Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139815 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahadiyan Garuda Langit Dewangga
"Perkembangan populasi kaum manula mengalami peningkatan jumlah yang signifikan. Menjadikan kaum manula tidak akan menjadi minoritas lagi dunia dalam 40 tahun ke depan, sehingga apa yang dikonsumsi oleh masyarakat yang nanti akan menjadi bagian dari mayoritas manula tersebut harus diperhatikan untuk meningkatkan kualitas penuaan pada masyarakat itu sendiri. Produk budaya populer sebagai seperti animasi, film dan musik perlu mendapat perhatian khusus dikarenakan tidak hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi juga penyebaran pesan, ideologi bahkan membentuk konsep diri seperti ageism. Melalui penelitian ini, peneliti melihat bagaimana animasi bertema super hero asal Jepang dengan nama My Hero Academia dan Marvels Spider-Man yang berasal dari Amerika menggambarkan tokoh manula dalam serial tersebut berdasarkan nilai-nilai budaya mereka. Sehingga ditemukan bahwa penggambaran tokoh manula dalam serial animasi dari Jepang memiliki konotasi yang lebih positif dengan mayoritas karakter berada dalam kategori Golden Ager, sedangkan tokoh manula dalam serial animasi buatan Amerika juga memiliki konotasi positif dalam kategori perfect grandparent tapi juga memiliki banyak konotasi negatif dengan masuknya karakter-karakter manula tersebut dalam kategori Shrew/Curmudgeon,Despondent, Severely Impaired dan Recluse.

Nowadays, elderly proportion is growing significantly. With this pace the elderly community will not be classified as minority in the next 40 years, considering the consumption of the soon to be elder should be seen seriously to enhance aging quality of the society member themselves. Pop culture products such as: animation, films and music should not be seen as mere entertainment rather to be seen as a message containing several idea and ideology which constructing stereotype for the audience such as ageism. By this research, researcher will see how the elder depicted in pop culture animation product also comparing the result between My Hero Academia as Japan’s animation and Marvel’s Spider-Man as America’s animation. Resulting the depiction of elder in Japan’s animation has more positive connotation rather than the America’s animation, the elder character in Japan’s animation is classified majorly in Golden Ager category which is the ideal aging goal while elder characters in Americas animation was classified in negative ageism connotation category as Shrew/Curmudgeon,Despondent, Severely Impaired and Recluse."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51966
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurani Salikha
"Walaupun komik pahlawan super sudah ada di Amerika Serikat sejak awal pertengahan abad ke-20, para pahlawan super tersebut baru benar-benar menjadi figur yang signifikan dalam budaya populer di abad ke-21. Hal ini terbantukan oleh dibuatnya film-film berdasarkan tokoh-tokoh tersebut di layar lebar. Salah satu pahlawan super yang paling menonjol adalah Spider-
Man. Spider-Man: Homecoming (2017) dan Spider-Man: Into the Spider-Verse (2018), secara berurutan, adalah franchise ke-3 dan ke-4 dari film Spider-Man dalam kurun waktu 17 tahun.
Popularitas Spider-Man menjadikannya objek yang menarik untuk diteliti, karena berarti pengaruhnya besar dalam memproduksi dan mereproduksi norma-norma tertentu dalam masyarakat. Artikel ini ditulis dengan tujuan melihat bagaimana film-film tersebut mengikuti atau menolak norma hegemonic masculinity. Dengan menggunakan analisis tekstual dan semiotik, studi ini menemukan bahwa Spider-Man: Into the Spider-Verse (2018) lebih
progresif dalam representasi maskulinitasnya daripada Spider-Man: Homecoming (2017). Hal ini dihubungkan dengan adanya varian yang lebih beragam dalam wacana maskulinitasnya. Studi ini diharapkan dapat mendukung pergerakan yang menginginkan adanya representasi
yang lebih beragam dalam genre film pahlawan super.

Even though American comic book superheroes have existed since the late 1930s, it is in the 21st century that they have become truly prominent icons of popular culture. This rise in
popularity is helped greatly by their adaptation into the big screen. One superhero that stands out is Spider-Man. Spider-Man: Homecoming (2017) and Spider-Man: Into the Spider-Verse
(2018) are the third and fourth respective iterations of the Spider-Man movie franchise within the span of 17 years. Spider-Mans popularity makes it an interesting case study, as it has a
significant influence in producing and reproducing certain societal ideas. This article aims to examine how those movies conform to or resist hegemonic masculinity in their portrayal of the
male lead characters masculinities. Incorporating textual and semiotic analysis, this study has found that Spider-Man: Into the Spider-Verse (2018) represents a more progressive portrayal of masculinity than Spider-Man: Homecoming (2017), attributing it to its inclusion of diversity in the discourse of masculinity. This study is intended to come in support of the movement of calling for more diverse representation in the superhero movie genre.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yusvita Putri Andamdewi
"Penelitian ini membahas tentang keikutsertaan lansia dalam partisipasi sosial sebagai strategi coping menghadapi ageism yang dikaji dari disiplin Ilmu Kesejahteraan Sosial. Hal ini dilatarbelakangi adanya prediksi bonus demografi beberapa tahun mendatang, sehingga dibutuhkan usaha untuk menjadikan lansia yang berkualitas agar tidak menjadi ‘beban’ di masa mendatang. Lansia termasuk kelompok yang rentan menghadapi gangguan seiring bertambahnya usia dikarenakan terjadinya perubahan maupun permasalahan yang dihadapinya, salah satunya yaitu ageism. Ageism merupakan pandangan atau stigma negatif yang diberikan pada seseorang karena usianya dan lansia merupakan salah satu kelompok yang sangat rentan mengalami ageism. Menjadi penting untuk diteliti bagaimana lansia menghadapi ageism dan bagaimana aktif secara sosial dapat menjadi upaya lansia dalam menghadapi hal tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data dilakukan pada Juli 2023 melalui: (1) wawancara dengan sembilan informan lansia, (2) observasi, dan (3) studi dokumentasi. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa bentuk ageism yang seringkali diperoleh lansia diantaranya other-directed ageism dan self-directed ageism, dan diketahui bahwa ageism tersebut memberikan dampak negatif bagi lansia yaitu dampak negatif terhadap fisik dan psikis lansia. Para informan berusaha menghadapi ageism tersebut dengan menerapkan strategi coping berfokus pada masalah diantaranya menggunakan planful problem coping, confrontive coping, dan seeking social support. Informan juga menerapkan strategi coping berfokus pada emosi, dengan menggunakan escape-avoidance, accepting responsibility, dan positive reappraisal.  Terungkap pula bahwa latar belakang keikutsertaan lansia dalam partisipasi sosial  adalah ingin mencari interaksi sosial yang berkelanjutan, berupaya memperluas jaringan sosial, dan dapat berkontribusi kepada sekitar. Hal tersebut memberi manfaat bagi lansia diantaranya menjadi lebih senang, sehat, dan dapat meningkatkan fungsi kognitif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa strategi coping yang lansia lakukan dalam menghadapi ageism berkaitan erat dengan keikutsertaan lansia dalam partisipasi sosial karena selain manfaatnya dapat membantu mengatasi dampak dari ageism namun ternyata partisipasi tersebut diketahui merupakan salah satu prinsip anti-ageism atau dengan kata lain dapat menjadi upaya lansia dalam melawan ageism tersebut dengan mendorong partisipasi lansia.

This study focusses on the elderly in social participation as coping strategies to face ageism, which discusses from the social welfare discipline. This research is motivated by the demographic bonus in the next few years, where efforts are needed to produce quality elderly people so that they do not become a 'burden' in the future. The elderly are a group that is vulnerable to disruption as they age due to changes and problems they face, one of which is ageism. Ageism is a negative view or stigma given to someone because of their age and the elderly are one of the groups that are very vulnerable to ageism. It is urgent to study how the elderly deal with ageism and how to be socially active can be an elderly effort in dealing with ageism. This study conducted from October 2022 to July 2023, employed a qualitative approach with data collection through: (1) interviews with nine elderly informants, (2) observation, and (3) documentation study. The study revealed that forms of ageism experienced by the informants were other-directed ageism and self-directed ageism.  Ageism has a negative impact on the informants, namely a negative impact on the physical and psychological of the elderly. Therefore, the informants try to deal with ageism by applying problem-focused coping strategies including using planful problem coping, confrontive coping, and seeking social support. They also applied coping strategies focused on emotions, using escape-avoidance, accepting responsibility, and positive reappraisal. The infomants’ intention to social participation includes wanting to find sustainable social interactions, trying to expand social networks, and being able to contribute to their surroundings, as this provides benefits for the elderly including being happier, healthier, and can improve cognitive function. This study concludes that the coping strategies used by elderly informants in dealing with ageism are closely related to their social participation, because in addition to the benefits that can help overcome the impact of ageism, it turns out that participation is known as one of the principles of anti-ageism or in other words, it can be an effort for the elderly to overcome ageism by encouraging elderly participation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arnita Afriyani Adam
"Persentasi populasi lansia Indonesia kian meningkat dari waktu ke waktu memunculkan tantangan serta dampak sosial-ekonomi. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan dan hak-hak lansia. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan proses kebijakan Kartu Lansia Jakarta keterkaitannya dengan pemenuhan kebutuhan dasar lansia dan ageism. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan selama bulan Juni 2022 melalui wawancara mendalam dengan 9 (sembilan) informan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses kebijakan Kartu Lansia Jakarta didasarkan pada adanya peningkatan populasi penduduk lanjut usia di Provinsi DKI Jakarta dan melaksanakan amanat Peraturan Gubernur Nomor 100 Tahun 2019 tentang Pemberian Bantuan Sosial PKD terhadap Lanjut Usia. KLJ ini diformulasikan dengan melakukan koordinasi dengan pihak terkait, seperti Dinas Sosial, Bappeda, BPKD, DPRD serta Bupati/Walikota, Camat dan Lurah, dan Bank DKI. Sosialisasi KLJ dilakukan melalui media online, pendamping sosial, penyuluh sosial dan juga RT/RW. Implementasi kebijakan KLJ ini dinilai sudah tepat sasaran, dengan melakukan verifikasi dan musyawarah kelurahan untuk menentukan penerima KLJ. Tanggapan terhadap KLJ juga mendapat respon positif karena dapat memenuhi kebutuhan dasar lansia, seperti kebutuhan fisiologis, kebutuhan perlindungan dan kebutuhan sosial lansia. Namun, KLJ belum dapat memenuhi kebutuhan lansia atas penghargaan dan kebutuhan aktualisasi. Belum terpenuhinya kebutuhan tersebut ternyata berkaitan dengan adanya ageism pada proses kebijakan Kartu Lansia Jakarta. Adanya ageism berupa streotipe implisit terhadap kondisi lansia antara lain terungkap dari kenyataan tidak dilibatkannya lansia secara langsung dalam tahapan formulasi dan evaluasi kebijakan. 

The percentage of Indonesia's elderly population is increasing from time to time, creating challenges and socio-economic impacts. Therefore, a policy that is in accordance with the needs and rights of the elderly is needed. This study aims to describe the Jakarta Lansia Card policy process in relation to meeting the basic needs of the elderly and ageism. This research is a descriptive research with qualitative method. Data collection was carried out during June 2022 through in-depth interviews with 9 (nine) informants. The selection of informants was done by purposive sampling. The results showed that the Jakarta Elderly Card policy process was based on an increase in the elderly population in DKI Jakarta Province and carried out the mandate of Governor Regulation Number 100 of 2019 concerning the Provision of PKD Social Assistance to the Elderly. This KLJ is formulated by coordinating with related parties, such as the Social Service, Bappeda, BPKD, DPRD as well as Regents/Mayors, Camat and Lurah, and Bank DKI. KLJ socialization is carried out through online media, social assistants, social instructors and also RT/RW. The implementation of this KLJ policy is considered to have been right on target, by conducting verification and village meetings to determine the recipient of the KLJ. The response to KLJ also received a positive response because it can meet the basic needs of the elderly, such as physiological needs, protection needs and social needs of the elderly. However, KLJ has not been able to meet the needs of the elderly for appreciation and actualization needs. The unfulfilled need is apparently related to the ageism in the Jakarta Elderly Card policy process. The existence of ageism in the form of implicit stereotypes on the condition of the elderly is revealed, among others, from the fact that the elderly are not directly involved in the formulation and evaluation stages of policies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monika Rizqi Damayanti
"Skripsi ini membahas tentang transformasi tokoh Snow White dalam film Snow White and The Huntsman untuk memenuhi aspek-aspek sosok pahlawan yang berdasarkan pada buku Margery Hourinhan, Deconstructing The Hero (1997). Film ini menunjukkan adanya penyesuasi tokoh Snow White sebagai perempuan menjadi sosok pahlawan yang terjenderkan maskulin.Snow White sebagai perempuan ditampilkan sebagai submisif, pasif, tidak berdaya dan dalam ranah domestik sehingga berlawanan dengan kualitas maskulin sosok pahlawan.Melalui analisis lewat mise-en-scene dalam film, tokoh Snow White menunjukkan pengadopsian terhadap kualitas maskulin sosok pahlawan agar dikukuhkan menjadi pahlawan.Kemudian, simbolisme yang dalam film juga memperlihatkan adanya justifikasi penokohan Snow White dalam konstruksi jender yang patriarki.

This focus of this study is to examine transformation of Snow White character in film Snow White and the Huntsman to perform aspects of the figure of hero by Margery Hourihan in her book, Deconstructing The Hero (1997). This film demonstrates adjustment Snow White character as a woman to be the figure of hero who is gendered masculine. Snow White as a woman is portrayed as submissive, passive, powerless and in the domestic sphere, in contrast with masculine quality in the figure of hero. Through mise-en-scene analysis in film, Snow White character reveals adopting to masculine quality in the figure of hero to be affirmed as a hero. Moreover, symbolism in film display the justification of Snow White’s characterization in accordance with gender construction based on the patriarchal system."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S44165
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Departemen Ilmu Hubungan Internasional, 2012
920.72 OUR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lermontov, Mikhail Yurjevich
London: Everyman's Library, 1992
891.733 LER h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Khaerunnisa Nur Fithriah
"ABSTRAK
Perkembangan industri game di Indonesia semakin meningkat. Program Tomb Raider merupakan salah satu program seri paling sukses. Karakter Lara Croft merupakan karakter hero perempuan yang ikonik. Evaluasi bertujuan melihat bagaimana penokohan karakter Lara Croft dalam program seri Tomb Raider. Evaluasi ini merupakan evaluasi perkembangan program dengan tujuan evaluasi untuk mengedukasi masyarakat terkait bagaimana perkembangan program seri Tomb Raider dalam melakukan penokohan terhadap karakter perempuan Lara Croft. Terdapat 2 perusahaan pengembang dari program seri Tomb Raider yaitu Core Design (1996-2003) dan Crystal Dynamics (2003-Sekarang). Dari 13 program yang di analisa dalam program seri Tomb Raider 1996-2013, terdapat perubahan terhadap penokohan yang dilakukan oleh karakter Lara Croft. Karakter Lara Croft dari tahun 1996-2010 tidak terlepas dari unsur sensualitas, kecuali Lara di tahun 2013. Rekomendasi kepada masyarakat untuk meningkatkan literasi media agar dapat melihat isi media lebih dalam.

ABSTRACT
The video games growth in Indonesia. Tomb Raider Series Program is one of the most successful video game with its iconic female hero character, Lara Croft. This evaluation of program research is focusing toward characterizations of Lara Croft in Tomb Raider Series Video Game Program. The type of evaluation in this research is program development research. The purpose of this evaluation is to educate people related on how Lara Croft is represented in each program of Tomb Raider Series. There are 2 developer companies in Tomb Raider Series program which are Core Design (1996-2003) and Crystal Dynamics (2003-Now). Of the 13 programs that were analyzed in the Tomb Raider series program from 1996 to 2013, there were some changing to the characterization of Lara Croft. Lara Croft character from 1996-2010 can not be separated from the element of sensuality, except for Lara in 2013. Recommendation to the people is to increase media literacy in order to see the media content more deeper."
2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Irawanto
Yogyakarta: Media Pressindo, 1999
791.43 Ira f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Inayatu Soliha
"Marvel Cinematic Universe merupakan sebuah waralaba film yang semakin berkembang cepat dengan memperkenalkan banyak karakter baru, termasuk karakter pahlawan muda seperti Kamala Khan dalam sebuah seri dengan enam episode berjudul Ms. Marvel (2022). Seri televisi tersebut berfokus pada latar belakang Kamala, seperti profilnya sebagai remaja perempuan Amerika-Pakistan yang memiliki kekuatan baru dan bagaimana kekuatan tersebut mengubah hidupnya. Di satu sisi, Ms. Marvel (2022) juga menampilkan kesenjangan antargenerasi antara tiga karakter perempuan, Kamala, ibu Kamala yang bernama Muneeba, dan nenek Kamala yang bernama Sana. Perbedaan generasi antara ketiganya telah menyebabkan masalah yang lebih signifikan dalam seri televisi tersebut sebagaimana perbedaan generasi itu memengaruhi cara Kamala melihat mimpinya selagi ia harus tetap berpegang terhadap realitas yang sebenarnya. Dengan konsep dukungan sosial antara perempuan di hubungan antargenerasi dari Gina Bauswell, artikel ini membahas mengenai perbedaan generasi antara Kamala, Muneeba, dan Sana yang berasal dari tiga generasi berbeda dalam bagaimana mereka memahami arti mimpi dan realita. Pada akhirnya, konflik antargenerasi yang disebabkan oleh perbedaan pandangan mengenai mimpi dan realita ini dapat terselesaikan dengan konsep dukungan sosial.

Marvel Cinematic Universe has been growing to be an expansive cinematic franchise, and they have introduced many new characters, including young heroes like Kamala Khan in the six-episode series titled Ms. Marvel (2022). The series focuses on Kamala’s background, such as her profile as a young American-Pakistani teenager having a new power that changes her life. On the other hand, the series also tells about Kamala’s family and how they affect her daily life and her new identity as a superhero. Ms. Marvel (2022) also portrays the generational gap in a family between three female characters, Kamala, Kamala’s mother named Muneeba, and Kamala’s grandmother, Sana. Their generational differences have led to a more significant issue in the series as it influences how Kamala perceives her dreams while needing to stick to her actual reality. Using the concept of social support among women in intergenerational relationships from Gina Bauswell, this article examines the generational differences between the characters Kamala, Muneeba, and Sana, who come from different generations in terms of perceiving dreams and reality. This research finds that intergenerational conflict caused by different perceptions of dreams and reality can be resolved with social support."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>