Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162387 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indra Wijaya
"Latar Belakang: Sindrom renal-retinal diabetes (SRRD) merupakan koinsidensi nefropati dan retinopati diabetik yang menimbulkan komplikasi serius berupa penurunan kualitas hidup dan peningkatan mortalitas dengan risiko kardiovaskular sebesar 4,15 kali lipat. Sementara itu, angka deteksi dini retinopati dan nefropati masih rendah dan faktor-faktor yang berhubungan dengan SRRD pada penyandang DMT2 di Indonesia belum diketahui.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom renal-retinal diabetes pada DMT2 di RSCM.
Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional potong lintang yang dilakukan pada 157 subjek DMT2 berusia > 18 tahun. Data karakteristik subjek didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan foto fundus retina, dan pengambilan sampel darah dan urin. Hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan SRRD dianalisis secara bivariat dengan chi square dan multivariat dengan regresi logistik menggunakan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 21.0.
Hasil: Sebanyak 157 pasien terlibat dalam penelitian ini. Prevalensi SRRD adalah 28,7%, dengan rerata usia 56 (27-76) tahun, rerata IMT 25,7 (21,3-33,8) kg/m, median durasi DM 12 (1-25) tahun dengan HbA1c 8,6 (4,8-15,8) %, prevalensi hipertensi 86,7%, prevalensi dislipidemia 91%, 76,4% pasien tidak merokok, 33,3% pasien albuminuria derajat A2 dan 66,7% derajat A3. Pada SRRD, prevalensi derajat nefropati berdasarkan klasifikasi adalah 0% risiko rendah, 13,3% risiko sedang, 20% risiko tinggi, dan 66,7% risiko sangat tinggi dan prevalensi derajat retinopati diabetik adalah 42,2% NPDR, 55,6% PDR, 24,2% DME, dengan angka deteksi dini retinopati dan nefropati adalah sebesar 20% dan 17,8%. Analisis bivariat dan multivariat menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara durasi DM (p=0,001) dan albuminuria (p=0,008) dengan kejadian SRRD.
Simpulan: Proporsi SRRD pada penyandang DMT2 cukup tinggi (28,7%) dan pada studi ini, faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian SRRD pada DMT2 adalah durasi DM dan albuminuria.

Backgrounds: Diabetic renal-retinal syndrome (DRRS) is a coincidence of diabetic nephropathy and retinopathy that cause serious complications as decreased quality of life and increased mortality with cardiovascular event risk 4,15 times higher. Meanwhile, early detection rate of retinopathy and nephropathy are still low and associated factors of DRRS among Indonesian type 2 diabetes mellitus (T2DM) patients has not been known.
Objective: To obtain the factors related to DRRS among T2DM patients in Cipto Mangunkusumo hospital.
Methods: This was a cross-sectional study involving 157 T2DM subjects aged 18 characteristics were obtained from anamnesis, physical examination, retinal fundus, and blood and urine sample. Bivariate and multivariate analysis using statistical package for the social sciences (SPSS) version 21.0 was used to analyze the factors related to DRRS.
Results: 157 patients were included in this study. The prevalence of DRRS was 28,7% with median age was 56 (27-76) year old, mean BMI was 25,7 (21,3-33,8) kg/m2, median duration of DM was 12 (1-25) year old and HbA1c 8,6% (4,8-15,8%), prevalence of hypertension was 86,7%, prevalence of dyslipidemia was 91%, 76,4% patients were not smoker, 33,3% patients with albuminuria grade A2 and 66,7% patients with grade A3. In DRRS, the prevalence of nephropathy was classified as 0% low risk, 13,3% moderate risk, 20% high risk, and 66,7% very high risk and the the prevalence of diabetic retinopathy was 42,2% NPDR, 55,6% PDR, 24,2% DME with early detection rate of retinopathy and nephropathy were 20% and 17,8%. Bivariate and multivariate analysis showed significant correlation with duration of DM (p=0,001) and albuminuria (p=0,008) with DRRS.
Conclusions: DRRS proportion in T2DM was high (28,7%) and this study showed that duration of DM and albuminuria were correlated with DRRS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayudhia Kartika
"Pola penyakit di negara berkembang, termasuk Indonesia mengalami pergeseran, prevalensi diabetes melitus tipe 2 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh oleh peningkatan taraf sosioekonomi dan perubahan gaya hidup terutama di kota besar. Penyakit diabetes melitus tidak hanya dipengaruhi faktor lingkungan, seperti gaya hidup namun juga terdapat interaksi dengan faktor genetik. Untuk itu dilakukan penelitian mengenai prevalensi diabetes melitus tipe 2 dan hubungannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi.
Penelitian ini dilakukan dengan studi potong lintang menggunakan data sekunder dari rekam medik pasien unit rawat jalan RSCM pada tahun 2010. Analisis data dilakukan untuk menghitung prevalensi diabetes melitus tipe 2, kemudian dilakukan analisis statistik untuk mendapatkan faktor yang berhubungan.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa prevalensi diabetes melitus tipe 2 sebesar 6,7%. Berdasarkan uji hipotesis,didapatkan faktor yang berhubungan adalah variabel usia (p<0,001), berat badan (p<0,001), pekerjaan (p<0,001), asuransi pembiayaan (p=0,003) dan riwayat penyakit sebelumnya (p=0,008). Sedangkan variabel lain yaitu tinggi badan (p=0,189), jenis kelamin (p=0,343), status pernikahan (p=0,126), tingkat pendidikan (p=0,356), status gizi (p=0,648), gaya hidup (p=0,674), tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik.

Disease pattern in developing countries, including Indonesia is changed, type 2 diabetes mellitus prevalence is increased every year. This change of disease pattern is affected by the increase of socioeconomic level and the change of lifestyle especially in metropolis. Diabetes mellitus disease is not only affected by environment factor, such as lifestyle but also there is an interaction of the genetic factor. Because of that, we did research about type 2 diabetes mellitus prevalence and its relation with the related factors.
The method of this research is crosssectional study by taking secondary data from the medical record of outpatients RSCM in 2010. Data analysis is done to count the prevalence of type 2 diabetes mellitus, then hypothesis test is done on each variable.
Based on the result, the prevalence of type 2 diabetes mellitus is 6.7%. Based on the hypothesis test, factors that have a significant value are age variable (p<0,001), weight (p<0,001), occupation (p<0,001), cost assurance (p=0,003), and disease history (p=0,008). The other factors, height (p=0,189), gender (p=0,343), marriage status (p=0,126), education level (p=0,356), nutrient status (p=0,648), lifestyle (p=0,674) did not have significant value statistically.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Latar Belakang: Diabetes melitus tipe 1 merupakan diabetes yang paling sering ditemui pada anak dan remaja. Diabetes melitus dapat menimbulkan komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Salah satu komplikasi mikrovaskular dari diabetes melitus adalah retinopati diabetik. Sampai saat ini, belum ada data mengenai prevalens dan faktor yang berhubungan dengan retinopati diabetik di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang menggunakan data sekunder. Jumlah subjek dalam penelitian ini sebesar 68 pasien dan data subjek didapatkan melalui arsip rekam medis pasien diabetes melitus tipe 1 di Poliklinik Endokrinologi Anak RSCM. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, usia awitan DM tipe 1, durasi DM tipe 1, riwayat ketoasidosis diabetik, regimen insulin, kontrol glikemik, indeks massa tubuh, dan pubertas, sementara variabel terikatnya adalah kejadian retinopati diabetik.
Hasil: Prevalens retinopati diabetik pada pasien anak dengan DM tipe 1 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo adalah sebesar 7,4%. Dari seluruh variabel bebas yang diteliti, hanya variabel durasi DM tipe 1 yang memiliki hubungan yang bermakna secara statistik (nilai p=0,01).
Kesimpulan: Prevalens retinopati diabetik pada pasien anak dengan DM tipe 1 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo adalah 7,4%. Faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan kejadian retinopati diabetik adalah durasi DM tipe 1.
Saran: Penelitian ini dapat menjadi pilot study untuk penelitian mengenai retinopati diabetik kedepannya. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan secara kohort atau case control untuk memetakan faktor risiko retinopati diabetik secara jelas. Sistem pencatatan rekam medis harus terus diperbaiki untuk mendukung iklim penelitian di dunia kedokteran Indonesia, Background: Type 1 diabetes mellitus is the most common type of childhood and adolescent diabetes. There are several macrovascular and microvascular complications associated with diabetes mellitus. Diabetic retinopathy is one of the microvascular complications. Until now, there’s no information about prevalence and risk factor of diabetic retinopathy in Indonesia.
Methods: In this secondary data cross sectional study, we collected 68 subjects from Cipto Mangunkusmo Hospital. Subjects’ medical history is collected from Cipto Mangunkusumo Hospital patient’s medical record. Our independent variables are sex, age of DM onset, duration of DM, diabetic ketoacidosis history, insulin regiment, glycemic control, body mass index, and puberty, while the dependent variable is diabetic retinopathy.
Results: Prevalence of diabetic retinopathy among children with type 1 diabetes in Cipto Mangunkusumo Hospital is 7.4%. We found the factor associated with diabetic retinopathy in duration of DM (p=0,01).
Conclusion: Diabetic retinopathy affects about one tenth of type 1 DM patients in Cipto Mangunkusumo Hospital. Duration of DM is associated with diabetic retinopathy in type 1 DM.]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Fitria Hariany
"ABSTRAK
Diabetes Melitus Tipe 2 DM Tipe 2 merupakan kelompok DM yang dapat menyebabkan komplikasi, baik makrovaskular maupun mikrovaskular. Retinopati Diabetik RD merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang dapat menyebabkan hilangnya penglihatan dan merupakan penyebab utama kebutaan pada individu usia kerja. Keberadaan maupun progresifitas retinopati diabetik diduga disebabkan karena durasi diabetes, pemeriksaan glukosa darah, pemeriksaan profil lipid, mikroalbuminuria, kreatinin darah, dan indeks massa tubuh. Metode CART digunakan untuk menentukan faktor yang berhubungan dengan retinopati diabetik pada pasien DM Tipe 2. Dalam penelitian ini diperoleh persentasi retinopati diabetik pada pasien DM Tipe 2 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo adalah sebesar 10.3 dan faktor utama yang berhubungan dengan retinopati diabetik pada pasien DM Tipe 2 adalah nilai mikroalbuminuria sewaktu.

ABSTRACT
Type 2 Diabetes Mellitus DM Type 2 is classified under diabetes mellitus group that could result in complication, both macrovascular and microvascular. Diabetic Retinopathy RD is one of the complications of microvascular DM which can cause loss of vision and is a major cause of blindness in the individual working age. The presence and progression of diabetic retinopathy is thought to be due to duration of diabetes, blood glucose examination, lipid profile examination, microalbuminuria, blood creatinine, and body mass index. The CART method was used to determine factors associated with diabetic retinopathy in Type 2 diabetic patients. In this study, the percentage of diabetic retinopathy in patients with type 2 diabetes mellitus in Cipto Mangunkusumo Hospital was 10.3 and the main factors associated with diabetic retinopathy in DM Type 2 patients is the value of microalbuminuria at the time."
2017
S69794
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aravinda Pravita Ichsantiarini
"Hipertensi sebagai penyebab kematian terbanyak di dunia seringkali disertai beberapa penyakit lain, di antaranya ialah diabetes melitus (DM) tipe 2. Beberapa studi sebelumnya menunjukkan DM tipe 2 berpengaruh terhadap ketidakterkendalian tekanan darah pada pasien hipertensi, meningkatkan komplikasi kardiovaskular dan serebrovaskular. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara keduanyasehingga membantu dalam pencegahan, penatalaksanaan, serta deteksi dini komplikasi hipertensi. Penelitian yang dilakukan menggunakan menggunakan data sekunder dari rekam medik Poliklinik Ginjal Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Ciptomangunkusumo pada tahun 2013 dengan metode cross sectional. Melalui consecutive sampling didapatkan 117 jumlah sampel, diperoleh karakteristik berupa usia, jenis kelamin, kendali hipertensi, dan keberadaan diabetes melitus (DM) tipe 2. Didapatkan proporsi penderita DM tipe 2 pada pasien hipertensi ialah 30,8% dengan proporsi hipertensi tidak terkendali lebih tinggi (58,3%) dibandingkan proporsi hipertensi terkendali (41,7%). Sementara itu, pada pasien tanpa DM tipe 2, proporsi hipertensi tak terkendali (33,3%) lebih rendah dibandingkan proporsi hipertensi terkendali (66,7%) (p= 0,011; RP= 1,750; dan 95% CI= 1,157 ? 2,646). Dapat disimpulkan bahwa DM tipe 2 merupakan faktor risiko tekanan darah yang tidak terkendali pada pasien hipertensi.

Hypertension as a major health problem causing death in the world is often accompanied by several other diseases, including type 2 diabetes mellitus (DM). Several previous studies indicated that type 2 DM strongly correlated with uncontrolled hypertension, increased cardiovascular and cerebrovascular complications. Therefore, this study was conducted to determine the relation between them, so that help in the prevention, management, and early detection of complications of hypertension. Research conducted using secondary data from medical records of Kidney Hypertension Polyclinic, Internal Medicine Department of Ciptomangunkusumo Hospital in 2013 with a cross sectional method. Through consecutive sampling 117 the number of samples obtained, acquired the characteristics of age, gender, blood pressure control, and the presence of type 2 DM. Analyzed using SPSS 20.0 obtained the proportion of patients with type 2 DM in hypertensive patients was 30.8% with the proportion of higher uncontrolled hypertension (58.3%) compared to the proportion of uncontrolled hypertension (41.7%). Meanwhile, in patients without type 2 DM, the proportion of uncontrolled hypertension (33.3%) was lower than the proportion of uncontrolled hypertension (66.7%) (p = 0.011; RP = 1.750, and 95% CI = 1.157 to 2.646). It can be concluded that type 2 DM is a risk factor for uncontrolled blood pressure in hypertensive patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Maulidina Sari
"Prevalensi Diabetes Mellitus tipe 2 cenderung meningkat setiap tahunnya serta menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di Indonesia. Kontrol glikemik harus dilaksanakan oleh penderita DM untuk menghindari timbulnya komplikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan keberhasilan kontrol glikemik pada pasien DM. Studi cross ndash; sectional dilakukan pada 57 pasien DM yang berobat di Rumah Sakit Husada Jakarta pada tahun 2015. Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien DM dengan kontrol glikemik yang buruk banyak ditemukan pada kelompok pasien usia 50-64 tahun, perempuan, durasi penyakit.

Prevalence of Diabetes Mellitus Type 2 tends to increase every year and causing high morbidity and mortality in Indonesia. Glycemic control should be carried out by people with diabetes to avoid the onset of complications. This study aims to determine the factors that related to the success of glycemic control in T2DM patients. A cross sectional study conducted on 57 patients with T2DM who seek treatment at Husada Hospital Jakarta in 2015. This study showed that T2DM patients with poor glycemic control are found in the group of patients aged 50 64 years, women, disease duration."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Nur rachmanto
"Diabetes melitus (DM) merupakan kondisi yang mendorong perkembangan dan progresi penyakit arteri perifer (PAP). Short Chain Fatty Acid (SCFA) memiliki peran dalam modulasi sistem imun yang merupakan komponen penting dalam patogenesis dari aterosklerosis. Peran SCFA dalam regulasi kadar glukosa dan aterosklerosis memiliki kemungkinan penggunaan SCFA sebagai upaya mencegah PAP pada pasien DM Tipe 2. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu hubungan antara SCFA dengan parameter ultrasonografi pada pasien diabetes melitus tipe 2 tanpa penyakit arteri perifer ekstremitas bawah Metode: Sebuah penelitian potong lintang pada pasien diabetes melitus tanpa PAP pada selama Februari 2023 s/d Mei 2023 di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo. Seluruh pasien dilakukan ultrasonografi pada ekstremitas bawah untuk menilai diameter, volume flow, peak systolic value, gelombang spektral, dan plak. Kemudian dialukan pemeriksaan SCFA dari feses Hasil: Terdapat 39 pasien yang diikutsertakan pada penelitian ini. Pada penelitian ini ditemukan korelasi positif sedang antara diameter SFA dengan propionat persen (r= 0,408; p= 0,025), terdapat korelasi negatif antara PSV CFA dengan total SCFA (p= 0,007), korelasi positif antara valerat persen dengan PSV PTA (r= 0,375; p= 0,041) dan PSV DPA (r= 0,379; p= 0,039), terdapat korelasi antara VF DPA dengan total SCFA (p =0.025), dan korelasi antara VF PTA dengan total SCFA (p=0,006) dan asetat absolut (p=0,038). Hasil ini dapat dipengaruhi oleh antropometri, jenis kelamin, kadar kolesterol, tekanan darah dan kadar gula darah pasien Kesimpulan: Terdapat potensi hubungan antara kadar SCFA dengan parameter ultrasonografi ekstremitas bawah. Perlu penelitian lebih lanjut dengan desain kohort dengan jumlah sampel yang lebih banyak untuk mengevaluasi efek sebab-akibat terkait hubungan SCFA dengan parameter-parameter klinis dan ultrasonografi pasien DM tanpa PAP.

Diabetes mellitus (DM) is a condition that promotes the development and progression of peripheral arterial disease (PAD). Short Chain Fatty Acid (SCFA) has a role in modulating the immune system in the pathogenesis of atherosclerosis. The role of SCFA in the regulation of glucose levels and atherosclerosis has the possibility of using SCFA as an effort to prevent PAD in Type 2 DM patients. Therefore, this study aims to find out the relationship between SCFA and ultrasound parameters in type 2 DM patients without lower extremity peripheral artery disease. Methods: A cross-sectional study of DM patients without PAD from February 2023 to May 2023 at Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital. All patients underwent ultrasonography of the lower extremities to assess diameter, volume flow, peak systolic value, spectral waves, and plaques. Then a SCFA examination of the stool is carried out Results: There were 39 patients included in this study. This study found a positive correlation between SFA diameter and propionate percent (r= 0,408; p= 0,025), there was a negative correlation between PSV CFA and total SCFA (p= 0,007), a positive correlation between valerate percent and PSV PTA (r= 0,375 ; p = 0,041) and PSV DPA (r = 0,379; p = 0,039), there is a correlation between VF DPA and total SCFA (p = 0,025), and a correlation between VF PTA and total SCFA (p = 0,006) and absolute acetate (p =0.038). These results can be influenced by anthropometry, gender, cholesterol levels, blood pressure and blood sugar levels of the patient. Conclusion: There is a potential relationship between SCFA levels and lower extremity ultrasound parameters. Further research is needed with a cohort design with a larger number of samples to evaluate the causal effect related to the relationship between SCFA and clinical and ultrasound parameters of DM patients without PAP."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Arianto
"Diabetes melitus dan gizi kurang secara terpisah dikatakan dapat meningkatkan kejadian tuberkulosis. Studi potong lintang analitik ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara gizi kurang dengan prevalensi tuberkulosis paru (TBP) pada pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT2). Dari keseluruhan 462 pasien DMT2, 125 pasien (27.1%) di antaranya menderita TBP. Total pasien DMT2 yang menderita gizi kurang sebesar 125 pasien (27.1%). Sementara itu, dari keseluruhan pasien DMT2 yang menderita TBP, 78 pasien (62.4%) juga menderita gizi kurang. Hasil uji chi-square menunjukkan adanya hubungan antara gizi kurang dengan prevalensi TBP yang bermakna secara statistik (p <0.000).

Diabetes mellitus and undernutrition separately were proved as risk factors of tuberculosis incidence. This analytical cross sectional study aimed to measure the prevalence of lung tuberculosis (TBP) among type 2 diabetes mellitus (DMT2) patients and its association with undernutrition. A total of 462 DMT2 patients were analyzed and the results showed that 125 patients (27.1%) had TBP and 125 patients (27.1%) were undernourished. Within DMT2 patients who had TBP, there were 78 undernourished patients (62.4%). We concluded there is a highly significant statistical association between undernutrition and prevalence of TBP among DMT2 patients (p <0.000)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Yudi Febrianti
"Atas rekomendasi dokter spesialis pelayanan Rujuk Balik ke puskesmas dianjurkan bagi pasien di RS yang menderita penyakit kronis termasuk diabetes melitius. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan kesediaan pasien diabetes mellitus tipe 2 peserta JKN di RSU Jagakarsa untuk dirujuk balik ke FKTP.Desain potong lintang dan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam digunakan dalam studi ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan pasien terhadap dokter layanan primer, persepsi pasien mengenai ketersediaan obat di fasilitas kesehatan primer, jarak tempuh terhadap fasilitas kesehatan primer dan dukungan keluarga dan teman berhubungan dengan kesediaan pasien untuk dirujuk balik. Disarankan untuk mengembangkan SOP rujuk balik di RS dan mengembangkan pojokrujuk balik.

Back referral service to primary care is provided for JKN patients including diabetes mellitus type 2 patients as recommended by the internal medicine specialist. This studyaim is to analyse the factors that related to willingness of the patients to be referred to primary care after receiving care at the hospital in Jagakarsa Hospital. This study is using quantitative method with cross sectional design, followed by qualitative method with in depth interview.
The study revealed that trust to the primary health care physician, perception on medicine availability in primary health care facility, accessiibility and support from family and friend affect patient willingness to agree with back referral service. The study suggested to develop standard procedure for back referral and initiate back referral corner in hospital.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vynlia
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil kesehatan gigi mulut serta distribusi frekuensi sosioekonomi dan perilaku dari pasien diabetes melitus tipe 2 di RSCM. Studi potong lintang ini dilakukan dengan memberikan kuesioner pada 70 orang pasien dan dianalisis menggunakan uji Pearson. Hasil uji tersebut tidak menunjukkan hubungan bermakna antara pengetahuan, sikap, durasi, dan sosioekonomi pasien terhadap status kesehatan gigi dan mulut (p>0,05). Hasil penelitian memperlihatkan kurangnya pengetahuan pasien diabetes melitus terhadap dampak diabetes melitus terhadap kesehatan gigi dan mulut sedangkan pengetahuan tentang komplikasi diabetes baik. Dari hasil pemeriksaan klinis dapat disimpulkan bahwa kesehatan gigi dan mulut pasien diabetes kurang memuaskan.

The purpose of this study is to obtain information about the oral health profile, socioeconomic status and dental behavior of Type 2 Diabetes Mellitus patients in RSCM. A cross sectional study was conducted by giving out questionnaire to 70 diabetic patients and were analyzed by Pearson test. There are no significant correlation between diabetic patients’ knowledge, dental behavior, diabetes duration, and socioeconomic status to oral health status. This study showed that patients had lack of awareness of diabetes effects on oral health but good in diabetes complications. From the clinical examination, diabetic patients’ oral health status were not good."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>