Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110438 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reny Deswita
"ABSTRAK

Abstrak Latar belakang: Insomnia umum ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis. Insomnia berdampak negatif pada aspek fisiologis, fisik, psikologis dan sosial, bahkan menjadi ancaman kematian bagi pasien. Faktor biologis, psikologis dan gaya hidup serta dialisis diduga menjadi penyebab insomnia pada populasi ini. Metode: Menggunakan rancangan penelitian Cross Sectional, sampel 105 responden, melalui consecutive sampling technique. Insomnia dievaluasi dengan menggunakan The Minimal Insomnia Symptom Scale (MISS). Hasil: Insomnia dialami oleh 54 responden (51,4%), insomnia berhubungan signifikan dengan kram otot (p value=0,047), nyeri, (p value=0,034), stress (p value=0,005), sleep hygiene (p value = 0,018), dan strategi koping (p value = 0,015). Strategi koping merupakan faktor yang dominan berhubungan dengan insomnia (p value= 0,015; OR: 2,9), kesemua faktor tersebut 97% berpeluang mempengaruhi insomnia. Rekomendasi: diperlukannya penelitian lanjutan mengenai intervensi yang dapat meningkatkan strategi koping untuk menurunkan angka insomnia pada pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialsis. Kata kunci: hemodialisis, gagal ginjal terminal, insomnia, strategi koping.


ABSTRACT


Abstract Background: Insomnia is commonly occur in end stage kidney disease patients who undergoing hemodialysis. Insomnia has negative impacts on physiological, physical, social, psychological aspects and furthermore, cause death threats in those patients. There are various factors are related to insomnia in this population, which are biological, psychological and lifestyle, dialysis. Method:This study used a Cross Sectional design, recruited 105 patients, selected by consecutive sampling technique. Insomnia was evaluated by using The Minimal Insomnia Symptom Scale (MISS). Results: Insomnia was experienced by 54 respondents (51.4%) and had significant associated with muscle cramps (p value=0.047), pain (p value=0.034), stress (p value=0.005), sleep hygiene (p value=0.018), and coping strategies (p value=0.015). Coping strategies was the dominant factor associated with insomnia (p value= 0,015; OR: 2.9), all these factors have 97% the chance to determine insomnia. Recommendation: further research needs to focus on interventions which may improve coping strategies to reduce insomnia incidence in end stage kidney diseases patients who undergoing hemodialsis. Keyword:hemodialysis, end stage kidney disease, insomnia, coping strategy

"
2019
T52123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wita Septiana
"ABSTRAK
Pruritus Uremik adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh tidak tercapainya adekuasi terapi hemodialisis yang sering ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal GGT sehingga berdampak insomnia pada pasien GGT. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara pruritus uremik dan insomnia. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan jumlah sampel 44 pasien hemodialisis di Unit HD RSUP Fatmawati dipilih dengan teknik consecutive sampling. Penelitian menggunakan instrumen Uremic Pruritus in Dialysis Patients UP-Dial Scale dan Athens Insomnia Scale AIS. Uji analisis menunjukkan bahwa sebanyak 21,9 mengalami pruritus ringan dengan insomnia, 46,3 mengalami pruritus sedang dengan insomnia, dan 31,7 mengalami pruritus berat dengan insomnia. Hasil uji Fisher rsquo;s exact menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pruritus dengan insomnia p= 0,115, ? =0,05, namun terdapat hubungan yang bermakna antara jadwal hemodialisis dengan insomnia p= 0,035, ?= 0,05. Edukasi mengenai perawatan pruritus patuh dialysis perlu diberikan untuk mengurangi akibat yang ditimbulkan dari pruritus.

ABSTRACT
Uremic Pruritus is a condition that caused by the insufficiency of hemodialisis therapy that occasionally perceived by patients of end stage renal failure ESRD, which is thought to be one of causes of insomnia in patients of end stage renal failure. This study aimed to identify the correlation between uremic pruritus and insomnia. This study used a cross sectional approach with sampling of 44 patients who undergoing of hemodialisis therapy in Hemodialysis Unit of Fatmawati Hospital that selected by consecutive sampling technique. The research instrument used the Uraemic Pruritus in Dialysis Patients UP Dial Scale and Athens Insomnia Scale AIS. The tests showed that 21,9 experienced mild pruritus with insomnia, 46,3 experienced moderate pruritus with insomnia, and 31,7 experienced severe pruritus with insomnia. The result of Fisher rsquo s exact test showed that there was no significant correlation between uremic pruritus with insomnia p 0,115, 0,05, but there was a significant correlation between dialysis shift and insomnia p 0,035, 0,05. Education about the care of pruritus and dialysis needs are important to be given in order to reduce the impact."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malina Luthfiana
"Latar Belakang: Kelebihan volume cairan pasien hemodialisis akan berakibat pada peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pasien. Self-efficacy penting dalam peningkatan perilaku kesehatan yang tercermin dari kepercayaan pasien akan kemampuannya dalam membatasi asupan cairan. Tujuan: Penelitian ini mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan self-efficacy pembatasan cairan pasien hemodialisis.
Metode: Pendekatan cross sectional digunakan untuk mengidentifikasi hubungan usia, jenis kelamin, lama hemodialisis, pengetahuan, kualitas hidup, dukungan sosial, dan IDWG dengan self-efficacy pembatasan cairan. Responden adalah 100 pasien hemodialisis yang diambil dengan teknik simple-random sampling.
Hasil: Analisis korelasi Pearson menunjukkan faktor yang berhubungan dengan self-efficacy pembatasan cairan adalah usia (p<0,001), pengetahuan (p=0,015), kualitas hidup (p<0,001), dukungan sosial (p<0,001), dan IDWG (p<0,001). Analisis regresi linier menunjukkan usia kualitas hidup, dan dukungan sosial adalah faktor dominan (r2=0,7) dengan kualitas hidup merupakan faktor paling dominan (r=0,543).
Rekomendasi: Untuk meningkatkan self-efficacy pasien, perawat perlu meningkatkan pengkajian terhadap kualitas hidup dan dukungan sosial untuk pasien hemodialisis.

Background: Fluid overload in hemodialysis patients will increase patients morbidity and mortality. Self-efficacy is important for improving health behavior which reflects patients believe about their capability to restrict fluid intake.
Objective: This study identified factors related hemodialysis patients self-efficacy to restrct fluid intake. Method: Cross sectional approach was used to identify the relationship of age, sex, duration of hemodialysis, knowledge, quality of life, social support, and IDWG with self-efficacy of fluid restriction. Respondents were 100 hemodialysis patients who were taken using simple random sampling technique.
Results: Pearson correlation showed that factors related to self-efficacy of fluid restriction were age (p<0,001), knowledge (p=0,015), quality of life (p<0,001), social support (p<0,001), and IDWG (p<0,001). Linear regression analysis showed that age, quality of life, and social support were dominant factor (r2=0,7). Quality of life was the most dominant factor (r=0,543).
Recommendation: To improve patients self-efficacy, nurses need assessment the quality of life of hemodialysis patients and social support for hemodialysis patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T51775
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Swastiara
"ABSTRAK
Gangguan tidur khususnya insomnia banyak terjadi pada pasien hemodialisis. Berbagai faktor diduga menjadi penyebab insomnia pada pasien hemodialisis, diantaranya faktor biologis, psikologis, dan dialisis. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan insomnia pada pasien hemodialisis. Penelitian menggunakan rancangan studi potong lintang, dengan sampel 50 responden di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi. Hasil penelitian menunjukan bahwa insomnia dialami oleh 54% responden dan ditemukan hubungan insomnia dengan umur (p=0,012), sesak napas (p=0,035), pruritus (p=0,002), sakit kepala (p=0,015), stress (p=0,000), jadwal hemodialisis (p=0,042), lama hemodialisis (p=0,012), dan quick of blood (p=0,011). Penelitian ini menyimpulkan bahwa insomnia berhubungan dengan faktor biologis, psikologis, dan dialisis. Pengkajian masalah insomnia pada pasien hemodialisis harus dilakukan secara akurat agar dapat menjadi dasar untuk menyusun rencana asuhan keperawatan yang efektif bagi pasien
hemodialisis yang mengalami gangguan tidur.

ABSTRACT
Insomnia is the most common sleep disorder in hemodialysis patients. Various factors are predicted to be the cause of insomnia, which are biological, psychological, and dialysis factors. The purpose of this study was to identify factors associated with insomnia on hemodialysis patients. This study used cross-sectional study design, with 50 respondents in Jakarta Islamic Hospital Pondok Kopi. The result showed that insomnia was experienced by 54% respondents and there were relationship between insomnia and age (p=0.012), physical complaints [(included dyspnea (p=0.035), pruritus (p=0.002), and headache (p=0.015)], stress (p=0.000), hemodialysis schedule
(p=0.042), dialysis vintage (p=0.012), and quick of blood (p=0.011). The study concluded that insomnia associated with biological, psychological, and dialysis factors. The assessment of insomnia should be done accurately in order to make an effective nursing care plan in hemodialysis patients who experience sleep disorder."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melody Febriana Andardewi
"Latar Belakang: Pruritus menjadi salah satu gejala yang dialami oleh pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK). Pruritus yang berasosiasi dengan PGK mayoritas terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis (HD) dan dapat terjadi pada resipien transplantasi ginjal (RTG). Gejala pruritus yang tidak ditangani dengan baik dapat memberikan dampak terhadap kualitas hidup. Belum terdapat penelitian yang membandingkan proporsi derajat keparahan pruritus, kualitas hidup, dan korelasi berbagai faktor biokimia antara pasien HD dengan RTG di Indonesia. Tujuan: Membandingkan derajat keparahan pruritus, kualitas hidup, serta korelasi kadar hs-CRP, kalsium, fosfat, dan e-GFR antara pasien PGK yang menjalani HD dengan RTG. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain potong lintang. Setiap SP dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium. Skala gatal 5 dimensi (5-D) digunakan untuk evaluasi derajat keparahan pruritus dan Indeks Kualitas Hidup Dermatologi (IKHD) digunakan dalam menilai kualitas hidup. Analisis statistik yang sesuai dilakukan untuk membuktikan hipotesis penelitian dengan nilai kemaknaan yang digunakan adalah p <0,05. Hasil: Dari 30 SP di masing-masing kelompok, proporsi pruritus derajat sedang-berat sebesar 76,7% pada kelompok HD sedangkan pada kelompok RTG sebanyak 83,3% mengalami pruritus derajat ringan (RR = 4,6; IK 95% = 2,02–10,5; p <0,001). Median skor IKHD pada kelompok HD adalah sebesar 5 (3–6) sedangkan pada kelompok RTG sebesar 3 (2–4) (p <0,001). Terdapat korelasi positif yang bermakna antara hs-CRP dengan skor skala gatal 5-D pada kelompok HD (r = 0,443; p <0,05). Terdapat korelasi negatif yang bermakna antara e-GFR dengan skor skala gatal 5-D pada RTG (r = -0,424; p <0,05). Tidak terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara kadar kalsium dan fosfat dengan skor skala gatal 5-D pada kedua kelompok. Kesimpulan: Pasien HD lebih banyak mengalami pruritus derajat sedang-berat dibandingkan pada RTG. Pruritus pada kelompok HD berdampak ringan hingga sedang terhadap kualitas hidup sedangkan pada kelompok RTG pruritus berpengaruh ringan terhadap kualitas hidup. Pada pasien HD, semakin tinggi kadar hs-CRP maka semakin meningkat skor skala gatal 5-D. Pada pasien RTG, semakin menurun nilai e-GFR maka semakin meningkat skor skala gatal 5-D.

Background: Pruritus is one of the symptoms experienced by patients with chronic kidney disease (CKD). Most patients with chronic kidney disease-associated pruritus (CKD-aP) occur in dialysis patients and could also happen in kidney transplant (KT) recipients. Inappropriate management of pruritus could impact the quality of life (QoL). No studies have compared the severity of pruritus, QoL, and the correlation of various biochemical factors between hemodialysis (HD) and KT recipients in Indonesia. Objective: To compare the severity of pruritus, QoL, and the correlation of hs-CRP, calcium, phosphate, and e-GFR levels between HD and KT recipients. Methods: This is a cross-sectional analytic observational study. Medical history, physical examination, and laboratory examination were conducted on each subject. The 5-dimensional (5-D) itch scale was used to evaluate the severity of pruritus. Dermatology Life Quality Index (DLQI) was used to assess the QoL. Appropriate statistical analysis was conducted to prove the research hypothesis with a significance value of p <0.05. Results: Out of 30 subjects in each group, the proportion of moderate to severe pruritus was 76.7% in the HD group. In the KT group, 83.3% experienced mild pruritus (RR = 4.6; CI 95% = 2.02– 10.5; p <0.001). The median DLQI score in the HD group was 5 (3–6), while in the KT group was 3 (2–4) (p <0.001). There was a significant positive correlation between hs-CRP and the 5-D itch scale in the HD group (r = 0.443; p <0.05). The KT group had a significant negative correlation between e-GFR and the 5-D itch scale (r = -0.424; p <0.05). Both groups had no statistically significant correlation between calcium and phosphate levels and the 5-D itch scale. Conclusion: Moderate-to-severe pruritus was more common in HD patients than in KT recipients. Pruritus in HD patients had a mild to moderate effect on QoL, whereas pruritus in KT recipients had a mild impact on QoL. A higher level of hs-CRP in HD patients results in a higher 5-D itch scale. In KT recipients, the lower the e-GFR value, the higher the 5-D itch scale."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napsan Junaidi
"Gagal Ginjal Terminal GGT adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan memerlukan penatalaksanaan berupa terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis HD untuk mempertahankan kondisi kesehatan. Berbagai permasalahan dan komplikasi bisa timbul pada pasien yang menjalani HD, sehingga pasien harus melakukan manajemen yang berhubungan dengan GGT. Salah satu manajemen yang harus dilakukan adalah self-care. Self-care masih menjadi masalah yang dihadapi pasien GGT yang menjalani HD saat ini, sehingga dengan kondisi tersebut penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan self-care pada pasien GGT.
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis komparatif kategorik dengan pendekatan cross sectional. Responden penelitian adalah pasien GGT di rumah sakit Muhammad Yunus Bengkulu.
Dari analisis univariat didapat kurang dari separuh dari responden dengan Self-care baik, hasil analisis bivariat didapat tak ada hubungan antara self-care dengan usia, tingkat Pendidikan, lama HD, Pendapatan keluarga, penyakit komorbid, tingkat pengetahuan, depresi dan akses pelayanan kesehatan, akan tetapi tererdapat hubungan yang signifikan antara self-care dengan efikasi diri dan jenis kelamin. Analisis multivariat didapat faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap self-care adalah efikasi.
Disimpulkan Efikasi diri adalah faktor yang paling dominan mempengaruhi self-care. Sangat penting bagi perawat untuk meningkatkan efikasi diri pasien GGT dengan cara memberikan edukasi tentang GGT dan hemodialisis.

End stage renal disease ERSD are uncurable condition and the patient was need treatment to maintain optimal health status. Hemodialysis must be attend by patient to to survive. Many problems can rise and must managing on by them. Purpose The aim of this study was to examine factors related to self care on ERSD patients.
Methods this study design was comparative categorical analysis by cross sectional approach, recruited 92 hemodialysis patients and was conducted at hemodialysis unit of Dr. Muhamad Yunus Hospital Bengkulu.
Results showed that there were 44 respondent had good self care level. Bivariate analysis by Chi Square test found there was no correlation between age, sex, education level, HD duration, family income, and depression with self care, on the other hand there was significant correlation between self efficacy and sex with self care. Multivariate analysis found that self efficacy was the influencing factor on self care.
Conclusion self efficacy is the most dominant influencing factor to self care, it is important to increase the self efficacy among these patients by providing education program about ERSD and hemodialysis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T49081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Lufiyani
"ABSTRAK
Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling banyak dialami pasien Penyakit Ginjal Tahap Akhir PGTA yang menjalani. Pengukuran kecukupan dosis hemodialisis pada pasien PGTA di Indonesia menunjukkan bahwa lebih banyak yang tidak mencapai ketidakadekuatan hemodialisis. Tujuan dari penelitian ini mengetahui hubungan antara adekuasi hemodialisis dengan kejadian insomnia pada pasien PGTA yang menjalani hemodialisis serta faktor lainnya yang mempengaruhi insomnia. Penelitian ini mengevaluasi sebanyak 125 responden dengan desain cross-sectional dan perhitungan adekuasi dengan rumus Daurgidas Kt/V serta kuesioner Insomnia Severity Index ISI untuk penilaian kejadian insomnia. Prevalensi insomnia ditemukan sebanyak 56 dan 71,2 responden mencapai adekuasi hemodialisis Kt/V ge;1,2. Hasil uji statistik menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara adekuasi hemodialisis dengan insomnia p value= 0,352. Faktor depresi p value = 0,001 dan lama hemodialisis p value = 0,042 menjadi faktor yang berhubungan dengan insomnia pada penelirian ini. Pemantauan terhadap capaian adekuasi hemodialisis minimal satu bulan sekali dan pengkajian tingkat depresi diawal hemodialisis dilakukan untuk mengurangi atau mencegah kejadian insomnia.Kata Kunci: PGTA, Insomnia dan Adekuasi Hemodialisis.

ABSTRACT
Insomnia is the most common sleep disorder experienced by patients with end stage renal disease ESRD. Measurement of sufficiency of hemodialysis dose in ESRD patients in Indonesia shows that more do not reach the inadequacy of hemodialysis. The purpose of this study was to know the relationship between hemodialysis adequation with the case of insomnia in ESRD patients which undergoing hemodialysis and other factors that affect insomnia. This study evaluated 125 respondents with cross sectional design and calculation of adequacy with Daurgidas formula Kt V and Insomnia Severity Index ISI questionnaire for the assessment of insomnia event. The prevalence of insomnia was found to be 56 and 71.2 of respondents attained hemodialysis adequacy Kt V ge 1,2. The results of statistical tests found that there was no significant relationship between hemodialysis adequation with insomnia p value 0.352 . Depression factors p value 0.001 and duration of hemodialysis p value 0.042 were factors associated with insomnia in this study. Monitoring on the achievement of hemodialysis adunasi at least once a month and assessment of depression levels at the beginning of hemodialysis done to reduce or prevent the incidence of insomnia."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahran
"ABSTRAK
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien saat menjalani
hemodialisis adalah hipotensi intradialisis. Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipotensi
intradialisis pada pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis.
Desain penelitian adalah analitik cross sectional dengan jumlah sampel 81 pasien
hemodialisis. Analisa data menggunakan koefisien kontingensi, spearman dan
regresi logistic. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna
antara riwayat penyakit jantung, pertambahan berat badan antara waktu
hemodialisis dan kadar albumin dengan kejadian hipotensi intradialisis (p < 0,05).
Variabel independen yang paling berpengaruh terhadap kejadian hipotensi
intradialisis adalah riwayat penyakit jantung dengan OR = 3,525. Penelitian ini
merekomendasi perawat untuk meningkatkan skrining terhadap faktor-faktor
yang dapat mengakibatkan hipotensi intradialsis pada pre, intra dan post
hemodialisi, memberikan edukasi tentang retriksi cairan dan diet serta melengkapi
catatan medis pasien.

ABSTRACT
One of the most common complications of chronict kidney disease patients
undergoing hemodialysis is intradialytic hypotension. This study aims to identify
the factors that influence the occurrence of intradialytic hypotension in patients
with end stage renal failure undergoing hemodialysis. The study design was cross
sectional recruited of 81 patients of hemodialysis patients. Data were analyzed
using contingency coefficient , spearman and logistic regression. The results
showed a significant relationship between history of heart disease, intradialytic
weight gain and albumin levels and the incidence of intradialytic hypotension (p
<0.05). The most influence variables that influence on incidence of intradialytic
hypotension was history of heart disease with OR=3.525. Nurses have to increase
their capability in monitoring factors that influence intradialytic hypotension
especially in pre, intra, and post hemodilaytic, giving education about water and
dietary consumption. to increase their capability in the provision of nursing care
for hemodialysis patients."
2016
T45544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Swastiara
"ABSTRAK
Gangguan tidur khususnya insomnia banyak terjadi pada pasien hemodialisis.
Berbagai faktor diduga menjadi penyebab insomnia pada pasien hemodialisis,
diantaranya faktor biologis, psikologis, dan dialisis. Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan insomnia pada pasien
hemodialisis. Penelitian menggunakan rancangan studi potong lintang, dengan
sampel 50 responden di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi. Hasil penelitian
menunjukan bahwa insomnia dialami oleh 54% responden dan ditemukan hubungan
insomnia dengan umur (p=0,012), sesak napas (p=0,035), pruritus (p=0,002), sakit
kepala (p=0,015), stress (p=0,000), jadwal hemodialisis (p=0,042), lama hemodialisis
(p=0,012), dan quick of blood (p=0,011). Penelitian ini menyimpulkan bahwa
insomnia berhubungan dengan faktor biologis, psikologis, dan dialisis. Pengkajian
masalah insomnia pada pasien hemodialisis harus dilakukan secara akurat agar dapat
menjadi dasar untuk menyusun rencana asuhan keperawatan yang efektif bagi pasien
hemodialisis yang mengalami gangguan tidur.

ABSTRACT
Insomnia is the most common sleep disorder in hemodialysis patients. Various factors
are predicted to be the cause of insomnia, which are biological, psychological, and
dialysis factors. The purpose of this study was to identify factors associated with
insomnia on hemodialysis patients. This study used cross-sectional study design, with
50 respondents in Jakarta Islamic Hospital Pondok Kopi. The result showed that
insomnia was experienced by 54% respondents and there were relationship between
insomnia and age (p=0.012), physical complaints [(included dyspnea (p=0.035),
pruritus (p=0.002), and headache (p=0.015)], stress (p=0.000), hemodialysis schedule
(p=0.042), dialysis vintage (p=0.012), and quick of blood (p=0.011). The study
concluded that insomnia associated with biological, psychological, and dialysis
factors. The assessment of insomnia should be done accurately in order to make an
effective nursing care plan in hemodialysis patients who experience sleep disorder"
2015
S65712
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Philipus, Vitta Margareth
"Latar belakang: Pruritus uremik merupakan salah satu keluhan paling sering pada pasien gagal ginjal terminal yang menjalani terapi hemodialisis. Pruritus uremik memiliki dampak bagi pasien yaitu dampak fisik, dampak ketidaknyamanan dan penurunan kualitas hidup. Kejadian pruritus uremik masih sering terjadi pada pasien yang sudah menjalani HD rutin. Sehingga perlu dilakukan analisis faktor yang mempengaruhi terjadinya pruritus uremik pada pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis.
Tujuan: penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pruritus uremik pada pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis. Metode: penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 102 orang yang diteliti di RSAL Mintohardjo Jakarta dan RSUD Kabupaten Bekasi. Analisis data bivariat dengan menggunakan uji Spearmen dan Mann Whitney (⍺= 0,05) serta uji multivariat menggunakan regresi linear berganda.
Hasil: Uji statistik didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara adekuasi hemodialisis dengan pruritus uremik (p = 0,000), kepatuhan dengan pruritus uremik (p = 0,002), inflamasi dengan pruritus uremik (0,000), jenis kelamin dengan pruritus uremik (p = 0,016), lama hemodialisis dengan pruritus uremik (p= 0,041) dan penggunaan pelembab kulit dengan pruritus uremik (p = 0,004). Pada uji multivariat didapatkan bahwa inflamasi paling berpengaruh terhadap pruritus uremik dibandingkan faktor lainnya yaitu sebesar 82% (coefficient β = 2,024, R = 0,820).
Kesimpulan: Faktor yang mempengaruhi terjadinya pruritus uremik adalah adekuasi hemodialisis, kepatuhan hemodialisis, inflamasi, jenis kelamin, lama hemodialisis dan pelembab kulit. Faktor yang paling besar pengaruhnya adalah inflamasi.

Background: Uremic pruritus is one of the most frequent complaints in patients with end stage renal disease undergoing hemodialysis therapy. Uremic pruritus has impacts on patients, namely physical impacts, discomfort and decreased quality of life. Uremic pruritus still often occurs in patients who have undergone routine HD. So it is necessary to analyze the factors that influence the occurrence of uremic pruritus in terminal renal failure patients undergoing hemodialysis.
Objective: The study has aimed to analyze the factors that influence the occurrence of uremic pruritus in patients with terminal renal failure undergoing hemodialysis.
Method: This research used a cross sectional design with a sample size of 102 people studied at RSAL Mintohardjo Jakarta and RSUD Bekasi Regency. Bivariate data analysis using Spearmen and Mann Whitney tests ( ⍺ = 0.05) and multivariate tests using multiple linear regression.
Results: Statistical tests showed a significant relationship between hemodialysis adequacy and uremic pruritus (p = 0.000), compliance with uremic pruritus (p = 0.002), inflammation and uremic pruritus (0.000), gender and uremic pruritus (p = 0.016), prolonged hemodialysis with uremic pruritus (p = 0.041) and use of skin moisturizer with uremic pruritus (p = 0.004). In the multivariate test, it was found that inflammation had the most influence on uremic pruritus compared to other factors, namely 82% ( coefficient β = 2.024, R2 = 0.820).
Conclusion: Factors that influence the occurrence of uremic pruritus are hemodialysis adequacy, hemodialysis compliance, inflammation, gender, long of hemodialysis and skin moisturizer. The factor that has the greatest influence is inflammation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>