Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195598 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nike Nadia
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan memaparkan kompleksitas pengalaman perempuan yang
mengalami tindak pemaksaan hubungan seksual tanpa cara kekerasan fisik atau
ancaman kekerasan fisik melalui berbagai cara oleh kekasihnya, seperti bujuk rayu,
janji palsu, dan tipu muslihat dalam sistem hukum pidana Indonesia, khususnya pasal
285 KUHP yang membahas tentang perkosaan. Pengaturan terkait marital rape dalam
UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
tidak menjadi fokus analisis mengingat studi kasus penelitian adalah pada relasi
pacaran. Dalam menganalisis permasalahan kekerasan seksual dalam relasi pacaran,
penulis menggunakan teori the continuum of sexual violence dari Liz Kelly dan feminist
legal methods dari Bartlett. Metode penelitian adalah studi kasus dengan pendekatan
kualitatif berperspektif feminis. Melalui penelitian ini, penulis berargumentasi bahwa
pengalaman perempuan yang mengalami pemaksaan hubungan seksual yang dicapai
tanpa cara kekerasan fisik oleh kekasihnya berpotensi untuk tidak terdokumentasikan
oleh hukum karena sempitnya definisi hukum tentang perkosaan di Indonesia. Padahal,
perempuan yang menjadi korban mendapat dampak yang sangat buruk dari tindak
perkosaan tersebut. Sebagai implikasi, akses perempuan untuk mendapat keadilan dan
pemulihan tidak terjamin dalam kerangka hukum Indonesia. Dengan demikian, rumusan
tindak pidana terkait perkosaan sudah seharusnya mengalami proses redefinisi yang
memiliki keberpihakan bagi perempuan korban.
ABSTRACT
This study aims to describe the complexity of women experience in the rape case by the
act of non- physical violent by her lover, such as seduction and false promise. The study
see this problem through the legal system in Indonesia, especially article 285 of the
Criminal Code (KUHP) which discusses about rape. Article related marital rape in Law
Number 23 of Year 2004 Regarding Elimination of Domestic Violence is not the focus of
analysis considering the case study research is on dating relationships. For analyzing
the problem, the author uses the continuum of sexual violence theory by Liz Kelly and
feminist legal methods from Bartlett. The research method is case study with qualitative
approach with feminist perspective. Through this study, the authors argue that the
experience of women who have forced nonviolent sexual intercourse has the potential to
be undocumented by the law because of the narrowness of the legal definition of rape in
Indonesia. As an implication, the fulfillment of the rights of women victims to get
protection is not guaranteed within the framework of Indonesian law. Thus, the
formulation of criminal offenses related to rape should have undergone a redefinition
process."
2018
T51106
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Budi Cahyono
"Kekerasan seksual di Indonesia merupakan salah satu permasalahan hukum yang dianggap serius, Dalam menanggapi hal tersebut Indonesia mengatur hukuman pidana tambahan yakni kebiri kimia dan tercantum pada Undang-undang No.17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang. Ditengah polemic pro dan kontra Presiden Joko Widodo secara Resmi Menanda tangani Peraturan Pemerintah No.70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku kekerasan Seksual Terhadap Anak. Dengan timbul banyaknya polemik terkait keberadaan hukuman ini, maka penulis akan melakukan penelitian terkait penerapan hukuman kebiri kimia dengan menggunakan metode penelitian bersifat yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan analisis perbandingan hukum, pendekatan analisis peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini penulis mendapatkan bahwa hukuman kebiri kimia di beberapa negara sangat memerlukan peran dari ahli medis untuk dapat melakukan penjatuhan hukuman kebiri kimia, dan hukuman kebiri kimia merupakan suatu bentuk hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak karena dianggap memiliki gangguan kelainan mental yakni pedofilia. Pada saat ini para dokter masih menolak akan keberadaan hukuman kebiri kimia dikarenakan bertentangan akan kode etik profesinya, akan tetapi penulis menemukan bahwa seharusnya dokter dapat mengambil peran penuh dalam penerapan hukuman ini sebagai bentuk menjaga kondisi Kesehatan baik secara mental maupun fisik sehingga hukuman ini dapat menjadi bentuk rehabilitasi atau pengobatan atas perbuatan menyimpang dari pelaku.

In Indonesia sexual violence is one of the legal issues that considered as serious crime. For the response of this issue, Indonesia regulates additional criminal penalties called chemical castration and Written in UU No. 17/2016 about the Second Amendment to UU No. 23/2002 Child Protection Becomes Law. In between of the pro and cons of this sentence, President of Indonesia Joko Widodo Officially Signed Government Regulation No. 70 of 2020 concerning Procedures for Carrying Out Chemical Castration, Installation of Electronic Detection Devices, Rehabilitation, and Announcement of the Identity of Perpetrators of Sexual Violence Against Children. With the emergence of many polemics related to the existence of this punishment, the authors will conduct research related to the application of chemical castration using normative juridical research methods with qualitative analysis methods. This research is using comparative legal analysis approach, an analysis approach to statutory regulations. The results of this study the authors found that chemical castration in several countries fully depends on the role of medical experts to give chemical castration sentences, and chemical castration punishment is for perpetrators of sexual crimes against that are considered to have a mental disorder, namely pedophilia. At this time doctors still reject the existence of chemical castration punishment because it conflicts with the professional code of ethics, but the authors found that doctors should be able to take a full role in implementing this punishment as a form of maintaining health conditions both mentally and physically so that this punishment can be a form of punishment. rehabilitation or treatment of the perpetrator's deviant acts."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nabiela Tenriummu Ramly
"“Standar ganda seksual” merupakan konsep yang digunakan untuk menggambarkan adanya penilaian negatif oleh masyarakat patriarki kepada perempuan yang tidak tunduk dengan ekspektasi peran gender. Bentuk penerimaan diri para perempuan pendukung gerakan body positivity dilihat secara seksual dan dinilai negatif, khususnya di media sosial TikTok. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus untuk menjelaskan fenomena serangan “standar ganda seksual” terhadap perempuan content creator yang mendukung gerakan body positivity pada media sosial TikTok sebagai bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan di ruang siber. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa serangan “standar ganda seksual” hadir dan melanggengkan sistem patriarki yang memaksa perempuan untuk bungkam dan patuh dengan standar yang tidak realistis yang dikonstruksikan oleh ekspektasi masyarakat patriarki. Teori feminis radikal juga menjelaskan bagaimana serangan balik kepada perempuan pendukung gerakan body positivity dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan yang menimbulkan beberapa dampak dan juga berusaha untuk membungkam para perempuan yang melakukan perlawanan atas tuntutan sistem patriarki.

“Sexual double standards” is a concept that explain the negative assessment by patriarchal society of women who do not obey the expectations of the gender roles. Messages voiced by women through the content of the body positivity movement are viewed sexually and viewed negatively, especially on TikTok. This qualitative research will use case study method to explain the phenomenon of "sexual double standards" as a backlash against female content creators who promote the body positivity movement on TikTok as a form of sexual violence against women in cyberspace. The results of this study show that the "sexual double standards" attack exists and perpetuates a patriarchal system that forces women to remain silent and comply with unrealistic standards constructed by the expectations of a patriarchal society. Radical feminist theory also explains how the backlash against women who support the body positivity movement to be a form of sexual violence against women which has several impacts and also tries to silence women who fight against the demands of the patriarchal system."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrana Mutiarahmanika
"Tesis ini membahas tentang representasi kekerasan seksual terhadap anak perempuan dalam film Korea Selatan berjudul Hope, dan berfokus pada dampak dari kekerasan seksual, proses pemulihan korban, dan proses pemidanaan pelaku kekerasan seksual. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode analisis teks semiotika. Penelitian ini menjadi relevan dalam menggali apakah film ini benar-benar menciptakan naratif alternatif yang memperkuat pengalaman perempuan atau hanya mengikuti pola konvensional yang masih terikat oleh male gaze. Selain itu, melihat upaya sinema dalam mengatasi dan merombak norma-norma dominan, penelitian ini dapat memberikan pandangan baru terhadap peran film dalam mengubah perspektif dan memperjuangkan representasi yang lebih inklusif dan adil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi dampak dari terjadinya kekerasan seksual dalam film Hope meliputi cedera fisik, trauma psikologis dan hilangnya rasa percaya diri. Representasidampak pada orang tua korban yaitu menyalahkan diri sendiri atas kejadian yang menimpa anak mereka, dan perasaan sedih yang mendalam. Pada proses pemulihan, representasi yang ditampilkan adalah korban mendapatkan bantuan dari seorang psikolog anak, dan penggunaan tokoh kartun favorit korban sebagai sumber kekuatan dan kenyamanan bagi korban. Representasi proses pemidanaan pelaku yang ditunjukkan meliputi proses identifikasi pelaku, persidangan, dan hasil putusan hukum.

This thesis discusses the representation of sexual violence against girls in a South Korean film titled Hope, and focuses on the impact of sexual violence, the victim's recovery process, and the criminalization process of sexual violence perpetrators. This research is a qualitative study with a semiotic text analysis method. This research becomes relevant in exploring whether this film really creates an alternative narrative that strengthens women's experiences or only follows conventional patterns that are still bound by the male gaze. In addition, seeing cinema's efforts to overcome and overhaul dominant norms, this research can provide new insights into the role of film in changing perspectives and fighting for more inclusive and just representations. The results show that the representation of the impact of sexual violence in Hope includes physical injury, psychological trauma and loss of self-confidence. The representation of the impact on the victim's parents is self-blame for what happened to their child, and feelings of deep sadness. In the recovery process, the representation shown is the victim getting help from a child psychologist, and the use of the victim's favorite cartoon character as a source of strength and comfort for the victim. The representation of the criminalization process of the perpetrator shown includes the process of identifying the perpetrator, the trial, and the results of the legal decision."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangihutan, Chrismanto
"[Tesis ini membahas mengenai kekerasan seksual yang dialami oleh mayoritas perempuan etnis Tionghoa pada Tragedi Mei ’98. Peneliti berupaya membuktikan problem statement bahwa yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual tersebut adalah interseksi antara eksklusi etnisitas, kelas sosial dan seksualitas tubuh perempuan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan melakukan wawancara kepada beberapa informan yaitu pendamping dan mereka yang pernah mengadvokasi perempuan korban kekerasan seksual di Tragedi Mei ‘98;This thesis discusses the sexual violence experienced by the majority of Chinese ethnic women during May Tragedy '98.Researcher attempted to prove that the problem statement that causes sexual violence is the intersection between the exclusion of ethnicity, social class and sexualityof the female body.This research is qualitative research by conducting interviews to several informants that their companion and ever advocating for victims of sexual violence in May Tragedy '98.
, This thesis discusses the sexual violence experienced by the majority of Chinese ethnic women during May Tragedy '98.Researcher attempted to prove that the problem statement that causes sexual violence is the intersection between the exclusion of ethnicity, social class and sexualityof the female body.This research is qualitative research by conducting interviews to several informants that their companion and ever advocating for victims of sexual violence in May Tragedy '98.
]"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T44334
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriel Maranatha
"Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual mengatur bahwa Pengadilan harus merahasiakan informasi yang memuat identitas dari Saksi dan/atau Korban dalam putusan atau penetapan pengadilan. Merahasiakan informasi mengenai identitas korban tindak pidana kekerasan seksual merupakan hal yang penting sebagai wujud pengejawantahan dari hak pelindungan korban atas kerahasiaan identitas. Tulisan ini akan menganalisis bagaimana penerapan pengadilan dalam merahasiakan informasi dari identitas korban tindak pidana kekerasan seksual dalam putusan pengadilan. Dengan menggunakan metode penilitian doktrinal, Tulisan ini juga bertujuan untuk melihat perbandingan pengaturan mekanisme publikasi putusan antara Indonesia dengan Hongaria dan Italia, terkhusus dalam perkara tindak pidana kekerasan seksual. Untuk memperdalam analisis, penulis mewawancari dua narasumber, yaitu Marc van Opijnen selaku Peneliti Publikasi Putusan dalam Uni-Eropa dan Marsha Maharani selaku Peneliti Isu Kekerasan Seksual dari Indonesia Judicial Research Society. Temuan dari tulisan ini adalah putusan-putusan yang tidak melakukan pengaburan informasi identitas tindak pidana kekerasan seksual di Indonesia. Sayangnya, putusan tersebut dipublikasi dalam situs web Direktori Putusan Mahkamah Agung yang dapat diakses oleh umum yang makin mencederai hak pelindungan korban atas kerahasiaan identitasnya. Selain itu, temuan dari tulisan ini adalah ketiadaan pengaturan mekanisme yang mendetail yang dapat ditempuh oleh korban terhadap putusan pengadilan yang tidak merahasiakan identitas dirinya. Adapun ketiadaan pengaturan mekanisme ini dapat berkaca dari pengaturan yang ada di Hongaria dan Italia untuk menciptakan penanganan tindak pidana kekerasan seksual, dalam hal pengaburan informasi identitas korban dalam putusan pengadilan, yang berasas kepentingan terbaik bagi korban.

The Statute Law Number 12 of 2022 concerning Sexual Violence Criminal Acts stipulates that the Court must maintain confidentiality of information containing the identities of Witnesses and/or Victims in court decisions or determinations. Maintaining the confidentiality of information regarding the identity of victims of sexual violence crimes is crucial as a manifestation of the right to protect the victim's identity. This paper will analyze how the courts implement the confidentiality of information regarding the identity of victims of sexual violence crimes in court decisions. Using the doctrinal research method, this paper also aims to compare the regulations on the publication mechanisms of judgments between Indonesia, Hungary, and Italy, specifically in cases of sexual violence crimes. To deepen the analysis, the author interviewed two informants, namely Marc van Opijnen as a Researcher on Court Decisions Publication in the European Union and Marsha Maharani as a Researcher on Sexual Violence Issues from the Indonesia Judicial Research Society. The findings of this paper reveal that some court decisions in Indonesia do not obscure the identities of victims of sexual violence crimes. Unfortunately, these decisions are published in website Direktori Putusan Mahkamah Agung, which is accessible to the public, thereby compromising the right to protect the victim's identity. Additionally, the paper found a lack of detailed mechanisms that victims can pursue against court decisions that do not maintain the confidentiality of their identities. The absence of these mechanisms can be reflected in the regulations in Hungary and Italy concerning the handling of sexual violence crimes, specifically in obscuring the identities of victims in court decisions, based on the best interests of the victim."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairina Sekar Wijayanti
"Kampus merupakan lingkup akademik yang seharusnya bebas dari segala bentuk kekerasan seksual. Namun, realitanya ditemukan bahwa kekerasan seksual juga terjadi di kampus. Studi ini bertujuan untuk melihat respons kampus dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap mahasiswa-mahasiswinya. Studi ini menggunakan analisis data sekunder dari 32 kasus berita yang bersumber dari media di Indonesia dan juga pengakuan korban di media sosial dari tahun 2015 hingga 2021. Hasil temuan data menunjukkan bahwa kampus cenderung memberikan respons yang buruk kepada korban yang secara langsung melaporkan kasusnya ke pihak kampus. Respons buruk yang dilakukan kampus merupakan bentuk dari institutional betrayal. Hasil temuan dalam studi ini juga menemukan bahwa institutional betrayal yang dilakukan kampus menunjukan bahwa rape culture hadir dalam kampus melalui penutupan kasus yang dilaporkan korban. Selain itu, studi ini menggunakan teori viktimologi kritis untuk melihat respons institutional betrayal dan kekerasan seksual yang terjadi di kampus melalui adanya ideal victim dan mahasiswi yang rentan menjadi korban kekerasan seksual.

University as an academic setting should have been free from any form of sexual violence. However, it is found that sexual violence occurs in universities. This study aims to see campuses’ responses to sexual violence against their students. This study uses secondary data analysis from 32 cases from online news and the victims’ confessions on social media from 2015 through 2021. The data findings show that campuses tend to give inadequate responses to students who directly report their cases to the campus. The inadequate response by the campus is a form of institutional betrayal. This study also found that institutional betrayal by campuses showed that rape culture is present on campus with how they tend to deny the victims’ experience. In addition, this study uses critical victimology theory to see institutional betrayal responses and sexual violence that occurs on campus through the existence of ideal victims and female students who are more vulnerable to being victims of sexual violence."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Asep N. Mulyana
Depok: Rajawali Pers, 2023
616.858 3 ASE e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aldila Puspa Kemala
"Disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang di dalamnya terdapat pengaturan mengenai pelecehan seksual membuka peluang dipidananya pelaku-pelaku pelecehan seksual, sehingga timbul pertanyaan apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual, apa saja perbedaan pengaturannya bagaimana pengertian pelecehan seksual sebagai suatu tindak pidana, bagaimana pengaturan terhadap tindak pidana pelecehan seksual dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dan bagaimana penerapan hukum kasus pelecehan seksual berdasarkan putusan pengadilan di Indonesia yang telah berkekuatan hukum tetap sebelum dan sesudah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual disahkan. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian normatf menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan analisa putusan (decision analysis). Diketahui bahwa pengertian pelecehan seksual menurut instrumen Hukum Internasional dan di Berbagai Negara di Asia Tenggara secara garis besar memiliki persamaan, kemudian Sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual belum terdapat peraturan Perundang-Undangan yang spesifik mengatur tentang pelecehan seksual dan setelah Undang-Undang tersebut disahkan merupakan solusi dari permasalahan tersebut untuk mengakomodir kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia.

The passing of Law Number 12 of 2022 concerning Crimes of Sexual Violence in which there are arrangements regarding sexual harassment opens opportunities for perpetrators of sexual harassment to be prosecuted, so the question arises what is meant by sexual harassment, what are the differences in regulations, what is the meaning of sexual harassment as a criminal acts, how to regulate criminal acts of sexual harassment in Indonesian laws and regulations and how to enforce the law on sexual harassment cases based on court decisions in Indonesia that have permanent legal force before and after Law Number 12 of 2022 concerning Crimes of Sexual Violence was passed . In this study using normative research methods using a statute approach and decision analysis. It is known that the definition of sexual harassment according to international legal instruments and in various countries in Southeast Asia is broadly similar, then before the enactment of Law Number 12 of 2022 concerning Crimes of Sexual Violence there were no statutory regulations that specifically regulate sexual harassment and after the Law was passed, it was a solution to this problem to accommodate cases of sexual harassment that occurred in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanessa Ashriana
"Kekerasan seksual merupakan tindakan pelanggaran hak asasi yang dilatarbelakangi oleh budaya patriarki. Akhir-akhir ini, kasus kekerasan seksual cukup tinggi dan cenderung menuai banyak kesalahpahaman yang membuat korban disalahkan dan pelakunya hanya dibiarkan. Dalam empat cerpen Kelam Kelamin, Laviaminora menyuarakan potret dan pengaruh kekerasan seksual yang mengakibatkan trauma pada korban. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan bentuk kekerasan seksual dan bentuk trauma yang terdapat pada karya Laviaminora tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra dan kajian psikoanalisis. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan identifikasi dan analisis terhadap masing-masing tokoh cerpen, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat berbagai bentuk kekerasan seksual yang memengaruhi timbulnya beragam bentuk gejala trauma. Bentuk trauma tersebut bergantung pada bagaimana tokoh memaknai, memproses, dan menanggapi tindakan kekerasan seksual yang dialaminya.

Sexual violence is an act of violation of human rights caused by a patriarchal culture. Lately, cases of sexual violence are quite high and tend to reap a lot of misunderstandings that make the victim blamed and the perpetrators are left alone. In the four short stories Kelam Kelamin, Laviaminora voiced the portrait and influence of sexual violence that traumatized the victim. This study aims to reveal the forms of sexual violence and forms of trauma contained in Laviaminora's work. To achieve the aim, this study uses a literary psychology approach and psychoanalytic studies. The research method used a descriptive qualitative method. Based on the identification and analysis of each character in the short story, it is concluded that various forms of sexual violence affect the emergence of various forms of trauma symptoms. The form of trauma depends on how the characters interpret, process, and respond to the acts of sexual violence they experience."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>