Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184301 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Miranda Gabriela
"ABSTRACT
Penutupan asuransi secara ko-asuransi merupakan salah satu mekanisme yang digunakan dalam hal nilai objek asuransi sangat besar karena beberapa penanggung dapat bekerja sama untuk menanggung satu objek asuransi secara bersama-sama dalam kasus per kasus. Di Indonesia, hal ini kemudian diatur melalui POJK No.23/Pojk.05/2015 dan POJK No. 69/Pojk.05/2016. Akan tetapi, pengaturan tersebut belum cukup mengatur perihal penyelesaian klaim antara ketua dan anggota ko-asuransi, serta kepada tertanggung. Di India, pengaturan penutupan asuransi secara ko-asuransi dilakukan melalui IRDA/NL/ETASS/RIN/103/05/2015 dan Coinsurance Agreement dated 5 December 2014 sebagai pedoman perilaku yang bersifat sukarela. Setelah dilakukan analisa secara normatif yuridis dan deskriptif, praktik asuransi di India memberi pedoman supaya penyelesaian klaim pada penutupan asuransi secara ko-asuransi diatur secara tegas. Selain itu, kewajiban penggunaan Electronic Transaction Administration and Settlement System di India membuat pelaksanaan penutupan asuransi secara ko-asuransi lebih transparan dan mudah diawasi.

ABSTRACT
Co-insurance is one of the mechanisms used in the terms of the value of the insurance object is whopping because some insurers can cooperate to bear an insurance object together in a case by case. In Indonesia, this mechanism is regulated in OJK Regulation No.23/Pojk.05/2015 and OJK Regulation No. 69/Pojk.05/2016/. However, the regulations are still not enough to regulate concerning the claim settlement among co-insurance leader, member(s) of co-insurance, as well as the insured. In India, regulation concerning insurance coverage by co-insurance is held through IRDA/NL/ETASS/RIN/103/05/2015 and Coinsurance Agreement dated 5 December 2014 as the guidelines for voluntary behavior. After juridical normative and descriptive analysis are done, insurance practice in India gives guidelines for claim settlement by co-insurance regulated strictly. Moreover, the obligation of using Electronic Transaction Administration and Settlement System in India makes the implementation of insurance coverage by co-insurance is more transparent and could be monitored easily."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlangga
"Negara Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan yang sangat luas. Hal ini tentu menjadi potensi yang sangat besar bagi Indonesia untuk dikembangkan secara optimal. Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut ialah melalui Sistem Resi Gudang. Namun proses yang ada di lapangan belum sesuai dengan ekspektasi Pemerintah setelah regulasi tersebut telah dibuat. Permasalahan utama yang terjadi pada Sistem Resi Gudang adalah masih banyak para petani yang belum mengetahui informasi mengenai Sistem Resi Gudang tersebut. Hal ini dapat terjadi karena masih kurangnya dukungan Pemerintah dalam pelaksanaan Sistem ini. Lebih lanjut Sistem Resi Gudang sendiri bertujuan untuk menyejahterakan para petani dalam meningkatkan taraf hidup mereka. Oleh karena Sistem Resi Gudang masih belum berjalan dengan optimal, maka taraf hidup para petani juga masih belum stabil. Melihat dari penerapan resi gudang warehouse receipt di India yang memiliki persamaan sebagai negara agraris dan merupakan negara berkembang yang telah berhasil dalam mengoptimalkan penerapan resi gudang. Hal ini menjadi tanda tanya apa yang menyebabkan Indonesia masih mengalami kendala dalam penerapannya. Penulis melakukan studi literatur untuk melihat bagaimana regulasi resi gudang di Indonesia dan India, kemudian melakukan perbandingan dari informasi yang ditemukan. Penulis mendapatkan hasil bahwa sistem regulasi di India yang sederhana ternyata memiliki kekuatan untuk menjalankan sistem tersebut dengan baik dan lebih optimal dibandingkan dengan Indonesia.

Indonesia is an agricultural country who has large area. Indonesia has great potential to developing it. One of the way to achieve that goal is by a warehouse receipt system. But outside condition are not in line with government expectations after the regulation already made. The main problem with warehouse receipt system is there are still many farmers who do not know information about the warehouse system. This happened because a lack of government support in implementation this system. Moreover the warehouse receipt system intend to prosperous the farmers in improving their standard of living. Therefore the system still not working optimally, then the standard of living of farmers are still not stable. Looking from application warehouse receipt system in India, which has similarities as an agricultural country and developing country who has succeeded to do the best implementation of warehouse receipt. This is become question mark that what caused Indonesia still having problems to use it. The author conducted a literature study to see how regulation of warehouse receipt in Indonesia and India, then doing a comparison from that information.  The author get a result that regulation of system in India that is simple turns out to have the power to operate the system well and more optimally than Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yose Octavia Henry
"Citizen Lawsuit atau juga dikenal dengan Actio Popularis adalah Gugatan Warga Negara kepada Penyelenggara Negara yang tidak menjalankan kewajiban hukumnya untuk menyelenggarakan Negara sesuai dengan hukum yang berlaku Citizen Lawsuit mempunyai keterikatan dengan bidang hukum perdata khususunya perikatan yakni Perbuatan Melawan Hukum PMH dari aspek yang dilanggar dan hubungannya dengan Penguasa sedikit mempunyai ikatan dengan hukum administrasi mengenai hal perbuatan melawan hukum oleh penguasa yang melanggar Keberadaan doktrin Citizen Lawsuit di Indonesia berawal dari penemuan hukum rechtsvinding Pengakuan terhadap Citizen Lawsuit ini ada yang melalui pendapat para ahli hukum dan juga jurisprudensi sebagai sumber hukum formil Pengaturannya secara tertulis itu sendiri belum ada namun hal ini sudah banyak dapat dijumpai dalam beberapa kasus di Indonesia Skripsi ini mengangkat kasus antara Warga Negara dan Pemerintah tentang sengketa adanya perbuatan melawan hukum baik dari Indonesia yang menganut Civil Law maupun di Amerika Serikat dan di India yang mnganut Common Law Dalam penerapannya di Indonesia sendiri ada gugatan yang diterima maupun tidak dapat diterima dikarenakan syarat syarat dan unsur unsur yang belum dipahami oleh pihak yang berkepentingan masyarakat yang mengajukan gugatan.

Citizen Lawsuit or also known as the Actio popularis is a Citizen Lawsuit to state administrators who do not run a legal obligation to hold the state in accordance with applicable law Citizen Lawsuit is linked to the field of civil law especially the engagement tort from the aspect of being violated and little to do with the ruling administration have ties to the law regarding illegal action by the authorities in violation The existence of the doctrine Citizen Lawsuit in Indonesia began with the discovery of the law rechtsvinding Citizen Lawsuit recognition of this there is through the opinions of jurists and jurisprudence as a source of formal law The arrangement is in writing itself has not been there but it 39 s been a lot can be found in some cases in Indonesia This essay raised a case between citizens and government about the existence of a tort dispute either from Indonsia that follow the civil law and the United States of America and in India that follow the common law In its application in Indonesia there is a lawsuit that is acceptable or not acceptable due to the conditions and elements that are not yet understood by interested parties people who filed the lawsuit.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56732
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggara Narendraputra
"[ABSTRAK
Layanan Pembayaran melalui online payment gateway merupakan salah satu bentuk instrumen pembayaran yang dirancang untuk memperluas jangkauan metode pembayaran yang dapat digunakan untuk mendukung transaksi komersial melalui sarana elektronik. Penulisan skripsi ini menggunakan metodologi penelitian yuridis normatif yaitu mengkaji Peraturan Perundang-undangan, teori hukum dan yurisprudensi yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Data penelitian yang dipergunakan meliputi data sekunder dan tersier yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis dan metode analisis data dengan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Bank Indonesia selaku lembaga negara yang berwenang menerbitkan regulasi sektor keuangan makro masih terlambat untuk menerbitkan regulasi yang tepat terkait pelaksanaan layanan pembayaran melalui online payment gateway. Selain regulasi, perlindungan hukum juga menjadi salah satu aspek penting yang harus diperhatikan khususnya dalam rangka perlindungan konsumen. India sebagai salah satu negara berkembang seperti Indonesia telah lebih dahulu menerbitkan regulasi mengenai layanan pembayaran online payment gateway khususnya terkait pelaksanaan dan penyelenggaraan. Perbandingan regulasi dan perlindungan hukum layanan pembayaran online payment gateway di Indonesia dan India menunjukkan beberapa perbedaan dan persamaan yang akan menunjukkan tidak spesifiknya regulasi yang telah terbit di Indonesia.

ABSTRACT
The darting development of payment instruments is one of the consequences of the need of a more efficient and reachable payment method. Online Payment Gateway Services is the prime example which supports electronic commerce in accordance with electronic payment methods. One of the negative aftermath particularly in developing countries are the late implementation and outdated legal cornerstone regarding the real-life execution of the said payment services. Bank Indonesia as the governing body which authority is to implement macro monetary regulations is still sluggish in producing the perfect regulations in accolade to online payment gateway services. As important as the regulations, protection of law is another aspect that the governing bodies need to address as it directly affect the stakeholders most importantly consumers. India as another developing country have excelled in terms of implementing regulations of online payment gateway services. The comparison between Indonesia and India’s regulations and protection of law will distinguish the differences and similarities between both countries and in conclusion will reveal the unspecificness of Indonesia’s current regulations., The darting development of payment instruments is one of the consequences of the need of a more efficient and reachable payment method. Online Payment Gateway Services is the prime example which supports electronic commerce in accordance with electronic payment methods. One of the negative aftermath particularly in developing countries are the late implementation and outdated legal cornerstone regarding the real-life execution of the said payment services. Bank
Indonesia as the governing body which authority is to implement macro monetary regulations is still sluggish in producing the perfect regulations in accolade to online payment gateway services. As important as the regulations, protection of law is another aspect that the governing bodies need to address as it directly affect the stakeholders most importantly consumers. India as another developing country have excelled in terms of implementing regulations of online payment gateway services. The comparison between Indonesia and India’s regulations and protection of law will distinguish the differences and similarities between both countries and in conclusion will reveal the unspecificness of Indonesia’s current regulations.]"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S57276
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Trisna Atinirmala
"ABSTRAK
Indikasi Geografis adalah salah satu rezim Hak Kekayaan Intelektual yang merupakan sebuah tanda yang mengidentifikasi suatu barang berasal dari suatu daerah tertentu yang mana barang tersebut memiliki kualitas, reputasi, dan/atau karakteristik yang diperoleh atau dipengaruhi dari lingkungan geografis tempat barang itu berasal. Sebagai negara yang telah menandatangani Perjanjian TRIPs maka Indonesia dan India memiliki kewajiban untuk menerapkan ketentuan mengenai perlindungan Indikasi Geografis di negaranya masing-masing. Walapun bersumber dari peraturan yang sama namun terdapat perbedaan pengaturan Indikasi Geografis di antara kedua negara tersebut karena pada dasarnya Perjanjian TRIPs memberikan kebebasan untuk itu. Adapun penulisan ini bersifat yuridis normatif dengan tujuan untuk melakukan perbandingan atas pengaturan Indikasi Geografis di Indonesia dan India. Dapat dilihat dari perbandingan tersebut bahwa terdapat perbedaan antara pengaturan di kedua negara yang mempengaruhi jumlah pendaftaraan Indikasi Geografis di masing-masing negara. Selain itu dapat dilihat pula bahwa bentuk pengaturan Indikasi Geografis di Indonesia pada saat ini sudah cukup memadai sebagaimana ketentuan Indikasi Geografis di India yang menerapkan sistem sui generis, hanya saja diperlukan penerbitan peraturan pelaksanaan yang baru secepatnya untuk melengkapi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis agar tidak menimbulkan kebingungan sehubungan dengan perubahan-perubahan ketentuan Indikasi Geografis yang ada di dalam Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis.

ABSTRACT
Geographical Indication, as a part of Intellectual Property Rights, is a sign used on products that have a specific geographical origin and posses qualities, reputation, and or characteristics that are essentially due to the place of origin. Both Indonesia and India has signed the TRIPs Agreement, therefore they have the obligations to implement the provisions of TRIPs Agreement in their countries. Despite how these countries have the same sources, which is the TRIPs Agreement, there are some differences in the regulation system between each country since the TRIPs Agreement itself gives the freedom to do so. This research is conducted using juridical normative method, with the purpose of comparing the Regulation of Geographical Indication in Indonesia and India. From the comparison, we can see there are some differences in the provisions that are actually affecting the number of Geographical Indication registration in each country. We can also see that the provision of Geographical Indication in Indonesia is quite adequate just like how it is with India who applied the sui generis system, but a new implementation rules to complement the Undang Undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis is needed so that the changes of Geographical Indication in Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2007 tentang Indikasi Geografis won rsquo t cause any confusion to people. "
2017
S68480
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Uli Rahmawati
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh co-insurance effect terhadap biaya utang. Pada peneletian ini co-insurance effect diteliti melalui hubungan kelompok usaha dan biaya utang.Penelitian ini menggunakan metode generalized least square, dengan jumlah observasi 770 titik observasi dari tahun 2008-2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang tergabung dalam kelompok usaha memiliki biaya utang yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan Independen. Dengan demikian co-insurance effect tidak terbukti membuat biaya utang menjadi lebih murah. Penelitian ini juga menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan co-insuance effect diantara perusahaan di dalam kelompok usaha. Hal ini mungkin dikarenakan terjadinya tunneling diantara perusahaan dalam kelompok usaha yang disebabkan oleh pemisahan pengendalian dan kepemilikan.

The purpose of this study is to examine the co-insurance effect on cost of debt. The research conducted by analayzing the relationship between group and the cost of debt. There are 770 firm-year observations in this research from 2008-2012. The results suggest that firms that join business group have significant higher cost of debt, compared wih their counterparts. This means that the co-insurance effect has no significant positive effect on cost of debt. Moreover this research shows that there is no significant difference of co-insurance effect among the firms in business group. it maybe due to the probability of the existence of tunneling activities in business group which caused by the divergence of controlling right and cash flow right.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S55047
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Patricia Limas
"Tesis ini membahas mengenai suatu kasus transfer pricing khususnya dalam transaksi intra-group services. Kasus yang dipilih dibahas dengan melihat perbandingan kebijakan transfer pricing di Singapura, Malaysia, India, dan Indonesia dalam hal menyelesaikan isu transfer pricing terkait transaksi intra- group services. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan studi literatur.
Hasil penelitian menyarankan bahwa Direktur Jenderal Pajak sebaiknya memperinci peraturan transfer transfer pricing yang sudah ada khususnya pada bagian intra-group services. Selain itu, wajib pajak disarankan untuk tidak lengah dalam hal kelengkapan dokumentasi dan dokumen pendukung sebagai sarana pembelaan ketika terjadi pemeriksaan transfer pricing khususnya dalam transaksi intra-group services.

The focus of this study is to discuss a transfer pricing case related to Intra-Group Services transaction. The selected case is discussed with a comparison of transfer pricing policies in Singapore, Malaysia, India, and Indonesia in terms of resolving transfer pricing issues of intra-group service transaction. This study is a qualitative research using literature study.
The researcher suggests that Indonesian Directorate General of Taxes should itemize the existing transfer pricing regulations, especially for intra-group services’ sections. In addition, the taxpayers should be aware of keeping and maintaining documentation including supporting documents as a defence for future tax audit.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T34683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yane Chandera
"Disertasi ini mempelajari hubungan antara posisi perusahaan di dalam piramida dan biaya utang perusahaan di pasar keuangan suatu negara berkembang di Asia dengan karakteristik pasar antara lain: terdapat banyak perusahaan piramida, sistem perlindungan hukum yang lemah, dan ketergantungan pada utang bank. Kami menganalisa topik ini dengan menggunakan sampel kontrak utang bank di Indonesia selama periode 2006-2016. Kami menemukan bahwa bank menetapkan suku bunga lebih rendah pada perusahaan yang berada pada lapisan bawah dalam rantai piramida, bahkan setelah kami mengontrol berbagai faktor termasuk expropriation risk. Penemuan ini mengindikasikan bahwa bank menganggap perusahaan di lapisan bawah menerima co-insurance effect yang lebih besar daripada perusahaan di lapisan atas karena terdapat lebih banyak group internal resources yang dapat diakses oleh perusahaan di lapisan bawah yang dapat digunakan untuk menurunkan credit risk.

This dissertation empirically tests the relationship between the position of a firm in a pyramidal business group and the firm rsquo;s bank loan spread, in an Asian emerging market with a high incidence of pyramidal firms, a weak legal system, and high corporate dependency on bank loans. We use a data set of bank loan contracts for Indonesian pyramidal firms from 2006 to 2016. We find that banks charge lower loan prices to firms that are located in lower layers of a pyramidal chain, even after we control for many factors including expropriation risk. The finding suggests that banks consider that lower-layer firms receive a greater co-insurance effect than upper-layer firms because more internal resources are available down the ownership chain to lower credit risk.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
D2490
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Johanes Julian
"Pengaturan mengenai merek di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pengaturan terkait merek dalam undang-undang tersebut juga meliputi pengaturan mengenai merek terkenal. Adanya ketentuan terkait merek terkenal dalam undang-undang tersebut ditandai dengan diaturnya kriteria merek terkenal dan perlindungan merek terkenal. Selain itu, Permenkumham No. 67 Tahun 2016 sebagai peraturan turunan dari UU MIG, memuat ketentuan yang lebih spesifik berkenaan dengan kriteria merek terkenal. Namun demikian, sekalipun UU MIG telah mengatur perlindungan terhadap merek terkenal, pengaturan tersebut dirasa belum cukup karena tidak mencakup perlindungan merek terkenal dari tindakan passing off dan dilusi merek. Tidak adanya pengaturan terkait perlindungan merek terkenal dari tindakan passing off dan dilusi merek dapat merugikan pemilik merek terkenal dan konsumen dari merek terkenal tersebut. Oleh karenanya, dalam skripsi ini Penulis menganalisis dan membandingkan pengaturan mengenai perlindungan merek terkenal, khususnya dari tindakan passing off dan dilusi merek antara Indonesia, Malaysia, dan India. Selain itu, Penulis juga menganalisis penerapan kriteria merek terkenal serta penerapan doktrin passing off dan dilusi merek dalam sengketa merek terkenal di Indonesia, Malaysia, dan India melalui putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam penulisan skripsi ini, Penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan terkait perlindungan merek terkenal dalam UU MIG, belum mencakup keseluruhan unsur doktrin passing off dan dilusi merek, sehingga belum dapat dikatakan bahwa Indonesia menerapkan doktrin passing off dan dilusi merek dalam ketentuan mereknya.

Regulation of trademark in Indonesia is regulated in Law No. 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indication. The Law No. 20 of 2016 also includes the regulation of well-known trademarks. The existence of provisions related to well-known trademarks in the Law No. 20 of 2016 is marked by the stipulation of criteria for well-known trademarks and protection of well-known trademarks. In addition, Permenkumham No. 67 of 2016 as a derivative regulation of the Law No. 20 of 2016 contains more specific provisions regarding the criteria for well-known trademarks. However, even though the Law No. 20 of 2016 has regulated the protection of well-known trademarks, the regulation is deemed insufficient because it does not cover the protection of well-known trademarks from passing off and trademark dilution. The absence of regulation related to the protection of well-known trademarks from passing off and trademark dilution can be detrimental to well-known trademark’s owners and consumers. Therefore, in this thesis the Author analyzes and compares the regulation regarding the protection of well-known trademarks, especially from passing off and trademark dilution between Indonesia, Malaysia, and India. In addition, the Author also analyzes the application of the criteria for well-known trademarks, especially the application of the doctrine of passing off and trademark dilution in well-known trademark disputes in Indonesia, Malaysia, and India through court decisions that have permanent legal force. In writing this thesis, The Author uses a juridical-normative research method with data obtained through library research. The result of the research shows that the regulation related to the protection of well-known trademarks in Law No. 20 of 2016 does not cover all elements of the doctrine of passing off and trademark dilution, so it cannot be said that Indonesia applies the doctrine of passing off and trademark dilution in its trademarks provisions. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mian Ulisakti
"

Teknologi finansial sedang berkembang beberapa tahun belakangan, termasuk di Indonesia, yang juga telah meregulasi sektor jasa keuangan ini. Salah satu jenis teknologi finansial tersebut adalah layanan ­peer-to-peer lending, yakni skema pemberian pinjaman yang  menggantikan peran bank konvensional sebagai lembaga perantara. Kendati demikian, jasa keuangan ini memiliki risiko seperti gagal bayar dan berhentinya kegiatan usaha penyelenggara. Meskipun angka non-performing loan peer-to-peer lending di Indonesia masih terbilang kecil, namun tetap menunjukkan peningkatan. Skripsi ini merupakan penelitian untuk meninjau dan memperbandingkan pengaturan tanggung jawab penyelenggara peer-to-peer lending di Indonesia dengan Inggris dan India dalam hal penerima pinjaman wanprestasi, dan dalam hal penyelenggara berhenti melakukan kegiatan usaha. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif studi perbandingan hukum, dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder dengan didukung hasil wawancara dengan narasumber. Hasil penelitian menunjukkan ketiga negara tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dalam mengatur tanggung jawab penyelenggara. Terdapat perbedaan, yakni dalam mengatur dasar tindakan penagihan utang, keterbukaan informasi, jaminan, tanggung jawab dalam hal penerima pinjaman wanprestasi, dan prosedur dalam hal kegiatan usaha berhenti. Setelah melakukan perbandingan, ditemukan bahwa pemerintah Indonesia harus mengadakan perubahan terhadap peraturan yang ada saat ini untuk memberikan ketentuan yang lebih spesifik mengenai tanggung jawab penyelenggara dalam hal penerima pinjaman wanprestasi maupun dalam hal penyelenggara berhenti beroperasi.


Financial Technology is emerging in the past several years, including in Indonesia, which also has regulated this financial service sector. One of the financial technology is peer-to-peer lending, a lending scheme which replace the role of coventional bank as an intermediary. However, this financial service has potential risk such as default or the closure of business operation. Although the number of non-performing loan is relatively small, it increases. This thesis is a study to review and compare peer-to-peer lending’s platform liability in Indonesia against those in UK and India in case of borrowers’ default and in case of platfom ceases to do its business activity. The method used in this thesis is juridical normatif comparative analysis, by conducting research to library materials or secondary data, and supported by interview with informants. The research result indicates the three countries have similarities and differences in regulating platform’s liability. There are differences in the provisions regarding debt collection, information disclosure, mortgage, platform’s liability India in case of borrowers’ default, and procedure in case of platfom ceases to do its business activity. After makung the relevant comparison, it is found that Indonesian government needs to ammend current regulation to provide provision on platform’s liability, both ex-ante and ex-post, in case of borrowers’ default and in case of platform ceases to operate.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>