Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119808 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Farhan
"ABSTRAK
Salah satu dari lima aspek mendasar dari sebuah kota yang layak huni yang mempengaruhi kualitas hidup adalah ruang publik yang bersemangat (Livable City, n.d.) karena ruang publik tersebut memegang peran penting dalam mengakomodasi interaksi antar strangers (Lofland, 1973). Sebuah ruang publik bisa dikatakan sebagai ruang publik yang berhasil atau sociable salah satunya diindikasikan dengan adanya interaksi (Rad & Ngah 2013), dan interaksi yang bermakna antar strangers ini menjadi sangat berpengaruh terhadap pembentukan komunitas dan kohesi sosial. Fourth places merupakan salah satu contoh ruang publik yang memiliki potensi untuk menimbulkan interaksi antar strangers (Aelbrecht, 2016). Untuk mencapai interaksi antar strangers yang bermakna, perlu dipertimbangkan elemen spasial serta fitur fisik dalam proses desainnya. Salah satu fitur fisik dari ruang publik yang sociable tersebut adalah peluang fisik untuk duduk, berhenti dan berpikir bagi orang-orang yang singgah di dalamnya (Rad & Ngah 2013). Skripsi ini bermaksud untuk melihat peran yang dimiliki oleh fitur fisik ruang publik pada interaksi antara orang yang saling tidak mengenali satu sama lain dalam konteks fourth place. Observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa interaksi antar strangers tidak semata-mata terjadi karena adanya peluang fisik untuk duduk, berhenti dan berpikir, namun, yang juga perlu diperhatikan dari fitur fisik tersebut adalah konfigurasi ruang dan bagaimana pengaruhnya terhadap perilaku masing-masing subjek serta relasi sosial yang mungkin muncul.

ABSTRACT
One of the five fundamental aspects of a livable city that affects the quality of life is a vibrant public space (Livable City, n.d.) because public space plays an important role in accommodating interactions between strangers (Lofland, 1973). A public space can be said to be a successful or sociable public space, one of which is indicated by the existence of interactions (Rad & Ngah 2013), and these meaningful interaction between strangers are very influential on community building and social cohesion. Fourth places are one example of a public space that has the potential to induce interactions between strangers (Aelbrecht, 2016). To achieve meaningful interaction between strangers, we need to consider the spatial elements and physical features in designing the space. One of the physical features of a sociable public space is the physical opportunity to sit, pause and think for the people who are in it (Rad & Ngah 2013). This thesis intends to see the role of the public spaces physical features on the interaction between strangers in the context of a fourth place. The conducted observation indicate that the interaction between strangers is not solely due to the physical opportunity to sit, pause and think, however, what also needs to be considered from the physical features is the configuration of space and how it affects the behavior of each subject and social relations that might appear."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sayyidati Cahyani Salsabilah
"ABSTRAK
Di era modern berbasis digital, transportasi online telah menjadi salah satu transportasi
yang paling digemari oleh mayoritas warga Jakarta. Kepadatan Kota Jakarta membuat
penduduk kota menginginkan tingkat mobilitas yang lebih tinggi. Hal ini berjalan
bersamaan dengan meningkatnya volume ojek online di Jakarta. Namun, pemerintah
dan perusahaan transportasi online belum dapat mengimbangi meningkatnya jumlah
ojek online dengan shelter bagi para pengemudi untuk menunggu. Hal ini
menyebabkan, banyaknya waste space di sudut fasilitas kota, seperti stasiun kereta api,
pusat perbelanjaan, dan taman yang digunakan ojek online untuk parkir atau sekadar
berhenti. Hal ini memberikan dampak kepada fungsi ruang dan fungsinya berubah.
Pergeseran sistem ini memiliki dampak yang besar pada sistem tata ruang di fasilitas
publik; salah satunya adalah stasiun. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pengamatan space menjadi place di stasiun KRL (Stasiun Tebet dan Stasiun
Manggarai) dan mewawancarai beberapa pengemudi ojek online. Skripsi ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana proses pemanfaatan waste space menjadi temporary place
oleh ojek online dan ketika fungsi ruang berubah, dan faktor apa yang membuat space
tersebut beralih fungsi."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Izzatunnisa
"Fenomena privatisasi ruang publik merupakan topik yang banyak menimbulkan diskusi dan perdebatan dalam literatur. Melalui kajian literatur dan pengamatan, tulisan bertujuan untuk menemukan titik temu dalam mengidentifikasi privatisasi ruang publik dari sudut pandang/persepsi pengguna sebagai aktor terpenting. Aksesibilitas sebagai fitur utama dari ruang publik memiliki keterhubungan dengan elemen pembatas, baik fisik maupun non fisik. Tulisan ini mempertanyakan lebih jauh mengenai apa peran elemen pembatas fisik pada persepsi privatisasi pengguna terhadap ruang publik? Dari hasil studi, ditemukan kesimpulan bahwa penggunaan elemen pembatas fisik menyebabkan penurunan terhadap aksesibilitas fisik ruang publik namun kurang signifikan terhadap penurunan aksesibilitas secara persepsi. Selain itu, keberadaan elemen pembatas fisik didukung oleh penerapan elemen pembatas non fisik dalam menjaga keamanan/membatasi ruang publik. Melalui temuan ini, diharapkan pandangan negatif mengenai penggunaan elemen pembatas fisik pada ruang publik di perkotaan dapat dikaji kembali dalam diskursus di bidang perancangan perkotaan.

The phenomenon of privatization of public space is a topic that creates a lot of discussion and debate in literature. Through literature study and observation, this writing aims to find the middle ground in order to identify privatization from the user's perception as the most important actor in public space. Accessibility as the main feature of public space related to boundary elements, physical or non physical. This writing asks further about what is the role of physical boundary elements in user’s perception of the privatization of public space? From this study, it finds that the use of physical boundary elements causes degradation of physical accessibility but less significance in perception of accessibility. Also, the existence of physical boundary elements is usually supported by non physical boundary elements. From these findings, it is hoped that negative views towards the use of physical boundary elements in urban public spaces can be explored again in urban design discourses."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riski Khairunnisa Komarudin
"Skripsi ini membahas mengenai konsep frame dan framing pada konteks ruang publik yang bersifat non-place. Proses framing akan selalu menghasilkan frame. Terdapat tiga mekanisme framing, yaitu framing oleh user, framing oleh desainer dan framing oleh user yang berinteraksi dengan karya desainer. Ketiga mekanisme tersebut dapat menjelaskan bahwa framing dapat mengubah non-place menjadi place melalui mekanisme terbentuknya identitas dan relasi frame. Studi kasus dilakukan melalui pengamatan langsung dan tidak langsung yang menghasilkan temuan bahwa mekanisme framing berpotensi dalam merubah non-place menjadi place dengan dua ketentuan. Pertama, subjek harus merupakan user yang berinteraksi dengan karya desainer agar menghasilkan frame dengan relasi yang bersifat“melekat” sehingga menghasilkan keterikatan interior antara user dengan ruang. Kedua, identitas user atau site harus dapat didefinisikan. Poin kedua dapat ditunjukan dengan user yang melepaskan identitas anonimnya menjadi identitas dirinya masing-masing atau frame yang dapat memberikan citra yang ikonik bagi site.

ABSTRACT
This thesis discusses the concept of frame and framing within the context of non-place. The framing process generates frames through three mechanisms, namely framing by the user, framing by the designer and framing by the user who interacts with the work of the designer. These three mechanisms allow the framing to transform non-place into place through the mechanism of identity formation and frame relation. The case studies were conducted based on direct and indirect observation. The results indicate that the framing mechanism has the potential to transform non-places into places with two conditions. First, the subject should perform as the user interacting with the work of the designer in order to create an attachment between user and space. Second, the identity of the user or site should be clearly defined. This point can be indicated by the user releasing his anonymous identity into their respective identities or the frames that can provide an iconic image for the site.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfira Kurniawati
"Ruang publik adalah tempat masyarakat untuk memenuhi kebutuhan beraktivitas dan berekreasi. Rancangan ruang publik yang memiliki kualitas desain yang baik akan mengundang kehadiran manusia. Namun, selain faktor tersebut, intervensi yang dilakukan oleh aktor dapat memengaruhi hidupnya ruang publik. Skripsi ini akan menganalisis peran aktor selain perancang, yaitu masyarakat dan komunitas dalam menghidupkan ruang publik. Ditemukan bahwa relasi antar aktor, aktivitas, elemen fisik, dan kualitas ruang serta intervensi yang dilakukan secara berulang dapat menciptakan makna dan nilai baru dalam ruang (placemaking). Ragam aktivitas dan nilai baru menjadi daya tarik ruang publik yang meningkatkan penggunaan, interaksi sosial dan keragaman pengunjung sehingga menciptakan ruang publik yang hidup.

Public space serves as a place for people to meet their activity and recreational needs. The design of public spaces with good design can attract human presence. However, in addition to these factors, the presence and interventions of actors can significantly influence the life of public spaces. This thesis aims to analyze the role of actors, beyond designers, including the community and local residents, in activating public spaces. It is discovered that the relation between actors, activities, physical elements, spatial quality, and repeated interventions can create new meanings and values within the spaces (placemaking). The diverse range of activities and newly established values become the allure of public spaces, enhancing their utilization, social interactions, and attracting a diverse range of visitors. A variety of new activities and values become the attraction of public spaces that enhancing the use, social interaction and attracting a diverse range of visitors, thus creating  lively public space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tandhika Excellentio Yochanan
"Third place adalah bagian penting dalam pembentukan suatu komunitas dan juga sebagai tempat untuk melepas penat dari kegiatan rutin. Third place memberikan kesejajaran dan keselarasan, dimana orang-orang yang di kenal dapat di temukan dan juga memberikan tempat yang netral dimana orang bisa datang dan pergi sesuka hati (Oldenburg, 1989). Bagian terpenting dari third place, adalah menuntun ke bahagiaan, dimana orang dapat merasakan kehadiran sesame, tempat untuk berinteraksi yang di penuhi kegembiraan.
Apartment Margonda Residence Satu dipilih sebagai contoh studi kasus karena dapat menunjukan keberagaman di dalam hunian vertikal. Kebanyakan dari penghuni adalah pelajar yang dimana mereka membutuhkan ruang publik untuk berkumpul dan beraktifitas. Ada juga unsur eksternal dan internal yang dapat mencegah terbentuknya third place.
Skripsi ini tertuju kepada kehadiran third place di Apartment Margonda Residence Satu. Tertuju kepada penghuni, fasilitas umum, unsur-unsur penunjang, kenyamanan, dan halangan yang mencegah terbentuknya third place. Unsur-unsur tersebut sangatlah penting untuk mencakup pengertian tentang keberadaanya third place di hunian bertingkat.

Third place become an important factor in the forming of community it also become a place of escape from the daily routines. Third place provide equality and leveler, where the regulars with familiar faces could be found and it provide neutral ground where people are able to come and go as they please (Oldenburg, 1989). The importance of third place it leads to happiness, where people are able to enjoy each other company, a place where the interaction is filled with playful mood.
The Apartment of Margonda Residence One is picked for the study case because it is able to represent the mix used vertical housing. Most of the residents are students where the need of public place to contain their activities is in high demand. There are some external and internal factors that prevent the third place from forming.
This thesis focuses on the existence of the third place in the Apartment of Margonda Residence One. Focusing on the residents, the public facility, supporting factor, comfort, and what obstacle that prevent the third place to form. These factors are important in order to acknowledge the existence of the third place in the vertical housing.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55025
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosalia Febyola Puspita Hadi
"Seiring berkembangnya waktu, kota-kota perlu memperhatikan kebutuhan manusia yang berubah sebagai makhluk sosial. Menciptakan sebuah lingkungan yang mengundang, termasuk third places, adalah fenomena yang menarik karena kemunculannya merupakan suatu urgensi demi meningkatkan kualitas hidup manusia. Disebutkan oleh Oldenburg, third place adalah jangkar sebuah komunitas dan kehidupan publik perkotaan untuk tumbuh. Menurutnya, third place adalah tempat netral, tidak ada yang bertindak sebagai tuan rumah, informal, dan penuh dengan individu di luar ranah rumah dan pekerjaan. Karakteristik yang disebutkan Oldenburg jauh sebelum teknologi informasi dan komunikasi (ICT) bersama dengan media sosial dan internet belum diciptakan. Di era modern ini, ICT telah menjadi “the fabric of everyday life” (Weiser, 1991), ICT memiliki peran penting dalam meningkatkan ruang fisik (Anacleto & Fels, 2013) dan mengambil tindakan untuk keberadaannya. Dengan begitu, kebutuhan masyarakat akan berubah dan mereka menuntut lebih banyak kebutuhan di dalam third place. Third place hari ini perlu dipertimbangkan kembali agar sesuai dengan kebutuhan dan gaya hidup manusia, termasuk komunitas yang hidup di dalamnya. Sebagai metode, penelitian ini menggunakan observasi langsung dan analisis kualitatif komunitas Sketsa Pulang Kerja yang berkumpul di Platform 78 Café sebagai third place, serta studi preseden terhadap Pixar Studio untuk melihat third place di era kontemporer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fasilitas dan integrasi teknologi adalah aspek terpenting untuk menumbuhkan rasa kebersamaan. Kehadiran ICT berdampak pada sosialisasi di third place, orang-orang sering melekat pada teknologi dan layanan jaringan. Hal ini terjadi karena ada bentuk sosialisasi yang lain.

As time develops, cities need to pay attention to human changing needs as social beings. Creating such an inviting environment, including third places, is an interesting phenomenon because it is such an emergence in order to enhance the quality of life. Mentioned by Oldenburg, third places are the anchor of community and urban public life to grow. According to him, third place is a neutral place, no one acts as a host, informal, and filled with individuals beyond the realms of home and work. The characteristics that Oldenburg mentioned were long before information and communication technology (ICTs) along with social media and the internet had not yet been created. In this modern era, ICTs has become "the fabric of everyday life" (Weiser, 1991), it has an important role in increasing physical space (Anacleto & Fels, 2013) and taking action for its existence. That way, society's needs will change and they demand more needs within third place. Third place today needs reconsideration to fit in the community. As a method, this study used direct observation and qualitative analysis of Sketsa Pulang Kerja community that congregated in Platform 78 Café as the third place, and precedent study of Pixar Studio as a contemporary third place. The result showed that amenities and technology integration were the most important aspects to foster the sense of community. The presence of ICTs impacts the sociability in third place, people are often attached to technology and networking services. This happened because there was another form of socialization."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Revianti Oksinta
"Remaja mempunyai kecenderungan untuk berkumpul dengan kelompoknya dalam mengisi waktu luang mereka. Kelompok remaja yang berkegiatan di kota memiliki tujuan untuk bertemu dengan kelompok remaja lainnya serta masyarakat luas sehingga mereka dapat menunjukkan identitas mereka bersama kelompoknya sekaligus belajar dari masyarakat kota itu sendiri. Kegiatan berkumpul yang dilakukan pada suatu ruang publik kota ini disebut sebagai kegiatan hang out. Umumnya kegiatan hang out ini dilakukan dengan disertai pengekspresian semangat dan ciri budaya populer melalui kegiatan atau ciri yang ditampilkan oleh mereka.
Ruang publik kota yang digunakan dalam melakukan kegiatan hang out mempunyai karakteristik tertentu yang berhubungan dengan kondisi fisik, psikologis dan sosial mereka sebagai remaja. Karakteristik tersebut bisa diklasifikasikan berdasarkan empat aspek, yaitu: aspek ukuran, batas, aksesibilitas dan lokasi, serta dimensi kegiatan. Sebagai studi kasus dilakukan survey untuk menelusuri kondisi pemanfaatan ruang publik terbuka oleh remaja pada tiga ruang publik terbuka di Jakarta, sebagai salah satu kota besar di Indonesia, yaitu ruang luar GOR Bulungan, Taman Situ Lembang dan Taman Surapati.
Berdasarkan hasil survey dan analisis, ketiga tempat tersebut memiliki karakter serta kondisi pemanfaatan yang berbeda satu sama lain. GOR Bulungan merupakan contoh dari ruang publik yang bisa memfasilitasi remaja dalam berkegiatan hang out sekaligus mengekspresikan budaya populer mereka dalam berbagai aktivitas terutama olahraga dan seni sehingga kondisi pemanfaatannya oleh remaja pun bisa dikatakan bervariasi. Sedangkan pada Taman Surapati, sesuai dengan sifatnya sebagai one dimensional space, sangat sedikit dikunjungi. Kondisi yang bertentangan terlihat pada Taman Situ Lembang sebagai one dimensional space yang tidak sesuai dengan karakteristik ruang publik bagi remaja, tetapi justru pada kenyataannya tempat ini ramai dikunjungi oleh kelompok-kelompok remaja.
Dari kondisi yang terjadi pada beberapa ruang publik di Jakarta sehubungan dengan pemanfaatannya oleh remaja, dapat disimpulkan bahwa tidak semua karakteristik dari suatu ruang publik kota bagi remaja mutlak harus dipenuhi supaya menjadi area publik yang ramai oleh remaja.

Teenagers have tendency to crowd around their peer groups during their leisure time. Groups of teenagers who crowd in the city have purpose to meet other peer groups and wide society so they can show their group identity and also learn from the society itself. This kind of gathering activity takes place in the city public space and is called hang out. Generally, in this hang out activity, teenagers do not only gathered, but also express themselves by doing the activity and showing the feature of popular culture.
The city public space that is used by teenagers has several characteristics due to the teenager's physical, psychological and social condition. As a case study, surveys are done to three public spaces in the city of Jakarta, which are outdoor space of GOR Bulungan, Taman Situ Lembang and Taman Surapati.
Based on the surveys and analysis, these three public spaces have different characters and also different condition of the usage by the teenagers. Outdoor space of GOR Bulungan is one example of public space that can facilitate teenagers in hang out activities and the expression of popular culture, especially sport and art, all at once. Meanwhile, Taman Surapati as a one dimensional space, is less visited by the teenagers. In contradiction, Taman Situ Lembang, as a one dimensional space that is not suitable for the characteristic of public space for teenagers, is visited by many of groups of teenagers.
From these conditions, we can conclude that in Jakarta, public space doesn't have to fulfill all of the characteristics of suitable public space for teenagers in order to be a teenager's place for hang out.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48631
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Nurul Aini
"ABSTRAK
Kota Tanjungpinang adalah kota pesisir yang terletak di Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau yang mengalami fenomena pertambahan penduduk setiap tahunnya yang memicu peningkatan konversi lahan menjadi kawasan terbangun dan penggunaan transportasi. Peningkatan penggunaan transportasi diduga meningkatkan konsentrasi CO2 di udara dan turut meningkatkan suhu udara. Tingginya konsentrasi CO2 di udara dapat diturunkan melalui penyerapan CO2 oleh tumbuhan agar suhu udara kembali normal. Hanya saja, tidak semua jenis tumbuhan dapat menyerap CO2 yang sama banyaknya sehingga perlu memilih jenis tumbuhan penyerap CO2 terbanyak berdasarkan nilai serapan CO2 oleh masing-masing jenis tumbuhan per satuan waktu tertentu yang diestimasi dari volume pohon yang berkaitan dengan ukuran diameter pohon. Hasil riset menunjukkan bahwa vegetasi Taman Pamedan Ahmad Yani dengan variasi ukuran diameter antara 30-185 cm dapat menyerap CO2 yang lebih banyak (391,9 ton/menit/ha) dibandingkan vegetasi Taman Laman Boenda dengan variasi ukuran diameter antara 20-117 cm (22,47 ton C/menit/ha). Walau begitu, serapan CO2 oleh tumbuhan memberikan pengaruh sangat kecil bagi penyejukan udara. Pengembangan tumbuhan berdaun tipis yang berukuran kecil perlu dilakukan karena kondisi fisik tumbuhan tersebut memiliki kemampuan penyejukan udara yang lebih baik.

ABSTRACT
Tanjungpinang is a coastal city in Bintan Island, Riau Island Province that experiences population growth phenomenon each year that raises land conversion activity into built areas and the transportation usage among city inhabitant. The raising of transportation usage was assumed to be the driving factor of high air temperature within city area and needs to be tackled by absorbing CO2 to reduce its concentration in the atmosphere and normalize air temperature. Unfortunately, the CO2 absorption capability of each species is varied, so it is necessary to select some species with the capability of absorbing much CO2 per specific time by estimating the trees volume. The findings indicate that vegetation within Pamedan Ahmad Yani Park (30-185 cm dbh) could absorb much CO2 (391,9 ton/minute/ha) than vegetation within Laman Boenda Park (22,47 ton C/minute/ha). Nevertheless, CO2 absorption by plants provides minor effect on cooling effect. Expanding plantation cover with thin-small sized plants leaves is highly recommend to be employed immediately because it has the better capability of cooling down the air temperature."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Kajian Ilmu Lingkungan, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Izza
"Dalam bermasyarakat demokrasi akan selalu ada, pasalnya manusia tidak ingin diberlakukan tidak adil serta tidak didengarkan. Maka dari itu sebuah instrumen demokrasi harus ada diantara masyarakat. Dalam praktiknya sudah ada instrumentinstrumen demokrasi yang digunakan, seperti pemungutan suara, referendum, organisasi politik, serta media. Namun sangat disayangkan masyarakat masih terpengaruh oleh ‘pendapat sosial’ dimana masyarakat berpihak kepada pihak yang memiliki suara terbanyak tanpa menggali informasi atau berlaku kritis terhadap pihak tersebut lalu pada akhirnya masyarakat hanya termakan janji-janji sang pemimpin. Hal ini juga terjadi karena ke tidak transparan yang diberikan oleh pemerintah, instrumen demokrasi yang dapat digunakan akhirnya rusak karena cacatnya komunikasi antara masyarakat dan pemerintahan. Padahal interaksi sosial dengan mudah dilakukan jika adanya ruang public untuk berbicara, sebuah Ruang Demokrasi yang dapat memicu hubungan yang membangun antara masyarakat dan pemerintah untuk saling mendengarkan, memiliki simbiosis mutualisme, dan menjadi wadah untuk instrument-instrumen demokrasi itu bekerja dengan maksimal.

In a society there will always be democracy because human do not want to be treated unfairly nor being unheard. Therefore an instrument of democracy must exist among the people. In practice, there are already democratic instruments used, such as voting, referendums, political organizations, and media. However, it is very unfortunate that people are still influenced by ‘social opinion’ where people sided with the party that has the most votes without checking the background or being critical to the party. These phenomenon usually ends with the political fraud for the community. Beside the society is lack of information, lack of transparency provided by the government also damaged the instruments of democracy. Whereas social interaction is easily carried out if there is a public space to speak, a democratic space that can trigger a constructive relationship between society and government to listen to each other, have a symbiotic mutualism, and become a forum for democratic instrument to work optimally."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>