Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168119 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Regina Marliau
"Latar belakang: Modified Blalock-Taussig Shunt (MBTS) merupakan terapi paliatif untuk pasien dengan penyakit jantung bawaan (PJB) sianotik, namun memerlukan tatalaksana antikoagulan pascaoperasi agresif untuk mencegah komplikasi oklusi shunt dan perdarahan yang berujung pada kematian. Penelitian ini menilai efektivitas pemeriksaan koagulasi alternatif yaitu Activated Clotting Time (ACT) yang lebih mudah dan cepat dihasilkan dibandingkan dengan Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) untuk regulasi antikoagulan yang lebih agresif untuk mencegah komplikasi pascaoperasi MBTS.
Metode: Desain penelitian adalah retrospektif longitudinal. Semua pasien yang menjalani MBTS di periode Januari 2017 hingga Mei 2018 dibagi menjadi dua kelompok, yang menggunakan ACT setiap jam dan kelompok APTT yang diperiksa setiap empat jam. Kedua kelompok dievaluasi selama perawatan pascaoperasi adanya kejadian oklusi shunt, perdarahan, operasi ulangan, dan kematian
Hasil: Total subjek adalah 174 pasien yang menjalani MBTS, sebanyak 59 pasien dilakukan regulasi heparin pascaoperasi dengan ACT dan 115 pasien dilakukan pemeriksaan APTT. Angka kejadian operasi ulangan lebih rendah signifikasn pada kelompok ACT dibandingkan APTT sebesar 6,77% (p= 0,023).Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok pada kejadian oklusi (p=0,341; OR 0,571 IK95% 0,178-1,834), perdarahan pascaoperasi (p= 0,547; OR 0,563 IK95% 0,149-2,128), dan kematian (p=0,953; OR 0,975 IK95% 0,369-2,554). Kelompok ACT menunjukkan kecenderungan protektif terhadap kejadian-kejadian morbiditas pascaoperasi MBTS.
Simpulan: Regulasi dosis heparin menggunakan pemeriksaan ACT nenurunkan kejadian operasi ulangan dan menunjukkan hasil protektif terhadap morbiditas pascaoperasi MBTS lainnya sehingga dapat dipertimbangkan penggunaannya.

Background: Modified Blalock-Taussig Shunt (MBTS) is a palliative treatment for cyanotic congenital heart disease (CHD) which needs postoperative anticoagulant treatment to prevent shunt occlusion and postoperative bleeding. This study was to find out the effectivity of alternative coagulation test of Activated Clotting time (ACT) which is faster and easier to produce compared to Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) for a more aggressive anticoagulant regulation to prevent postoperative complcations.
Methods: The study design is retrospective longitudinal study. All patients that underwent MBTS from January 2017 to Mei 2018 is deviden into 2 groups, first using ACT to regulate heparin and the second group using APTT. Both groups are studied for the incidence of shunt occlusion, bleeding, redo operation, and death.
Results: Total subjects who underwent MBTS were 174 patients. Postoperative heparin is regulated using ACT in 59 patients and APTT in 115 patients. There are less shunt occlusion in ACT group (6,78%) compared to APTT (11,03%) but statistically insignificant (p = 0,341). Bleeding is less in ACT group (5,08%) compared to APTT (8,69%) but statistically insignificant (p= 0,547). Mortality is lower in ACT group (11,86%) compared to APTT (12,17%) but statistically insignificant (p = 0,953). Redo operation is significantly lower in ACT group (6,77%) compared to APTT (20%) with p = 0,023. Although statistically insignificant, ACT group showed clinically significant lower shunt occlusion, bleeding, and mortality.
Conclusion: No significant difference between ACT and APTT in shunt occlusion, bleeding, and mortality, but redo operation is significantly lower in ACT group. ACT might be considered as alternative test for easier and faster method to regulate postoperative MBTS heparin dose.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muammar Riyandi
"Latar belakang: Modified Blalock-Taussig shunt (MBTS) merupakan prosedur bedah jantung sederhana namun memiliki angka mortalitas cukup tinggi. Karakteristik terutama usia pasien yang menjalani prosedur MBTS di Indonesia berbeda dengan negara lain.
Tujuan: Membandingkan angka mortalitas operatif MBTS berdasarkan kriteria usia dan  mengidentifikasi faktor prediktor mortalitas operatif dan morbiditas pascaoperasi MBTS.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif mortalitas pada 400 pasien yang menjalani operasi MBTS di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Hasil: Mortalitas berdasarkan kriteria usia yaitu 32,1% pada usia ≤ 28 hari, 19,9% pada usia 29-365 hari, 3,6% pada usia 366-1825 hari dan 8% pada usia > 1825 hari. Berat badan kurang dari 3 kg, kadar hematokrit lebih dari 45% sebelum operasi dan kadar activated partial thromboplastine time (aPTT) < 60 detik sebagai prediktor mortalitas. Transfusi packed red cell  (PRC) > 6 ml/kg, penggunaan ventilasi mekanik dan penggunaan prostaglandin preoperasi dan kadar aPTT < 60 detik 4 jam pasca operasi terbukti sebagai prediktor morbiditas.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna angka mortalitas pascaoperasi berdasarkan usia. Kriteria usia tidak terbukti sebagai prediktor mortalitas. Berat badan < 3 kg meningkatkan mortalitas. Prediktor morbiditas pascaoperasi adalah transfusi PRC > 6ml/kg, penggunaan ventilator, penggunaan prostaglandin dan kadar aPTT < 60 detik.

Background: Modified Blalock-Taussig shunt (MBTS) is a simple procedure but has a considerable operative mortality rate. Patient’s characteristics who underwent MBTS in Indonesia is different than other country. There was no predictor of operative mortality has been identified in Indonesian.
Objectives: To compare mortality rate based on age criteria and to identify mortality and morbidity predictors after MBTS procedure.
Methods: A retrospectively cohort study was conducted on 400 patients who underwent MBTS at National cardiovascular center Harapan Kita (NCCHK).
Results: There were 32,1% death at age ≤ 28 days, 19,9% at age 29-365 days, 3,6% at age 366-1825 days and 8% at age > 1825 days. Body weight < 3 kg, haematocrite level > 45% before procedure and activated partial thromboplastine time level (aPTT) < 60 seconds were operative mortality  predictors. Packed red cell  transfusion (PRC) > 6 ml/kg, mechanical ventilator and prostaglandin E1 use before procedure, aPTT level < 60 seconds after procedure were identified as postoperative morbidity predictors.
Conclusion: age was not proven as an operative mortality predictors. Body weight < 3 kg increase mortality rate. Postoperative morbidity predictors were PRC transfusion > 6ml/kg, aPTT level < 60 seconds, mechanical ventilator and prostaglandine E1 use.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tommy Dharmawan
"Pendahuluan
Keputusan untuk melakukan ligasi Patent Ductus Arteriosus pada saat operasi modifikasi pintas Blalock Taussig pada pasien neonatus dengan duct dependent masih diperdebatkan. Tujuan penelitian ini adalah mencari hubungan antara melakukan ligasi patent ductus arteriosus durante operasi modifikasi pintas Blalock Taussig dengan luaran klinis pada pasien neonatus dengan duct dependent.
Metode
Penelitian retrospektif ini mencakup neonatus dengan duct dependent yang menjalani operasi modifikasi pintas Blalock Taussig di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita antara Januari 2009 sampai Desember 2014. Lama rawat, lama penggunaan ventilator, skor inotropik, kejadian low cardiac output syndrome, kejadian resusitasi, reintervensi dan mortalitas pasca operasi menjadi luaran klinis yang diteliti.
Hasil
Tujuh puluh enam neonatus (usia rata rata 11 ± 5,5 hari) menjalani operasi modifikasi pintas Blalock Taussig. Tindakan ligasi patent ductus arteriosus dilakukan pada 31 pasien. Pada kelompok pasien yang dilakukan ligasi patent ductus arteriosus ditemukan angka kejadian low cardiac output syndrome lebih tinggi (32,2 % versus 13,3%, p = 0,047) dan skor inotropik yang lebih tinggi (median 10,1 versus 7,9; p = 0,049). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara lama rawat, lama penggunaan ventilator, kejadian resusitasi, kejadian reintervensi dan mortalitas antara kedua kelompok.
Kesimpulan
Pada neonatus dengan duct dependent, ligasi PDA durante operasi modifikasi pintas Blalock Taussig berkaitan dengan peningkatan angka kejadian low cardiac output syndrome dan skor inotropik pada periode pasca operasi.

Objective
The question of whether to ligate the patent ductus arteriosus when performing modified Blalock-Taussig shunt surgery in neonates is still a controversy. The aim of this report was to compare the results of ligate versus non ligate of the patent ductus arteriosus during modified Blalock Taussig shunt surgery in neonates with duct dependent.
Patient and methods
This retrospective study included neonates with duct dependent diagnosis who underwent modified Blalock Taussig shunt surgery at Harapan Kita National Cardiovascular Center from January 2009 to December 2014. Hospital stay, intubation time, inotropic score, low cardiac output syndrome event, resuscitation event, reintervention event, and mortality postoperative were studied as clinical outcomes.
Results
Seventy-six neonates (mean age 11 ± 5.5 days) underwent a modified Blalock Taussig procedure. The arterial duct was ligated in 31 patients. Compared with patients in whom the patent ductus arteriosus was left open, patients with a surgically closed arterial duct had a higher incidence of low cardiac output syndrome (32.2 % versus 13.3%, p = 0,047) and higher inotropic score (median 10.1 versus 7.9; p = 0.049). There were no significant difference between length of hospital stay, time to extubation, resuscitation event, reintervention event and mortality between the two groups.
Conclusions
In newborns with duct dependent, ductal ligation during Modified Blalock Taussig shunt procedure is associated with increased incidence of low cardiac output syndrome events and higher inotropic score during the postoperative period."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjorang, Christine N S
"Latar Belakang : Terdapat dua modalitas terapi paliatif pada populasi pasien penyakit jantung bawaan biru pulmonary duct dependent yaitu intervensi kateterisasi dengan PDA stent dan pembedahan dengan mBTT shunt. Sampai saat ini belum ada penelitian yang membandingkan luaran kedua tindakan paliatif ini pada usia yang lebih tua.
Tujuan: Mengetahui luaran tindakan PDA stent dibandingkan dengan mBTT shunt sebagai terapi paliatif pada pasien penyakit jantung bawaan sianotik dengan pulmonary duct dependent.
Metode : Dilakukan studi kohort retrospektif menggunakan data sekunder terhadap 143 pasien yang menjalani terapi paliatif PDA stent dan mBTT shunt pada periode Agustus 2016 sampai Agustus 2022 di RS Pusat Jantung Harapan Kita. Dilakukan pemantauan selama perawatan hingga 30 hari pasca tindakan.
Hasil: Total 143 pasien yang dimasukkan ke dalam analisis luaran primer dan sekunder; 43 pasien menjalani PDA stent dan 100 pasien menjalani mBTT shunt dengan median usia kelompok PDA stent 110 (31-1498) hari dan kelompok mBTTshunt 174.5 (30-1651) hari. Komposit luaran primer tidak bermakna pada kedua kelompok meliputi mortalitas 30 hari (6(14%) vs 14 (14%), p=1,000), reintervensi (1(2,3%) vs 7 (7%),p = 0,436) , dan rehospitalisasi 30 hari (0(0%) vs 2(2%),p=0,319). Analisis luaran sekunder didapatkan angka lama rawat inap ICU lebih pendek pada kelompok PDA stent(2 (0-16) hari vs 4 (1-63) hari, p =0,002).
Kesimpulan: PDA stent memiliki luaran yang tidak berbeda dengan tindakan mBTT shunt pada komposit luaran meliputi mortalitas 30 hari, reintervensi, dan rehospitalisasi 30 hari namun berbeda bermakna pada lama rawat ICU.

Background: There are two modalities of palliative therapy in the population of patient with pulmonary duct dependent which is catheterization intervention with PDA stent and surgery with BTT shunt. To date, there have been no studies that have compared the outcomes of these two palliative strategy in older age.
Objectives: To determine the outcome of PDA stent compared to mBTT shunt as palliative therapy in patients with pulmonary duct dependent congenital heart disease.
Methods: A retrospective cohort study was conducted using secondary data on 143 patients undergoing palliative therapy for PDA stents and mBTT shunts from August 2016 to August 2022 at National Cardiovascular Center Harapan Kita. Monitoring was carried out during treatment up to 30 days after the procedure.
Results : A total of 143 patients were included in the primary and secondary outcome analysis; 43 patients underwent PDA stent and 100 patients underwent mBTT shunt with median age of PDA stent group 110 (31-1498) days and mBTT shunt group 174.5 (30-1651) days. Primary outcome composite was not significant in both groups including 30 days mortality (6(14%) vs 14(14%), p=1.000), reintervention (1(2.3%) vs 7(7%),p=0.436) , and 30 days rehospitalization (0(0%) vs 2(2%),p=0.319). Secondary outcome analysis showed shorter ICU length of stay in the PDA stent group (2 (0-16) days vs 4 (1-63) days, p = 0.002).
Conclusion: PDA stent has an outcome that is not different from the mBTT shunt procedure in the composite outcome including 30 days mortality, reintervention, and 30 days rehospitalization but significantly different in ICU length of stay.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Dakota
"Tesis ini membahas implementasi kebijakan remunerasi di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus dari informan terpilih. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa implementasi kebijakan remunerasi pada aspek kondisi lingkungan secara umum mendapatkan persepsi positif. Sedangkan hubungan antar organisasi didapatkan persepsi yang negatif. Persepsi yang negatif ditujukan pada implementasi remunerasi pada aspek sumber daya organisasi khususnya ketepatan alokasi anggaran dan komitmen birokrasi yang relatif rendah. Aspek karakteristik dan kapabilitas instansi pelaksana mendapat persepsi positif. Data sekunder menunjukkan adanya peningkatan kinerja pelayanan dan keuangan jika dibandingkan sebelum dan setelah remunerasi. Kesimpulan penelitian menunjukkan impelementasi kebijakan remunerasi di RSJPDHK berlangsung cukup baik dengan beberapa kekurangan yang perlu mendapatkan perhatian. Perubahan bertahap dan berkesinambungan untuk mengubah paradigmadan budaya kerja karyawan, meningkatkan kualitas dan kuantitas komunikasi antar organisasi maupun manajemen dengan karyawan menyangkut tranparansi dan mengoptimalkan sosialisasi kebijakan remunerasi. Selain itu, disarankan pula untuk melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, melakukan evaluasi dan revisi secara komprehensif Keputusan Menteri Keuangan nomor 165 tahun 2008 adalah beberapa rekomendasi dari hasil penelitian ini.

This thesis studied the implementation of remuneration in National Cardiovascular Center Harapan Kita Hospital. A qualitative method applied in this research by conducting in depth interview and focus group discussion. This study revealed that the environment condition aspect is positively percept in general. On the contrary, negative perception was found on inter-organization connection and the organization resource aspect. Characteristic and capability of implementer agents is positively percept in general, except internal communication between implementer and program receiver. The secondary data showed an increase of medical services and financial performance comparing before and after remuneration implemented. Thus, remuneration policy in NCVC Harapan Kita Hospital is relatively well implemented. In view of improving implementation policy, a step and continuous changes in terms of paradigm and work culture should be done. Increasing the quality and quantity of inter-organization communications, including management-employee communications, transparency and optimize socialization remuneration policy is recommended as well as enhancing any efforts of continuous monitoring and evaluation. Another recommendation is an evaluation and revision of the previous regulation regarding Decision of Finance Minister Number 165/2008 should be conducted comprehensively.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rea Ariyanti
"Penyakit Jantung Koroner merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang menjadi sorotan utama. Di Indonesia, PJK merupakan penyebab kematian utama dari seluruh kematian, dengan angka mencapai 26,4 , dimana angka ini empat kali lebih besar jika dibandingkan angka kematian yang diakibatkan oleh kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dislipidemia dengan kejadian Penyakit jantung koroner di Rumah Sakit Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Desain penelitian adalah case control. Sampel berjumlah 164 responden, terdiri dari 82 kelompok kasus dan 82 kelompok kontrol. Analisis data menggunakan regresi logistik. Pada kelompok PJK, persentase responden dengan dislipidemia sebesar 50 sedangkan pada kelompok yang tidak menderita PJK, persentase responden dengan dislipidemia sebesar 17,1 . Hubungan dislipidemia dengan kejadian Penyakit Jantung Koroner berbeda menurut status hipertensi. Setelah dikontrol usia, pada responden yang hipertensi, dislipidemia memiliki peluang 19,8 kali lebih tinggi untuk terjadi PJK dibandingkan responden yang tidak dislipidemia, sedangkan pada responden yang tidak hipertensi, dislipidemia memiliki peluang 2,5 kali lebih tinggi untuk terjadi PJK dibandingkan responden yang tidak dislipidemia. Direkomendasikan kepada masyarakat untuk melakukan cek kesehatan secara berkala dan mengubah gaya hidup dengan melakukan diet makanan sehat guna mengontrol profil lipid dan tekanan darah.

Coronary heart disease CHD is one of the major cardiovascular disease in the spotlight. CHD is the leading cause of death from all deaths, reaching 26,4 , where this figure is four times greater when compared with deaths caused by cancer. This study aims to determine the relationship of dyslipidemia and coronary heart disease in the National Cardiovascular Center Harapan Kita. Research design is case controll. The sample amounted to 164 respondents, consisting of 82 case groups and 82 control groups. Data analysis using logistic regression analysis. The finding shows, in patients with CHD, the percentage of respondents with dyslipidemia is 50 , while non CHD is 17,1 . The relationship of dyslipidemia with coronary heart disease differs according to hypertension status. After controlled by age, in hypertension respondents, dyslipidemia were 19,8 times more likely to have CHD than resondents who had not dyslipidemia. While in non hypertensive respondents, dyslipidemia were 2,5 times more likely to have CHD than respondents who had not dyslipidemia. It is recommended to the public to carry out regular medical checkup, and changing lifestyles by consuming healthy foods to control lipid profiles and blood pressure."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Dwi Octavianie
"Skripsi ini menjelaskan tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian penyakit jantung koroner pada wanita. Penelitian dilakukan menggunakan desain cross-sectional dan data sekunder berasal dari rekam medis di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Dari 224 responden yang diteliti, variabel penelitian berupa status obesitas, merokok, konsumsi alkohol, umur, pendidikan dan status pekerjaan ternyata tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian penyakit jantung koroner yang dialami pasien wanita di Rumah Sakit tersebut. Untuk aktivitas fisik tidak dapat diteliti karena data yang dibutuhkan tidak tersedia.

This thesis describes the factors that influence the incidence of coronary heart disease in women. This study uses a cross-sectional study design with secondary data derived from medical records at the National Cardiovascular Center Harapan Kita. The number of samples studied was 224 inpatients in that hospital. The study found that there was not a significant relationship between variables (obesity, smoking, alcohol consumption, and sociodemographic) with the incidence of coronary heart disease in women. For physical activity can not be investigated because the required data was not available."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44658
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Asyrofi
"Pasien heart failure sering mengalami masalah intoleransi aktifitas dan keletihan yang membutuhkan intervensi manajemen energi untuk menghasilkan toleransi aktifitas, ketahanan, konservasi energi, dan self-care activity daily living. Penelitian bertujuan menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan manajemen energi pasien heart failure. Desain cross sectional, sampel 132 responden, teknik consecutive sampling.
Hasil menunjukkan hubungan signifikan antara pengetahuan, ansietas, dan dukungan sosial dengan manajemen energi, dan ansietas menjadi faktor dominan. Penelitian ini merekomendasikan untuk meningkatkan pengetahuan, menurunkan ansietas, dan meningkatkan dukungan sosial pasien heart failure, sehingga diharapkan dapat meningkatkan manajemen energi pasien heart failure.

Patients with heart failure often experienced activity intolerance and fatique which need energy management intervention in order to gain activity tolerance, endurance, energy conservation, and self-care; activity daily living. This research aims was analyzing the factors dealing with energy management of the patients with heart failure. This research was using cross-sectional design and consecutive sampling technique with 132 respondents.
The finding of this research showed a significant association between knowlege, anxiety, and social support factors with energy management, among these variables anxiety becomes the dominant factor. This study recommends to improve knowledge, reduce anxiety and improve social support of the heart failure patients, which is expected to improve energy management of the heart failure patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T34868
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dea Sari
"ABSTRAK
Nama : Annisa Dea SariProgram Studi : Ilmu Kesehatan MasyarakatJudul : Analisis Kualitas Asuhan Keperawatan di Rawat Inap RS.Jantung danPembuluh Darah Harapan KitaPembimbing : dr. Agustin Kusumayati, M.Sc., PhdKualitas pelayanan di rumah sakit menjadi penting karena bila memiliki kualitas rendahmaka dapat membahayakan pasien. Perawat sebagai profesi yang 24 jam berhubungandengan pasien, turut menentukan mutu pelayanan. Depkes RI 2005 menyatakanpenerapan standar asuhan keperawatan untuk mengukur, memantau dan menyimpulkanapakah pelayanan sudah mengikuti persyaratan. Tujuan penelitian untuk melihatgambaran kualitas asuhan keperawatan melalui kinerja perawat. Pengukuran kualitasasuhan keperawatan dinilai melalui pelaksanaan asuhan dan pendokumentasi asuhan Muller-Staub, 2008 . Penelitian menggunakan desain deskriptf dengan cross sectionalstudy. Sampel penelitian menggunakan simple random sampling pada seluruh perawatdi rawat inap RSJPDHK sebanyak 159 orang. Pengumpulan data dilakukan melaluikuesioner dan observasi. Hasil penelitian yaitu sebanyak 56 perawat usia muda,57,2 pendidikan sarjana, 86,2 perawat perempuan, 57,2 pengetahuan baik tentangasuhan keperawatan, 64 perawat memiliki motivasi tinggi, 54,7 perawat memilikipersepsi positif, 66 perawat merasa beban kerja berat, 40,9 pelaksanaan asuhankeperawatan sesuai standard dan 63,5 pendokumentasian sesuai standar, hal inidipengaruhi oleh motivasi, pengetahuan dan beban kerja. Rekomendasi untukmanajemen keperawatan yaitu memberikan pelatihan tentang asuhan keperawatan,resosialisasi SPO pendokumentasian, bimbingan dan monitoring evaluasi penerapanstandar asuhan keperawatan.Kata Kunci : Kinerja perawat, pelaksanaan asuhan keperawatan, pendokumentasianasuhan keperawatan

ABSTRACT
ABSTRACTName Annisa Dea SariStudy Program Public HealthTitle Analysis Quality Of Nursing Care On Inpatient Ward AtNational Cardiovascular Center Hospital Harapan Kita 2018Counsellor dr. Agustin Kusumayati, M.Sc., Ph.DQuality of health services in hospitals has become important considering that patientscould be endangered by poor quality services. As a profession which requires 24 hourscontact with the patient, nurses contribute to the quality of health services. The Ministryof Health of Indonesia 2005 stated that the purpose of applying the nursing carestandard is to measure, monitor, and conclude whether or not a service has been doneaccording to the requirements. The purpose of this study is to see and understand thequality of nursing care through the nurses rsquo performance. Nursing care qualitymeasurement is assessed through the implementation and documentation of care Muller Staub, 2008 . This study is a descriptive study using cross sectional studydesign. Samples are chosen through simple random sampling on all nurses of theinpatient care at RSJPDHK, which are 159 nurses. Data collection was done throughquestionnaire and observation. Results show 56 respondents are young adult, 57,2 are bachelor graduates, 86,2 female, 57,2 have good knowledge on nursing care,64 have high motivation, 54,7 have positive perception, 66 feel to have highworkload, 40,9 implemented nursing care according to standard and 63,5 documented according to standard. These results were affected by motivation,knowledge and workload. Recommendations for the nursing management are tofacilitate training on nursing care, resocialization of the documentation SPO, guidance,and monitoring and evaluation of the standard nursing care application.Keywords Nurse performance, nursing care implementation, nursing caredocumentation"
2018
T51033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dianur Hikmawati
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas Pelatihan Service Excellence bagi pegawai di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita tahun 2012. Penelitian dilakukan terhadap pegawai yang telah mengikuti Pelatihan Service Excellence di tahun 2010 sebanyak 50 orang dan juga terhadap 30 pasien. Pengumpulan data dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner, observasi, wawancara, dan telaah data sekunder yang terkait dengan pelatihan. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan cross-sectional. Kerangka konsep penelitian ini terdiri dari variabel independen (evaluasi pada tingkat reaksi, tingkat pembelajaran, tingkat perilaku, tingkat hasil) dan variabel dependen (efektivitas pelatihan).
Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa gambaran evaluasi pelatihan pada keempat level menunjukkan hasil yang baik. Namun, evaluasi pada tingkat perilaku menunjukkan hasil yang negatif dengan kategori implementasi perilaku yang belum memenuhi standar layanan prima sebesar 53,3%. Dari hasil uji Chi Square, diperoleh bahwa variabel yang berhubungan dengan efektivitas pelatihan adalah tingkat hasil (level result). Peneliti menyarankan agar pihak manajemen lebih aktif melakukan evaluasi pasca pelatihan secara berkala dan berkesinambungan.

This study aims to evaluate of the ?Service Excellence? Training effectiveness for employees at the at the Harapan Kita Cardiac and Blood Vessel Hospital Jakarta, Year 2012. This research was conducted on 50 employees who have attended on Service Excellence Training in 2010 and also 30 patients. Data were collected from questionnare, observation, interviewing, and training?s database analysis. This study is descriptive analytic with cross-sectional design. Conceptual framework of this study consists of the independent variables (evaluation on the reaction level, learning level, behaviour level, result level) and the dependent variable (training effectiveness).
From the research, found that on the fourth level of training evaluation showed good results. However, the evaluation at behavioral level showed negative result with the behavioral implementation category that does not meet the standards of excellent service at 53.3%. From the results of Chi Square test, obtained that the variables related to the effectiveness of training is the result level. Researcher suggests the management to evaluate this training periodically and continuously.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>