Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108824 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Windono Suryo Pujo Nirmolo
"Studi eksperimental ini bertujuan untuk menguji pengaruh paparan media dan kepribadian ciri-ciri ideologi politik dalam konteks Indonesia. Peserta terdiri dari orang Indonesia warga negara yang tinggal di Jabodetabek dan dalam usia pemilih (17 tahun atau lebih atau sudah menikah) (N = 767). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Skala Ideologi Politik, Politik Skala Identifikasi, dan Inventarisasi Lima Besar.
Hasil analisis GLM ANOVA menunjukkan bahwa paparan video dengan konten ideologi politik dapat memengaruhi politik individu ideologi. Liberal lebih rentan terkena dampak daripada kaum konservatif. Tidak pengaruh moderasi dari keterbukaan dan kepribadian nurani ditemukan pada pengaruh paparan media terhadap ideologi politik.

This experimental study aims to examine the effect of media exposure and personality traits on political ideology in the Indonesian context. Participants consisted of Indonesian citizens who lived in Greater Jakarta and were of voter age (17 years or older or married) (N = 767). The instruments used in this study include the Political Ideology Scale, the Political Identification Scale, and the Big Five Inventory.
The results of the GLM ANOVA analysis show that video exposure with content of political ideology can influence individual political ideology. Liberals are more vulnerable to impact than conservatives. No moderation effect of openness and conscience is found on the effect of media exposure on political ideology.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Annisa
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran mediator ideologi politik dalam menjelaskan pilihan politik seseorang yang dipengaruhi oleh kepribadian pada 175 pemilih di Pemilihan Presiden 2014. Pengukuran variabel kepribadian diukur menggunakan HEXACO-60 yang terdiri dari enam dimensi honesty-humility, emotionality, extraversion, agreeableness, conscientiousness, dan openness to experience, sementara ideologi politik yang terdiri dari tiga dimensi agama, sosial, dan ekonomi diukur menggunakan Kuesioner Ideologi Politik. Terakhir, variabel politik umum diukur menggunakan pertanyaan singkat tentang kandidat Presiden yang dipilih pada Pilpres 2014. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model 4 mediasi milik Hayes yang dilakukan secara terpisah pada masing-masing dimensi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada dimensi agama secara signifikan dapat menjelaskan hubungan kepribadian terhadap pilihan politik di dua dimensi kepribadian, yakni extraversion dan openness to experience. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa extraversion mempengaruhi kemungkinan pilihan pada Prabowo-Rajasa secara tidak langsung melalui ideologi politik dimensi agama, sementara openness to experience yang tinggi mempengaruhi kemungkinan pilihan pada Jokowi-JK secara tidak langsung. Lalu pada dimensi sosial, kepribadian yang signifikan memengaruhi pilihan politik seseorang adalah openness to experience. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa dimensi openness to experience mempengaruhi kemungkinan pilihan pada Jokowi-JK secara langsung dan tidak langsung melalui ideologi politik dimensi sosial. Selanjutnya, agreeableness mempengaruhi kemungkinan pilihan pada Jokowi-JK secara tidak langsung melalui ideologi politik dimensi ekonomi.

This study aims to examine the role of mediator of political ideology in explaining the political preference of a person affected by personality in 175 voters in 2014 Presidential Election. The measurement of variable personality was measured using HEXACO 60 consisting of six dimensions honesty humility, emotionality, extraversion, agreeableness, conscientiousness, and openness to experience , while a three dimensional religious, social, and economic political ideology was measured using the Political Ideology Questionnaire. Finally, political preference variable was measured using a brief question of the elected Presidential candidate in the 2014 Presidential Election. The data analysis is performed using Hayes's model 4 mediation and performed separately on each dimension.
The results of this study indicate that in the religious dimension can significantly explain the relationship of personality to political choice in two dimensions of personality, extraversion and openness to experience. These results indicate that extraversion influences the probability of choice on Prabowo Rajasa indirectly through the political ideology of religious dimension, while the high openness to experience influences the possible choice of Jokowi JK indirectly. Then on the social dimension, a significant personality affecting one's political choices is openness to experience. These results indicate that the dimension of openness to experience influences the possibility of choice on Jokowi JK directly and indirectly through the political ideology of social dimension. Furthermore, agreeableness influences the possible choice of Jokowi JK indirectly through the political ideology of the economic dimension.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debi Zahirah Hariwijaya
"Kecurangan pada mahasiswa erat kaitannya dengan konteks kecurangan akademik. Namun, terdapat kecurangan pada konteks lain yang juga bisa terjadi pada mahasiswa. Dengan berbagai peranan yang dimiliki mahasiswa, munculnya kecurangan dapat menimbulkan banyak dampak buruk dalam jangka pendek ataupun di masa yg akan datang. Trait kepribadian menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya kecurangan pada konteks akademik, di mana konteks ini cukup banyak terjadi pada mahasiswa. Identitas moral diduga memoderasi hubungan antara keduanya. Peneliti ingin melihat pengaruh dari trait kepribadian terhadap kecurangan pada lingkup mahasiswa di Universitas Indonesia dengan melibatkan identitas moral sebagai moderator yang dapat memperkuat ataupun memperlemah munculnya kecurangan pada mahasiswa. Penelitian mengambil mahasiswa yang berkuliah di Universitas Indonesia sebagai partisipan dengan jumlah 196 mahasiswa. Penelitian ini menggunakan The Mini-IPIP untuk mengukur trait kepribadian, Moral Identity Questionnare (MIQ) untuk mengukur identitas moral dan Tugas Matriks Angka untuk mengukur kecurangan. Hasil menunjukkan terdapat pengaruh dari trait conscientiousness terhadap kecurangan dengan arah pengaruh yang sejalan dengan munculnya kecurangan (r=0,126 p<0,05) dan identitas moral terbukti secara signifikan memoderasi hubungan antara trait conscientiousness terhadap kecurangan pada mahasiswa, di mana identitas moral melemahkan munculnya kecurangan dengan skor trait conscientiousness yang tinggi pada mahasiswa.

Dishonesty in college student is closely related to academic dishonesty. Personality trait often associated as one of the factors that influence the emergence of academic dishonesty. However, there is another dishonesty contexts that can also occur in students. With the various roles that college student have, the emergence of dishonesty can cause many effects in the short term or in the future. Personality trait is one of the factors that influence the emergence of dishonesty in the academic context, where this context occurs quite a lot in college student. Moral identity is alleged to moderate the relationship between the two variables. The study was conducted to find the effect of personality traits to dishonesty among college student with moral identity as moderator in Universitas Indonesia. The Participant consist of 196 Universitas Indonesia students. This study used The Mini-IPIP to measure personality traits, Moral Identity Questionnare (MIQ) to measure moral identity and Matrix Task to measure dishonesty. The result showed that there was an effect between conscientiousness and dishonesty with positive relationship (r=0,124; p<0,05) and moral identity proved to significantly moderate the relationship between conscientiousness and dishonesty among college student, where moral identity weaken the emergence of dishonesty."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Istiqomah
"Beberapa variabel psikologi ditemukan menjadi faktor disposisi yang mempengaruhi ideologi politik misalnya motivasi epistemik, right wing authoritarianism dan social dominance orientation. Selain faktor psikologi, faktor agama diprediksikan dapat menjadi faktor disposisi ideologi politik karena agama dan politik mempunyai akar kebutuhan psikologi yang sama. Sifat multiinterpretatif ajaran Islam tidak bisa melihat Islam secara monolitik sehingga Muslim akan berbeda-beda dalam bersikap politik. Penelitian ini bertujuan melihat peran agama dan faktor psikologis dalam memetakan tipologi ideologi politik Muslim di Indonesia. Studi pendahuluan dilakukan dengan mewawancarai 12 partisipan dari organisasi Islam untuk menggambarkan perbedaan sikap politik dan perbedaan interpetasi dalam memahami ajaran Islam. Beberapa Muslim digambarkan meyakini dan memahami ajaran Islam sebagai pedoman menyeluruh (total) dalam semua aspek kehidupan termasuk kehidupan politik dan bernegara.
Totalitas dalam Islam tersebut diduga menjadi prediktor terhadap ideologi politik Muslim. Untuk itu perlu dilakukan adaptasi dan analisis struktur skala totalisme Islam (studi 1a) dengan partisipan sebanyak 653 muslim. Selanjutnya menguji korelasi dan regresi dengan variabel yang terkait dengan ideologi (1b) dengan partisipan sebanyak 376 mahasiswa muslim. Selanjutnya studi 2 menggunakan survei sebanyak 1208 muslim dari beberapa provinsi dengan karakteristik tertentu yang bertujuan untuk membuktikan hipotesis utama yaitu keberagaman ideologi politik Muslim di Indonesia. Hasilnya terdapat 6 kelompok ideologi politik dengan perbedaan karakteristik pada motivasi epsitemik, right wing authoritarianism, social dominance orientaiton dan totalisme Islam.

Some psychological variables are found as the disposition factors that influence to political ideology such as epistemic motivation, right wing authoritarianism and social dominance orientation. Besides psychological factors, the religious factors are predicted to be a disposition factor for political ideology because religion and politics have the similar root in psychological needs. The multi-interpretative nature of Islamic teachings cannot be seen Islam as monolithically interpretation, so Muslims will be different in their political behavior. This study aims to analyze the role of religion and psychological factors in mapping the typology of Muslim political ideology in Indonesia. A preliminary study was conducted by interviewing 12 participants from Islamic organizations to illustrate differences in political attitudes and differences in interpretation in understanding Islamic teachings. Some Muslims are depicted as believing and understanding the teachings of Islam as an absolute guidance (total) in all aspects of life including political and state life.
Totality in Islam is thought to be a predictor of Muslim political ideology. For this reason, it is necessary to adapt and analyze the structure of the Islamic totalism scale (study 1a) with 653 Muslim participants and test correlation and regression with variables related to ideology (1b) with a total of 376 Muslim student participants. Furthermore Study 2 focused on a survey to 1208 Muslims from several provinces with certain characteristics aimed at proving the main hypothesis of the diversity of Muslim political ideologies in Indonesia. The result is that there are 6 groups of political ideologies with different characteristics in epistemic motivation, right wing authoritarianism, social dominance orientation and Islamic totalism.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainut Tauhid Saadi
"Buku ini mengkaji dinamika kontestasi ideologis antara organisasi Islam arus utama dan gerakan Islamis di Indonesia pada era digital. Kajian dalam buku ini memfokuskan pada dampak media digital terhadap proses produksi dan distribusi wacana ideologi politik gerakan Islam di Indonesia dan bagaimana mereka membingkai wacana tersebut untuk mempengaruhi persepsi Muslim di ruang publik digital. Buku ini juga membahas kebijakan politik hukum pemerintah dalam menghadapi gerakan Islamis yang mempropagandakan ideologi politik alternatif di ruang publik digital.
Buku ini berhasil membongkar dengan baik, bagaimana kemunculan ruang publik digital yang telah mengakibatkan demokratisasi dan fragmentasi otoritas keagamaan serta mempertajam kontestasi dan polarisasi ideologis antara gerakan Islamis dan organisasi Islam arus utama di Indonesia. Di satu sisi, gerakan Islamis dan organisasi Islam menggunakan internet dan media sosial sebagai arena produksi wacana kontra-hegemonik dan alat propaganda ideologi politik alternatif. Di sisi lain, organisasi Islam arus arus utama menggunakan internet dan media sosial sebagai arena reproduksi wacana hegemonik dan sarana untuk mempertahankan ideologi politik negara yang telah menjadi kesepakatan bersama para pendiri bangsa. Kontestasi ideologi politik di ruang publik digital ini pada saat bersamaan merepresentasikan perebutan kekuasaan simbolik antara otoritas keagamaan tradisional dan otoritas keagamaan baru.
Dengan paparan mendalam dan dikemas dalam bahasa yang lugas, buku ini memberikan gambaran seputar dinamika kontestasi ideologis antara gerakan Islamis dan organisasi Islam arus utama di ruang publik digital serta kebijakan pemerintah dalam merespon perkembangan tersebut."
Jakarta: Litbangdiklat Press, 2021
297.211 ZAI k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lilawati Kurnia
"Penulis skripsi bertujuan memberikan gambaran tentang Ostpolitik, salah satu kebijaksanaan politik luar negera. Republik Federal Jerman. Tema tersebut tidak diteliti dari sudut politik, akan tetapi lebih bersifat penggambaran sejarah yang diakronis. Melalui penelitian kepustakaan,penulis berusaha menguraikan perkembangan Ostpolitik yang telah dijalankan sejak masa Republik Weimar (1919-1933) sampai masa Willy Brandt (1969-1974). Hal ini diha_rapkan dapat memberikan gambaran tentang usaha-usaha pendekatan yang telah dijalankan oleh Jerman. Skripsi ini bertitik berat pada masa Willy Brandt, berdasarkan atas pertimbangan bahwa OstpOlitik masa ini telah berhasil dengan baik serta merupakan jalan keluar bagi masalah status quo Republik Federal Jerman. Disamping itu Repubublik Federal Jerman telah dapat ikut memberikan sum_bangan bagi politik perdamaian (detente) dengan menjalankan peranannya sebagai penengah antara kedua kekuasaan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1982
S14742
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rengganis Rizka Prasanti
"

Penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan collective narcissism sebagai moderator dalam hubungan antara ideologi politik dan intoleransi politik. Ideologi politik diduga dapat memprediksi intoleransi politik terhadap kelompok yang berbeda nilai, baik pada kelompok ideologi nasionalis sekuler maupun religius. Selain itu, diduga bahwa collective narcissism secara individual dapat menjelaskan intoleransi politik dan juga dapat memoderasi hubungan ideologi politik dan intoleransi politik. Partisipan sejumlah 256 orang WNI yang telah berusia di atas 18 tahun (Musia = 29,81, rentang pendidikan SMP - S3) mengisi kuesioner secara online melalui Survey UI. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa ideologi politik dapat menjelaskan intoleransi pada kelompok partisipan berideologi nasionalis sekuler tapi tidak pada kelompok partisipan berideologi religius. Collective narcissism ditemukan dapat memprediksi intoleransi politik pada kedua kelompok, dan hubungan ideologi politik dengan intoleransi politik. Pada kedua kelompok tidak ditemukan peran moderasi dari collective narcissism terhadap hubungan ideologi politik dengan intoleransi politik.


The objective of this study is to see the role of collective narcissism as moderator in the correlation between political ideologi and political intolerance. Political ideology was assumed to predict political intolerance towards social groups with different political views, in both secular nationalist and religious ideological groups. It was also assumed that collective narcissism can individually predict political intolerance, while also moderating the correlation between political ideology and political intolerance. The participants, 256 Indonesian citizens who are at least 18 years old, with education backgrounds ranging from junior high school to doctoral degree (Mage = 29,81), filled in questionnaires online in Survey UI. Results reveal that political ideology only explains political intolerance in the secular nationalist group of participants, but not in the religious group. Collective narcissism is found to predict political intolerance in both ideological groups, along with the correlation between political ideology and political intolerance. In both ideological groups, no moderating effect is found from collective narcissism in the correlation between political ideology and political intolerance.

"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septho Marsiano
"Ideology is an important element in human life. In the Cold War, ideology made Germany divided in to two different Countries. Federal Republic of Germany (FRG) was a capitalist state. On the contrary, German Democratic Republic (GDR) was a communist state. This situation had been totally changed since the unity of Germany. Germany that was united is nonetheless the same as the Federal Republic of Germany, at least in the political and economical affairs. Nevertheless, there is one Party (PDS) in Germany that still has relation with the past obsolete state of GDR. I attempt to prove the change in ideology of the former party SED which has been transformed into the party PDS. It will be printed out how this change of ideology was caused by party's fundamental princips. In my research I applied the theory of Roland Barthes, which is explained in his book 'Mythologies_. This theory enabled me to understand the mata language behind the party's poster."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S14805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Noval Arrafiq
"Pemilihan Presiden Prancis pada masa Republik Lima sudah berlangsung sebanyak sepuluh kali (Ministère de l'Intérieur, 2017). Emmanuel Macron dengan En Marche! memperkenalkan ideologi politik tengahnya dan secara mengejutkan berhasil memenangkan pemilihan Presiden Prancis 2017 putaran pertama. Padahal, beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan ada perbedaan antara ideologi dan kampanye yang dilakukan Macron. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menemukan ideologi yang tercermin dalam program kerja yang disusun Emmanuel Macron dan mengetahui pengaruh program kerja tersebut terhadap kemenangannya. Sumber data yang digunakan adalah kumpulan program kerja dari Emmanuel Macron yang dipublikasikan oleh Le Monde (2017) dengan beberapa data tambahan dari hasil survei yang dilakukan oleh CISE dan Sciences Po Grenoble. Untuk menjawab masalah tersebut maka penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dari Marcus B. Weaver-Hightower (2019) dan dibantu dengan teori analisis wacana kritis dari Norman Fairclough (2013) serta konsep ideologi politik dari D. Parenteau (2008). Temuan dari penelitian ini adalah program kerja dari Emmanuel Macron memiliki kecenderungan mirip dengan ideologi kiri. Program kerja tersebut nyatanya hanya bertujuan untuk membantu kemenangan Macron di pemilihan Presiden Prancis 2017 tapi tidak bertujuan untuk memperjelas definisi dirinya sebagai sosok centriste.

French Presidential elections during the Fifth Republic have been held ten times (Ministère de l'Intérieur, 2017). Emmanuel Macron with En Marche! introduced his centrist political ideology and surprisingly managed to win the first round of the 2017 French Presidential election. However, previous studies have shown that gap between Macron's ideology and campaign are reflected. Therefore, this study aims to find the ideology that is reflected in the workplan compiled by Emmanuel Macron and to determine its effect on his victory. The data source used is a collection of workplans from Emmanuel Macron published by Le Monde (2017) with some additional data from the results of a survey conducted by CISE and Sciences Po Grenoble. To answer this problem, this study uses a qualitative research method from Marcus B. Weaver-Hightower (2019) and is assisted by the theory of critical discourse analysis from Norman Fairclough (2013) and the concept of political ideology from D. Parenteau (2008). The finding of this study is that Emmanuel Macron's workplan has a tendency similar to leftist ideology. The workplan in fact only aims to help Macron win in the 2017 French Presidential election but does not aim to clarify his definition of a centriste figure."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>