitian ini menujukkan Vietnam merupakan negara yang paling siap dalam dekarbonisasi di sektor ketenagalistrikan dibandingkan dengan Thailand dan Indonesia. Penelitian ini hanya menganalisis terbatas pada tiga negara dan fokus pada lima kriteria saja karena keterbatasan data yang tersedia dan waktu. Kesempatan Indonesia menjadi Presidensi ASEAN pada tahun 2023 diharapkan dapat menjadi potensi bagi Indonesia dalam memimpin untuk memonitoring negara anggota ASEAN megenai bagaimana cara mengatasi hambatan-hambatan untuk dekarbonisasi di sektor ketenagalistrikan.

This study aims to determine the readiness of Indonesia, Thailand, and Vietnam in decarbonization in the electricity sector. The analytical approach used is a qualitative analysis supported by descriptive data and a survey of experts in the electricity sector. The results of this study show that Vietnam is the country that is most prepared for decarbonization in the electricity sector compared to Thailand and Indonesia. This study only analyzes limited to three countries and focuses on five criteria only because of the limited data available and time. Indonesia's opportunity to become the ASEAN Presidency in 2023 is expected to be a potential for Indonesia to take the lead in monitoring ASEAN member countries on how to overcome obstacles to decarbonization in the electricity sector."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Korea : Jimoondang, 2008
KOR 302.235 19 KOR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Firman
"Tax insetif merupakan satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi investor untuk berinvestasi di suatu Negara. Oleh karena itu, kebijakan tax insentif yang ditawarkan suatu Negara menjadi salah satu faktor penting bagi keberhasilan menarik calon investor untuk berinvestasi di negara tersebut.
Thesis ini menganalisa kebijakan tax insentif yang diberikan pemerintah Indonesia kepada investor. Apakah tax insentif yang diterapkan Indonesia cukup kompetitif untuk menarik investor berinvestasi di Indonesia?
Untuk menjawab permasalahan tersebut, thesis ini melakukan analisa perbandingan terhadap beberapa negara di Asia, yaitu Thailand, Vietnam, Malaysia, Filipina dan China. Dengan memakai data Iaporan keuangan PT. Century Textile lndustry Tbk periode 1997 sampai dengan 2002 sebagai studi kasus, thesis ini melakukan simulasi pengaruh tax insentif terhadap besarnya pajak yang dibayar perusahaan (prosentase total pajak terhadap Iaba sebelum pajak perusahaan) di negara-negara observasi.
Hasil simulasi menunjukan bahwa tax insentif yang diberikan Indonesia memberikan return terendah kepada perusahaan dibandingkan dengan ke lima negara observasi lainnya. Oleh sebab itu, thesis ini merekomendasikan agar Indonesia mempertimbangkan untuk menerapkan tax insentif yang dilakukan oleh negara-negara observasi khususnya Malaysia agar mampu berkompetitif dalam menarik investor berinvestasi di Indonesia.

Tax incentive is one of the factors that influences investors to invest in a
country. Therefore, a country policy to offer such incentive becomes one of important factors to successfully attract the would-be investors to invest.
This thesis analysed tax incentive poicy awarded by the government of indonesia to the investors as to whether it was relatively competitive to attract investors to invest in Indonesia or not.
To answer that question, this thesis employed comparative analysis towards several countries in Asia such as Thailand. Wetnam, The Philipines, Malaysia, and China. Through the use of financial data of PT. Century Textile lndustry Tbk incorporation from fiscal years 1997 to 2002 as a case study, the thesis conducted a simulation of the tax incentive influence towards the amount of tax paid by the company (percentage of total tax towards profit prior to company tax deduction) in the observed countries.
The results of the simulation showed that tax incentive applied in indonesia provided the lowest retum to a company compared with those of the five observed countries. Thus the thesis recommended that Indonesia should consider to apply the tax incentive like those of the observed countries particularly Malaysia in order to be more competitive in attracting investors to invest in indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22317
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Judika Margaretha
"Some people call it a "virus", others view it as an "addiction". Inilah yang terjadi pada fenomena Korean Wave atau disebut juga Hallyu. Fenomena ini menjadi sebuah budaya global alternatif yang mampu merambah melalui drama TV dan K-pop yang menjadi ancaman dan mempunyai tempat sendiri diantara maraknya Hollywood dan Bollywood melalui tayangan-tayangannya tersebut. Melihat hal tersebut peneliti menjadi tertarik untuk melihat kebelakang history media di Korea dalam milestone perkembangan penggunaan media di Korea. Makalah ini berfokus dalam upaya mencari milestone industri media dan kebijakannya yang digunakan oleh pemerintah Korea sehingga memberikan image Korea yang begitu melekat kepada negara lain. Untuk menggali hal tersebut, metode yang digunakan dalam makalah ini adalah studi dokumen dari annual report, rancangan kebijakan, literatur yang dikeluarkan Kementrian Kebudayaan Korea, Jurnal Komunikasi dan tesis mengenai Korean Wave yang nantinya akan menjawab perkembangan kebijakan dan penggunaan media oleh Korea. Makalah ini diharapkan mampu memberikan pembelajaran bagi negara-negara lain dalam membuat kebijakan dan memanfaatkan media yang dimiliki untuk membuat fenomenanya sendiri.

Some people call it a "virus", others view it as an "addiction". That’s "Korean Wave" ("Hallyu" in Korean). This phenomenon has become an alternatif culture that consists principally of two forms of media, television serials and pop music (K-pop), has it own popularity among Hollywood and Bollywood. Researcher see this phenomenon as something unique and interesting because the Korean government took full advantage of this national phenomenon and began aiding Korean media industries in exporting Korean pop culture. This global expansion has contributed to enhancing South Korea’s national image and its economy. How the authors developed and conducted this research by using document studies from annual report, strategy and policy planning, and literature from Ministry Culture, Sport, and Tourism Korea, Communication Journal, and thesis from other university that contain Korean Wave. The purpose of the research is to figure out the possibility for other country to adopt the strategy of the Korean Wave in the interest of creating their own Wave.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nadamega Dara Azzaria
"Artikel ini membahas tentang fenomena Korean Wave dan dampaknya terhadap remaja di Indonesia. Korean Wave adalah fenomena yang menggambarkan bagaimana arus budaya pop Korea mendunia sejak akhir 1990 dan mulai menjamah Indonesia pada tahun 2002. Tumbuh bersamaan dengan kemajuan teknologi dan internet membuat budaya ini lebih cepat berkembang dan tersebar luas. Ia bahkan mampu menggeser popularitas budaya populer lain dan memperoleh banyak penggemar. Selama satu dekade, Korean Wave berhasil menunjukkan dan mempertahankan eksistensinya di mata masyarakat, khususnya pada kalangan generasi muda. Hal ini tercermin dari kemunculan tren-tren Korea di kalangan remaja Indonesia, yang menunjukkan bagaimana gaya hidup sosial dan ekonomi mereka terbentuk akibat kehadiran budaya pop ini. Skripsi ini menggunakan metode sejarah dengan mengumpulkan studi literatur, berita-berita sezaman, dan wawancara remaja penggemar Korea yang berdomisili Jakarta sebagai pendukung penelitian.

This article discusses the Korean Wave phenomena and its impact to Indonesian teenagers. Korean Wave phenomena describes how Korean pop culture started to globalize at the end of 1990s and reached Indonesia in 2002. Growing in parallel with internet and advances in technology, this tide expanded faster and wide spread. It was able to exceed the other popular culture and gain many fans. For a decade, Korean Wave had shown and maintained its existence in the public rsquo s eyes, specifically among young generations. This is reflected by the emergence of Korean trends amid Indonesian rsquo s youths and how Korean culture has influenced their social and economic lifestyle. This article used historical method including literature studies, primary resource, and interviews with Korean fans living in Jakarta as supporting data. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghali Fairuzy Windiansyah
"Nowadays, international transactions become common in obtaining goods or services abroad of a country. The ac- tors are not limited to natural person. Most of the time the actors are legal persons. The emergence of legal person in the said activity is due to its mere permanent existence compared to natural person. Asian countries such as Indonesia, Thailand, Vietnam, PRC, Japan, Taiwan, and South Korea are called the High performing Asian Economies (HPAEs) by World Bank. Due to their geographical affinity, actors within the HPAEs started to conduct international transactions to obtain eccentric goods or services that each country offers. This thesis focuses on the forms of legal person in the HPAEs. Apart from it, there is personal status to which law is applicable to the legal person. It plays an important role in international transactions. It has drawn an attention that the determination of personal status varies from one country to another. On how it varies, is one of the reason in conducting this thesis. The research is con- ducted through normative juridical method by examining positive law of the said countries. The result of the re- search will list the known forms of legal person as well as its personal status that each country adhere.

Saat ini, transaksi internasional menjadi hal yang umum dalam memperoleh barang atau jasa di luar negeri. Para pelaku tidak terbatas pada pribadi kodrati, sebagian besar, mereka adalah badan hukum. Munculnya badan hukum dalam kegiatan tersebut adalah karena keberadaannya yang lebih abadi dibandingkan dengan pribadi kodrati. Ne- gara-negara Asia seperti Indonesia, Thailand, Vietnam, RRC, Jepang, Taiwan, dan Korea Selatan disebut sebagai High Performing Asian Economies oleh Bank Dunia. Karena lokasi geografisnya yang dekat satu sama lain, pelaku dalam HPAEs mulai melakukan transaksi internasional untuk mendapatkan barang atau layanan eksen- trik yang ditawarkan masing-masing negara. Karena salah satu pelaku adalah badan hukum, sangatlah penting untuk mengetahui bentuk-bentuk dari badan hukum yang dikenal dalam HPAEs. Selain itu, dalam berbicara tentang orang, ada status personal untuk menentukan hukum mana yang berlaku untuk orang tersebut. Menegaskan pada badan hukum, status personal memainkan peran penting di dalam transaksi internasional. Penentuan status personal telah menjadi perhatian dikarenakan caranya yang bervariasi dari satu negara ke negara lain. Adanya variasi tersebut adalah merupakan salah satu alasan dalam melakukan tesis ini. Penelitian ini dilakukan melalui metode yuridis nor-matif dengan memeriksa hukum positif negara- negara tersebut. Hasil penelitian akan memaparkan bentuk badan hukum yang diketahui serta status pribadinya yang dianut oleh masing-masing negara."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>