Ditemukan 54167 dokumen yang sesuai dengan query
Sidjabat, Christine Anggi
"Indonesia bukan salah satu negara claimant, tetapi provokasi Cina melalui kapal nelayan yang dikawal oleh kapal Chinese Coast Guard telah melanggar hak berdaulat Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia di Laut Cina Selatan (LCS) yang berpotongan dengan Nine Dashed Line (NDL). Sampai saat ini sinergi antar instrumen kekuatan maritim Indonesia untuk menjaga hak berdaulat Indonesia di LCS masih terlihat lemah, sehingga rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana sinergi instrumen kekuatan yang berwenang pada domain maritim Indonesia dalam menghadapi Klaim Cina atas LCS. Analisa sinergi dilihat dari tiga aspek yaitu perspektif, kebijakan, dan Rules Of Engangement (ROE) yang diterapkan pada operasional. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengeksplorasi pertanyaan penelitian secara mendalam, dengan teknik analisa Soft System Methodology untuk melakukan pendekatan terhadap permasalahan dengan perbandingan sistem berpikir dan dunia nyata secara terstruktur, dan dibantu dengan NVivo untuk proses triangulasi data. Hasil penelitian menunjukkan instrumen kekuatan maritim di Indonesia belum memiliki perspektif yang selaras terhadap NDL. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kebijakan dari pembuat kebijakan dan turunan strategi dari pembuat strategi Pemerintah Republik Indonesia belum diharmonisasi, sehingga ROE pada level operasional yang tepat untuk menghadapi provokasi Cina atas LCS belum dirumuskan dengan menyesuaikan antara wewenang dengan kapabilitas instrumen. Secara keseluruhan, penelitian menemukan bahwa sinergi instrumen kekuatan maritim Indonesia masih perlu dioptimalkan untuk menghadapi Klaim Cina atas wilayah yurisdiksi Indonesia di LCS."
Bogor: Universitas Pertahanan, 2018
355 JDSD 8:2 (2018)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Aisha Rasyidila Kusumasomantri
"Klaim teritorial Cina mencakup hampir seluruh wilayah perairan di Laut Cina Selatan. Dengan didukung oleh kekuatan ekonomi dan militernya sebagai sebuah great power baru di Asia Pasifik, Cina mengerahkan banyak dana untuk melakukan diplomasi dengan negara-negara pengklaim lain dan tak segan menggunakan jalur kekerasan. Dalam beberapa kasus, Cina bahkan melakukan langkah-langkah yang agresif sehingga menimbulkan keresahan bagi negara-negara litoral, khususnya negara-negara anggota ASEAN yang terlibat konflik dengan Cina di Laut Cina Selatan. Sementara itu, Indonesia, sebagai negara terbesar di ASEAN, justru melakukan pendekatan terhadap Cina baik itu dari segi diplomasi maupun militer dengan tetap mempertahankan hubungan baik dengan Amerika Serikat. Penelitian ini akan membahas mengapa Indonesia, sebagai sebuah middle power, memilih untuk melakukan hedging sebagai respon dari konflik yang melibatkan great power kawasan.
China’s territorial claim extended along the waters of South China Sea. With the support of its economic and military power as a rising power of Asia Pacific, China exert a lot of expense to conduct diplomacy with other claimant states, and did not hesitate to use its force. China’s effort to asset its claim seen as am agresive behavior, and developing concern among the littoral state, especialy members of ASEAN who are involved with China in the dispute of South China Sea. Meanwhile, Indonesia, as the largest country in ASEAN, approaching china both in diplomacy and military aspect while still maintaining a good relation with United States. This study will discuss further about decision-making and rationale of Indonesia as a middle power country, in response to a conflict that involving a regional great power."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Luna Puspita
"Fokus dari skripsi ini adalah untuk membahas prinsip perbatasan maritime dan penerapannya pada Sengketa Laut Cina Selatan, khususnya pada batas maritim negara penuntut. Skripsi ini juga menguraikan lebih lanjut mengenai posisi Indonesia di dalam sengketa tersebut. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai Sengketa Laut Cina Selatan dan mendiskusikan lebih lanjut mengenai negara penutut yang mana yang memiliki klaim paling sah di Laut Cina Selatan.
The focus of this thesis is to discuss the maritime boundaries principle and applying the principle in the South China Sea Dispute regarding the maritime boundaries of the Claimant States. The thesis also elaborates more about Indonesia's position in the dispute. The purpose of this thesis is to give a more thorough understanding about the South China Sea Dispute, and discuss further regarding which claimant state has the most legitimate claim in the South China Sea."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56468
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Tiara Salsabila
"Sengketa Laut Cina Selatan telah menjadi konflik kepentingan di antara negara-negara kawasan tersebut. Republik Rakyat Tiongkok (RRT) mengklaim sekitar 90 persen wilayah Laut Cina Selatan melalui penggunaan peta sembilan garis putus-putus namun klaim ini bertentangan dengan klaim kedaulatan negara lain, termasuk Filipina. Hal itulah yang menjadi pokok bahasan dalam artikel ini. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor utama yang mendorong Tiongkok tetap mempertahankan klaimnya terhadap Laut Cina Selatan dan untuk mengetahui seberapa efektif peta nine-dashed line untuk mempertahankan Laut Cina Selatan terutama dalam sengketanya dengan Filipina. Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah metode kualitiatif dengan pendekatan ilmu sejarah. Adapun tahap penelitian mencakup heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun RRT menggunakan peta dengan nine dashed line sebagai dasar klaim di Laut Cina Selatan namun ternyata hal itu kurang efektif untuk mendukung klaimnya atas Laut Cina Selatan.
The South China Sea dispute has become a conflict of interest among the countries of the region. The People's Republic of China (PRC) claims about 90 percent of the South China Sea through the use of the nine-dash line map but this claim conflicts with the sovereignty claims of other countries, including the Philippines. That is the subject of discussion in this article. The main objective of this research is to find out the main factors that encourage China to maintain its claim to the South China Sea and to find out how effective the nine-dashed line map is in defending the South China Sea, especially in its dispute with the Philippines. The research method used in this article is a qualitative method with a historical science approach. The research stages include heuristics, verification, interpretation, and historiography. The results of the study show that even though the PRC uses a map with nine dashed lines as the basis for claims in the South China Sea, it turns out to be less effective in supporting its claims over the South China Sea."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Affan Maulana
"Penelitian ini membahas mengenai klaim kedaulatan Cina di Laut Cina Selatan dengan mengkaji perspektif Cina dan menganalisa bukti-bukti sejarah yang digunakan Cina sebagai basis legalitasnya. Cina mengklaim sebagian Laut Cina Selatan sebagai wilayah kedaulatan negaranya. Klaim tersebut didukung dengan adanya bukti-bukti sejarah. Penulis memulai penelitian dengan menginterpretasi latar belakang yang memicu konflik Laut Cina Selatan menggunakan pendekatan historis dan studi kualitatif, kemudian mengkaji pernyataan resmi pemerintah Cina dan menganalisa bukti-bukti sejarah yang digunakan Cina. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klaim Cina tidak sesuai dengan data-data sejarah. Perspektif yang dimiliki oleh Cina merupakan hasil penafsiran data sejarah yang kurang akurat.
This study discusses China's sovereignty claims in the South China Sea by examining China's perspective and analyzing historical evidence that China uses as its legal basis. China claims part of the South China Sea as its sovereign territory. This claim is supported by historical evidence. The author begins the research by interpreting the background that triggers the South China Sea conflict using a historical approach and qualitative studies, then examines the official statements of the Chinese government and analyzes historical evidence used by China. The results shows that China's claims are not in accordance with historical data. China's perspective is the result of inaccurate interpretation of historical data."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Affan Maulana
"Penelitian ini membahas mengenai klaim kedaulatan Cina di Laut Cina Selatan dengan mengkaji perspektif Cina dan menganalisa bukti-bukti sejarah yang digunakan Cina sebagai basis legalitasnya. Cina mengklaim sebagian Laut Cina Selatan sebagai wilayah kedaulatan negaranya. Klaim tersebut didukung dengan adanya bukti-bukti sejarah. Penulis memulai penelitian dengan menginterpretasi latar belakang yang memicu konflik Laut Cina Selatan menggunakan pendekatan historis dan studi kualitatif, kemudian mengkaji pernyataan resmi pemerintah Cina dan menganalisa bukti-bukti sejarah yang digunakan Cina. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klaim Cina tidak sesuai dengan data-data sejarah. Perspektif yang dimiliki oleh Cina merupakan hasil penafsiran data sejarah yang kurang akurat.
This study discusses China's sovereignty claims in the South China Sea by examining China's perspective and analyzing historical evidence that China uses as its legal basis. China claims part of the South China Sea as its sovereign territory. This claim is supported by historical evidence. The author begins the research by interpreting the background that triggers the South China Sea conflict using a historical approach and qualitative studies, then examines the official statements of the Chinese government and analyzes historical evidence used by China. The results shows that China's claims are not in accordance with historical data. China's perspective is the result of inaccurate interpretation of historical data."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Asnani Usman
Jakarta : Centre for Strategic and International Studies, 1997
327.16 ASN k (1)
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Fauzan Ansyafika
"
ABSTRACTPenelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengelolaan arsip wilayah perbatasan negara dalam menghadapi dinamika geopolitik Laut C ina Selatan (studi kasus Kepulauan Natuna) agar dapat mendukung kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan membaca dan mempelajari beberapa dokumen/referens; yang tepat, relevan, dan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Data primer yang digunakan berupa arsip sebagai bagian dari bukti masa lampau. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh pemahaman bahwa kelengkapan dan ketersediaan arsip wilayah perbatasan negara merupakan kekuatan dalam mewujudkan kepentingan nasional dalam rangka menjaga kedaulatan wilayah NKRI. Dengan demikian, pengelolaan arsip dapat didorong sebagai bagian dari sistem pertahanan nonmiliter."
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pertahanan RI , 2017
355 JIPHAN 3:2 (2017)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Simanjuntak, Mangisi
"Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 atau dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, dalam UNCLOS 1982 telah diatur mengenai pembagianpembagian wilayah laut dan penggunaanya bagi masyarakat internasional, seperti halnya laut lepas yang telah dinyatakan sebagai wilayah laut yang tidak boleh berada dikedaulatan negara manapun termasuk digunakan untuk keperluan pribadi negara, seperti halnya Cina yang membangun Pangkalan Militernya di wilayah Laut Cina Selatan yang merupakan laut lepas. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian adalah penelitian yuridis-normatif dengan metode pengumpulan data studi kepustakaan (Library Reasearch) yang berupa Perundang-undangan , buku-buku, serta jurnal maupun internet yang berkaitan dangan pokok permasalahan dalam peneilitian ini, serta menggunakan analisis data kualitatif. Cina menggunakan klaim historisnya yang dikenal dengan “Nine Dash Line”,dengan klaim ini Cina mengakui bahwa Laut Cina Selatan merupakan bagian dari yurisdiksinya dan Cina memiliki kehendak untuk melakukan berbagai kegiatan-kegiatan di wilayah tersebut, untuk itu Cina melakukan pembangunan Pangkalan Militernya di Laut China Selatan tepatnya di Mischief Reef yang merupakan bagian dari Laut lepas bahkan hanya berjarak 250 mil dari Filipina dan jarak yang dimiliki dengan negara Cina cukuplah jauh, berdasarkan UNCLOS 1982 bahwa tindakan yang dilakukan oleh Cina tersebut telah bertentangan dengan UNCLOS 1982."
Jakarta: Seskoal Press, 2022
023.1 JMI 10:1 (2022)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S7999
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library