Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170100 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devi Maulina
"ABSTRAK
Mangiferin merupakan salah satu senyawa derivat xanton yaitu C-glikosilxanton yang berpotensi dikembangkan menjadi agen pengkelat besi namun bioavailabilitas pada pemberian secara oral sangat rendah dan kelarutannya kurang baik. Preparasi mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat diharapkan dapat meningkatkan bioavailabilitas mangiferin karena dengan memperkecil ukuran mangiferin akan memperbesar luas permukaan dan meningkatkan interaksi dengan pelarut sehingga kelarutan akan meningkat. Nanopartikel juga dapat menghantarkan senyawa obat dengan baik sampai ke unit-unit kecil dalam tubuh, meningkatkan distribusi, serta obat tepat target, sehingga meningkatkan efek terapetik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berbagai parameter farmakokinetik nanopartikel kitosan-alginat mangiferin yang diberikan secara oral pada tikus. Penelitian dilakukan pada tikus jantan Sprague-Dawley yang diberi nanopartikel kitosan-alginat mangiferin sebesar 50 mg/kgBB secara oral. Darah diambil dari vena ekor pada 0; ½; 1; 2; 3; 4; 4½; 5; 5½ dan 6 jam setelah pemberian oral. Hati dan jantung diambil pada jam ke 4 dan 6 setelah pemberian oral. Analisis kadar mangiferin pada plasma, hati dan jantung menggunakan HPLC. Parameter farmakokinetik telah dihitung. Konsentrasi maksimum nanopartikel kitosan-alginat mangiferin dalam plasma mencapai 634,65 ± 10,37 ng/mL dengan Tmax 4 jam setelah pemberian oral dan waktu paruh eliminasi (t1/2) adalah 6,45 ± 0,15 jam. Konsentrasi nanopartikel kitosan-alginat mangiferin di jantung dan di hati pada jam keempat dan keenam setelah pemberian oral berturut-turut adalah 753,16 ± 93,48 ng/mL, 1976,55 ± 40,06 ng/mL, 1998,81 ± 72,25 ng/mL, dan 3562,81 ± 189,28 ng/mL. Peningkatan kadar mangiferin pada kelompok nanopartikel kitosan-alginat mangiferin di plasma, jantung dan hati menunjukkan bentuk nanopartikel kitosan-alginat mangiferin memiliki absopsi yang lebih baik dibanding kelompok mangiferin. Preparasi nanopartikel kitosan-alginat mangiferin dapat mempengaruhi profil farmakokinetik mangiferin pada plasma dan distribusinya pada hati dan jantung tikus.

ABSTRACT
Mangiferin is one of the xanthone derivative compounds, namely C-glicosylxanthones which has the potential to be developed into an iron chelating agent but the bioavailability of oral administration is very low, and its have poor solubility. The preparation of mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles are expected to increase the bioavailability of mangiferin because by reducing particle size it will increase the surface area and increase interaction with the solvent so that solubility will increase. Nanoparticles can also deliver medicinal compounds well to small units in the body, increase distribution, and target drugs, thereby increasing therapeutic effects. The purpose of this study was to determine the various pharmacokinetic parameters of chitosan-alginate mangiferin nanoparticles given orally in rats. The study was conducted on Sprague-Dawley male rats were given 50 mg/ kgBW of chitosan-alginate mangiferin orally. Blood samples were taken from the tail vein at 0; ½; 1; 2; 3; 4; 4½; 5; 5½ and 6 hours after oral administration. Heart and liver organs are taken at the fourth and sixth hour after oral administration. Analysis of mangiferin levels in plasma, liver, and heart using HPLC. The pharmacokinetics parameters were calculated. The maximum concentration of chitosan-alginate mangiferin nanoparticles in plasma reached 634.65 ± 10.37 ng/mL with Tmax 4 hours after oral administration, and the apparent elimination half-life (t1/2) was 6,45 ± 0,15 hours. Concentrations in the heart and liver in the fourth and sixth hours after oral administration were 753,16 ± 93,48 ng/mL, 1976,55 ± 40,06 ng/mL, 1998,81 ± 72,25 ng/mL, and 3562,81 ± 189,28 ng/mL. Increased concentrations of chitosan-alginate mangiferin nanoparticles in plasma, heart, and liver showed that chitosan-alginate mangiferin nanoparticles had good absorption. Preparation of chitosan-alginate mangiferin nanoparticles can affect the pharmacokinetic profile of mangiferin in plasma and its distribution to the liver and heart of rats."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58591
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Melati Timur Agtaputri
"Mangiferin berperan sebagai antioksidan dan bersifat kardioprotektif, di mana jantung merupakan organ yang esensial pada kehidupan manusia. Namun, absorpsi dan bioavailabilitasnya rendah, sehingga distribusi pada organ juga rendah. Absorpsi dan distribusi obat yang rendah dapat ditingkatkan dengan menggunakan nanopartikel kitosan-alginat sebagai sistem pengirimannya. Sehingga, penelitian ini dilakukan untuk membandingkan kadar mangiferin dan mangiferin nanopartikel kitosan-alginat pada organ jantung tikus. Organ jantung tersimpan dari 24 tikus jantan Sprague-Dawley dibagi ke dalam 4 kelompok, yaitu organ jantung dari tikus yang diberikan mangiferin konvensional dan diterminasi pada jam ke-3 (MK3), mangiferin nanopartikel kitosan-alginat dan diterminasi pada jam ke-3 (MNP3), mangiferin konvensional dan diterminasi pada jam ke-5,5 (MK5,5), dan mangiferin nanopartikel kitosan-alginat pada jam ke-5,5 (MNP5,5). Pemberian mangiferin dilakukan secara oral dengan dosis 50 mg/kgBB. Kadar mangiferin diukur menggunakan HPLC dan mengacu pada metode Estuningtyas. Kadar mangiferin konvensional dan mangiferin nanopartikel kitosan-alginat pada jantung tikus Sprague-Dawley di jam ke-3 berturut-turut adalah 344.80 ± 254.78 ng/g dan 412.48 ± 268.99 ng/g dengan Sig = 0.664. Kadar mangiferin konvensional dan mangiferin nanopartikel kitosan-alginat pada jantung tikus Sprague-Dawley di jam ke-5,5 berturut-turut adalah 1102.21 ± 241.25 ng/g, dan 1429.26 ± 311.45 ng/g dengan Sig = 0.069. Kadar mangiferin di jantung tikus Sprague-Dawley setelah pemberian mangiferin konvensional dan mangiferin nanopartikel kitosan-alginat tidak berbeda bermakna baik pada jam ke-3 maupun jam ke-5,5.

Mangiferin acts as an antioxidant and has cardioprotective properties, in which the heart is an organ that is essential to human life. However, mangiferin has a very low absorption and bioavailability, thus low organ distribution. The low absorption and distribution of the drug can be increased by using chitosan-alginate nanoparticle as the delivery system. Therefore, this study aimed to compare the levels of mangiferin and mangiferin chitosan-alginate nanoparticle in Sprague-Dawley rat heart organs. The stored heart organs of 24 male Sprague-Dawley rats were divided into 4 groups, which are heart organs from rats given conventional mangiferin and sacrificed after 3 hours (MK3), chitosan-alginate nanoparticle mangiferin and sacrificed after 3 hours (MNP3), conventional mangiferin and sacrificed after 5.5 hours (MK5.5), and chitosan-alginate nanoparticle mangiferin and sacrificed after 5.5 hours (MNP5.5). Mangiferin was administered orally at a dose of 50 mg/kgBW. Mangiferin levels were measured using HPLC and referred to the Estuningtyas method. The levels of conventional mangiferin and chitosan-alginate nanoparticle mangiferin in the heart of Sprague-Dawley rats after 3 hours respectively are 344.80 ± 254.78 ng/g and 412.48 ± 268.99 ng/g with Sig = 0.664. The levels of conventional mangiferin and chitosan-alginate nanoparticle mangiferin in the heart of Sprague-Dawley rats after 5,5 hours respectively are 1102.21 ± 241.25 ng/g and 1429.26 ± 311.45 ng/g with Sig = 0.069. The levels of mangiferin in the heart of Sprague-Dawley rats after 3 and 5.5 hours oral administration of conventional mangiferin and chitosan-alginate nanoparticle mangiferin are not significantly different."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahriah
"Berbagai penelitian telah membuktikan khasiat ekstrak air rosella (Hibiscus sabdariffa L) dalam pemeliharaan fungsi kardiovaskular. Penggunaan ekstrak air rosella yang dikoadministrasikan dengan aspirin berpotensi untuk terjadi, karena aspirin merupakan terapi yang juga digunakan dalam pemeliharaan fungsi kardiovaskular, khususnya sebagai antiplatelet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak air rosella terhadap farmakokinetik dan farmakodinamik aspirin. Studi interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik ekstrak air rosella dengan aspirin terbagi dalam beberapa kelompok perlakuan, yaitu kelompok aspirin tunggal, rosella tunggal dan tiga kelompok ko-administrasi ekstrak air rosella dengan aspirin. Ekstrak air rosella dalam tiga variasi dosis yang diberikan secara ko-administrasi dengan aspirin tidak memberikan pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap AUC, Cmaks, tmaks, Vd, Klirens, dan t1/2 asam salisilat. Selain itu, pemberian ekstrak air rosella secara ko-administrasi dengan aspirin tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan waktu perdarahan dan survival rate dari tikus uji. Berdasarkan  hasil penelitian ini disimpulkan, ekstrak air rosella yang digunakan secara ko-administrasi dengan aspirin pada tikus tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap farmakokinetik dan farmakodinamik aspirin.

Various studies have proven the efficacy of Roselle (Hibiscus sabdariffa L) in maintaining cardiovascular function. The use of aqueous extract of Roselle with aspirin has the potential to occur, because aspirin is a therapy that is also used in the maintenance of cardiovascular function, especially as antiplatelet. This study aimed to determine the effect of aqueous extract of Roselle on the pharmacokinetics and pharmacodynamics of aspirin. The study of pharmacokinetic and pharmacodynamic interactions of aqueous extract of Roselle with aspirin was divided into several treatment groups: single aspirin group, single Roselle and three co-administration groups of aqueous extract of Roselle with aspirin. Co-administration aqueous extract of Roselle with aspirin did not have a significant difference on AUC, Cmax, Tmax, Vd, clearance, and t½ salicylic acid. In addition, co-administration aqueous extract of Roselle and aspirin did not show a significant increase in the bleeding time and survival rate of rats. In conclusion, aqueous extract of Roselle used by co-administration with aspirin in rats did not have a significant effect on the pharmacokinetics and pharmacodynamics of aspirin."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
T54283
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Trias Ramadanty
"ABSTRAK
Latar belakang.:Kurkumin merupakan senyawa polifenolik yang memiliki aktivitas farmakalogi, sebagai antikanker, seperti pada kanker ovarium. Kurkumin memiliki bioavaibilitas rendah karena tidak terabsorpsi baik dan mengalami metabolisme tinggi. Ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses absorpsi dimana memperkecil ukuran partikel dapat meningkatkan kelarutan suatu senyawa dan transpor melintasi membran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui modifikasi ukuran partikel pada profil farmakokinetik kurkumin dalam darah dan pada organ ovarium.Metode : Penelitian dilakukan pada tikus betina Sprague Dawley yang diberi kurkumin dan nanokurkumin sebesar 500 mg/kgBB secara oral. Darah diambil dari vena ekor pada menit ke 10, 15, 30, 45, 75, dan 120 menit, dan organ ovarium diambil pada menit ke 120 dan 180. Analisis kadar kurkumin pada plasma dan ovarium menggunakan UPLC-MS/MS serta dilakukan analisis parameter famakokinetik.Hasil penelitian : Kurkumin pada kelompok kurkumin dan nanokurkumin terdeteksi dan terukur dalam plasma dan organ ovarium. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kelompok kurkumin dan kelompok nanokurkumin dalam parameter farmakokinetik di plasma maupun ovarium. Namun, kadar di organ ovarium pada kelompok nanokurkumin lebih tinggi 1,3 kali dan 3,6 kali dibandingkan kelompok kurkumin pada menit ke 120 dan ke 180.Kesimpulan : Penurunan ukuran partikel kurkumin tidak meningkatkan kadar obat dalam plasma tetapi meningkatkan distribusi kurkumin dalam organ ovarium.

ABSTRACT
Background Curcumin is a polyphenolic compound that has pharmacological activity, as an anticancer, such as in ovarian cancer. Curcumi has low bioavailability because it is not well absorbed and has high metabolism. Particle size is one factor that can affect the absorption process, minimizing particle size can increase the solubility of a compound and transport across the membrane. The purpose of this study was to determine the modification of particle size in pharmacokinetic profile of curcumin in blood and ovarian organs.Method The study was conducted on Sprague Dawley female mice given curcumin and nanocurcumin of 500 mg kgBW orally. Blood was taken from the vein of the tail at 10, 15, 30, 45, 75, and 120 minutes, and the ovarian organs were taken at 120 and 180 minutes. Curcumin levels in plasma and ovaries analyzed using UPLC MS MS and also pharmacokinetic parameter.Result Curcumin were detectable and measurable in plasma and ovarian organs curcumin and nanocurcumin groups. Overall there were no statistically significant difference of pharmacokinetic parameters between curcumin and nanocurcumin groups in both plasma and ovaries. However, levels of curcumin in ovarian organs at nanocurcumin group were 1.3 and 3.6 times higher than curcumin at 120 and 180 minutes.Conclusion Particle size reduction of curcumin did not increase the amount of curcumin in the plasma but increases the distribution of curcumin in ovarian organs."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58972
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Dwi Haryanto
"Latar belakang: Kondisi penumpukan zat besi di tubuh sering terjadi pada pasien talasemia yang bergantung pada transfusi darah. Kelebihan zat besi dapat memicu terbentuknya reactive oxygen species (ROS) sehingga terjadi disfungsi organ. Limpa adalah salah satu organ yang terdampak dan dapat terjadi splenomegali yang dapat berujung pada splenektomi. Terapi kelasi besi diperlukan untuk mengurangi akumulasi zat besi. Mangiferin memiliki properti antioksidan sehingga dianggap dapat menjadi obat alternatif terapi kelasi. Namun, rendahnya bioavailibilitas mangiferin menghambat pengembangan dan aplikasi klinisnya. Penghantaran obat menggunakan nano-carrier menjadi salah satu pilihan untuk memperbaiki bioavailibilitas mangiferin. Penelitian ini menganalisis kadar mangiferin biasa dibandingkan mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat pada limpa tikus Sprague-Dawley. Metode: Penelitian menggunakan data dari tiga kelompok homogenat organ limpa tikus Sprague-Dawley tersimpan yang diinduksi kelebihan besi. Kelompok dibagi menjadi limpa yang diberi mangiferin konvensional dosis 50 mg/kgBB, mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat dosis 50 mg/kgBB, serta mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat dosis 25 mg/kgBB. Kadar mangiferin pada limpa diukur menggunakan HPLC. Hasil: Kadar rata-rata mangiferin pada organ limpa tikus Sprague-Dawley (ng/g jaringan) pada kelompok M50K (686,1±168,55), kelompok M50NP (924,6±253,63), dan kelompok M25NP (683,75±240,52). Tidak ada perbedaan yang signifikan pada ketiga kelomok tersebut. Kesimpulan: Pemberian mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat tidak meningkatkan kadar mangiferin pada limpa tikus Sprague-Dawley dibandingkan dengan pemberian mangiferin konvensional dan tidak ada perbedaan bermakna antara kadar mangiferin pada pemberian mangiferin nanopartikel kitosan-alginat dosis 50 mg/kgBB dibanding dosis 25 mg/kgBB.

Introduction: Iron overload in the body often occur in transfusion-dependent thalassemia patients. This condition can trigger the formation of reactive oxygen species (ROS) resulting in organ dysfunction. Spleen is one of the organs affected and it can lead to splenomegaly which leads to splenectomy. Iron chelation therapy is required to reduce iron accumulation. Mangiferin has antioxidant properties, therefore, it is considered as an alternative medicine for iron chelation therapy. However, the low bioavailability restricts the development and clinical application of mangiferin. Drug delivery using nano-carriers is an option to increase the bioavailability of mangiferin. This study analyzed the levels of conventional mangiferin compared to mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles in the spleen of Sprague-Dawley rats. Method: This study used data from three groups of spleen organ homogenate storage of Sprague-Dawley rats induced by iron overload. The groups were divided into spleens which were given conventional mangiferin 50 mg/kgBW, mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles 50 mg/kgBW, and mangifeirn in chitosan-alginate nanoparticles 25 mg/kgBW. Spleen mangiferin levels were measured using HPLC. Result: The mean level of mangiferin in the spleen organs of Sprague-Dawley rats (ng/g tissue) in the M50K group (686,1±168,55), M50NP group (924,6±253,63), and M25NP group (683,75±240,52). There was no significant difference in the three groups. Conclusion: Administration of mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles did not increase the spleen mangiferin levels in Sprague-Dawley rats compared to conventional mangiferin and there was no significant difference between mangiferin levels in spleen after the administration of mangiferin chitosan-alginate nanoparticles between doses of 50 mg/kgBW and 25 mg/kgBW."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Chalisya Ilyas
"Latar belakang: Iron overload adalah kondisi dimana terjadi penumpukan besi berlebih dalam tubuh dan sering terjadi pada pasien yang menjalani transfusi berulang seperti pasien talasemia beta mayor. Iron overload ini merusak banyak organ dan salah satunya yang terberat adalah kerusakan organ jantung berupa kardiomiopati yang merupakan penyebab utama kematian pasien talasemia beta mayor. Tatalaksana yang diberikan untuk mencegah iron overload adalah obat pengkelat besi yang saat ini harganya mahal dan banyak efek samping. Mangiferin adalah senyawa polifenol yang dapat dijadikan kandidat potensial obat pengkelat besi. Sayangnya bioavailabilitasnya rendah, sehingga dipikirkan pembuatan formulasi mangiferin dalam nanopartikel kitosan alginate akan dapat meningkatkan bioavailabilitas dan distribusinya ke organ. Pada penelitian ini mangiferin akan diukur kadarnya dalam organ jantung tikus Sprague- Dawley yang diberi besi berlebih. Metode: Data penelitian ini diperoleh dari homogenat organ jantung tersimpan tikus Sprague- Dawley yang diperoleh dari penelitian sebelumnya sebanyak 17 sampel dan diukur kadar Mangiferin dalam jantung menggunakan alat HPLC. Tikus dibagi ke dalam tiga kelompok dan diinduksi besi berlebih sambil diberikan Mangiferin yang berbeda setiap harinya yaitu Mangiferin konvensional 50 mg/ kgBB (MK50), Mangiferin kitosan alginat 50 mg/ kgBB (MN50), dan Mangiferin kitosan alginat 25 mg/ kgBB (MN25). Hasil: Nilai rerata kadar MK50, MN50 dan MN25 yang diukur dalam organ jantung tikus dalam satuan (ng/g) berturut-turut sebesar 4365,80, 4453,65 dan 4171,97 dengan nilai p = 0, 974. Simpulan: Kadar mangiferin di jantung tikus Sprague-Dawley yang diinduksi besi berlebih setelah pemberian mangiferin kitosan alginate nanopartikel tidak berbeda dengan pemberian mangiferin konvensional.

Background : Iron overload is an accumulation of excess iron in the body and often occurs in repeated transfusion patients such as beta thalassemia major. Iron overload damages multi-organs and the worst impact is cardiomyopathy which is the main cause of death in beta thalassemia major patients. The preventive treatment for iron overload is iron chelating drugs, which are expensive and have many adverse effects. Mangiferin is a polyphenol that have potential to be a candidate for iron chelator. Unfortunately, its bioavailability is low. Therefore, new formulation is considered to increase the bioavailability of Mangiferin with chitosan alginate nanoparticles technology which was measured in the heart organ of iron overload Sprague-Dawley rats. Method : The data of this study were obtained from the stored heart organ homogenate of Sprague-Dawley rats which were obtained from a previous study of 17 samples and the levels of mangiferin in the heart were measured using an HPLC device. Rats were divided into three groups and induced by excess iron while given different Mangiferin every day, namely conventional Mangiferin 50 mg/kgBW (MK50), Mangiferin chitosan alginate 50 mg/kgBW (MN50), and Mangiferin chitosan alginate 25 mg/kgBW (MN25). Results: The mean values of MK50, MN50 and MN25 levels measured in the rat heart in units (ng/g) were 4365.80, 4453.65 and 4171.97 with p = 0.974, respectively. Conclusion: There was no significant difference between Conventional Mangiferin and Mangiferin Nanoparticles in the heart of Sprague-Dawley rats induced by excess iron."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putrya Hawa
"ABSTRAK
Pada penelitian ini dilakukan preparasi dan karakterisasi nanopartikel primakuin berbasis kitosan. Preparasi nanopartikel primakuin dilakukan dengan menggunakan metode gelasi ionik. Karakterisasi nanopartikel primakuin dilakukan untuk mengetahui distribusi ukuran partikel, zeta potensial da morfologi partikel. Selanjutnya nanopartikel primakuin dan primakuin konvensional diujikan ke tikus secara oral untuk membandingkan profil farmakokinetik keduanya. Hasil menunjukkan distribusi ukuran partikel pada 248,8 nm, dengan lebar puncak 29,61 nm, efisiensi penjerapan54,7% dan zeta potensial. Pada uji in vivo di tikus, konsentrasi primakuin dalam plasma 2-2,5 kali lebih rendah dibandingkan primakuin konvensional, tetapi 3 kali lebih tinggi di hati. Penghitungan parameter farmakokinetik menunjukkan AUC nanopartikel primakuin 3,3 kali lebih rendah dan Cmax nanopartikel primakuin 2,3 kali lebih rendah dibandingkan primakuin konvensional. Namun tidak ada perbedaan pada Tmax. Nilai ke nanopartikel primakuin lebih rendah dan t1/2 eliminasi memanjang 3 kali lipat dibandingkan primakuin konvensional. Vd nanopartikel primakuin 6,5 kali lebih besar dibandingkan primakuin konvensional. Penelitian ini menunjukkan nanopartikel primakuin terbukti berhasil meningkatkan penghantaran obat ke hati.

ABSTRACT
The aim of this study was to prepare primaquine- loaded chitosan nanoparticles to enhance drug transport to the liver. Primaquine nanoparticles were prepared by using ionic gelation. Nanoparticles were characterized by particle size distribution, entrapment efficiency, zeta potential and morphology. Conventional primaquine and primaquine nanoparticles were administered orally to rats in order to compare the pharmacokinetic profiles. The characterization of nanoparticles exhibited a peak of particle size distribution at 248.8 nm, peak width of 29.61 nm, entrapment efficiency of 54.7%, and zeta potential of +1.4 mV. In rats, we observed 2-2.5 times smaller plasma concentrations of primaquine nanoparticles than conventional primaquine, but 3 times higher concentration in the liver. The calculation of pharmacokinetic parameters of primaquine revealed that nanoparticles have 3.3 times smaller AUC and 2.3 times smaller Cmax than conventional administration, but no different Tmax. Absorption rate constant and absorption phase half life of nanoparticles were statistically not different from conventional primaquine. Elimination rate constant and elimination phase half life of nanoparticles exceeded 3 times the values of conventional primaquine. The pharmacokinetic distribution of primaquine nanoparticles showed a 6.5 times greater volume than that of primaquine. This study exhibited that primaquine nanoparticles successfully enhanced drug transport to the liver."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ainun Mardhiyah
"Mangiferin berpotensi menjadi agen pengkelat besi. Namun, rendahnya bioavailabilitas mangiferin membatasi kemampuan mangiferin sebagai agen pengkelat. Sistem penghantaran obat nanopartikel yang terenkapsulasi dalam kitosan-alginat diketahui mampu meningkatkan bioavailabilitas obat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan kadar mangiferin konvensional dan mangiferin nanopartikel kitosan-alginat pada organ ginjal. Data penelitian diperoleh dari homogenat organ ginjal tersimpan tikus Sprague-Dawley yang diinduksi besi berlebih. Tikus dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan, yaitu diberikan mangiferin konvensional 50 mg/kgBB (MK50), mangiferin nanopartikel kitosan-alginat 50 mg/kgBB (MN50), dan mangiferin nanopartikel kitosan-alginat 25 mg/kgBB (MN25).
Pengukuran kadar mangiferin dilakukan dengan menganalisis plasma menggunakan alat HPLC dan mengacu pada metode Estuningtyas. Berdasarkan pengukuran, rata-rata kadar mangiferin di organ ginjal (ng/g) antara lain sebesar 5368.5±1407,52 ng/g (MK50), 4757.78±1420,32 ng/g pada (MN50), dan 4448.06±1938,95 ng/g (MN25). Akan tetapi, tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok perlakuan. Pemberian mangiferin nanopartikel kitosan-alginat dosis 50 mg/kgBB maupun 25 mg/kgBB tidak meningkatkan kadar mangiferin di ginjal tikus dibandingkan dengan pemberian mangiferin konvensional dosis 50 mg/kgBB. Selain itu, kadar mangiferin nanopartikel kitosan-alginat dosis 25 mg/kgBB tidak lebih tinggi dibandingkan mangiferin nanopartikel kitosan-alginat dosis 50 mg/kgBB di ginjal.

Mangiferin has potential to be an iron chelating agent. However, the low bioavailability of mangiferin limits its ability as a chelating agent. The nanoparticle drug delivery system encapsulated in chitosan-alginate is known as an option to increase drug bioavailability. Therefore, this study aimed to analyze the levels of conventional mangiferin and mangiferin chitosan-alginate nanoparticle in the kidney. Data were obtained from stored kidney homogenates of iron overload Sprague-Dawley rat model. Rats were divided into three treatment groups, namely conventional mangiferin 50 mg/kgBW (MK50), mangiferin chitosan-alginate nanoparticle 50 mg/kgBW (MN50), and mangiferin chitosan-alginate nanoparticle 25 mg/kgBW (MN25).
The measurement of mangiferin levels was carried out by plasma analysis using HPLC tool and referring to the Estuningtyas method. The average levels of mangiferin in kidneys (ng/g) are 5368.5±1407,52 (MK50 group), 4757.78±1420,32 (MN50 group), and 4448.06±1938,95 (MN25 group). However, there was no significant difference between the treatment groups. The administration of mangiferin chitosan-alginate nanoparticle 50 mg/kgBW or 25 mg/kgBW did not increase mangiferin levels in the rat kidney compared to conventional mangiferin 50 mg/kgBW. In addition, the levels of mangiferin chitosan-alginate nanoparticle 25 mg/kgBW were not higher than mangiferin chitosan-alginate nanoparticle 50 mg/kgBW.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susana Elya Sudradjat
"Sediaan farmasi yang menggunakan zat aktif dari bahan alam sering terkendala oleh penetrasinya baik yang digunakan secara oral maupun transdermal. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan penetrasi tersebut agar zat aktif dapat mencapai target yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi miristisin dari minyak pala dengan destilasi bertingkat, meningkatkan penetrasi gel etosom miristisin melalui kulit dan meningkatkan bioavailabilitas patch gel etosom miristisin. Dalam penelitian ini, digunakan zat aktif miristisin dalam bentuk etosom yang selanjutnya dibuat patch gel etosom agar penetrasi meningkat. Untuk mendapatkan miristisin dengan kadar tinggi, minyak pala didestilasi dengan cara destilasi bertingkat. Etosom yang mengandung miristisin kemudian dikarakterisasi, selanjutnya diformulasikan ke dalam sediaan patch gel etosom yang nantinya formula terbaik akan diuji farmakokinetik pada tikus. Hasil yang diperoleh dari destilasi miristisin adalah peningkatan kadar dari 12,93 menjadi 83,45 . Hasil optimasi formulasi terhadap 9 formula etosom dengan variasi komposisi fosfatidilkolin 2-4 dan etanol 20-40 menunjukkan bahwa formula dengan komposisi fosfatidilkolin 3 dan etanol 20 merupakan formula yang terbaik karena memiliki ukuran partikel 131,6 6,3 nm dan efisiensi penjerapan 94,1 1,7 . Uji in-vitro dengan sel difusi Franz menunjukkan jumlah kumulatif miristisin yang terpenetrasi dari gel etosom GE lebih tinggi daripada gel non etosom GNE , yaitu berturut-turut sebesar 374,66 53,47 ? ? g cm-2 dan 280,26 15,75 ? ? g cm-2, dengan nilai fluks berturut-turut 24,56 0,95 ? ? g.cm-2.jam-1 dan 18,89 1,43 ? ? g.cm-2. jam-1. Hasil uji farmakokinetika menunjukkan bahwa area under curve AUC GE lebih tinggi dari GNE ataupun emulsi oral dengan jumlah AUC untuk GE, GNE dan emulsi oral berturut-turut adalah 104,123; 54,278; dan 42,535 ? ? g.jam.ml-1. Dari parameter farmakokinetik tersebut dapat disimpulkan bahwa formulasi patch gel etosom miristisin dapat meningkatkan penetrasi dan ketersediaan hayati miristisin dibandingkan dengan sediaan peroral.

Pharmaceutical dosage forms using natural products are often becoming a constraint for its penetration when it is used orally and transdermally. Therefore, efforts should be made to enhance the penetration so that the active substance can reach its target. This study was aimed to isolate myristicin from nutmeg oil with sequences distillation, to enhance the penetration of myristicin ethosomal gel through the skin, and the bioavailability of ethosomal gel patch. In this study, myristicin was formulated in the form of ethosome which later will be created into ethosomal gel patch in order to increase its penetration. Myristicin from nutmeg oil was isolated by sequences distillation to obtain high levels concentration. Ethosomes containing myristicin was characterized, then formulated into ethosomal gel patch which the best formula will be used in the pharmacokinetic test in rats. The concentration of myristicin obtained from this distillates increased from 12.93 to 83.45 . The characterization results from 9 ethosomal formulas with composition variation of phosphatidylcholine 2-4 and ethanol 20-40 showed that the formula containing 3 phosphatidylcholine and 20 ethanol compositions was the best due to its particles size 131.6 6.3 nm and entrapment efficiency 94.1 1.7 . The in-vitro test with Franz diffusion cells showed cumulative penetration of myristicin from the ethosomal gel GE was better than non-ethosomal gel GNE , which was in sequence 374.66 53.47 ? ? g.cm-2 and 280.26 15.75 ? ? g.cm-2. with flux values for GE and GNE were respectively 24.56 0.95 ? ? g cm-2 hour-1 and 18.89 1.43 ? ? g cm-2 hour-1. The pharmacokinetics test showed the best results of the area under curve AUC compared to GNE and oral emulsion which was respectively 104.123; 54.278; and 42.535 ? ? g. hour.ml-1. Based on the pharmacokinetic result, it can be concluded that the formulation of ethosomal gel patch can enhance the penetration and bioavailability of myristicin compared to oral dosage forms."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
D2521
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iis Delly Apriyarni
"Peningkatan DNA adduct yaitu 8-OHdG dipengaruhi oleh adanya xenobiotik yang bersifat toksik dan karsinogenik. Xenobiotik yang digunakan pada penelitian ini adalah paraquat diklorida sebagaimana diketahui paraquat diklorida merupakan pestisida golongan II berdasarkan WHO yang memikili efek berbahaya karena dapat menyebabkan mutasi gen sehingga berdampak karsinogenik. Penambahan ion logam Cu(II) dan Ni(II) sebagai media yang dapat berekasi dengan hidrogen peroksida untuk mengahasilkan reaksi Fenton. Rekasi fenton akan menghasilkan hidroksil radikal yang dapat menyebabkan peningkatan stress oksidatif sehingga menghasilkan rekatif oksigen spesies (ROS) yang berakibat pada mutasi DNA.
Pada penelitian ini baik secara in vitro maupun in vivo diperoleh hasil bahwa dengan penambahan dua ion logam, Cu(II) dan Ni(II), menghasilkan efek yang supresif, artinya nilai konsentrasi 8-OHdG yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan nilai masing-masing logam. Hal itu disebabkan ion logam Ni(II) akan menekan oksidasi DNA sehingga oksidasi DNA dengan ion logam Cu(II) akan terganggu. 8-OHdG terbanyak diperoleh dengan pencampuran paraquat diklorida dan ion logam Cu(II). Kajian in viro ini menggunakan kondisi inkubasi pada suhu 370C mewakili kondisi tubuh dan pH 7,4 serta 8,4 dengan waktu inkubasi 24 jam dan 6 jam. Diperoleh untuk kadar 8-OHdG dari ion logam Cu(II) dan paraquat diklorida sebesar 101,48 ppb dan 134,60 ppb. Sedangkan nilai kadar urin dan serum dari proses in vivo hari 14 dan 28 adalah 6,76 ppb& 3,48 ppb dan 1,22 ppb dan 0,76 ppb.

Increased DNA adduct, which is 8-OHdG is influenced by the presence of xenobiotics which are toxic and carcinogenic. Xenobiotics used in this study are paraquat dichloride, known as paraquat dichloride, a group II pesticide based on WHO which has a dangerous effect because it can cause gene mutations, so it has a carcinogenic impact. Adding Cu(II) and Ni(II) metal ions as a medium can reject hydrogen peroxide to produce Fenton reactions. Fenton's reaction will produce radical hydroxyl, which can cause an increase in oxidative stress to have oxygen species (ROS), resulting in DNA mutations.
In this study, both in vitro and in vivo obtained the result that the addition of two metals, Cu(II) and Ni(II) ions, produced a suppressive effect, meaning that the 8-OHdG concentration value obtained was smaller than the respective values metal. That is because Ni(II) metal ions will suppress DNA oxidation, so DNA oxidation with Cu(II) metal will be disrupted. 8-OHdG is obtained by mixing paraquat dichloride and Cu(II). In vitro study uses incubation conditions at 370C, representing the condition of the body and pH of 7.4 and 8.4 with an incubation time of 24 hours and 6 hours. They obtained 8-OHdG levels of Cu(II) metal ions and paraquat dichloride of 101.48 ppb and 134.60 ppb. While the concentration of urine and serum from in Vivo process days 14 and 28 is 6.76 ppb & 3.48 ppb and 1.22 ppb and 0.76 ppb.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>