Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172482 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syahminar Rahmani
"Prevalens gizi lebih dan obesitas pada anak di Indonesia masih cukup tinggi. Konsumsi susu formula, terutama tingginya kandungan tinggi protein, berhubungan dengan kejadian gizi lebih dan obesitas pada anak sehingga kadar protein pada susu formula dianjurkan untuk diturunkan. Belum pernah terdapat penelitian di Indonesia mengenai hubungan konsumsi susu pertumbuhan dengan kejadian gizi lebih dan obesitas pada anak.
Tujuan: Mengetahui rerata asupan energi, rasio kalori susu pertumbuhan dibandingkan kalori total per hari, protein susu pertumbuhan, dan rasio kalori protein susu pertumbuhan dibandingkan kalori protein total per hari dan hubungannya dengan kejadian gizi lebih dan obesitas pada anak usia 2-3 tahun. 
Metode: Studi potong lintang dilakukan untuk mengetahui proporsi gizi lebih dan obesitas, dilanjutkan dengan studi kasus kontrol untuk mengetahui hubungan susu pertumbuhan terhadap kejadian gizi lebih dan obesitas dengan matching usia dan jenis kelamin. Penelitian dilakukan di Posyandu Jakarta Pusat dan Timur bulan September hingga Desember 2018. Kelompok kasus merupakan subyek gizi lebih dan obes, sedangkan kelompok kontrol merupakan subyek gizi baik. Subyek menjalani pengukuran antropometri dan penilaian asupan nutrisi menggunakan food record selama 3 hari.
Hasil: Sebanyak 292 subyek dengan kelompok kasus 34 subyek dan kelompok kontrol 68 subyek. Proporsi gizi lebih dan obesitas pada anak usia 2-3 tahun sebesar 12%. Terdapat perbedaan bermakna pada asupan energi susu pertumbuhan [516,1 (0-1546,7) vs 238,5 (0-1090,4) kkal/hari, p<0,001], rasio kalori susu pertumbuhan dengan kalori total per hari [41,1 (0-83,7) vs 20,8 (0-80,7)%, p<0,001], protein [18,9 (0-71,7) vs 8,6 (0-50,7) g/hari, p<0,001], dan rasio kalori protein susu pertumbuhan dengan kalori protein total [46,9 (0-89,5) vs 19 (0-72,3)%, p<0,001] antara kelompok kasus dan kelompok kontrol.
Kesimpulan: Konsumsi susu pertumbuhan yang berlebih berhubungan dengan kejadian gizi lebih dan obesitas pada anak usia 2-3 tahun.

Overweight and obesity prevalence in Indonesia is quite high. Recent studies suggest that consumption of infant formula, particularly high protein content, was related to overweight and obesity in children. Therefore, protein content in infant formula was recommended to be lowered. Currently, there is no data on the association between growing-up milk consumption and overweight and obesity in children aged 2-3 years in Indonesia.
Objective: To determine the average intake of growing-up milk energy, ratio of growing-up milk calories to the total calories per day, growing-up milk protein, and ratio of growing-up milk protein calories to the total protein calories per day and their relationship with overweight and obesity children aged 2-3 years.
Methods: Cross-sectional study was conducted to determine the proportion of overweight and obesity, followed by case-control study to determine the relationship between growing-up milk consumption with overweight and obesity. Overweight and obese subjects were considered as the case group, while normal weight subjects were categorized as control group. Study was conducted in Jakarta since September to December 2018. Three days-food record analysis were performed.
Results: A total of 292 subjects with 34 cases and 68 controls. The proportion of overweight and obesity in children aged 2-3 years was 12%. There were significant differences between case and control group in terms of growing-up milk energy intake [516.1 (0 to 1546.7) vs. 238.5 (0 to 1090.4) kcal/day, p<0.001], ratio of growing-up milk calories to total calories per day [41.1 (0 to 83.7) vs 20.8 (0 to 80.7)%, p<0.001], growing-up milk protein [18.9 (0 to 71.7) vs 8.6 (0 to 50.7) g/day, p<0.001], and ratio of growing-up milk protein calories to total protein calories [46.9 (0 to 89.5) vs. 19 (0 to 72.3)%, p<0.001].
Conclusion: Excessive consumption of growing-up milk had significant relationship with overweight and obesity in children aged 2-3 years. 
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Ismatullah
"Latar belakang: Penggunaan media digital, termasuk gawai, telah menjadi bagian penting dalam kehidupan anak. Paparan media digital pada anak dikaitkan dengan risiko keterlambatan perkembangan. Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi hubungan antara penggunaan gawai dan keterlambatan perkembangan bahasa pada anak usia 2-3 tahun.

Metode: Penelitian kasus kontrol ini mengikutsertakan anak usia 2-3 tahun di Jakarta dan Bekasi yang diambil secara consecutive sampling. Kelompok kasus terdiri dari pasien rawat jalan dari klinik tumbuh kembang dengan diagnosis keterlambatan bahasa; tanpa adanya kelainan bawaan, keterlambatan global, gangguan neurologis, dan gangguan perilaku. Diagnosis ditegakkan oleh dokter anak konsultan tumbuh kembang yang dituliskan pada rekam medis. Kelompok kontrol adalah anak tanpa keterlambatan bahasa yang diambil di klinik vaksinasi. Berdasarkan wawancara orangtua, setiap kelompok diidentifikasi riwayat penggunaan gawai (onset penggunaan, durasi harian, dan pendampingan) dan dianalisis hubungannya dengan perkembangan bahasa anak dengan mempertimbangkan faktor perancu lainnya.

Hasil: Sebanyak 43 subjek kelompok kasus dan 104 subjek kelompok kontrol diikutsertakan dalam penelitian ini. Durasi penggunaan gawai lebih dari 4 jam per hari disertai faktor pengasuhan utama meningkatkan risiko terjadinya keterlambatan bahasa anak usia 2-3 tahun (adjusted OR 6,899; IK 95% 1,655 – 28,757; p 0,008). Onset penggunaan gawai tidak meningkatkan risiko keterlambatan bahasa anak, dengan atau tanpa mempertimbangkan pendidikan ibu dan pengasuh utama anak (OR 2,162; IK 95% 0,961 – 4,867; p 0,063). Pendampingan penggunaan gawai tidak meningkatkan risiko keterlambatan bahasa anak secara signifikan, dan terdapat peranan pengasuh utama dalam hubungan tersebut (adjusted OR 1,972; IK 95% 0,631 – 6,162; p 0,243). Pada variabel perancu, pengasuh utama anak memiliki peranan penting dalam hubungan antara durasi harian dan pendampingan penggunaan gawai terhadap keterlambatan bahasa anak, sedangkan pendidikan ibu tidak berperan dalam hubungan tersebut.

Kesimpulan: Durasi penggunaan gawai lebih dari 4 jam per hari disertai faktor pengasuhan utama meningkatkan risiko terjadinya keterlambatan bahasa anak usia 2-3 tahun.


Background: The use of digital media, including gadgets, has become an important part of children's daily lives. Exposure to digital media in children is associated with the risk of developmental delays. The aim of this research is to explore the relationship between gadget use and delayed language development in children aged 2-3 years.

Methods: This case control study included children aged 2-3 years in Jakarta and Bekasi using consecutive sampling. The case group consists of outpatients from growth and developmental clinic with diagnosis of language delay; in the absence of congenital abnormalities, global delays, neurological disorders, and behavioral disorders. The diagnosis was made by a growth and development consultant pediatrician and written in the medical record. The control group was children without language delays taken at vaccination clinic. Through parent interviews, each group's history of device use has been identified (onset of use, daily duration, and parental supervision) and its relationship with children's language development has been analyzed by considering other confounding factors.

Results: A total of 43 case group subjects and 104 control group subjects were included in this study. The duration of daily gadget use exceeds 4 hours, combined with primary caregiver factors, increases the risk of language delay in children aged 2-3 years (adjusted OR 6.899; 95% CI 1.655 – 28.757; p 0.008). The onset of gadget use does not increase the risk of child language delay, regardless of whether maternal education and primary caregiver are considered (OR 2.162; 95% CI 0.961 – 4.867; p 0.063). Parental supervision of gadget use does not significantly increase the risk of language delay in children, and the primary caregiver plays a role in this relationship (adjusted OR 1.972; 95% CI 0.631 – 6.162; p 0.243). In terms of confounding variables, the primary caregiver plays an important role in the relationship between duration of daily gadget use and parental supervision regarding child language delay, while maternal education does not influence this association.

Conclusion: The duration of daily gadget use exceeds 4 hours, combined with primary caregiver factors, increases the risk of language delay in children aged 2-3 years."

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chaerin Nabila Fitriyah
"Obesitas anak merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan saat ini. Salah satu kontributor obesitas pada anak saat ini yaitu konsumsi berlebih minuman manis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi minuman manis dengan obesitas anak usia 10 – 12 tahun di DKI Jakarta berdasarkan data Riskesdas 2018. Variabel independen utama penelitian yaitu konsumsi minuman manis dan variabel kovariat yaitu demografi, pola hidup dan konsumsi, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ayah, dan pekerjaan ibu. Desain studi penelitian ini yaitu cross-sectional dengan analisis bivariat dan stratifikasi. Data penelitian ini menggunakan data Riset Kesehatan Dasar dengan jumlah sampel sebesar 841 anak usia 10 – 12 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi obesitas anak usia 10 – 12 tahun di DKI Jakarta pada tahun 2018 yaitu sebesar 13,4%. Hasil penelitian belum dapat membuktikan hubungan yang signifikan antara konsumsi minuman manis dengan obesitas pada anak usia 10 – 12 tahun di DKI Jakarta (PR=0,93; 95%CI: 0,58 – 1,49; p=0,99). Optimalisasi program unit kesehatan sekolah oleh pemerintah serta
dukungan dari anggota keluarga dalam pelaksanaan pola makan gizi seimbang dan aktivitas fisik dapat membantu pencegahan obesitas pada anak.

Childhood obesity is a significant public health problem currently. One of the biggest contributors to childhood obesity is excessive sugar-sweetened beverages consumption. The aim of the study was to determine the association between sugar-sweetened beverages consumption and obesity among children aged 10 – 12 years in DKI Jakarta based on Riskesdas 2018 data. The main independent variable was sugar-sweetened beverages consumption and covariate variables were demographics, lifestyle and consumptions pattern, father’s education, mother’s education, father’s occupation and mother’s occupation. This study used cross-sectional design with bivariate and stratification analysis. This study used Basic Health Research data with total sample of 841 children aged 10 – 12 years. The results showed that the prevalence of obesity among children aged 10 – 12 years in DKI Jakarta was 13,4%. The results of the study have not been able to prove a significant relationship between the consumption of sugar-sweetened beverages and obesity in children aged 10-12 years in DKI Jakarta (PR=0,93; 95%CI: 0,58 – 1,49; p=0,99). Optimization of school health program as well as support from family members in implementing a balanced nutritional diet and physical activity can help prevent obesity in children.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Nandi Wardani
"Saat ini Indonesia masih menghadapi masalah nutrisi, terlihat dari masih terdapatnya sejumlah anak yang masuk dalam kategori kurang gizi. Studi lain menyatakan bahwa tingkat konsumsi susu di Indonesia masih rendah dibandingkan negara Asia lainnya. Berdasarkan kedua fakta diatas, penulis membuat riset dengan tujuan mengetahui ada tidaknya hubungan antara status gizi dengan kebiasaan minum susu pada anak usia sekolah. Penelitian ini menggunakan metode ?cross sectional? dengan populasi sejumlah 97 siswa SD kelas 4, 5 dan 6. Input data dan analisis statistic menggunakan program SPSS 11.5, dengan metode ?chi-square for cross tabulation?. Berdasarkan data yang didapat, 100 persen dari populasi mengaku mengkonsumsi susu. Hasil analisis menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dan frekuensi konsumsi susu perhari (p=0.670). Begitu juga dengan hubungan antara status gizi dan jenis susu yang diminum, menunjukan hasil yang tidak signifikan (p=0.224). Dari studi ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kebiasaan minum susu.

Nowadays, Indonesia is still dealing with nutrition problems which represented by a quite number of children who are still categorized as undernourished and severely malnourished. Furthermore, recent study shows that the milk consumption in Indonesia is still low if compared to other Asian countries. Based on those facts, the author seems to determine the relationship between nutritional status and the habit of milk consumption among school aged children. In this cross-sectional study, the study population is chosen by cluster random sampling of grade 4, 5, and 6 with the total respondents 97 students. Primary data is conducted by self administered questionnaire regarding milk consumption habit, type of milk, frequency of drinking milk, and nutritional status measurement. Data entry and statistical analysis is done by the SPSS for windows version 11.5. The chi square test for cross tabulations was utilized. From the study populations 100% admitted that they consume milk daily. The result of the chi-square for cross tabulation reveals that there is no significant difference determined between nutritional status and the frequency of drinking milk per day (p=0.670). Also there is no significant difference between nutritional status and type of milk that is consumed (p=0.224). Hence, this study concludes that children nutritional status is not associated with the habit of milk consumption among school aged children."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Pramudita Faddila
"ABSTRAK
Kegiatan aktivitas fisik dan konsumsi makanan yang seimbang adalah upaya untuk menekan angka overweight pada masa anak-anak agar tidak berlanjut menjadi obesitas maupun penyakit degenaratif lainnya. Secara global, sebanyak 42 juta anak mengalami overweight pada tahun 2015 dan angka kegemukan di Indonesia sekitar 10,8 pada tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dan konsumsi dengan kejadian overweight pada anak usia 10-12 tahun di Indonesia tahun 2013. Penelitian ini menggunakan data sekunder Riskesdas 2013 dengan desain studi cross sectional dimana sampel penelitian sebanyak 49.620 anak. Hasil penelitian menunjukkan 14,5 anak mengalami overweight. Hanya aktivitas fisik yang memiliki hubungan bermakna dengan kejadian overweight p=0,014 , sedangkan konsumsi makanan berisiko p=0,518 serta buah dan sayur p=0,693 tidak signifikan terhadap kejadian overweight. Anak yang kurang aktif berisiko 1,11 kali 95 CI= 1,02 ndash;1,21 untuk menjadi overweight dibandingkan dengan anak yang aktif. Hasil analisis multilevel menunjukkan variasi kejadian overweight antar provinsi lebih besar jika dibandingkan dengan faktor risiko pada level individu MOR=1,37 . Kejadian overweight berhubungan dengan aktivitas fisik yang dilakukan anak-anak, sedangkan konsumsi tidak memiliki hubungan yang bermakna. Dibutuhkan strategi dan sosialisasi aktivitas fisik pada anak dengan melibatkan berbagai sektor dan built environment agar anak lebih aktif untuk mengurangi kejadian overweight.

ABSTRACT
Physical activity and balanced food consumption is an attempt to reduce overweight in childhood so as not to continue to be obese or other degenerative diseases. Globally, 42 million children are overweight by 2015 and overweight in Indonesia is around 10.8 in 2013. The purpose of this study was to examine the association between physical activity and consumption with overweight among children aged 10 12 years in Indonesia 2013. This study uses secondary data Riskesdas 2013 with a cross sectional study design where the sample of research is 49,620 children. The results showed 14.5 of respondents had overweight. Only physical activity had significant association with overweight p 0,014 , whereas risky food consumption p 0,518 with fruit and vegetable consumption p 0,693 was not significant. Less active respondents were at risk 1.11 times 95 CI 1.02 1.21 to become overweight compared with active respondents. Multilevel analysis results show that variation in overweight between provinces is greater when compared to risk factors at the individual level MOR 1.37 . Overweight are related to the physical activity of children, while consumption is unrelated. It needed strategy and promotion of physical activity in children by involving parents and built environment to make children more active to reduce overweight."
2018
T51426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hariani Rafitha
"Karies gigi merupakan penyakit infeksi yang ditandai dengan kerusakan jaringan permukaan gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme dalam suatu fermentasi karbohidrat. Karies gigi dan obesitas keduanya merupakan penyakit multifaktorial yang terkait dengan kebiasaan diet makan dan beberapa faktor gaya hidup yang umum pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara obesitas dengan karies gigi pada anak usia 7-12 tahun di Kabupaten Badung Provinsi Bali 2018. Penelitian ini menggunakan desain pendekatan crossectional dengan jumlah sampel sebanyak 426 anak beserta ibu yang diambil dari seluruh murid kelas 1-5 SD di 3 SDN yang terpilih secara acak sederhana. Hasil regresi logistic dengan analisis mutivariat menunjukan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara obesitas dan karies gigi setelah mengkontrol variabel ketiga, yang terbukti secara statistik dengan p value 0,003 dan OR 1,830. Sehingga dapat disimpulkan bahwa anak dengan obesitas memiliki resiko 2 kali untuk mengalami karies gigi dibandingkan anak yang tidak obesitas. Berdasarkan hasil tersebut diharapkan sekolah dapat mengembangkan program UKS/UKGS yang sudah ada seperi membentuk dokter kecil atau kader kesehatan di sekolah untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan sebagai upaya pemberdayaan siswa-siswi di sekolah.

Dental caries is an infectious disease characterised by dental tissue damage caused by microorganisms in a carbohydrate fermentation. Dental caries and obesity are both multifactorial illnesses associated with eating habits and some lifestyle factors in children. This study aims to see the relationship between obesity with dental caries in children aged 7-12 years in Badung district of Bali province in 2018. This study used a crossectional design with a total sample of 426 children and mothers taken from all students of class 1-5 elementary school in 3 schools selected by random sampling method. Logistic regression results with multivariate analysis showed that there was a significant relationship between obesity and dental caries after controlling the third variable, which statistically proven with p-value 0,003 and OR 1,830. Thus, it concluded that children with obesity have two times greater risk of dental caries than children who are not obese. Based on these results, schools are expected to develop UKS / UKGS programs such as establishing health cadres in schools to convey health information as an effort to empower students in schools."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Tejabaswara
"The level of milk consumption in Indonesia is still low amongst Asia countries with only 11.9 per capita. Pocket money is a source of children in school aged to buy some products. The research aims to know if there is an association between the habit of milk consumption and pocket money in school aged children or not. This cross sectional study was held in SD Pegangsaan 01 Cikini, on January 2011 with population as musch as 97 students from grade 4,5, and 6.
The result showed all of the respondents consumed milk, however there is no association between the habit of milk consumption and pocket money;The level of milk consumption in Indonesia is still low amongst Asia countries with only 11.9 per capita. Pocket money is a source of children in school aged to buy some products. The research aims to know if there is an association between the habit of milk consumption and pocket money in school aged children or not. This cross sectional study was held in SD Pegangsaan 01 Cikini, on January 2011 with population as musch as 97 students from grade 4,5, and 6. The result showed all of the respondents consumed milk, however there is no association between the habit of milk consumption and pocket money."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anin Ika Rosa
"Seng merupakan mikronutrien yang penting dalam masa pertumbuhan anak dan untuk menjaga daya tahan tubuh pada masa pandemi ini. Seng tidak memiliki cadangan yang besar yang dapat menyimpan atau mengeluarkan seng sesuai dengan kebutuhan, sehingga seng menjadi penting untuk diperhatikan kecukupannya. Kekurangan seng lebih mungkin terjadi selama masa kanak-kanak, ketika kebutuhan harian seng lebih tinggi. Defisiensi seng dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan, sehingga dapat berdampak pada status gizi dan pertumbuhan. Kadar seng rambut dapat menggambarkan status seng secara kronis, lebih stabil, dan lebih sesuai digunakan pada anak karena kurang invasive. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi asupan seng dengan kadar seng rambut anak usia 2-3 tahun. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data subjek dilakukan di Kelurahan Kampung Melayu (n=70) dan dilakukan pemeriksaan kadar seng rambut. Dari penelitian ini didapatkan median asupan seng adalah 6 (1,2-22,5) mg/hari dan sebanyak 20% anak memiliki asupan seng yang kurang. sedangkan nilai median kadar seng rambut adalah 132 (30-451) μg/g dan sebanyak 17,1% anak memiliki kadar seng rambut dibawah nilai normal. Hasil analisis menunjukkan korelasi negatif sangat lemah antara asupan seng dengan kadar seng rambut, namun secara statistik tidak bermakna (r=-0,077, p=0,528). Sedangkan untuk faktor faktor yang berhubungan, didapatkan hasil korelasi positif lemah bermakna antara nilai VAS nafsu makan dan kadar seng rambut (r=0,247, p=0,039). Sebagai kesimpulan, asupan seng pada anak usia 2-3 tahun tidak berkorelasi dengan kadar seng rambut, dan faktor yang berhubungan dengan kadar seng rambut adalah nilai VAS nafsu makan

Zinc is an important micronutrient in the growth period of children and to maintain the immune system during this pandemic. Zinc does not have a large reserve that can store or release zinc as needed, so it is important to pay attention to its adequacy. Zinc deficiency is more likely during childhood, when daily zinc requirements are higher. Zinc deficiency can cause loss of appetite, which can have an impact on nutritional status and growth. Hair zinc levels can describe chronic zinc status, are more stable, and are more suitable for use in children because they are less invasive. The purpose of this study was to determine the correlation of zinc intake with hair zinc levels of children aged 2-3 years. This study used a cross-sectional design. Subject data collection was carried out in Kampung Melayu Sub-district (n=70) and hair zinc levels were examined. From this study, it was found that the median intake of zinc was 6 (1.2-22.5) mg/day and as many as 20% of children had insufficient zinc intake. while the median hair zinc level was 132 (30-451) g/g and 17.1% of children had hair zinc levels below the normal value. The results of the analysis showed a very weak negative correlation between zinc intake and hair zinc levels, but not statistically significant (r=-0.077, p=0.528). For the associated factors, there was a significant weak positive correlation between VAS appetite value and hair zinc levels (r=0.247, p=0.039). In conclusion, zinc intake in children aged 2-3 years did not have a correlation with hair zinc levels, and factor associated to hair zinc levels was VAS appetite value."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Retno Yunitasari
"Indonesia menghadapi masalah gizi yang cukup serius. Sebagian besar stigma masyarakat di Indonesia akan merasa bangga bila memiliki anak balita yang bertubuh gendut dan masih berpikiran anak gemuk itu lucu dan menggemaskan. Padahal, anak yang mengalami kelebihan berat badan dan obesitas juga cenderung mengalami kelebihan berat badan dan obesitas di usia remaja dan dewasa. Bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat dapat menimnulkan kerugian ekonomi dan penurunan kualitas sumber daya manusia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh gizi lebih (overweight/obesitas) pada anak balita usia 24-59 bulan terhadap gizi lebih pada dewasa usia 22-26 tahun. Desain yang digunakan adalah studi longitudinal menggunakan data Indonesian Family Life Survey (IFLS) I tahun 1993 dan IFLS 5 tahun 2014. Sampel yang diapat di follow up dari IFLS 1-IFLS5 sebanyak 608 orang. Analisis statistik yang dilakukan yaitu univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak usia 24-59 bulan di tahun 1993 yang memliki status gizi lebih sebesar 3.30%, sementara saat usia dewasa 22-26 tahun di tahun 2014 yang memiliki status gizi lebih sebesar 23.8%. Overweight/obesitas pada usia 24-59 bulan tidak memengaruhi overweight/ obesitas usia 22-26 tahun (p=0.758 dan OR=1,18).

Indonesia faces a quite serious nutritional problem. Most of the stigma of parents in Indonesia is they will be proud if they have fat toddlers and still think that fat children are cute and adorable. In fact, children who were overweight and obese also tend to be overweight and obese in their adolescence and adulthood. If it is not handled quickly, it can cause economic losses and a decrease in the quality of human resources. The aim of this study was to find out effects of overweight and obesity on toddlers aged 24-59 years against overweight and obesity in adults aged 22-26 years (Based on IFLS Data for 1993 and 2014). The design used was longitudinal study using data from Indonesian Family Life Survey (IFLS) I in 1993 and IFLS 5 in 2014. Samples eligible were as many as 608 people. Data was analyzed by using univariate, bivariate, and multivariate method. This results of this study were only 3.3% of subject was overweight/obese toddler in 1993, while in 2014, adult whose are overweight/ obese were 23.8%. (Overweight / obesity in toddlers at the age of 24-59 years did not affect overweight / obesity in adult aged 22-26 years (p = 0.758 and OR = 1.18)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadijah Rahadianti Octaviani
"Pengasuh kurang lebih bersama dengan anak selama 10 jam dalam satu hari sehingga sosoknya menjadi sangat berpengaruh bagi perkembangan anak. Anak membutuhkan pengasuh yang responsif dan berpikir cepat dalam melihat suatu masalah yang umum muncul pada anak usia dini. Seringkali pengasuh menemui kendala dalam menghadapi anak usia dini, salah satunya dalam mengatasi masalah ketidakpatuhan yang umum meningkat pada usia 2-3 tahun. Untuk membantu para pengasuh menghadapi masalah tersebut maka dibutuhkan pelatihan. Dalam penelitian ini, akan dibahas bagaimana efektivitas pelatihan yang diadaptasi dari Treatment Package for Child Non Compliance (TPCN) dengan subjek 6 pengasuh usia 18-35 tahun yang mengasuh anak usia 2-3 tahun. TPCN merupakan pelatihan yang melibatkan tiga strategi, antara lain effective instruction delivery (EID), contingent praise (CP) dan time-in (TI). Dari hasil observasi dan evaluasi dengan wilcoxon test sebelum dan sesudah pelatihan menunjukkan bahwa terdapat peningkatan keterampilan pengasuh dalam berinteraksi dengan anak usia 2-3 tahun ketika menghadapi masalah ketidakpatuhan.

A nanny usually spends times with children for 10 hours per day, therefore they have a huge influence in the development of the child. Children need a nanny who is responsive and quick thinking in seeing any kind of problems that commonly occur in early childhood. However, they often encounter obstacles especially when facing the noncompliance problem, a problem that normally emerges in child aged 2-3 years old. To help them face this problem, they need training. This study will discuss the effectiveness of a training that is adapted from Treatment Package for Child Non Compliance (TPCN) which involves 6 nannies from age 18-35 who care for children aged 2-3 years old. This training involves three strategies: effective instruction delivery (EID), contingent praise (CP), and time-in (TI). The result from the observation and evaluation by Wilcoxon test before and after the training, showed that there was an increased caregiver skill in interacting with children aged 2-3 years when facing with the non-compliance issues.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
T45254
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>