Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149904 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Florencia Natasya Putri Saraswati
"Latar Belakang: Rokok merupakan salah satu faktor risiko utama periodontitis dengan peningkatan resiko sebesar 2 hingga 8 kali lipat lebih tinggi terkait resiko kehilangan perlekatan klinis. Namun, belum ada penelitian mengenai distribusi elemen gigi yang mengalami periodontitis kronis pada perokok terutama di Indonesia.
Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui distribusi elemen gigi yang mengalami periodontitis kronis dengan parameter kehilangan perlekatan klinis pada perokok.
Metode: Penelitian observasi deskriptif retrospektif menggunakan data sekunder dari 138 rekam medik dengan subjek periodontitis kronis yang merokok di klinik integrasi RSKGM FKG UI periode 2010 sampai 2017.
Hasil: Subjek merupakan 56 perokok ringan, 45 perokok sedang, dan 37 perokok berat. Frekuensi periodontitis kronis tertinggi terjadi pada rahang bawah pada perokok ringan (54,4%), serupa pada perokok sedang (53,34%), serta perokok berat (51,48%). Posterior maksila mengalami periodontitis kronis tertinggi pada perokok ringan (31,21%), sedang (28,44%), dan berat (30,28%). Premolar mengalami periodontitis kronis tertinggi pada perokok ringan (30,24%), sedang (30,29%) dan berat (31,21%). Elemen gigi dengan frekuensi periodontitis kronis tertinggi adalah gigi 33 pada perokok ringan (4,68%), gigi 43 pada perokok sedang (4,79%), dan pada perokok berat adalah gigi 34 (4,59%). Frekuensi kehilangan perlekatan klinis tertinggi pada perokok ringan adalah sisi mesial gigi 42 (1,44%), pada perokok sedang adalah sisi mesial gigi 41 (1,45%), dan pada perokok berat adalah sisi mesial gigi 43 (1,39%).
Kesimpulan: Periodontitis kronis pada perokok paling banyak terjadi pada rahang bawah, regio posterior maksila, dan kelompok gigi premolar. Elemen gigi dengan periodontitis kronis terbanyak terdapat pada gigi 33, gigi 43, dan gigi 34. Sisi dengan frekuensikehilangan perlekatan klinis tertinggi pada penderita periodontitis kronis adalah sisi mesial gigi 42, sisi mesial gigi 41, dan sisi mesial gigi 43.

Background: Cigarette smoking is one of the main risk factors for periodontitis with an increased risk of 2 to 8 times higher in clinical attachment loss. However, no study has examined the distribution of each element of tooth that has chronic periodontitis in smokers, especially in Indonesia.
Objective: Determine the distribution of affected teeth with chronic periodontitis in smoker with clinical attachment loss as a parameter.
Method: This retrospective descriptive observational study was conducted using 138 periodontal medical records of smokers chronic periodontitis subjects in RSKGM FKG UI periode of 2010 to 2017.
Results: Subjects consisted of 56 light smokers, 45 moderate smokers, and 37 heavy smokers. The frequency of chronic periodontitis is higher in lower jaw teeth (54,4%), and similar to moderate smokers (53,34%), and heavy smokers (severe category) (51,48%). Posterior maxilla is the highest frequency in light smokers (31,21%), also in moderate smokers (28,44%), as well as in heavy smokers (30,28%). The premolar group (30,24%) has highest periodontitis in light smokers, as in moderate smokers (30,29%) and in heavy smokers (31,21%). The most frequent tooth affected by chronic periodontitis in light smokers is lower left canine (4,68%), while in moderate smokers is lower right canine (4,79%), and in heavy smokers is lower first premolar (4,59%). The highest frequency of clinical attachment loss in light smokers patient is the mesial surface of lower right lateral incisor (1,44%), in moderate smokers is the mesial surface of lower right central incisor (1,45%), and in heavy smokers is the mesial surface of lower right canine (1,39%).
Conclusion: Chronic periodontitis in smokers mostly occurs in the lower jaw, posterior maxilla region, and in the premolar group. Element of tooth most frequently affected by chronic periodontitis are lower left canine, lower right canine, and lower first premolar. The surface of the teeth with most clinical attachment loss are mesial surface of lower right lateral incisor teeth, the mesial side of lower right central incisor, and the mesial side of lower right canine.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferinda Putri Utami
"Latar belakang: Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko periodontitis kronis. Penelitian mengenai perbedaan kedalaman poket dan resesi gingiva pasien periodontitis kronis perokok dan bukan perokok belum banyak dilakukan.
Tujuan penelitian: Mengetahui perbedaan kedalaman poket dan resesi gingiva pasien periodontitis kronis perokok dan bukan perokok.
Metode: Penelitian potong lintang pada masing-masing 101 subjek periodontitis kronis perokok dan bukan perokok yang diambil dari rekam medik klinik integrasi RSKGM FKG UI tahun kunjungan 2010-2015.
Hasil: Berdasarkan uji Mann-Whitney terdapat perbedaan bermakna p < 0,05 rerata kedalaman poket dan resesi gingiva antara perokok dan bukan perokok.
Kesimpulan: Rerata kedalaman poket dan resesi gingiva perokok lebih besar daripada bukan perokok.

Background: Smoking is one of the risk factors of chronic periodontitis. Studies that shows the difference of pocket depth and gingival recession of chronic periodontitis patient between smokers and nonsmokers are still rare.
Objective: Knowing the difference of pocket depth and gingival recession between smokers and nonsmokers chronic periodontitis patient.
Methods: A cross sectional study was conducted using medical records of 101 smokers and 101 nonsmokers who suffered chronic periodontitis in integration clinic RSKGM FKG UI during 2010 2015.
Results: Mann Whitney test showed that there were significant differences in the average of pocket depth and gingival recession (p<0,05) between smokers and nonsmokers.
Conclusions: The average of pocket depth and gingival recession in smokers is higher than nonsmokers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Mutia
"Latar Belakang: Salah satu perawatan yang dilakukan untuk penanganan pasien periodontitis kronis adalah scaling dan root planing. Setelah dilakukannya perawatan, maka tingkat perdarahan gingiva akan mengalami perubahan. Penelitian yang mengaitkan pengaruh scaling dan root planing terhadap tingkat perdarahan gingiva pada pasien periodontitis kronis di RSKGM FKG UI belum pernah dilakukan. Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh scaling dan root planing terhadap tingkat perdarahan gingiva pasien periodontitis kronis. Metode: Penelitian dengan pendekatan analitik ini dilakukan dengan menggunakan data sebanyak 213 rekam medik yang di dapat dari data sekunder rekam medik periodonsia Klinik Integrasi RSKGM FKG UI tahun kunjungan 2014-2018. Data dianalisis dengan menggunakan uji Wilcoxon. Hasil: terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) nilai OHIS dan PBI dari subjek sebelum dan sesudah dilakukan perawatan scaling dan root planing.
Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian, perawatan scaling dan root planing berpengaruh terhadap tingkat kebersihan mulut dan perdarahan gingiva. Nilai OHIS dan PBI akan lebih rendah setelah dilakukan perawatan scaling dan root planing daripada sebelumnya.

Background: One of the treatments that performed for the patients with chronic periodontitis is scaling and root planing. After treatment, the level of gingival bleeding will change. Research that links the effect of scaling and root planing on the level of gingival bleeding in patients with chronic periodontitis in RSKGM FKG UI has never been done. Objective: This study aims to determine an effect of scaling and root planing on the level of gingival bleeding in patients with chronic periodontitis. Method: Analytic approach study was conducted using 213 medical records sourced from the secondary medical records of Periodontal Integration Clinic RSKGM FKG UI from 2014 to 2018 year of visit. Data were analyzed using Wilcoxon test. Result: There were significant differences (p <0.05) between OHIS and PBI values of the subjects before and after scaling and root planing treatment. Conclusion: Based on the results of the study, scaling and root planing treatment affect the level of oral hygiene and gingival bleeding. OHIS and PBI values will be lower after scaling and root planing treatments than before.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jojor Sinta Marito
""ABSTRAK
"
Latar Belakang: Diabetes melitus DM telah ditetapkan sebagai faktor risiko terjadinya periodontitis kronis. Namun demikian, penelitian mengenai distribusi elemen gigi yang mengalami periodontitis kronis pada penderita DM tipe-2 belum pernah dilakukan. Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi elemen gigi yang mengalami periodontitis kronis pada penderita DM tipe-2. Metode: Penelitian deskriptif retrospektif ini dilakukan dengan menggunakan data yang diambil dari 107 rekam medis periodontal subjek periodontitis kronis dengan DM tipe-2 di RSKGM FKG UI periode 2006 sampai dengan 2016. Hasil: Frekuensi periodontitis kronis pada penderita DM tipe-2 lebih tinggi pada gigi-gigi rahang bawah 51,5 . Regio dengan frekuensi periodontitis kronis tertinggi pada penderita DM tipe-2 adalah rahang bawah anterior 26,5 . Kelompok gigi dengan frekuensi periodontitis kronis tertinggi pada penderita DM tipe-2 adalah kelompok gigi insisif 32,4 . Elemen gigi dengan frekuensi periodontitis kronis tertinggi pada subjek dengan DM tipe-2 adalah insisif sentral kanan rahang bawah 4,7 . Frekuensi tertinggi poket periodontal pada penderita periodontitis kronis dengan DM tipe-2 adalah pada sisi mesial gigi 32 1,15 . Frekuensi tertinggi resesi gingiva pada penderita periodontitis kronis dengan DM tipe-2 yaitu pada sisi labial gigi 32 1,05 . Frekuensi kehilangan perlekatan klinis pada penderita periodontitis kronis dengan DM tipe-2 yaitu pada gigi 42 pada sisi mesial 0,78 . Kesimpulan: Periodontitis kronis pada penderita DM tipe-2 paling sering terjadi pada gigi-gigi anterior rahang bawah. Kelompok elemen gigi yang paling sering terjadi periodontitis kronis adalah kelompok gigi insisif. Elemen gigi yang paling sering terjadi periodontitis kronis adalah gigi insisif sentral kanan rahang bawah. Frekuensi tertinggi poket periodontal pada penderita periodontitis kronis dengan DM tipe-2 adalah pada sisi mesial gigi 32. Frekuensi tertinggi resesi gingiva pada penderita periodontitis kronis dengan DM tipe-2 yaitu pada sisi labial gigi 32. Frekuensi kehilangan perlekatan klinis pada penderita periodontitis kronis dengan DM tipe-2 yaitu pada gigi 42 pada sisi mesial.
"
"
"ABSTRACT
"
Background Evidence consistently shows that type 2 diabetes mellitus is a risk factor for chronic periodontitis. However, no study has evaluated the distribution of teeth affected by chronic periodontitis among subjects with type 2 DM. Objective This study aims to evaluate the distribution of teeth affected by chronic periodontitis in type 2 diabetic subjects. Methods This retrospective descriptive study was conducted using data obtained from 107 periodontal medical records of chronic periodontitis subjects with type 2 DM in RSKGM FKGUI periode of 2006 to 2016. Result Chronic periodontitis in type 2 diabetic subjects showed higher frequency in lower teeth 51,5 . Anterior lower teeth showed higher chronic periodontitis frequency than other mouth regions with frequency of 26,5 . Type of tooth most frequently affected by chronic periodontitis was incisors 32,4 . Teeth most frequently affected by chronic periodontitis in type 2 diabetic subjects were lower right central incisor 4,7 . Pocket formation showed highest frequency in mesial surface of lower left lateral incisor 1,15 . Gingival recession showed highest frequency in labial surface of lower left lateral incisor 1,05 . Mesial surface of lower right lateral incisor was the most frequent teeth with clinical lost of attachment with frequency of 0,78 . Conclusion Mandibular anterior teeth were the most frequently affected with chronic periodontitis in type 2 diabetic subjects. Type of tooth most frequently affected by chronic periodontitis was incisors. Teeth most frequently affected by chronic periodontitis in type 2 diabetic subjects were lower right central incisor. Pocket formation showed highest frequency in mesial surface of lower left lateral incisor. Gingival recession showed highest frequency in labial surface of lower left lateral incisor. Mesial surface of lower right lateral incisor was the most frequent teeth with clinical lost of attachment."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Nurul Aziziah
"Latar belakang: Periodontitis kronis merupakan jenis penyakit periodontal yang umum ditemukan pada orang dewasa, dengan prevalensi mencapai angka 74,1% di Indonesia menurut Riskesdas 2018. Tantangan utama pada perawatan periodontitis adalah waktu dan ketepatan dari diagnosis. Periodontitis kronis tidak menyebabkan timbulnya rasa sakit, sehingga pasien sering tidak mencari perawatan untuk penyakit tersebut. Menurut penelitian Grover et al. (2013), keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang datang untuk perawatan gigi dan mulut dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal, berkaitan dengan estetik, serta berkaitan dengan kegawatdaruratan pada gigi dan mulut. Melalui penelusuran berbagai penelitian, ditemukan berbagai macam keluhan utama pada pasien dengan periodontitis kronis dengan proporsi yang berbeda-beda, dan belum pernah dilakukan studi serupa di Indonesia.
Tujuan: Mendapatkan distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis di RSKGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode deksriptif untuk distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang didapat dari data sekunder berupa 588 rekam medis RSKGM FKG UI dalam rentang tahun kunjungan 2016 - 2018. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat menggunakan SPSS untuk menggambarkan distribusi.
Hasil: Secara umum, keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang paling sering ditemukan adalah keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal (39,8%), diikuti dengan keluhan utama yang berkaitan dengan estetik (39,1%), dan keluhan utama yang berkaitan dengan kegawatdaruratan pada gigi dan mulut (0,9%). Ditemukan kelompok keluhan utama lainnya sebesar 20,2% yang sebagian besar meliputi rujukan (6,8%) dan sakit gigi (5,6%). Pada jenis kelamin laki-laki, keluhan utama yang paling sering ditemukan adalah yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal (20,2%), sedangkan pada jenis kelamin perempuan adalah keluhan yang berkaitan dengan estetik (21,6%). Pada kelompok usia remaja awal, lansia awal, dan lansia akhir, paling sering ditemukan keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal, dan pada kelompok usia remaja akhir, dewasa awal, dan dewasa akhir, paling sering ditemukan keluhan utama yang berkaitan dengan estetik.
Kesimpulan: Terdapat gambaran distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang berbeda menurut usia dan jenis kelamin. Keluhan berkaitan dengan gejala penyakit periodontal paling sering ditemukan pada laki-laki, serta pada kelompok usia remaja awal dan lansia, sedangkan keluhan berkaitan dengan estetik paling sering ditemukan pada perempuan, serta pada kelompok usia remaja akhir dan dewasa. Keluhan berkaitan dengan kegawatdaruratan ditemukan di beberapa kelompok usia dan kedua jenis kelamin.

Background: Chronic periodontitis is one of the common periodontal diseases found on adults. The prevalence of chronic periodontitis in Indonesia is 74,1% according to Indonesian Health Survey 2018. The main challenge on treating chronic periodontitis is a proper time of diagnosis. Chronic periodontitis is a painless disease and is often undiagnosed until it has reached moderate to advanced stage, and many patients rarely seek care. A research by Grover et al. describes the common chief complaint in chronic periodontitis patients based on three major groups; periodontitis symptoms related, esthetic related, and dental emergency related. Other researches describe different distribution on patients’ chief complaints, and currently there are no similar research in Indonesia.
Objectives: To describe the distribution of chief complaints in patients with chronic periodontitis in RSKGM FKG UI.
Methods: A descriptive study using secondary data from 588 periodontal medical records of chronic periodontitis subjects in RSKGM FKG UI throughout 2016 - 2018.
Result: The highest distribution of chief complaint found in patients with chronic periodontitis is periodontitis symptoms related (39,8%), followed by esthetic related (39,1%), and dental emergency (0,9%). Patients with other chief complaints (20,2%) found mainly came through referral (6,8%) and pain (5,6%). In male, the common chief complaint found is periodontitis symptoms related (20,2%), while in female is esthetic related (21,6%). According to age, periodontitis symptoms related complaints were mainly found in early adolescents and elderly, while esthetic related complaints were mainly found in late adolescents and adults.
Conclusion: There are different distributions of chief complaint in patients with chronic periodontitis according to gender and age. Periodontitis symptoms related complaints were mainly found in males, and found in early adolescents or elderly. Esthetic related complaints were mainly found in females, and found in late adolescents and adult. Dental emergency related complaints were found in various age group and both genders equally.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rowella Octaviani
"Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku merokok staf administrasi pria di UI tahun 2009, dengan disain potong lintang dan metode tidak acak accidental sampling. Lebih dari setengah (56%) responden adalah perokok dan 37,5% dari mereka adalah perokok berat (>10 batang/hari). Pengetahuan responden mengenai penyakit akibat rokok sudah cukup baik namun mereka masih belum memahami zat-zat yang terkandung dalam rokok. Sikap staff administrasi terhadap perokok pasif, peraturan mengenai KTR dan pelarangan iklan, cukup positif. Namun mereka masih saja merokok di lingkungan kampus. Hal ini disebabkan rokok masih diperdagangkan di lingkungan kampus UI, harga rokok masih murah dan belum terlaksananya peraturan KTR di kampus UI. Saran, perlu dibuat peraturan yang melarang penjualan rokok di kampus UI dan UI menerapkan peraturan KTR disertai dengan pengawasan yang ketat dan pemberian sanksi yang tegas."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Annisa Sophia
"ABSTRAK
Latar belakang: Penggunaan alat ortodonti cekat dapat mempersulit pembersihan gigi karena komponen alat ortodonti cekat mampu melindungi plak gigi dari pembersihan mekanis. Akibat dari buruknya oral hygiene, lingkungan rongga mulut dapat berisiko mengalami kondisi patologis pada jaringan periodontal, salah satunya periodontitis kronis. Tujuan penelitian: Mengetahui evaluasi gigi geligi yang mengalami periodontitis kronis pada kasus pemakai alat ortodonti cekat. Metode: Penelitian deskriptif retrospektif pada 76 subjek yang mengalami periodontitis kronis serta memakai alat ortodonti cekat, menggunakan data kartu status rekam medik Klinik Periodonsia RSKGM FKG UI tahun kunjungan 2008-2017. Hasil: Frekuensi periodontitis kronis pada pemakai alat ortodonti cekat lebih sering pada gigi-gigi rahang bawah (51,3%), khususnya regio rahang bawah posterior (28,1%). Kelompok gigi dengan frekuensi periodontitis kronis tertinggi pada pemakai alat ortodonti cekat adalah kelompok gigi insisif (31,3%), khususnya elemen gigi 11 (4,6%). Sisi dengan frekuensi poket periodontal dan kehilangan perlekatan klinis tertinggi pada penderita periodontitis kronis yang memakai alat ortodonti cekat adalah sisi distal (32,6%). Sisi dengan frekuensi resesi gingiva tertinggi pada penderita periodontitis kronis yang memakai alat ortodonti cekat adalah sisi bukal (32,6%). Kesimpulan: Periodontitis kronis pada pemakai alat ortodonti cekat lebih sering pada gigi-gigi rahang bawah, khususnya regio rahang bawah posterior. Kelompok gigi dengan frekuensi periodontitis kronis tertinggi pada pemakai alat ortodonti cekat adalah kelompok gigi insisif, khususnya elemen gigi 11. Sisi dengan frekuensi poket periodontal dan kehilangan perlekatan klinis tertinggi pada penderita periodontitis kronis yang memakai alat ortodonti cekat adalah sisi distal. Sisi dengan frekuensi resesi gingiva tertinggi pada penderita periodontitis kronis yang memakai alat ortodonti cekat adalah sisi bukal.

ABSTRACT
Background: Usage of fixed orthodontic appliances could cause difficulty on oral cleansing because its components could protect dental plaque from mechanical cleansing. The consequence of bad oral hygiene leads to an oral environment that could be at risk for pathological conditions in periodontal tissues, such as chronic periodontitis. Objective: To understand the dental evaluation of chronic periodontitis in cases of fixed orthodontic patients. Method: This retrospective descriptive study was conducted on 76 subjects that have chronic periodontitis and also using fixed orthodontic appliances, by using medical records of Klinik Periodonsia RSKGM FKG UI in period of 2008 - 2017. Result: The frequency of chronic periodontitis in users of fixed orthodontic appliances is more frequent in the mandibular teeth (51.3%), especially the posterior mandibular region (28.1%). The group of teeth with the highest frequency of chronic periodontitis in users of fixed orthodontic appliances was the incisors (31.3%), especially the 11 tooth element (4.6%). The side with highest frequency of periodontal pocket and clinical attachment loss in patients with chronic periodontitis who use fixed orthodontic appliances is the distal side (32.6%). The side with highest frequency of gingival recession in patients with chronic periodontitis who use fixed orthodontic appliances is the buccal side (32.6%). Conclusion: Chronic periodontitis in users of fixed orthodontic appliances is more frequent in mandibular teeth, especially the posterior mandibular region. The group of teeth with highest frequency of chronic periodontitis in users of fixed orthodontics is the incisor tooth group, especially the 11 tooth element. The side with highest frequency of periodontal pockets and clinical attachment loss in patients with chronic periodontitis using fixed orthodontic appliances is the distal side. The side with highest frequency of gingival recession in patients with chronic periodontitis using fixed orthodontic appliances is the buccal side."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Akhir Matua
"Di tengah kontroversi terhadap kekhawatiran bahaya merokok dan perkembangan industri rokok di Indonesia, studi ini memberikan suatu pemahaman yang lebih komprehensif tentang faktor-faktor yang mempengaruhi (determinan) probabilitas merokok dan besamya jumlah konsumsi rokok. Studi ini menganalisis data individu berskala nasional yang diperoleh dari IFLS-1997 dengan menggunakan 'sample selection model'.
Hasil studi ini menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya jumlah konsumsi rokok berbeda dengan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi merokok. Dua variabel ekonomi, harga rokok dan pendapatan memiliki hubungan yang signifikan dengan besamya jumlah konsumsi rokok, dimana harga rokok berpengaruh negatif dan pendapatan berpengaruh positif. Variabel-variabel sosiodemografi-sebagai proksi 'selera'--yang secara signifikan memiliki hubungan dengan jumlah konsumsi rokok adalah umur, pendidikan, jenis kelamin dan status perkawinan. Wilayah dan daerah tempat tinggal jugs memiliki hubungan yang signifikan dengan besamya jurnlah konsumsi rokok."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20427
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ana Rima Setijadi
"Telah diketahui asap rokok menjadi penyebab utama emfisema akan tetapi mekanisme pajanan asap rokok sampai menimbulkan destruksi arsitektur paru seperti tampak pada emfisema masih kontroversial. Hipotesis protease anti protease telah dikembangkan sejak 30 tahun yang lalu. Menurut teori tradisional sel efektor yang berpengaruh pada perokok ialah netrofil, sedangkan protease yang panting ialah netrofil elastase. Akhir-akhir ini perhatian difokuskan pada matriks metaloproteinase (MMP) yang dilepas oleh paru dan sel inflamasi yang memegang peran utama pada patogenesis PPOK. Matriks metaloproteinase utama yang berkemampuan melisiskan serat eiastin ialah matrix metalloproteinase-9 (MMP-9). Asap rokok menyebabkan penarikan makrofag ke paru selanjutnya makrofag mensekresi sitokin yang dapat meningkatkan respons inflamasi Iebih lanjut, menyebabkan induksi dan pelepasan MMP-9 oleh makrofag dan netrofil.
Tujuan utama penelitian ini ialah membuktikan terdapat korelasi antara jumlah makrofag dan kadar MMP-9, jumlah makrofag dan netrofil, serta jumlah netrofil dan kadar MMP-9 di dalam cairan kurasan bronkoalveolar perokok. Penelitian ini memakai metode cross sectional, dan pengambilan sample menggunakan cara quota sampling. Penelitian dilakukan pada 24 penderita tumor paru atau mediastinum yang memerlukan pemeriksaan bronkoskopi di RSUD Dr Moewardi Surakarta, terdiri dari 12 perokok dan 12 bukan perokok. Pemeriksaan hitung jumlah sel total (makrofag, netrofil, limfosit, eosinofil, basofil) memakai Cell Dyn 3700, hitung jenis sel kurasan bronkoalveolar memakai pewarnaan Giemsa dan pemeriksaan MMP-9 metode ELISA menggunakan reagen Quantikine HS kit.
Hasil pemeriksaan cairan kurasan bronkoalveolar ditemukan kadar MMP-9, jumlah makrofag serta netrofil kelompok perokok lebih tinggi dan berbeda bermakna dibanding bukan perokok (p < 0,05), hal ini sesuai hipotesis_ Pada perokok ditemukan korelasi kuat antara jumlah makrofag dan kadar MMP-9 (r : 0,713 ; p :0,009), antara jumlah makrofag dan netrofil (r : 0,804 ; p :0,002), serta antara jumlah netrofil dan kadar MMP-9 (r : 0,741 : p : 0,006) sehingga hipotesis terbukti.
Kesimpulan : Ditemukan korelasi kuat antara jumlah makrofag, netrofil dan kadar MMP-9 pada cairan kurasan bronkoalveolar perokok. Saran : Untuk lebih memahami proses infamasi pada perokok perlu dilakukan penefitian longitudinal dan dapat dilengkapi pemeriksaan Tissue Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP)-1.

Cigarette smoking is the main cause of emphysema; however, the mechanism is still controversial. According to the old theory, neutrophil is the effectors cell which influenced smokers. The current concept regarding the pathogenesis of emphysema would be focusing on MMP released by lung and inflammatory cells. MMP-9 is the main component of MMP which has the ability to lysis elastin fibers.
The purposes of this study were to prove the correlation between macrophage counts and the level of MMP-9, macrophage counts and neutrophil, neutrophil counts and the level of MMP-9 in the smoker's bronchoalveolar lavage fluid. The study design was cross sectional and the sample was taken by quota sampling. A total of 24 patients were divided into 12 smokers and 12 nonsmokers. The level of MMP-9, macrophage counts and neutrophil had been detected to be higher in the smoker's bronchoalveolar lavage fluid than the non smoker's ; and the difference reached significant level (p , 0,05). There was strong correlation between macrophage counts and the level of MMP-9 (r : 0,713 ; p : 0,009), macrophage counts and the neutrophil (r: 0,804; p: 0,002) also neutrophil counts and the level of MMP-9 (r : 0,741 ; p : 0,006) in the smoker's bronchoalveolar lavage fluid.
Conclusion : The result showed that there was correlation among macrophage counts, neutrophil , and the level of MMP-9 in the smoker's bronchoalveolar lavage fluid."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21356
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathaniel Jason Zacharia
"Tingginya jumlah perokok aktif di kalangan pelajar. Merokok adalah penyebabnya dari beberapa kondisi keluhan pernafasan dan faktor risiko untuk beberapa kasus: fungsi paru-paru. Inkonsistensi antara dampak negatif merokok dan prevalensi tingkat merokok yang tinggi membuat penelitian tentang hubungan antara kebiasaan merokok dan Keluhan gejala pernafasan dan fungsi paru perlu dilakukan.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan fungsi dan gejala paru-paru pernapasan pada siswa di Depok.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan instrumen kuesioner penelitian dan alat uji. Kuesioner yang digunakan terdiri dari ATS. daftar pertanyaan (American Thoracic Society) untuk gejala pernapasan dan kuesioner Indeks Brinkman untuk kebiasaan merokok. Alat uji yang digunakan adalah spirometer merek EasyOne® Air
spirometer. Penelitian ini diikuti oleh 116 siswa laki-laki perokok aktif di Depok. Data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan uji non parametrik Mann-Whitney, T-test independen, dan korelasi bivariat Spearman. Hasil: Hasil analisis statistik dari 116 subjek menunjukkan mayoritas siswa adalah perokok aktif di Depok masih dalam kategori kebiasaan merokok ringan (96,56%) dan memiliki keluhan gejala pernafasan (74,14%). Ada siswa yang perokok aktif mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 15,5%. Namun, secara statistik tidak ditemukan
hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok pada mahasiswa perokok dengan keluhan gejala pernapasan dan gangguan fungsi paru.

The high number of active smokers among students. Smoking is the cause of several respiratory conditions and a risk factor in some cases: lung function. The inconsistency between the negative impact of smoking and the prevalence of high smoking rates makes research on the relationship between smoking habits and complaints of respiratory symptoms and lung function necessary.
Objective: To determine the relationship between smoking habits and respiratory lung function and symptoms in students in Depok.
Methods: This study used a cross-sectional method with research questionnaire instruments and test equipment. The questionnaire used consisted of ATS. questionnaire (American Thoracic Society) for respiratory symptoms and a Brinkman Index questionnaire for smoking. The test equipment used is the EasyOne® Air brand spirometer spirometer. This study was followed by 116 male students who were active smokers in Depok. The data obtained were analyzed using the Mann-Whitney non-parametric test, independent T-test, and Spearman bivariate correlation. Results: The results of statistical analysis of 116 subjects showed that the majority of students were active smokers in Depok who were still in the category of light smoking habits (96.56%) and had complaints of respiratory symptoms (74.14%). There are students who are active smokers have lung function disorders as much as 15.5%. However, statistically not found There is a significant relationship between smoking habits in student smokers with complaints of respiratory symptoms and impaired lung function.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>