Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147577 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Arya Samudra
"ABSTRACT
Penelitian dilakukan untuk mengetahui lembaga alternative penyelesaian sengketa manakah yang lebih efektif dalam menyelesaikan persengketaan antara konsumen dengan pelaku usaha di sektor jasa keuangan perbankan serta untuk mengetahui apakah dengan adanya kedua lembaga yang sama sama memiliki tugas untuk menyelesaikan sengketa tersebut akan timbulnya dualisme hukum. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normative, yaitu dengan melihat undang undang yang mengatur serta wawancara. Peneliti juga memperoleh data statistik yang didapat dari BPSK Prov. DKI Jakarta serta LAPSPI. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa LAPSPI merupakan lembaga yang lebih efektif dalam menyelesaikan persengketaan di sektor jasa keuangan perbankan, serta tidak adanya dualisme hukum diantara kedua lembaga tersebut karena LAPSPI mengharuskan para pihak yang bersengketa di LAPSPI untuk membuat perjanjian yang menimbulkan adanya kompetensi absolut bagi LAPSPI untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Namun dalam impelementasinya hal tersebut dirasa masih kurang maksimal karena menyebabkan ambiguitas dalam proses penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan perbankan. Dengan demikian, disarankan seharusnya kedua lembaga tersebut dapat bekerja sama  sehingga menciptakan kondisi hukum yang Efektif, Efisien, dan Bersinergi. Namun apabila hal tersebut sulit untuk diwujudkan maka diperlukannya sosialisasi yang lebih baik dari LAPSPI serta dibentuknya peraturan pelaksana yang lebih tegas oleh pemerintah terhadap kedua lembaga tersebut.

ABSTRACT
This research is conducted to further obtain which alternative dispute resolution institutions were more effective in resolving disputes between consumers and business person form the financial services sektor on banking, and to find out whether the existence of the two institutions that had the same task which to resolve the dispute can cause legal dualisme. This research is conducted with normative juridical method, by looking at the governing law and by interview. Researcher obtained the statistical data from Consumer Dispute Resolution Body (BPSK) and Alternative Body for Dispute Settlement in Banking of Indonesia (LAPSPI). The results of this study indicate that LAPSPI is a more effective institution in resolving disputes in the banking financial services sektor, and there was no legal dualisme between the two institutions because LAPSPI requires the parties to make an agreement which creates absolute competence for LAPSPI to resolve the dispute. However, the implementation of this matter were still not optimal because it caused ambiguity in the dispute resolution process in the banking financial services sector. Furthermore, it is recommended that the two institutions to work together to make an Effective, Efficient, and Synergic legal condition. However, if that is difficult to be realized then the need for better socialization from LAPSPI is needed, Also the establishment of  more resolute implementing agreement by the government on both Institutions. "
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reina
"Kepastian hukum dalam upaya penyelesaian sengketa merupakan faktor terpenting dalam terciptanya perlindungan konsumen. Awal pergerakan perlindungan konsumen di dunia salah satunya berkaitan dengan adanya revolusi industri yang mengubah kedudukan konsumen dan pelaku usaha, perkembangan industrialisasi dan globalisasi yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa yang dalam menyelesaikan penyelesaian sengketa dilakukan dengan sengketa alternatif. Permasalahan dalam penelitian ini dimulai dari bagaimana perbandingan proses penyelesaian sengketa konsumen di Amerika Serikat dan di Indonesia dan bagaimana proses penyelesaian sengketa konsumen melalui penyelesaian sengketa alternatif di Indonesia dilaksanakan untuk memperoleh kepastian hukum bagi konsumen di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian doktrinal yang menggunakan pendekatan komparatif. Hasil dalam penelitian ini adalah Perbandingan penyelesaian sengketa konsumen di Amerika Serikat dan di Indonesia, dalam hal penyelesaian sengketa melalui sengketa alternatif, baik di amerika dan di Indonesia tidak ditemukan perbedaan yang mendasar yang mengkhususkan terhadap konflik antara konsumen dan pelaku usaha. Di Indonesia khususnya penyelesaian sengketa konsumen melalui alternatif dilaksanakan oleh BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan diberikan kewenangan yudikatif untuk menyelesaikan sengketa konsumen berskala kecil dan bersifat sederhana. Secara kelembagaan BPSK dibentuk berdasarkan adopsi dari model small claim tribunal, seperti yang ada di Amerika Serikat namun pada akhirnya pembentukan BPSK didesain dengan memadukan kedua model small claim tribunal diadaptasikan dengan model pengadilan dan model penyelesaian sengketa alternatif (alternative dispute resolution-ADR) yang menggunakan ciri khas penyelesaian sengketa alternatif khas Indonesia. Namun pada pelaksanaannya keputusan BPSK belum dapat mewujudkan kepastian hukum pada Pasal 54 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berbunyi “Putusan Majelis bersifat final dan mengikat”, yakni dengan menambahkan ketentuan bahwa Putusan BPSK wajib memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan lain sebagainya

Legal certainty regarding dispute resolution is the most important factor in the creation of consumer protection. One of the early movements of consumer protection in the world was related to the industrial revolution which changed the position of consumers and business actors, the development of industrialization and globalization that occurred in the United States and Europe which in resolving dispute resolution carried out with alternative dispute. The problem in this research starts with how the consumer dispute resolution process in the United States and Indonesia compares and how the consumer dispute resolution process in Indonesia is implemented to obtain legal certainty for consumers in Indonesia. The research method used in this research is doctrinal research that uses a comparative approach. The results in this study are a comparison of consumer dispute resolution in the United States and in Indonesia, in terms of dispute resolution through the courts, both in America and Indonesia there are no fundamental differences that specialize in conflicts between consumers and business actors. In Indonesia, especially through alternative consumer dispute resolution implemented by BPSK as an alternative dispute resolution institution outside the court, it is given judicial authority to resolve small-scale and simple consumer disputes. Institutionally BPSK was formed based on the adoption of the small claim tribunal model, as in the United States but in the end the formation of BPSK was designed by combining the two small claim tribunal models adapted to the court model and the alternative dispute resolution (ADR) model which uses typical Indonesian alternative dispute resolution characteristics specifically in relation to the law assurance, Article 54, paragraph (3) of Law on Consumer Protection that reads “The decision of Assembly shall be final and binding”, and adding the provision that the decision of BPSK shall contain the heading “For the sake of Justice under the One Almighty God”, and others."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febri Indriani
"Penyelesaian sengketa secara konvensional yang dilakukan melalui aktivitas tatap muka dinilai menyulitkan konsumen untuk menuntut kerugian yang dialami setelah menggunakan barang atau jasa. Posisi konsumen dan pelaku usaha yang berjauhan menyulitkan kedua belah pihak karena harus menempuh jarak ke lokasi penyelesaian sengketa. Online Dispute Resolution menjadi solusi yang memungkinkan para pihak untuk menyelesaikan sengketa meskipun berada di lokasi yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan Online Dispute Resolution di Indonesia dan menganalisis penerapannya di LAPS SJK. Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur Online Dispute Resolution, namun keberadaan Online Dispute Resolution telah tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Online Dispute Resolution juga telah diterapkan dalam proses penyelesaian sengketa, antara lain dalam mediasi di Pengadilan, melalui layanan pengaduan konsumen di Kementerian Perdagangan, serta dalam penyelesaian sengketa yang diselenggarakan LAPS SJK. Sebagai perbandingan penerapan Online Dispute Resolution, Belanda memiliki platform terintegrasi yang memungkinkan pihak untuk melakukan pengaduan dari berbagai sektor sengketa. Selain itu, Belanda juga memiliki platform di beberapa sektor yang terintegrasi dengan platform Online Dispute Resolution milik Uni Eropa. Adapun China menjadi negara pertama yang menerapkan Online Dispute Resolution di Asia melalui CIETAC. Khusus berkaitan dengan sengketa konsumen, Brasil juga telah memiliki platform Online Dispute Resolution yang membantu konsumen dalam melakukan pengaduan dan menyelesaikan sengketa. Dalam penerapannya di LAPS SJK, Online Dispute Resolution terdapat dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, mediasi, dan pendapat mengikat. Secara teknis, proses penyelesaian sengketa di LAPS SJK dilaksanakan secara elektronik, namun masih dimungkinkan untuk menyelenggarakan penyelesaian sengketa secara konvensional atau secara hybrid sesuai persetujuan para pihak.

Conventional dispute resolution, which is carried out through face-to-face activities, is considered difficult for consumers to claim their loss after using goods or services. The position of consumers and businesses far apart makes it difficult for both parties because they have to travel the distance to the location of the dispute settlement. Online Dispute Resolution is a solution that enables parties to resolve disputes even though they are in different locations. This research aims to understand the development of Online Dispute Resolution in Indonesia and its implementation in the LAPS SJK. Indonesia does not yet have laws and regulations that specifically regulate Online Dispute Resolution, but the existence of Online Dispute Resolution has been mentioned across various laws and regulations. Online Dispute Resolution has also been implemented in the dispute resolution process, including mediation in courts, through the consumer complaint service at the Ministry of Trade, as well as in dispute resolution organized by LAPS SJK. Compared to the implementation of Online Dispute Resolution, the Netherlands has an integrated platform that allows parties to submit complaints from various dispute sectors. In addition, it also has several sectors whose platforms are integrated with the European Union's Online Dispute Resolution platform. Meanwhile, China became the first country to implement Online Dispute Resolution in Asia through CIETAC. Regarding consumer dispute settlement, Brazil has an Online Dispute Resolution platform that helps consumers to complain and resolve disputes. In the LAPS SJK, Online Dispute Resolution is contained in the process of resolving disputes through arbitration, mediation, and binding advice. Technically, the dispute settlement process at the SJK LAPS is carried out electronically. However, it is still possible to carry out conventional or hybrid dispute resolution according to the parties' agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian Septawibisono
"Pengajuan klaim yang sulit dan berujung kepada penolakan klaim polis asuransi merupakan salah satu kendala yang sering dialami konsumen. Beberapa konsumen memilih BPSK sebagai Lembaga alternatif Penyelesaian Sengketa dalam menyelesaikan sengketa polis asuransi untuk mendapatkan keadilaan dan kepastian hukum dengan mekanisme melalui konsiliasi, mediasi dan arbitrase, disisi lain terdapat adanya proses keberatan yang diajukan oleh pihak yang tidak puas dalam menyelesaikan sengketa klaim polis asuransi ke Pengadilan Negeri, dan sampai ke tingkat Kasasi yang ujung-ujungnya Putusan BPSK dianulir oleh Majelis Hakim. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pertimbangan terhadap putusan majelis hakim yang menguatkan Putusan BPSK dan untuk mengetahui efektivitas penyelesaian sengketa melalui BPSK dengan adanya proses keberatan dan penolakan putusan BPSK. Penelitian ini dilakukan dengan metode non-dokrtinal (Socio Legal Research). Hasil penelitian ini didapatkan bahwa majelis hakim menilai pokok perkaranya bukan bersumber dari wanprestasi atas hutang piutang (perjanjian pokok) dan faktanya ada kerugian yang diderita oleh konsumen kemudian mengenai efektivitas penyelesaian sengketa pada BPSK, peneliti menemukan data statistik dan keterangan-keterangan yang diperoleh dari BPSK Prov DKI Jakarta. BPSK masih efektif untuk menyelesaiakan sengketa polis asuransi dengan melaui mediasi atau konsiliasi karena tidak terdapat proses keberatan dari hasil keputusan BPSK tersebut. Namun dalam faktanya terhadap pertimbangan majelis hakim masih Terdapat perbedaan cara pandang antara Majelis Hakim satu dan lainnya di Mahkamah Agung terkait dengan kewenangan BSPK dan apa yang menjadi tolak ukur sengketa konsumen. Kemudian mengenai efektifitas penyelesaian sengketa di BPSK, masih banyak kekurangan mulai dari eksekusi putusan yang masih ambigu, SDM yang kurang memahami sengketa, prasana dan sarana yang sangat terbatas.

The submission of difficult claims and the rejection of insurance policy claims is one of the obstacles often experienced by consumers. Some consumers choose BPSK as an alternative Dispute Settlement Institution in resolving insurance policy disputes to obtain justice and legal certainty with mechanisms through conciliation, mediation and arbitration. On the other hand, there is an objection process filed by unsatisfied parties in resolving insurance policy claim disputes to the District Court, and up to the Cassation level, which ultimately results in the BPSK Decision being annulled by the Panel of Judges. This research was conducted to determine the consideration of the decision of the panel of judges that upheld the BPSK Decision and to determine the effectiveness of dispute resolution through BPSK in the presence of the objection process and the rejection of the BPSK decision. This research was conducted using the non-docrtinal method (Socio Legal Research). The results of this study found that the panel of judges assessed that the subject matter of the case did not originate from default on debt and credit (main agreement) and in fact there were losses suffered by consumers then regarding the effectiveness of dispute resolution at BPSK, researchers found statistical data and information obtained from BPSK Prov DKI Jakarta. BPSK is still effective in resolving insurance policy disputes through mediation or conciliation because there is no objection process from the BPSK decision. However, in fact, there are still differences in perspective between the panel of judges in the Supreme Court related to the authority of BSPK and what is the benchmark for consumer disputes. Then regarding the effectiveness of dispute resolution in BPSK, there are still many shortcomings starting from the execution of decisions that are still ambiguous, human resources who do not understand disputes, very limited infrastructure and facilities."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Istihara Zain
"Kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam melaksanakan penyelesaian sengketa konsumen di sektor jasa keuangan. Jenis penelitian yuridis normatif dengan Socio Legal Research. Setelah terbentuknya Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) di sektor jasa keuangan, atas amanat OJK yang didasari oleh Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, tidak menghilangkan kewenangan BPSK dalam melaksanakan penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan, karena pilihan atas lembaga mana yang digunakan dalam penyelesaian sengketa, baik BPSK ataupun LAPS merupakan pilihan sukarela para pihak dan atas kesepakatan para pihak yang bersengketa. Dari analisis 7 (tujuh) putusan, mayoritas hakim menolak permohonan keberatan pemohon, karena terdapat hubungan hukum berupa perjanjian pembiayaan. Debitur telah wanprestasi, menurut hakim wanprestasi merupakan kewenangan Peradilan Umum bukan BPSK. Selain itu, terhadap beberapa putusan hakim tidak menerapkan hukum dengan baik, hakim tidak konsisten dalam menjatuhkan putusan, dimana para pihak telah sepakat menentukan pilihan lembaga penyelesaian sengketa, namun hakim dalam pertimbangan hukumnya tidak mencantumkan pertimbangan tersebut. Oleh karena itu dikatakan bahwa BPSK memiliki wewenang dalam menangani sengketa di sektor jasa keuangan akibat ingkar janji/wanprestasi karena UUPK tidak menentukan batas-batas sengketa apa saja yang menjadi kewenangan BPSK, sepanjang terkait dengan sengketa atas peredaran barang dan jasa. Seharusnya, pemerintah merevisi pasal di UUPK terkait sengketa apa saja yang menjadi kewenangan BPSK, agar tidak terjadi disharmonisasi terhadap perundang-undangan yang ada. Hakim sbelum menjatuhkan putusan sebaiknya membuat pertimbangan hukum dengan benar dan bersikap konsisten dalam menjatuhkan putusan.

The Dispute Settlement Board (BPSK) in carrying out consumer dispute resolution in the financial services sector. This type of juridical normative research with Socio Legal Research. After the establishment of the Alternative Dispute Resolution Institution (LAPS) through the Financial Services Authority Regulation (POJK) in the financial services sector, as mandated by the OJK which is based on the Financial Services Authority Law, it does not diminish the authority of BPSK in carrying out dispute resolution in the financial services sector, by choice. on which institution is used in dispute resolution, either BPSK or LAPS is a voluntary choice of the parties and on the agreement of the parties in dispute. From the analysis of the 7 (seven) decisions, the majority of judges rejected the petitioner for objection, because there was a legal relationship in the form of a financing agreement. The debtor has defaulted, according to the judge, default is the authority of the General Court, not BPSK. In addition, for several judges' decisions that did not apply the law properly, the judges were inconsistent in making decisions, where the parties had agreed to determine the choice of dispute settlement institutions, but the judges in their legal considerations did not include these considerations. Therefore, it is said that BPSK has the authority to handle disputes in the financial services sector due to broken promises /or defaults because the UUPK does not determine the boundaries of what disputes are the authority of BPSK, as long as they are linked to disputes over the circulation of goods and services. The government should have revised the articles in the UUPK regarding any disputes that fall under the authority of BPSK, so that there is no disharmony with existing laws. Before making a decision, the judge should make proper legal considerations and be consistent in making the decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rininta Sharfina Affandi
"ABSTRACT
Dalam polis asuransi di Indonesia pada umumnya terdapat klausula penyelesaian sengketa. Skripsi ini membahas dan menganalisis mengenai dua pokok permasalahan, antara lain: 1 Pembatasan hak pilihan penyelesaian sengketa bagi Tertanggung berdasarkan klausula penyelesaian sengketa melalui arbitrase dalam polis asuransi; dan 2 Mekanisme dan prosedur penyelesaian sengketa klaim asuransi melalui Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia BMAI . Penelitian skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan yang menghasilkan tipologi penelitian deskriptif. Hasil dari penelitian ini mengemukakan bahwa klausula penyelesaian sengketa melalui BMAI yang tercantum dalam polis asuransi bukan merupakan pembatasan hak pilihan penyelesaian sengketa bagi Tertanggung. Lalu BMAI telah memiliki prosedur penyelesaian sengketa klaim asuransi yang baku untuk semua jenis penyelesaian sengketa yang telah dituangkan dalam Peraturan BMAI yang mengatur tentang mekanisme dan prosedur arbitrase serta penyelesaian lainnya, yaitu mediasi dan ajudikasi. Dengan demikian, Penulis menyarankan apabila terjadi sengketa klaim asuransi, sebaiknya Penanggung dan Tertanggung sepakat untuk memilih BMAI dalam menyelesaikan sengketa klaim asuransi. Selanjutnya, sebaiknya Otoritas Jasa Keuangan OJK bekerjasama dengan seluruh asosiasi perasuransian di Indonesia untuk melakukan sosialisasi lebih lanjut kepada para pengguna asuransi mengenai BMAI sebagai lembaga untuk menyelesaikan sengketa klaim asuransi.

ABSTRACT
The insurance policies in Indonesia have generally contained a dispute settlement clause. This thesis discusses and analyzes two main issues, including 1 The limitation of the right of choice to dispute resolution for the insured based on the dispute settlement clause through the arbitration tribunal in the insurance policy and 2 The mechanisms and procedures for settling the disputes on insurance claims through the Indonesian Insurance Mediation and Arbitration Board BMAI . This thesis is using a literature research that delivers a descriptive research typology. This thesis concludes that the dispute settlement clause through BMAI that has stated in the insurance policies are not a limitation of the right of choice to resolve the dispute for the insured. BMAI as an institution for the alternative dispute settlement has standardized procedures for all types of dispute settlements as it is all have been stipulated in the BMAI Rules regulating the arbitration mechanisms and procedures and the other type of settlements, including mediation and adjudication. Therefore, the Author suggests that in the event of a dispute over insurance claims, the Insurer and the Insured should agree to choose BMAI as an institution to resolve the dispute. Furthermore, the Financial Service Authority OJK should cooperate with all insurance associations in Indonesia to disseminate further by conducting a socialization to insurance users regarding BMAI as an institution to resolve any disputes related to the insurance claims."
2017
S68105
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rangga Iswara
"Penelitian ini mengidentifikasi dampak dari jumlah Anggota BPSK dan jumlah beban kasus di BPSK terhadap rasio penyelesaian sengketa di BPSK. Kerangka pemikiran konseptual untuk menganalisa perilaku Anggota BPSK dilakukan dalam kerangka utility theory dan didasarkan atas teori tentang perilaku hakim di pengadilan. Hasil yang ditemukan adalah: (1) bertambahnya jumlah beban kasus akan meningkatkan produktivitas dari BPSK, akan tetapi belum tentu meningkatkan rasio penyelesaian sengketa di BPSK; (2) bertambahnya Anggota baru di BPSK bersifat destruktif.

This research identifies the impacts of the number of BPSK's member and the amount of BPSK's caseload related to BPSK?s dispute settlement ratio. The conceptual framework to analyze BPSK's members behaviour is based on utility theory framework and judge behaviour theory. The results are: (1) Increasing caseload will increase BPSK?s productivity, however it is not give assurance to the excalation of BPSK?s dispute sattlement ratio; (2) The more member employed, will give destructive impact to BPSK."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T45023
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Sumardi
"Proses penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen dibuat
selain untuk mendapatkan kepastian hukum juga dengan memperhatikan sisi
efektifitas dari prosedur penyelesaian sengketa, sehingga lahirlah proses penyelesaian
sengketa yang bisa dilakukan secara nonlitigasi dan penyelesaian secara litigasi.
Proses penyelesaian sengketa secara nonlitigasi ini bisa dengan sengketa secara
damai oleh para pihak sendiri. Dan melalui lembaga yang berwenang, yaitu melalui
BPSK dengan menggunakan mekanisme melalui konsiliasi, mediasi atau arbitrase.
Dari hasil penelitian ini, dalam prakteknya BPSK selama ini menerima dan memutus
perkara wanprestasi, tetapi ketika perkara ini sudah sampai pada tahap Peninjauan
Kembali, Mahkamah Agung menyatakan bahwa BPSK tidak berwenang atas perkara
wanprestasi tersebut. Mahkamah Agung menilai bahwa sengketa yang terjadi dalam
pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen baik berdasarkan perjanjian fidusia
maupun hak tanggungan bukanlah termasuk sengketa konsumen, oleh karenanya
BPSK tidak memiliki kewenangan untuk mengadilinya. Sengketa yang timbul dari
pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen tersebut menurut MA merupakan
sengketa perjanjian yang mana hal tersebut merupakan kewenangan dari pengadilan
negeri. Diharapkan tidak ada lagi ke tumpang-tindih peraturan hukum, itu harus
diselesaikan dengan baik karena banyak sekali peraturan perundang-undangan yang
saling tumpang-tindih, sehingga menyusahkan untuk penegakan hukum ataupun
menjalankan undang-undang tersebut. Ketidakjelasan ini menimbulkan
ketidakpastian hukum dan kerugian bari para pihak yang bersengketa, karena tidak
menjamin terselesaikannya sengketa yang efektif dan efisien. Serta perlu adanya
perubahan-perubahan terhadap kaedah-kaedah yang mengatur Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK), sehingga BPSK dapat berperan lebih aktif dalam
penyelesaian sengketa konsumen.

The dispute resolution process between business actors and consumers is
made in addition to obtaining legal certainty as well as by taking into account the
effective side of the dispute resolution procedure, so that a dispute resolution process
that can be carried out by non-litigation and litigation resolution is born. The nonlitigation
dispute resolution process can be carried out by peaceful disputes by the
parties themselves. And institutions that are in the forest, namely through BPSK by
using through conciliation, mediation or arbitration. From the results of this study, in
practice BPSK has received and decided cases of default, but when this case reached
the Reconsideration stage, the Supreme Court stated that BPSK was not awarded for
the default case. The Supreme Court is of the opinion that the dispute that occurs in
the implementation of consumer financing, whether based on a fiduciary agreement
or a consumer dispute coverage right, by BPSK does not have the authority to try
them. Disputes arising from the implementation of the financing agreement according
to the Supreme Court are disputes which are the authority of the district court. It is
hoped that there will be no more overlapping legal regulations, it must be
implemented properly because many regulations overlap each other, making it
difficult for law enforcement or to implement the law. This uncertainty creates legal
uncertainty and losses for the disputing parties, because it does not guarantee an
effective and efficient resolution of the dispute. And there need to be changes to the
methods that help the Consumer Dispute Resolution Agency (BPSK), so that BPSK
can be more active in resolving consumer disputes.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shanty Roma Andilolo
"Tesis ini membahas peran Dispute Settlement Body (DSB) WTO dalam menyelesaikan sengketa dagang di bidang pertanian khususnya sengketa dagang yang terjadi antara AS-Jepang. Liberalisasi perdagangan dalam era globalisasi merupakan satu hal yang tidak bisa dihindari. Tingginya tingkat ketergantungan ekonomi antar negara akan mendorong negara-negara di dunia untuk bekerja sama dan meningkatkan perdagangan secara global.
Karena itu, dalam konteks perdagangan intemasional, hambatan yang diberlakukan oleh satu negara akan menghambat proses liberalisasi perdagangan tersebut. Untuk mencapai liberalisasi perdagangan global tersebut, negara-negara di dunia terus melakukan pembaharuan terhadap sistem perdagangan global tersebut.
Pada tahun 1994, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) resmi digantikan oleh World Trade Organization (WTO). Hasil perjanjian Uruguay Round selama 8 tahun dari 1986-1994 tersebut merupakan awal dari era bare dalam konteks perdagangan dunia. Di samping terbentuknya institusi WTO, Uruguay Round juga telah berhasil membangun sistem dan mekanisme yang lebih komprehensif. Item-item perdagangan yang muncul pada era sekarang diadopsi dalam WTO.
Di samping itu, hal yang sangat penting adalah terbentuknya Dispute Settlement Body (DSB) WTO, badan yang diberi kewenangan dalam menangani sengketa dagang antar negara anggota. Dalam mekanisme penyelesaian sengketa dalam rezim perdagangan WTO, semua negara memiliki hak dan kewajiban yang sama. Harapannya adalah terwujudnya keadilan serta kompetisi yang fair dalam perdagangan dunia.
Penulisan tesis ini menggunakan perspektif Iiberalis dalam ilmu Hubungan Intemasional. DSB sebagai badan yang menangani sengketa dagang antar negara, sangat berperan dalam upaya tersebut. Kasus yang diangkat adalah sengketa dagang yang terjadi antara AS-Jepang di bidang pertanian.
Sengketa dagang antara AS-Jepang diakibatkan oleh penggunaan kebijakan yang dianggap merugikan khususnya dalam bidang pertanian. Sebab Jepang menerapkan kebijakan yang membuat akses pasar bagi produk AS mengalami hambatan.
Peran DSB dalam penyelesaian sengketa dagang ini adalah sebagai badan yang mempertemukan kedua belah pihak untuk menyelesaikan sengketa dagang yang terjadi. Namun dalam kenyataannya DSB tidal( memiliki kekuasaan yang dapat memaksa kedua belah pihak untuk merubah kebijakan masing-masing negara dalam perdagangan internasionalnya khususnya perdagangan di bidang pertanian."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14023
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Setyaningsih
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas bagaimana pengaturan dan proses penyelesaian sengketa konsumen melalui prosedur beracara cepat di Indonesia dan Australia. Penyelesaian sengketa konsumen melalui prosedur beracara cepat di Australia dapat dilaksanakan melalui suatu lembaga Small Claims Tribunal (SCT) dibawah Pengadilan Negeri pada masing-masing Negara bagian di Australia. Sedangkan di Indonesia sendiri, penyelesaian sengketa yang berazaskan proses beracara cepat dikenal melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang pada saat pembentukannya memiliki visi sebagai Small Claims Court seperti SCT di Australia. Namun setelah diadakannya perbandingan, BPSK ternyata tidak sejalan dalam hal prinsip sebagai Small Claims Court. Pada tahun 2015, Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Melalui Gugatan Sederhana. PERMA inilah yang diharapkan dapat menjadi alternatif penyelesaian sengketa konsumen dengan prinsip Small Claims Court di Indonesia. Dalam skripsi ini, penulis juga membahas jalur penyelesaian sengketa melalui BPSK atau Gugatan Sederhana kah yang paling menguntungkan bagi konsumen apabila dilihat dari beberapa sudut pandang.

ABSTRAK
This thesis examines how the regulation and process of consumer dispute resolution through small claims court procedure in Indonesia and Australia. Consumer dispute resolution through small claims court can be carried out quickly in Australia through an institution namely Small Claims Tribunal (SCT) under the Court in each states in Australia. While in Indonesia, the dispute resolution proceedings which adheres to the principle of small claims court recognized by Consumer Dispute Resolution Body (BPSK), which at the time of its formation has a vision as a Small Claims Court just like SCT in Australia. However, after the holding of comparison, BPSK was not consistent in terms of principles as the Small Claims Court. In 2015, the Supreme Court enforced Supreme Court Regulation No. 2 Year 2015 on Procedures for Settlement of Dispute Through Simple lawsuit. This PERMA is expected to be an alternative consumer dispute resolution with the principles of Small Claims Court in Indonesia. In this thesis, the author also discusses the dispute resolution path through BPSK or Simple Lawsuit is the most favorable to the consumer when viewed from several perspectives.
"
2016
S65051
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>