Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56990 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Enrico Herinanto Tanzil
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) memegang peranan penting dalam sistem pertanahan di Indonesia. Peranan tersebut dilihat dari PPAT dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta autentik yang berhubungan dengan tanah. Pada kenyataannya masih banyak PPAT yang melakukan kelalaian dan ketidaktelitian dalam menjalankan jabatannya tersebut yang dapat mengakibatkan akta yang dibuatnya kehilangan kekuatan pembuktian sempurna. Perlu diperhatikan lebih lanjut mengenai peraturan yang mengatur mengenai sanksi atas pelanggaran kewajiban bagi PPAT tersebut. Pelanggaran yang paling sering dijumpai adalah tidak membacakan dan menjelaskan isi akta kepada para pihak dan tidak ditandatangani seketika setelah pembacaan tersebut oleh para pihak, saksi-saksi, dan PPAT itu sendiri. Dalam Putusan Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor 21/PID/2016/PT PTK, PPAT berinisial PP melakukan kelalaian dan ketidak telitian dalam membuat Akta Hibah atas peristiwa hukum hibah palsu yang mengakibatkan beralihnya hak atas tanah kepada penerima hibah yang memalsukan identitas pemberi hibah. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif-analitis, maka sebagai hasil penelitian dapat disimpulkan Akta Hibah tersebut adalah akta autentik yang mempunyai kekuatan pembuktian hukum seperti akta di bawah tangan karena tidak terpenuhinya syarat-syarat yang seharusnya. Atas dasar tersebut, akta tersebut dapat dijadikan dasar sebagai pemeliharaan data pendaftaran tanah sehingga sertipikat dapat dibalik nama kepada penerima hibah. Secara hukum yang berlaku di Indonesia, sertipikat tersebut meruapakan suatu sertipikat yang sah dan memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak yang namanya tercantum di dalamnya sejauh tidak dapat dibuktikan sebaliknya. Menurut Penulis atas kelalaian dan ketidak telitian ini, PPAT tidak dikenakan sanksi pidana tetapi dapat dikenakan sanksi administrati.

This thesis discusses the role of the Land Deed Official (PPAT) in the land system in Indonesia. The role was seen from PPAT in carrying out his position as a general official authorized to create an authentic deed relating to the land. In fact, there a still a lot of PPAT that is doing negligence and inaccuracy in carrying out their position and not infrequently that may cause harm to the other parties. The most common violation is not to read and explain the contents of the deed to the parties and is not signed immediately after the reading by the parties, the witnesses, and the PPAT itself. In the decision of High Court of Pontianak number 21/PID/2016/PT PTK, PPAT PP commit negligence and inaccuracy in making the grant Act on the occasion of false grants, resulting in the rights of land to the grantees who forged a grantee identity. By using yuridis-normative research method, then as a result of the study can be concluded that the grant Act is an authentic deed that has the power of proof of law such as an un-authorized act because of unfulfilled conditions. On that basis, the deed can be used as a basis as the maintenance of land registration data so that the sertificate can be reversed name to the grantees. According to the land system in Indonesia, that sertificate is an authorized letter and provide legal certainty for the right holder whose name stated in itas far as it cannot be proven otherwise.  For these omissions and inaccuracy, PPAT is not subject to criminal sanction but may be subject to administrative sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53521
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martin Josen Saputra
"Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai Pejabat umum di bidang pertanahan seringkali bertindak lalai baik disengaja maupun tidak disengaja di dalam pembuatan akta sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam akta. Dari Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 60/PDT.G/2018/Pn.Ptk diangkat dua permasalahan yaitu tentang kekuatan hukum atas akta jual beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang tidak mengikutsertakan seluruh ahli waris sah sebagai para pihak dan pertanggungjawaban Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pembuatan akta jual beli yang tidak mengikutsertakan seluruh ahli waris sah sebagai para pihak. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif yang menitikberatkan pada penggunaan data sekunder dan bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptip analitis. Dari hasil analisi dapat ditarik simpulan bahwa kekuatan hukum dari akta jual beli yang tidak mengikutsertakan seluruh ahli waris sebagai para pihak dalam jual beli tanah yang merupakan objek waris adalah batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat materiil dalam syarat sah jual beli tanah menurut yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 123/K/Sip/1970. Mengenai pertanggungjawaban Pejabat Pembuat Akta Tanah atas perbuatan yang merugikan para pihak dapat dikenakan pertanggungjawaban secara perdata dan pertanggungjawaban secara adminitrasi.

The Land Deed Official (PPAT) which act as the acting official on land establishment effort could be negligent on his/her duty which could potentially causes major losses for all party involved on the land deed establishment. According to a court ruling by the court of Pontinak, number 60/PDT.G/2018/Pn Ptk, which stated that there are two sets of problems regarding the legal standing of the Sales and Purchase Agreement (AJB) made by a Land Deed Official which does not include all legal heir within the party involved on a land deed establishment, as well as the accountability of said Land Deed Official which does not include all legal heir(s) within the party involved on a land deed establishment. The method used for the Thesis Study is the Juridical Normative Research method that focused on the use of secondary data, while the format used for this research would be the Analytically Descriptive Research. The result of the study concludes that the legal standing of the Sales and Purchase Agreement that does not include all legal heir(s) within the party involved during a sale and purchase of a land which is an object of an inheritance is considered void by the law due to lack of valid requirement of sales and purchase of land, according to jurisprudence of the Supreme Court number. 123/K/Sip/1970. Regarding the accountability of the Land Deed Official that causes detrimental losses on his/her duty shall be held accountable both through civil law or administratively."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54879
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifiar Fattati
"Suami dan istri memiliki hak yang sama terhadap harta bersama, hal tersebut menyebabkan perbuatan hukum yang dilakukan oleh suami atau istri terhadap harta bersama harus mendapat persetujuan kedua belah pihak, termasuk dalam melakukan perbuatan hibah. Kenyataannya masih ditemukan hibah suatu harta bersama yang dilakukan tanpa persetujuan pasangan kawin sebagaimana kasus pada Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 127/Pdt.G/2023/PN Ptk. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang akibat hukum terhadap hibah atas harta bersama tanpa persetujuan pasangan kawin yang telah menjadi harta peninggalan waris penerima hibah, dan cara agar gugatan penggugat dalam Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 127/Pdt.G/2023/PN Ptk dapat diterima. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal yang dilakukan melalui studi kepustakaan guna mengumpulkan bahan perundang-undangan dan teori hukum yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis maka dapat dijelaskan bahwa Akta Hibah yang dibuat oleh PPAT dapat dibatalkan atau tidak mempunyai kekuatan mengikat karena pihak yang melakukan hibah tidak berwenang, disebabkan perbuatan hibah terhadap harta bersama tanpa persetujuan dari istri. Hasil analisis kasus kedua terkait cara agar gugatan penggugat dalam kasus dapat diterima adalah dapat diajukan gugatan baru dengan memperhatikan siapa saja pihak yang ditarik sebagai Tergugat termasuk ahli waris yaitu sebanyak 29 orang beserta alat bukti hukumnya.

Husbands and wives have the same rights to joint property, this causes legal actions carried out by husbands or wives against joint property to be approved by both parties, including in making grants. In fact, there are still grants of joint property made without the consent of the married couple as in the case of Pontianak District Court Decision Number 127/Pdt.G/2023/PN Ptk. The problem raised in this study is about the legal consequences of grants of joint property without the consent of a married couple that has become the inheritance of the grantee's inheritance, and how to make the plaintiff's claim in Pontianak District Court Decision Number 127/Pdt.G/2023/PN Ptk acceptable. This research uses doctrinal methods conducted through literature studies to collect statutory materials and legal theories which are then analyzed qualitatively. Based on the results of the analysis, it can be explained that the Grant Deed made by PPAT can be canceled or does not have binding force because the party making the grant is not authorized, due to the act of granting joint property without the consent of the wife. The results of the analysis of the second case related to how the plaintiff's claim in the case can be accepted is that a new lawsuit can be filed by paying attention to who the parties are drawn as Defendants including heirs, namely 29 people along with legal evidence."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Permata Sari
"

Akta autentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang oleh dan/atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Dalam kehidupan sehari-hari ada banyak jenis akta autentik yang dibuat oleh notaris, salah satunya adalah akta hibah. Dalam prosesnya hibah tidak boleh melebihi hak mutlak ahli waris atau yang disebut juga legitime portie. Apabila hibah melampaui legitime portie dan ahli waris tidak melakukan tuntutan, maka hibah tersebut akan berlaku. Hibah adalah bagian dari perjanjian yang dibuat dari pihak satu ke pihak lainnya. Perjanjian memiliki syarat-syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang membuatnya. Kesepakatan dan kecakapan menurut hukum menjadi syarat subjektif yang harus dipenuhi dalam membuat suatu perjanjian, karena apabila tidak terpenuhi akan memiliki akibat hukum permintaan pembatalan dari salah satu pihak. Namun pada kenyataannya masih ada perjanjian yang dibuat tanpa memenuhi syarat sah perjanjian, serta perjanjian tersebut dibuat dengan menggunakan surat keterangan palsu. Hal ini seperti contoh kasus yang terjadi di Medan, yaitu tentang pembuatan akta hibah yang didasarkan pada surat keterangan palsu. Permasalahan dalam tesis ini adalah pembatalan akta hibah yang dibuat berdasarkan surat keterangan palsu dan tanggung jawab notaris atas kesalahan yang dibuatnya. Metode Penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh dalam tesis ini adalah notaris telah ceroboh dengan menjadikan surat keterangan palsu sebagai alas hak dalam pembuatan akta hibah karena itu akta hibah menjadi batal demi hukum berdasarkan keputusan Majelis Hakim.

 

 

 


The authentic deed is a deed that made in the form that specified by the regulations by and/or in front of public officials which is authorized in the place the deed was made. In daily life, theres a lot of authentic deed types made by notary, one of them is the gift deed. In the process, gift cannot exceed the beneficiary absolute right which is also called as legitime portie. If the gift exceed the legitime portie and the beneficiary didnt take any legal action out of it, then the gift will  be applied. The gift ia a part of the agreement which is made from the first party to another party. The agreement have the terms and conditions so it will have the legal force that binding its parties. The agreement and the proficiency according to law become the subjective requirement that should be fulfilled in the making of an agreement, because the unfulfilled requirements will cause cancelation from one of the parties as the legal consequences. But in reality there is still an agreement that was made without fulfilling terms of agreement itself, and the agreement itself was made based on fake documents. This matter was like case that happened in Medan, that was about making a grant deed based on fake document. The problem in this thesis is the cancelation of the gift deed that was created  based on fake document and the notary responsibility for the mistake they made. The research method used in this thesis is normative jurisdical with analytical descriptive type research. The data type used in this research is secondary data with qualitative approach. The results from this thesis research is the notary was careless by making fake documents as the base rights in creating the gift deed, therefore the gift deed become null and void based on the decision of the panel judges.

 

 

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matthew Setiabudhi
"Tesis ini meneliti pengalihan hak atas tanah berdasarkan Akta Kuasa Menjual palsu. Pengalihan hak atas tanah dapat beralih salah satunya melalui jual beli. Jual beli dapat diakui sah apabila dibuat berdasarkan Akta Jual Beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pada prakteknya jual beli tidak selalu dapat langsung dilakukan, melainkan dapat didahului menggunakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Apabila Pembeli berhalangan untuk hadir pada saat menandatangani Akta Jual Beli maka Pembeli dapat membuat Akta Kuasa Menjual. Pokok permasalahan yang diangkat adalah akibat hukum dari pengalihan hak atas tanah berdasarkan Akta Kuasa Menjual palsu terkait Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 157/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel dan perlindungan hukum bagi pemilik sebenarnya serta pembeli beriktikad baik terkait Putusan Nomor 157/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian doktrinal, sehingga data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah Akta Kuasa Menjual dan Akta Jual Beli yang dibuat oleh Notaris tidak sah. Sehingga karena didasarkan Akta Kuasa Menjual palsu maka pengalihan hak atas tanahnya yaitu produk hukumnya harus dikembalikan kepada pemilik sebenarnya berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 21 Tahun 2020. Perlindungan hukum bagi pemilik sebenarnya adalah dapat memperoleh kembali hak atas tanahnya dengan mencantumkan namanya kembali dalam sertipikat tersebut serta dapat memperoleh ganti kerugian dari para pelaku pemalsuan surat. Perlindungan hukum bagi pembeli beriktikad baik adalah dapat memperoleh ganti kerugian dari para pelaku pemalsuan surat. Penyelesaian terkait permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan cara pemilik sebenarnya tetap menjual kepada pembeli beriktikad baik namun untuk biaya yang perlu dikeluarkan ditanggung sepenuhnya oleh para pelaku pemalsuan surat apabila pemilik sebenarnya dan pembeli beriktikad baik tetap ingin melakukan pengalihan hak atas tanah melalui jual beli.

This thesis examines the transfer of land rights based on a fake Power of Attorney Deed. One of the ways to transfer land rights is through sale and purchase. A sale and purchase can be recognized as valid if a Deed of Sale and Purchase is made by a Land Deed Official. In practice, a sale and purchase cannot always be done immediately, but can be preceded by a Sale and Purchase Agreement. If the Buyer is unable to be present when signing the Sale and Purchase Deed, the Buyer can make a Power of Attorney Deed. The subject matter raised is the legal consequences of the transfer of land rights based on a forged Power of Attorney Deed related to Decision Number 157/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel and legal protection for the real owner and good faith buyers related to Decision Number 157/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel. The research method used is doctrinal research method, so the data used is literature study. The result of this research is that the Deed of Power of Attorney to Sell and the Deed of Sale and Purchase made by the Notary are invalid. So that because it is based on a forged Power of Attorney Deed, the transfer of land rights, namely the legal product, must be returned to the actual owner based on Regulation of the Minister of ATR / BPN Number 21 of 2020. Legal protection for the real owner is that he can regain his land rights by putting his name back on the certificate and can obtain compensation from the perpetrators of forged letters. Legal protection for good faith purchasers is to be able to obtain compensation from the perpetrators of forged letters. Settlement related to these problems can be done by way of the actual owner continues to sell to buyers in good faith but for the costs that need to be incurred fully borne by the perpetrators of forgery of letters if the actual owner and good faith buyers still want to transfer land rights through sale and purchase."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasya Agustyna Rahmaesa
"Hibah mengenai benda tidak bergerak seperti tanah harus dinyatakan dalam bentuk akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dan didaftarkan pemindahan haknya. PPAT bewenang dalam pembuatan akta hibah sebagai alat bukti yang secara sah menyatakan telah dilakukannya perbuatan hukum hibah mengenai suatu hak atas tanah. Hibah merupakan pemberian secara sukarela yang dilakukan dengan cuma-cuma dan tidak memuat syarat maka tidak dapat dicabut atau ditarik kembali. Akan tetapi, hibah dapat diberlakukan suatu kebatalan jika ada cacat yuridis yang mengakibatkan perbuatan hukumnya menjadi tidak berlaku. Permasalahan dalam tesis ini adalah status hukum akta hibah yang memuat syarat dan tanggung jawab PPAT terhadap akta yang telah dibuatnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris dan preskriptif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dianalisa secara kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu status hukum akta hibah yang memuat syarat adalah batal demi hukum sehingga kembali pada keadaan semula atau berlaku surut (ex tunc). Hal ini karena hibah yang dilakukan bertentangan dengan undang-undang maka tidak memenuhi syarat objektif dari syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata yaitu sebab yang halal. PPAT yang membuat Akta Hibah harus bertanggungjawab karena secara materiil akta tersebut bertentangan dengan undang-undang.

Grants regarding immovable objects such as land must be stated in the form of a deed made by an authorized official and registered for the transfer of rights. PPAT has the authority to make a grant deed as evidence that legally states that a legal grant act has been carried out regarding a land right. A grant is a voluntary gift made free of charge and does not contain conditions, so it cannot be revoked or withdrawn. However, a grant can be canceled if a juridical defect causes the legal action to become invalid. The problem with this thesis is the legal status of the grant deed, which contains the terms and responsibilities PPAT had to the deed he had made. This study uses a normative juridical research method with explanatory and prescriptive research types. The type of data used in this research is secondary data, which is analyzed qualitatively. The results obtained are the legal status of the grant deed, which contains the condition that it is null and void so that it returns to its original state or applies retroactively (ex tunc). This is because the grant made is contrary to the law, so it does not meet the objective requirements of the agreement's validity according to Article 1320 of the Civil Code, which is a legal cause. The PPAT who made the Deed of Grant must be responsible because materially, the deed is contrary to the law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Laksmono
"Penelitian ini difokuskan mengenai bagaimana kepemilikan hak atas tanah oleh perseroan terbatas berdasarkan perjanjian pinjam nama yang dituangkan dalam bentuk akta pernyataan, dan akibat hukum dari akta pernyataan yang mengandung perjanjian pinjam nama terhadap akta jual beli tanah yang dibuat sebelumnya. Penelitian ini berbentuk doktrinal, yang dilakukan dengan mengumpulkan data melalui studi dokumen, dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dalam Putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Nomor 153/Pdt/2022/Pt Smr., perjanjian pinjam nama digunakan oleh PT DM untuk memungkinkan pihaknya untuk dapat secara tidak langsung menjadi pemilik dari tanah hak milik, serta untuk menghindari pajak. Penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) Kepemilikan hak atas tanah oleh perseroan terbatas berdasarkan perjanjian pinjam nama yang dituangkan dalam bentuk akta pernyataan adalah tidak sah; dan 2) Akibat hukum dari akta pernyataan yang mengandung perjanjian pinjam nama terhadap akta jual beli hak atas tanah yang dibuat sebelumnya adalah mengakibatkan tidak terpenuhinya syarat subjektif dan objektif sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, sehingga akta jual beli tersebut seharusnya batal demi hukum.

This research focuses on the ownership of land rights by limited liability company based on a nominee agreement stated in the form of deed of statement, and the legal consequences of said deed of statement on the land sale and purchase deed made previously. This research is doctrinal, which was carried out by collecting datas through document study, which was then analyzed qualitatively. In the Samarinda High Court Decision Number 153/Pdt/2022/Pt Smr., a nominee agreement set out in the form of a deed of statement was used by PT DM to be able to indirectly own land ownership rights, as well as to avoid taxes. This research concluded that: 1) Ownership of land rights by a limited liability company based on a nominee agreement stated in the form of a deed of statement is invalid; and 2) The legal consequences of the deed of statement containing nominee agreement on the deed of sale and purchase of land rights previously made are that the subjective and objective conditions for the validity of the agreement as regulated in Article 1320 of the Civil Code are not fulfilled, resulting in the deed of sale and purchase to be null and void."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zaki Al Wafi
"Peralihan hak katas tanah yang umum digunakan di Indonesia ialah Jual Beli. Metode yang dapat digunakan dalam jual beli tanah yaitu Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB) dan Akta Jual Beli (AJB). Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan perjanjian pendahuluan yang mana harus dilengkapi dengan AJB untuk dapat dilakukan pemindahan hak atas tanah. Perjanjian Pengikatan Jual-Beli dengan objek tanah seharusnya dibuat oleh notaris manakala terdapat syarat-syarat peralihan hak atas tanah yang belum dapat dipenuhi oleh para pihak.  Peralihan hak atas tanah di Indonesia wajib dilakukan dengan memenuhi syarat terang dan tunai. Terang berarti perbuatan hukum jual beli tersebut dilakukan dihadapaan pemimpin adat (pejabat) yang menangani masalah pertanahan (tetua adat) sedangkan tunai berarti peralihan hak dari penjual kepada pembeli berlangsung secara seketika itu juga, pada saat terjadi pembayaran dari pembeli kepada penjual. Pada kenyatannya seringkali notaris tetap menggunakan Perjanjian Pengikatan Jual-beli sebagai instrumen transaksi jual-beli atas tanah meskipun syarat peralihan hak atas tanah telah dipenuhi oleh para pihak,yang mana hal tersebut kurang menyelesaikan permasalahan hukum dalam suatu peralihan hak atas tanah. Tesis ini membahas mengenai urgensi pembuatan ppjb serta konstruksi transaksi jual beli atas tanah yang dilakukan para pihak dalam Putusan Nomor 52/PDT.G/2020/PN.PTK .Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan ppjb tidak relevan manakala syarat jual beli tanah sudah terpenuhi dan konstruksi jual beli yang seharusnya digunakan adalah AJB dengan memperhatikan bahwa seluruh dari syarat jual beli tanah telah terpenuhi dan selanjutnya jika masih terdapat sisa pembayaran dalam pembuatan AJB dapat dilakukan dengan menggunakan surat perjanjian hutang piutang dan hak tanggungan dalam menyelesaikan sisa pembayaran jika metode yang digunakan ialah dengan pencicilan

The transfer of land rights that is commonly used in Indonesia is buying and selling. The methods that can be used in buying and selling land are the Binding Sale and Purchase Agreement (PPJB) and the Sale and Purchase Deed (AJB). The Sale and Purchase Agreement (PPJB) is a preliminary agreement which must be completed with the AJB in order to transfer land rights. In reality, notaries often continue to use the Sale and Purchase Agreement as an instrument for land sale and purchase transactions even though the conditions for the transfer of land rights have been fulfilled by the parties, which does not resolve legal issues in a transfer of land rights. This thesis discusses the urgency of making PPJB and the construction of land sale and purchase transactions carried out by the parties in Decision Number 52/PDT.G/2020/PN.PTK.. The results of the research show that making a PPJB is not relevant when the land sale and purchase conditions have been fulfilled and the sale and purchase construction that should be used is AJB, taking into account that all land sale and purchase conditions have been fulfilled and furthermore, if there is still remaining payment in making the AJB, it can be done using a letter. debt and receivable agreements and mortgage rights to settle the remaining payments if the method used is installments"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesti Kurnia Dewi
"Pasal 35 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama dan harta bawaan dari masing-masing suami yang diperoleh karena hadiah atau warisan menjadi penguasaan masing-masing. Berakhirnya harta bersama hanya karena putusnya perkawinan. Obyek jual beli tanah saat suami istri dalam proses gugatan cerai di pengadilan agama yang dijual dengan dasar Akta Pembagian Harta Bersama tetap membutuhkan persetujuan pasangan. Tujuan penelitian ini untuk mengembangkan pengetahuan dibidang hukum. Sehingga penulis ingin mengetahui mendalam bagaimana kedudukan Akta jual beli atas harta bersama yang masih dalam proses peradilan dan bagaimana keabsahan Akta jual beli Nomor 487/20/Skr/2003 dikaitkan putusan Pengadilan Tinggi Palembang Nomor 111/PDT/2017/PT.PLG. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dengan data utama yang digunakan yaitu data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Disimpulkan bahwa kedudukan Akta jual beli atas harta bersama yang masih dalam proses peradilan adalah sah ketika ditandatangani suami dan istri/tetap memerlukan persetujuan pasangan, terkait pembuatan Akta Pembagian Harta Bersama ketika perkawinan belum berakhir merupakan perbuatan menyalahi hukum. Akta jual beli Nomor 487/20/SKR/2003 masih diakui keabsahannya untuk dipakai dalam perbuatan hukum oleh pihak yang mendapat hak atasnya.

Article 35 of the Marriage Law No. 1 of 1974 states that the property acquired during marriage becomes a joint asset and the inheritance of each husband is obtained because the gift or inheritance is the control of each. The end of joint property is only due to the breakup of marriage. The object of buying and selling land when a husband and wife are in divorce proceedings in a religious court that is sold on the basis of the Joint Asset Sharing Act still requires the approval of the couple. The purpose of this study is to develop knowledge in the field of law. So the author wants to know in depth how the Deed of sale and purchase of shared assets is still in the judicial process and how the validity of the sale and purchase Deed Number 487/20 / Skr / 2003 is attributed to the decision of the Palembang High Court Number 111 / PDT / 2017 / PT. PLG. In conducting research, the author uses a juridical-normative library research method with the main data used, namely secondary data obtained from library materials in the form of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. It was concluded that the position of the Deed of sale and purchase of shared assets that are still in the judicial process is valid when signed by the husband and wife / still requires the approval of the spouse, related to the making of the Shared Assets Deed when the marriage is not over. The sale and purchase deed Number 487/20 / SKR / 2003 is still recognized as valid for use in legal actions by the party who has the right to it."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T54288
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dhimas Judanto
"Jual-beli kapal oleh Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia banyak dilakukan untuk memenuhi kebutuhan transportasi sebagai negara kepulauan. Namun yang menjadi persoalan adalah apabila jual beli kapal yang berada di Indonesia dilakukan antara Badan Usaha Asing dengan Badan Usaha Indonesia dan dilakukan di luar negeri. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai keberlakuan ketentuan Pasal 17 dan 18 AB terkait dengan kasus dalam putusan nomor 48/Pdt.G/2020/PN.Ptk; dan, analisis akta peralihan kapal yang dibuat di hadapan Notary Public di Singapura yang tidak memiliki sertfikat apostille untuk digunakan di Indonesia.
Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitan hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif analisis. Hasil analisis adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 18 AB terhadap jual beli kapal yang dilaksanakan di Singapura berlaku ketentuan di tempat tindakan hukum itu dilakukan yaitu Singapura, sedangkan dikarenakan kapal sudah tidak terdaftar lagi di Mongolia, maka tidak berlaku ketentuan Pasal 17 AB karena sudah tidak ada unsur asing di dalamnya.
Adapun saran yang dapat diberikan berupa percepatan penyelesaian  Penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Layanan Legalisasi Apostille pada Dokumen Publik selaku peraturan pelaksana dari Konvensi Apostille dilaksanakan dengan baik dan tepat pada waktunya. Sehingga layanan Apostille dapat segera diselenggarakan di Indonesia.

The sale and purchase of vessel by Indonesian citizens or Indonesian legal entities is done a lot to meet transportation needs as an archipelagic country. However, the problem is if the sale and purchase of vessel in Indonesia is carried out between a foreign business entity and an Indonesian business entity and is carried out abroad. The issues raised in this research are the applicability of the provisions of Articles 17 and 18 AB related to the case in court judgement number 48/Pdt.G/2020/PN.Ptk; and the analysis of vessel’s deed of sale and purchase made before a Notary Public in Singapore that does not have an apostille certificate for use in Indonesia.
To answer these problems, a normative legal research method is used with the type of descriptive analysis research. The results of the analysis are in accordance with the provisions of Article 18 AB for the sale and purchase of vessel carried out in Singapore, the law applies where the legal action was carried out, namely Singapore, while because the vessel is no longer registered in Mongolia, then the provisions of Article 17 AB do not apply because there are no foreign elements in it.
The suggestions that can be given are to accelerate the completion of the regulation draft from The Minister of Law and Human Rights regarding Apostille Legalization Services on Public Documents as implementing regulations of the Apostille Convention carried out properly and on time. So that Apostille services can be immediately held in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>