Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67147 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Alvin Alfianno
"Skripsi ini membahas mengenai peran H.Bokir dalam mengangkat Topeng betawi sebagai salah satu kesenian Betawi serta identitas kota Jakarta. Topeng Betawi adalah salah satu kesenian tua yang ada di Jakarta. H.Bokir yang merupakan seniman Topeng Betawi serta anak seorang Seniman Topeng terkenal yaitu H.Jiun ingin menjaga agar topeng tetap terus lestari di Ibukota yang terus mengalami arus modernisasi. Topeng Betawi yang merupakan seni tradisi pada akhirnya mengalami penyesuaian hingga akhirnya menjadi seni pertunjukkan yang bermain di panggung teater berkat peran H.Bokir melalui sanggar Topeng Setia Warga. Skripsi ini menggunakan metode sejarah dengan mengumpulkan sumber-sumber seperti surat kabar sezaman, buku, serta wawancara dengan keluarga H.Bokir untuk mendukung penelitian.

This paper thoroughly explain about H. Bokir`s role on raising Topeng Betawi as one of Betawi`s traditional art and Jakarta`s identity. Topeng Betawi is one of the oldest traditional art exist in Jakarta. H. Bokir, as one of Topeng Betawi artist which grow in mask artist family with H. Jiun, the famous mask artist, as his father want to take care the Topeng Betawi so it will stay sustainable in this modern era. Topeng Betawi is a traditional art which finally have an adjustment and become one of performing art and being shown in theater with the role of H. Bokir through Topeng Setia Warga. This paper is using historical method by collecting the sources such as newspapwe, book and also interviewing the family of H. Bokir to support the research."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
S7103
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olga Laurenza
"Penelitian ini menjelaskan bagaimana sanggar kesenian memegang peranan dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensi seni dan budaya Betawi. Di tengah perkembangan zaman yang semakin modern, terdapat banyak seni dan tradisi Betawi yang terancam berada di ambang kepunahan. Berbagai aksi untuk mempertahankan eksistensi budaya Betawi pun dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, salah satunya melalui sanggar seni, yaitu Sanggar Jali Putra sejak tahun 1990 hingga 2009. Dengan menggunakan metode penelitian sejarah; yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi, penelitian ini menemukan bahwa Sanggar Jali Putra bergerak aktif dalam rangka mempertahankan eksistensi kesenian Betawi. Sanggar Jali Putra berupaya untuk melakukan pengembangan dan pelatihan kesenian secara konsisten, salah satunya dengan membuat kreasi dalam kesenian Gambang Kromong dan Gambang Rancag. Selain itu, sanggar ini juga masih mempertahankan bentuk asli dari Lenong Denes. Dalam upaya pengembangan Gambang Rancag, dibentuklah grup turunan Sanggar Jali Putra yang dikenal sebagai Grup Putra Jali Betawi yang titik fokusnya mengenalkan Gambang Rancag kepada para akademisi. Dengan keberadaan Sanggar Jali Putra, Lenong Denes dan Gambang Rancag masih tetap dikenal dan bisa dinikmati oleh penduduk Jakarta dari berbagai kalangan dan kelompok usia.

This research explains how Sanggar Jali Putra played a role in maintaining and developing the existence of the arts and cultures of Betawi. Amid the increasing modern developments, there is much of the artwork and traditions of the endangered Betawi. Action to preserve the cultural existence of Betawi has been carried out by the Jakarta government and the Jakarta`s society, one through Sanggar Jali Putra since 1990-2009. Using methods of historical research; heuristic, criticism, interpretation, and historiography, this research has found that Sanggar Jali Putra is actively involved in the preservation of the arts and cultures of Betawi. Sanggar Jali Putra strives to do consistent development and arts training, one of whom makes creations in the Gambang Kromong and Gambang Rancag. Further, Sanggar Jali Putra retained the original form of Lenong Denes. In an effort to develop the Gambang Rancag, Sanggar Jali Putra branch, known as the Puja Betawi (Putra Jali Betawi), was formed to introduce Gambang Rancag on academics. Through Sanggar Jali Putra`s existence, Lenong Denes, Gambang Rancag, and Gambang Kromong remain known and could be enjoyed by the Jakarta people of all ages and societies."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Roro Yvonne Triyoga Hoesodoningsih
"Fokus penelitian ini pada kontinuitas dan perubahan seni pertunjukan Topeng Betawi di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kesenian orang Betawi diteliti melalui studi pustaka dan penelitian di lapangan. Konsep yang mempengaruhi cara memandang dalam penelitian ini adalah konsep yang dikemukakan oleh Shils yaitu tradisi mengalami perubahan.
Hasil penelitan menunjukan bahwa terdapat kontinuitas existensi orang Betawi sebagai penyelenggara pertunjukan dan pelaku pertunjukan dalam ritual Gantungan Kaul, Ngukub, Naptu, dan Ketupat Lepas. Hasil penelitian juga menunjukan adanya perubahan pada orang Betawi sebagai pelaku pertunjukan, perubahan penyelengara pertunjukan dan perubahan struktur pertunjukan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21964
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninuk Irawati Kleden Probonegoro
"Nomi mengatur napasnya yang memburu, merapikan kain dan memasukkan ujung kebayanya pada gulungan yang melingkari tubuhnya, mengusap keringat dengan lengan kebaya itu, merapikan rambut yang baru beberapa hari dikritingnya, mengambil teko yang tersedia di tempat itu dan menghirup ujungnya. Sementara penonton berteriak "lagi ... lagi", dan sekali lagi pinggul Nomi berputar, dadanya bergerak-gerak dan kepalanya mengangguk-angguk mengikuti irama musik tetalu" (Bab V: 4.).
Tulisan di atas adalah petikan dari suatu pertunjukan teater topeng milik orang Betawi. Orang Betawi itu sendiri terbentuk dari suatu proses melting pot, yaitu percampuran dari beberapa kelompok etnik yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia dan di luar Indonesia, yang pada pencatatan penduduk pada akhir abad 19 (1893) telah merupakan suatu kelompok etnik sendiri, berbeda dari kelompok-kelompok etnik lain (Castles, 1967).
Pada waktu itu di Batavia, yang kemudian menjadi Jakarta, dan sekitarnya, terdapat empat kelas dalam stratifikasi sosialnya, yaitu kelas orang-orang Belanda, mereka yang beragama Kristen yang merupakan orang-orang Indo, kelas Timur Asing, kelas orang Indonesia pada umumnya dan kelas budak (Wertheim, 1964: 136). Golongan budak tidak lagi muncul dalam pencatatan penduduk pada akhir abad ke 19, karena golongan ini telah lebur ke dalam golongan pribumi (atau orang Indonesia pada umumnya), sesuai dengan undang-undang penghapusan perbudakan. Orang Betawi sebagaimana halnya dengan golongan penduduk asli yang lain, dalam sistem pemerintahan Hindia-Belanda masuk dalam kelas sosial bawah.
Daerah di mana orang Betawi tinggal dikuasai oleh tuan-tuan tanah partikulir dengan hak-hak istimewanya. 304 orang tuan tanah partikulir sampai dengan permulaan abad ke 20 menguasai daerah Jakarta dan sekitarnya. (Delden, 1911), dan menurut laporan Sartono Kartodirdjo {1973: 23) pada tahun 1915 seluruh pulau Jawa dikuasai oleh 582 orang tuan-tuan tanah partikulir. Dari data yang diberikan oleh Delden dan Sartono Kartodirdjo tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar tuan tanah partikulir menguasai daerah di mana orang Betawi tinggal.
Antara tuan tanah yang kebanyakan orang Eropa dan Tionghoa dengan hak-hak istimewanya dan orang Betawi yang menjadi penyewa terjadi suatu jarak sosial yang cukup jauh. Orang Betawi yang sampai dengan permulaan abad ke 20 tinggal di daerah kekuasaan tuan-tuan tanah, tertindas karena adanya hak-hak istimewa tuan tanah tersebut. Mereka diharuskan membayar berbagai bentuk pajak dalam jumlah yang tidak kecil, diwajibkan bekerja untuk tuan-tuan tanah dalam waktu yang telah ditetapkan, dan semua beban tersebut disertai sangsi yang cukup berat pula. Keadaan tersebut menyebabkan adanya ketegangan-ketegangan (depresi yaitu perasaan tertekan karena kalah dan kompleks inferior yaitu perasaan rendah diri), yang antara lain terungkap dalam berbagai bentuk pemberontakan (Kartodirdjo, 1984) dan juga dalam bentuk cerita prosy rakyat seperti yang dipertunjukkan dalam pertunjukan teater topeng Betawi.
Suatu pertunjukan teater topeng Betawi dapat berlangsung apabila melibatkan lima unsur yang saling terkait, yaitu (1) si empunya hajat, (ii) pemain, (iii) penonton dan (iv) pertunjukannya.
Pertalian si empunya hajat dengan pertunjukan teater topeng Betawi adalah bahwa yang bersangkutan membutuhkan diadakannya pertunjukan teater topeng Betawi untuk memeriahkan pesta hajatannya, atau untuk menebus nazar yang pernah diucapkan ketika ia tertimpa musibah. Adanya kebutuhan akan pertunjukan teater topeng Betawi oleh kelompok orang-orang yang mempunyai hajat, merupakan salah satu alasan bahwa teater topeng Betawi dapat bertahan.
Pertalian si empunya hajat, pemain dan penonton dengan pertunjukan teater topeng Betawi, disebabkan karena baik si empunya hajat, pemain maupun penonton adalah-anggota masyarakat pendukung teater topeng Betawi. Pemain mempunyai kekhususan, yaitu dalam hal gaya hidup dan pandangan-pandangannya terhadap masalah-masalah sosial, dan kekhususan ini merupakan salah satu faktor penting yang sangat mempengaruhi pemain dalam menginterpretasikan dan menyajikan cerita-cerita yang dipertunjukkan. Sedang penonton pertunjukan teater topeng Betawi adalah anggota masyarakat Betawi pendukung teater topeng juga, yang datang menonton pertunjukan tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
D167
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Praychita Utami
"Topeng Betawi sebagai tradisi lisan terus tumbuh dan mengalami pembaharuan di tengah modernisasi yang melingkupinya. Bertahannya Topeng Betawi menunjukkan bahwa kebudayaan bukan sesuatu yang kaku dan statis. Salah satu upaya yang dilakukan oleh kelompok Topeng Betawi Margasari Kacrit Putra untuk berhadapan dengan modernisasi dan perubahan di sekitaranya, yaitu dengan cara menyesuaikan struktur pertunjukannya dengan irama kehidupan yang semakin cepat. Melalui kajian metode transmisi, tampak ada seperangkat strategi yang diakukan untuk memelihara kelangsungan tradisinya. Topeng Betawi sebagai suatu pertunjukan yang mempunyai aspek teater dengan unsur hiburan dan ritual dengan unsur kemanjuran di dalamnya, diwujudkan melalui struktur pertunjukan yang digarap melalui strategi yang dimiliki, yaitu dengan dihadirkan elemen yang tetap dan elemen longgar.

Topeng Betawi as an oral tradition continues to grow and innovate in the midst of modernization that surrounds it. The persistence of Topeng Betawi shows that culture is not rigid and static. An attempt made by Topeng Betawi Margasari Kacrit Putra Group to cope with modernization and change, is by adjusting the structure of the performance with the rapid rhythm of life. A study of the method of transmission shows there is a set of strategies used to preserve the tradition. Topeng Betawi as a performance that contains a theater aspect with the element of entertainment, and ritual aspect with the element of efficacy in it, is actualized through the structure of the performance that is brought out through those strategies, by featuring fixed elements as well as changeable elements."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
T34826
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Ngurah Agung
"Berkas berisi: 1. Surat dari Anak Agung Ngurah Agung (seorang Regent (Bestuurder)) dari Gianyar, Bali Selatan. Ia mengirimkan foto dan daftar Tapel Topeng dari Pura Panataran Tupeng di Blahbatu, Bali kepada K.J.C.S. Schwart seorang pensiunan residen di Bogor. Adapun jumlah foto sebanyak 5 lembar. Pada 10 Maret 1931, K.J.C.S. Schwart mengirimkan copy surat Anak Agung Ngurah Agung dan 5 lembar foto kepada Dr. Th. Pigeaud."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
BKL.1125-LL 146
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
"Saya mulai menyenangi dan kemudian tergila-gila oleh Topeng Cirebon sekitar akhir tahun 70-an. Sejak itu saya sering bolak-balik Bandung Cirebon ,Bandung -Indramayu hanya untuk menonton (di panggung hajatan dan upacara-upacara adat: unjungan,mapang sri ngarot dll), kemudian belajar nopeng (gaya slangit) dan menabuh gamelan. Oleh sebab itu saya mengenal banyak dalang topeng di Cirebon dan sekitarnya,tua ataupun muda
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Juju Masunah
Yogyakarta: Tarawang, 2000
920.72 JUJ s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Atsumi
Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1999
899.221 ATS t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>