Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59752 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Newanda Mochtar
"ABSTRAK
Latar belakang: Migren adalah serangan nyeri kepala primer, bersifat spesifik, paroksismal, dengan atau tanpa aura, dengan manifestasi subjektif baik sebelum maupun sesudah serangan, merupakan nyeri kepala tipe kronik dengan gejala rekurensi, menyerang usia produktif dan dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja hingga 80%, sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup dan kehidupan perekonomian dan pendidikan secara global yang mengarah kepada kerugian bagi penderita migren dan institusi tempat penderita migren bersekolah ,bekerja serta dalam kehidupan keluarga penderita. Dengan tingginya angka prevalensi dan disabilitas pada penderita migren, dilain pihak sampai saat ini pengobatan yang tepat terhadap migren belum didapatkan secara maksimal maka diperlukan pendalaman dalam pengobatan maupun pencegahan migren sangat dibutuhkan., dan sampai saat ini belum didapatkan obat yang pasti, baik terhadap pencegahan dan pengobatan, sehingga perlu dikembangkan terapi yang dapat memberikan pertolongan yang lebih akurat pada penderita migren
Tujuan penelitian ini adalah menilai keberhasilan dalam penatalaksanaan migren dalam mengurangi frekuensi serangan, mengurangi intensitas serangan dan mengurangi durasi serangan dari minggu ke-0,ke-4 hingga ke-8. Metode: Uji klinis acak tersamar tunggal dengan kontrol dilakukan terhadap 34 subjek dengan migren yang dialokasikan secara acak kedalam kelompok manual akupunktur (n=17), serta kelompok medikamentosa (n=17). Penilaian menilai frekuensi, durasi dan intensitas serangan migren yang dinilai pada saat sebelum perlakuan, minggu ke-4 dan minggu ke-8 dari baseline. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok pada rerata jumlah frekuensi (p=0,040), durasi (p=0,012) dan intensitas (p=0,003) serangan migren pada minggu ke-4 dibandingkan dengan medikamentosa. Serata terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok pada rerata jumlah jumlah frekuensi (p=0,029), durasi (p=0,001) dan intensitas (p<0,001) serangan migren pada minggu ke-8. Kesimpulan: Intervensi akupunktur manual dapat menurunkan frekuensi, durasi dan intensitas serangan migren lebih baik dibandingkan dengan preventif farmakologi asam valproat pada minggu ke-4 dan minggu ke-8.

ABSTRACT
Background: Migraine is a primary headache attack, specific, paroxysmal, with or without aura, with subjective manifestations both before and after the attack, a chronic type of headache with symptoms of recurrence, attacks at productive age and can cause a decrease in work productivity up to 80%, so that it will affect the quality of life, economic life and education globally which leads to losses for migraine sufferers and institutions where migraine sufferers attend school, work and in the lives of sufferers families. With the high prevalence and disability rates for migraine sufferers, on the other hand, the right treatment for migraine has not yet been obtained to the maximum, it is necessary to deepen the treatment and prevention of migraine is needed, and until now there has been no definitive cure, both for prevention and treatment, so it is necessary to develop therapies that can provide more accurate relief for migraine sufferers. The purpose of this study is to assess the success in managing migraine in reducing the frequency of attacks, reducing the intensity of attacks and reducing the duration of attacks from weeks 0, 4 to 8. Methods: A randomized controlled trial with control was conducted on 34 subjects with migraine who were randomly allocated into the manual group of acupuncture (n = 17), as well as the medicine group (n = 17). The assessment of frequency, duration and intensity of migraine attacks assessed at the time before treatment, at the fourth and eight week from baseline. Results: The results showed there were significant differences between the two groups in the mean number of frequencies (p = 0.040), duration (p = 0.012) and intensity (p = 0.003) of migraine attacks at the fourth week. There were significant differences between the two groups in the average number of frequencies (p= 0.029), duration (p=0.001) and intensity (p<0.001) of migraine attacks at the eight week. Conclusion: Manual acupuncture interventions can reduce the frequency, duration and intensity of migraine attacks better than the use of valproic acid in the fourth and eight week."
2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Newanda Mochtar
"ABSTRAK
Latar belakang:Migren adalah serangan nyeri kepala primer, bersifat spesifik,
paroksismal, dengan atau tanpa aura, dengan manifestasi subjektif baik sebelum
maupun sesudah serangan, merupakan nyeri kepala tipe kronik dengan gejala rekurensi,
menyerang usia produktif dan dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja hingga
80%, sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup dan kehidupan perekonomian dan
pendidikan secara global yang mengarah kepada kerugian bagi penderita migren dan
institusi tempat penderita migren bersekolah ,bekerja serta dalam kehidupan keluarga
penderita. Dengan tingginya angka prevalensi dan disabilitas pada penderita migren,
dilain pihak sampai saat ini pengobatan yang tepat terhadap migren belum didapatkan
secara maksimal maka diperlukan pendalaman dalam pengobatan maupun pencegahan
migren sangat dibutuhkan., dan sampai saat ini belum didapatkan obat yang pasti, baik
terhadap pencegahan dan pengobatan, sehingga perlu dikembangkan terapi yang dapat
memberikan pertolongan yang lebih akurat pada penderita migren
Tujuan penelitian ini adalah menilai keberhasilan dalam penatalaksanaan migren dalam
mengurangi frekuensi serangan, mengurangi intensitas serangan dan mengurangi durasi
serangan dari minggu ke-0,ke-4 hingga ke-8. Metode: Uji klinis acak tersamar tunggal
dengan kontrol dilakukan terhadap 34 subjek dengan migren yang dialokasikan secara
acak kedalam kelompok manual akupunktur (n=17), serta kelompok medikamentosa
(n=17). Penilaian menilai frekuensi, durasi dan intensitas serangan migren yang dinilai
pada saat sebelum perlakuan, minggu ke-4 dan minggu ke-8 dari baseline. Hasil: Hasil
penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok pada
rerata jumlah frekuensi (p=0,040), durasi (p=0,012) dan intensitas (p=0,003) serangan
migren pada minggu ke-4 dibandingkan dengan medikamentosa. Serata terdapat
perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok pada rerata jumlah jumlah frekuensi
(p=0,029), durasi (p=0,001) dan intensitas (p<0,001) serangan migren pada minggu ke-
8. Kesimpulan: Intervensi akupunktur manual dapat menurunkan frekuensi, durasi dan
intensitas serangan migren lebih baik dibandingkan dengan preventif farmakologi asam
valproat pada minggu ke-4 dan minggu ke-8.

ABSTARCT
Migraine is a primary headache attack, specific, paroxysmal, with or without aura, with subjective manifestations both before and after the attack, a chronic
type of headache with symptoms of recurrence, attacks at productive age and can cause a decrease in work productivity up to 80%, so that it will affect the quality of life, economic life and education globally which leads to losses for migraine sufferers and
institutions where migraine sufferers attend school, work and in the lives of sufferers
families. With the high prevalence and disability rates for migraine sufferers, on the
other hand, the right treatment for migraine has not yet been obtained to the maximum,
it is necessary to deepen the treatment and prevention of migraine is needed, and until
now there has been no definitive cure, both for prevention and treatment, so it is
necessary to develop therapies that can provide more accurate relief for migraine
sufferers. The purpose of this study is to assess the success in managing migraine in
reducing the frequency of attacks, reducing the intensity of attacks and reducing the
duration of attacks from weeks 0, 4 to 8. Methods: A randomized controlled trial with
control was conducted on 34 subjects with migraine who were randomly allocated into
the manual group of acupuncture (n = 17), as well as the medicine group (n = 17). The
assessment of frequency, duration and intensity of migraine attacks assessed at the time
before treatment, at the fourth and eight week from baseline. Results: The results
showed there were significant differences between the two groups in the mean number
of frequencies (p = 0.040), duration (p = 0.012) and intensity (p = 0.003) of migraine
attacks at the fourth week. There were significant differences between the two groups in
the average number of frequencies (p= 0.029), duration (p=0.001) and intensity
(p<0.001) of migraine attacks at the eight week. Conclusion: Manual acupuncture
interventions can reduce the frequency, duration and intensity of migraine attacks
better than the use of valproic acid in the fourth and eight week."
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Taufik Hidayat
"Nyeri punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bagian bawah. NPB merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat modern. 70 - 85% populasi akan mengalami NPB pada masa kehidupan mereka. Beberapa penelitian, tinjauan sistematis dan metaanalisis menunjukkan bahwa akupunktur dapat menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri pada NPB. Banyak metode dan teknik rangsang yang digunakan dalam akupunktur, salah satunya adalah akupunktur pergelangan tangan dan pergelangan kaki. Teknik akupunktur ini mempunyai kelebihan yaitu meminimalkan penggunaan jumlah jarum dan rasa tak nyaman akibat sensasi penjaruman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh akupunktur pergelangan tangan dan pergelangan kaki terhadap skor NAS (Numeric Analog Scale) pada pasien NPB. Desain penelitian yang digunakan adalah uji klinis acak tersamar tunggal dengan kontrol. Penelitian ini melibatkan 42 pasien NPB yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol (n=21) yang dilakukan akupunktur tubuh dan kelompok perlakuan (n=21 yang dilakukan akupunktur pergelangan tangan dan pergelangan kaki.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan skor NAS yang signifikan pada kedua kelompok setelah terapi ke-3 dan ke-6. Perubahan skor NAS setelah terapi ke-3 pada kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna bila dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=0.319). Perubahan skor NAS setelah terapi ke-6 pada kelompok perlakuan berbeda bermakna bila dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=0.041). Kesimpulan penelitian ini adalah akupunktur pergelangan tangan dan pergelangan kaki memiliki pengaruh terhadap skor NAS secara signifikan.

Low back pain (LBP) is pain felt in the lower back area. NPB is a major health problem in modern society. 70-85% of the population will experience low back pain during their lives. Some studies, systematic reviews and meta-analyzes have shown that acupuncture can eliminate or reduce pain in LBP. Many methods and stimulation techniques used in acupuncture, one of which is wrist and ankle acupuncture. This technique has the advantage of minimizing the use of the number of needles and discomfort due to the pricking sensation.
This study aimed to determine the effect of wrist and ankle acupuncture to the NAS scores (Numeric Analog Scale) in patients with low back pain. The study design used was a single-blind randomized clinical trial with control. The study involved 42 patients with low back pain who were divided into 2 groups: control group (n = 21) were carried out body acupuncture and treatment group (n = 2) were carried out wrist and ankle acupuncture.
The results showed a decline in the NAS scores significantly in both group after the 3rd and 6th therapy. Changes in the NAS score after 3rd therapy in the treatment group was not significantly different when compared with the control group (p = 0.319). Changes in the NAS score after 6th therapy in the treatment group was significantly different when compared with the control group (p = 0.041). Conclusion of this study is wrist and ankle acupuncture have an effect on the NAS scores significantly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suryamin
"Pendahuluan : Nyeri kanker bukan hanya terjadi akibat dari kanker itu sendiri namun mencakup pengobatan, efek samping pengobatan, proses diagnosis dan hal lain yang tidak berhubungan dengan penyakit kanker itu sendiri. Dalam penanggulangan nyeri banyak obat analgetik yang digunakan sehingga menimbulkan efek samping. Baik nyeri yang tidak teratasi maupun efek samping pengobatan nyeri dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dengan nyeri kanker. Salah satu pendekatan terapi non farmakologi yang dapat digunakan adalah menambahkan akupunktur pada terapi standar nyeri. Akupunktur telah terbukti dapat menurunkan intensitas nyeri. Namun, aplikasi pada pasien kanker masing jarang dilakukan dalam praktek rawat inap rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas manual akupunktur dalam mengurangi intensitas nyeri yang dinilai dengan skor Visual Analog Scale (VAS) dan peningkatan kualitas hidup yang dinilai dengan The European Organization for Research and Treatment of Cancer (EORTC) Core Quality of Life Questionnaire (QLQ-C30)pada pasien nyeri kanker ginekologi yang dirawat inap .
Metode : Desain studi ini adalah uji klinis acak terkontrol tunggal dengan kontrol terapi standar. Penelitian ini diikuti oleh 58 pasien kanker ginekologi yang mengalami nyeri pada saat rawat inap. Subjek penelitian dialokasikan secara acak ke dalam kelompok perlakuan (n=29) dan kontrol (n=29). Pada kelompok manual akupunktur dan terapi standar diberikan terapi akupunktur pada titik LI4 Hegu, PC6 Neiguan, LR3 Taichong dan ST36 Zusanli, dilakukan setiap hari selama 3 hari, sementara pasien pada kelompok kontrol pasien hanya menerima terapi standar berupa obat analgetik saja.
Hasil : Penambahan terapi manual akupunktur dalam terapi standar didapatkan perbedaan signifikan dalam intensitas nyeri pada hari pertama, penurunan nyeri pada hari pertama dan kedua bila dibanding dengan hanya terapi standar. Pada penilaian kualitas hidup didapatkan peningkatan kualitas hidup yang lebih menyeluruh dengan penambahan manual akupunktur pada terapi standar dibanding hanya terapi standar saja. Penggunaan analegetik pada kelompok manual akupunktur dan terapi standar lebih sedikit dibanding terapi standar
Kesimpulan : Penambahan manual akupunktur pada terapi standar meningkatkan penurunan intensitas nyeri, meningkatkan kualitas hidup dan menurunkan dosis obat analgetik.

Introduction: Cancer pain does not only occur as a result of cancer itself but includes treatment, side effects of treatment, the diagnosis procedure and other things that are not related to cancer itself. In treating pain, many analgesic drugs are used which can cause side effects. Both unresolved pain and side effects of pain treatment can affect the quality of life of patients with cancer pain. One non-pharmacological therapy approach that can be used is adding acupuncture to standard pain therapy. Acupuncture has been proven to reduce pain intensity. However, its application to cancer patients is rarely carried out in hospital inpatient. The aim of this study was to assess the effectiveness of manual acupuncture in reducing pain intensity as assessed by the Visual Analog Scale (VAS) score and patient quality of life assessed by The European Organization for Research and Treatment of Cancer (EORTC) Core Quality of Life Questionnaire (QLQ- C30) in hospitalized gynecological cancer pain patients.
Methods: The design of this study is a single randomized controlled clinical trial with standard therapy controls. This study followed 58 gynecological cancer patients who experienced pain during hospitalization. Research subjects were randomly allocated into treatment (n=29) and control (n=29) groups. In the manual acupuncture and standard therapy groups, acupuncture therapy was given at points LI4 Hegu, PC6 Neiguan, LR3 Taichong and ST36 Zusanli, carried out every day for 3 days, while patients in the control group only received standard therapy in the form of analgesic drugs.
Results: The addition of manual acupuncture therapy to standard therapy resulted in a significant difference in pain intensity on the first day, a decrease in pain on the first and second days when compared with standard therapy alone. In assessing the quality of life, it was found that there was a more comprehensive improvement in quality of life with the addition of manual acupuncture to standard therapy compared to standard therapy alone. The use of analgesics in the manual acupuncture and standard therapy groups was less than standard therapy
Conclusion: The addition of manual acupuncture to standard therapy increases pain intensity reduction, improves quality of life and reduces the dose of analgesic drugs.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alvita Ratnasari
"Pendahuluan: Nyeri merupakan salah satu gejala terpenting pasien kanker, dengan hampir 40% dari semua pasien kanker mengalami nyeri sedang hingga berat. Pasien Onkologi Ginekologi dengan perawatan paliatif memiliki keluhan utama nyeri atau mual/muntah yang signifikan. Direkomendasikan kuat oleh WHO mengenai penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), parasetamol, dan opioid baik sendiri atau dalam untuk nyeri terkait kanker pereda nyeri tergantung pada penilaian klinis dan keparahan . kupunktur telinga adalah metode yang sederhanadan aman yang dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan bentuk perawatan kesehatan lainnya Saat ini belum ada penelitian tentang keefektifan terapi akupunktur telinga BFA dalam pengobatan nyeri kanker ginekologi untuk mengatasi berdasarkan konsistensi pemilihan titik, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang keefektifan terapi akupunktur telinga BattleField Acupuncture (BFA) dalam pengobatan nyeri kanker ginekologi.
Metode: Desain penelitian ini adalah uji klinis acak terkontrol tunggal atau single blinded randomized control trial. Penelitian dilakukan di Rawat Inap RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Rumah sakit Umum Pusat Persahabatan dan Rumah Sakit Fatmawati Jakarta pada bulan Juli 2023 sampai dengan Desember 2023 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Terdapat 2 kelompok studi yaitu Kelompok akupunktur telinga ditambah dengan terapi standar dibandingkan dengan kelompok terapi standar saja. Pada kelompok perlakuan dilakukan pemasangan jarum tempel pada titik MA-IT1 Cingulate Gyrus, MA-AT2 Thalamus, MA-H2 Omega 2, MA-H1 Point Zero, MA-TF1 Shenmen pada kedua sisi telinga. Jarum diretensi selama tiga hari dan dilakukan perangsangan pada lokasi pemasangan jarum tempel dengan cara penekanan pada titik akupunktur telinga yang telah terpasang jarum tempel pada kedua sisi, 1 menit pada setiap titik , empat kali sehari, selama 3 hari berturut dan jarum tempel dilepas pada hari ke 3.
Hasil: Terdapat perbedaan hasil untuk intensitas nyeri, perubahan dosis analgetik, dan kualitas hidup, pada pasien dengan nyeri kanker ginekologi pada kelompok yang mendapatkan akupunktur telinga BFA ditambah dengan terapi standar dibandingkan dengan terapi standar saja.
Kesimpulan: Terapi akupunktur telinga BFA ditambah dengan terapi standar berpengaruh padaintensitas nyeri, perubahan dosis analgetik, dan kualitas hidup, pada pasien dengan nyeri kanker ginekologi dibandingkan dengan terapi standar saja.

Introduction: Pain is one of the most important symptoms of cancer patients, with almost40% of all cancer patients experiencing moderate to severe pain. Gynecologic Oncology patients on palliative care have a chief complaint of significant pain or nausea/vomiting.There are strong recommendations by WHO regarding the use of non- steroidal anti- inflammatory drugs (NSAIDs), paracetamol, and opioids either alone or in cancer-related pain relief depending on clinical assessment and severity. Ear acupuncture is a simple and safe method that can be used alone or in combination with other forms of health care.Currently there has been no research on the effectiveness of BFA ear acupuncture therapyin the treatment of gynecological cancer pain to overcome based on the consistency of point selection, so it is necessary to conduct research on the effectiveness of acupuncture therapy BattleField Acupuncture (BFA) Ear in the treatment of gynecologic cancer pain.
Method: The design of this research is a single blinded randomized control trial. The research was conducted at the Inpatient Hospital of Dr. Cipto Mangunkusumo, Friendship Center General Hospital and Fatmawati Hospital Jakarta from July 2023 to December 2023 who meet the inclusion and exclusion criteria. There were 2 study groups, namely the ear acupuncture group plus standard therapy compared to the standard therapy alone group. In the treatment group, needles were placed at the MA-IT1 CingulateGyrus, MA-AT2 Thalamus, MA-H2 Omega 2, MA-H1 Point Zero, MA-TF1 Shenmen points on both sides of the ear. The needle is retained for three days and stimulation is carried out at the location where the needle is inserted by pressing the ear acupuncture points where the needle has been installed on both sides, for 1 minute at each point, fourtimes a day, for 3 consecutive days and the needle is removed at day 3.
Results: There were differences in outcomes for pain intensity, changes in analgesic dose,and quality of life, in patients with gynecological cancer pain in the group who received BFA ear acupuncture plus standard therapy compared with standard therapy alone.
Conclusion: BFA ear acupuncture therapy plus standard therapy has an effect on pain intensity, changes in analgesic dose, and quality of life, in patients with gynecological cancer pain compared with standard therapy alone.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Kusumastuti
"ABSTRAK
Kolonoskopi merupakan standar penapisan neoplasia kolorektal. Salah satu komplikasi yang sering dirasakan adalah nyeri abdomen. Pemberian analgesi untuk mengurangi nyeri belum optimal sehingga berbagai modalitas terapi dikembangkan, salah satunya akupunktur telinga. Uji klinis acak tersamar dengan pembanding dilakukan pada 56 pasien yang menjalani kolonoskopi untuk mengetahui efek akupuntur terhadap nyeri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor CPOT lebih rendah pada kelompok akupunktur namun tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap skor VAS, perubahan frekuensi nadi dan rerata waktu menuju sekum. Kesimpulan penelitian ini, akupunktur telinga efektif untuk mengurangi nyeri pada kolonoskopi walaupun tidak terdapat perbedaan bermakna dengan plasebopunktur.

ABSTRACT
Colonoscopy is the standard screening colorectal neoplasia.One of the common complication is abdominal pain. Randomized controlled trials carried out on 56 patients who underwent colonoscopy to determine acupuncture effect on pain during ciolonoscopy. The results showed CPOT was lower in the acupuncture group while there were no significant differences regarding VAS , changes in heart rate and the mean time to the cecum. Resulst suggested ear acupuncture combined with midazolam and pethidine was effective to reduce pain during colonoscopy while there were no significant differences compared to plasebopuncture.
"
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fieka Meitaqwatiningarum
"Pendahuluan: Tension-Type Headache/nyeri kepala tipe tegang (TTH) merupakan jenis nyeri kepala yang paling umum terjadi pada populasi umum, termasuk pada tenaga kesehatan dimana seringkali dipicu oleh stres pekerjaan dan abnormalitas pola tidur. Masa pandemi COVID-19 meningkatkan risiko kekambuhan TTH pada tenaga kesehatan yang dapat berakibat menurunnya kualitas hidup dan produktivitas kerja. Terapi farmakologis seringkali menimbulkan efek samping. Akupunktur telah terbukti dapat menjadi salah satu pilihan terapi non-farmakologis pada TTH. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas akupunktur titik telinga dengan titik tubuh dalam memperbaiki gejala TTH.
Metode: Uji klinis acak tersamar tunggal dilakukan pada 46 tenaga kesehatan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dengan gejala TTH sesuai dengan kriteria ICHD-3beta serta memenuhi kriteria inklusi dan tidak sesuai kriteria eksklusi. Subjek penelitian dirandomisasi menjadi 2 kelompok, yaitu 23 subjek kelompok akupunktur titik telinga (AA) dan 23 subjek kelompok akupunktur titik tubuh (AT). Masing-masing kelompok mendapatkan 6 sesi terapi akupunktur dalam 2 minggu, selama 30 menit di tiap sesinya. Titik akupunktur yang digunakan adalah shenmen (MA-TF4), thalamus (MA-AT4), dan occiput (MA-AT3) pada kelompok AA, serta LI4 Hegu, LR3 Taichong, dan GB20 Fengchi pada kelompok AT. Perubahan intensitas dan frekuensi hari nyeri kepala, skor Short Form 36 (SF-36), serta ambang nyeri tekan otot perikranial adalah luaran primer yang dinilai. Heart rate variability (HRV) adalah sebagai luaran sekunder.
Hasil: Penurunan frekuensi hari nyeri kepala setelah terapi pada kelompok AA (-1,96 2,53) lebih besar dibandingkan kelompok AT (-0,43 1,75) dan berbeda bermakna (p = 0,022). Penurunan intensitas nyeri pada kelompok AA (-24,83 10,61) lebih besar dibandingkan kelompok AT (-23,04 15,15), namun tidak berbeda bermakna (p = 0,646)). Peningkatan kualitas hidup dan ambang nyeri tekan keempat otot perikranial lebih besar pada kelompok AA dibandingkan kelompok AT, namun tidak berbeda bermakna (p > 0,05). Efek terapi akupunktur masih bertahan pada minggu ke-2 dan 4 setelah terapi pada masing-masing kelompok, namun tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok (p > 0,05). Nilai LF/HF dari HRV setelah terapi menurun pada kelompok AA dibandingkan kelompok AT yang meningkat, dan terdapat perbedaan yang bermakna (p = 0,030).
Kesimpulan: Akupunktur titik telinga memiliki efektivitas yang sama baiknya dengan titik tubuh dalam memperbaiki gejala TTH. Namun titik telinga lebih praktis dan mudah dijangkau hanya pada satu bagian tubuh saja dengan efek terapi yang lebih cepat.

Tension-Type Headache (TTH) is the most common type of headache that occurs in the general population, including healthcare workers, frequently triggered by job stress and abnormal sleep patterns. The COVID-19 pandemic increases the risk of TTH recurrence in healthcare workers which can result in decreased quality of life and work productivity. Pharmacological therapy often causes side effects. Acupuncture has been shown to be a non-pharmacological treatment option for TTH. This study aims to compare the effectiveness of ear point acupuncture with body point acupuncture in improving TTH symptoms.
Methods: A single-blind randomized clinical trial was conducted on 46 health workers at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta with TTH symptoms according to the ICHD-3beta criteria, met  inclusion criteria and were not included in exclusion criteria. The subjects were randomized into 2 groups, 23 subjects in the ear point acupuncture group (AA) and 23 subjects in the body point acupuncture group (AT). Each group received 6 sessions of therapy in 2 weeks, for 30 minutes in each session. The acupuncture points used were shenmen (MA-TF4), thalamus (MA-AT4), dan occiput (MA-AT3) in the AA group, and LI4 Hegu, LR3 Taichong, and GB20 Fengchi in the AT group. Changes in the intensity and frequency of headache days, Short Form 36 (SF-36) score, and pericranial muscle pain pressure threshold were the primary outcomes assessed. Heart rate variability (HRV) is a secondary outcome.
Result: The decrease in the frequency of headache days after therapy in the AA group (-1.96±2.53) was greater than the AT group (-0.43±1.75) and was significantly different (p = 0.022). The decrease in pain intensity in the AA group (-24.83±10.61) was greater than the AT group (-23.04±15.15), but not significantly different (p = 0.646). The improvement in quality of life and pain pressure threshold of the four pericranial muscles was greater in the AA group than the AT group, but not significantly different (p > 0.05). The effect of acupuncture therapy still persisted at 2 and 4 weeks after therapy in each group, but there was no significant difference between groups (p > 0.05). LF/HF values ​​of HRV after treatment decreased in the AA group compared to the increased AT group, with significant difference (p = 0.030).
Conclusion: Ear point acupuncture is as effective as body points in improving TTH symptoms. However, the ear point is more practical and easier to reach only on one part of the body with a faster therapeutic effect.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shalista Feniza Hasny
"Pendahuluan: Kanker adalah penyebab kematian terbesar pada anak dan remaja di seluruh dunia dan merupakan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat karena insidensinya terus meningkat. Kemoterapi merupakan metode terapi yang umum digunakan untuk mengobati kanker. Penggunaan kemoterapi dapat menimbulkan efek samping salah satunya mual dan muntah akibat kemoterapi atau Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CINV). Penggunaan terapi antiemetik saat ini masih belum optimal dalam menangani CINV karena efek terapeutiknya belum maksimal, efek samping yang terjadi serta dari segi biaya. Akupressur dan Press Needle merupakan metode akupunktur yang dapat membantu mengurangi intensitas dan frekuensi mual dan muntah yang terkait dengan kemoterapi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas akupresur dan press needle terhadap skor Rhodes Index of Nausea, Vomiting and Retching (RINVR) pasien kanker anak yang menjalani kemoterapi. Metode: Desain penelitian pada penelitian ini adalah sebuah uji klinis acak tersamar tunggal. Penelitian ini diikuti oleh 52 orang subjek penelitian yang dibagi kedalam kelompok akupresur (n=26) dan kelompok press needle (n=26). Pada kelompok akupresur dilakukan penekanan pada titik PC6 dan ST36 selama 2 menit tiap titiknya minimal 3 kali sehari, sementara pada kelompok press needle dilakukan pemasangan press needle pada titik yang sama dan dilakukan 1 kali perangsangan di awal. Terapi akupresur dan pemasangan press needle dilakukan sebelum kemoterapi dan dan dipertahankan hingga 3 hari pasca kemoterapi. Evaluasi mual muntah dilakukan setiap hari hingga 6 hari pasca kemoterapi menggunakan kuesioner Rhodes index of nausea, vomiting, and retching.
Hasil: Terdapat penurunan skor RINVR pada kelompok akupresur dan press needle antara hari kemoterapi, 1 hari pasca kemoterapi, 3 hari pasca kemoterapi pada kelompok akupresur namun tidak signifikan (p>0,05). Efek terapi press needle bertahan hingga 6 hari pasca kemoterapi dengan hasil signifikan (p=0,018), namun tidak pada kelompok akupresur (p=0,233).

Background : Cancer is the largest cause of death in children and adolescents throughout the world and is a serious threat to public health because its incidence continues to increase. Chemotherapy is a therapeutic method commonly used to treat cancer. The use of chemotherapy can cause side effects, one of which is Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CINV). The current use of antiemetic therapy is still not optimal in treating CINV because of the therapeutic effect is not optimal, the side effects that occur, and in terms of cost. Acupressure and Press Needles are acupuncture methods that can help reduce the intensity and frequency of nausea and vomiting due to chemotherapy. The aim of this study was to compare the effectiveness of acupressure and needle pressure on the Rhodes Index of Nausea, Vomiting and Retching (RINVR) scores in pediatric cancer patients undergoing chemotherapy.
Method : The research design in this study was a single-blind, randomized clinical trial. This study was attended by 52 research subjects who were divided into the acupressure group (n=26) and the press needle group (n=26). In the acupressure group, pressure was applied to points PC6 and ST36 for 2 minutes per point at least 3 times a day, while in the press needle group, press needles were placed at the same points and stimulation was carried out once at the beginning. Acupressure therapy and press needle placement are carried out before chemotherapy and maintained for up to 3 days after chemotherapy. Evaluation of nausea and vomiting was carried out every day until 6 days after chemotherapy using the Rhodes index of nausea, vomiting, and retching questionnaire. Result: There was a decrease in the RINVR score in the acupressure and press needle groups between the day of chemotherapy, 1 day after chemotherapy, and 3 days after chemotherapy in the acupressure group but it was not significant (p>0.05). The effect of press needle therapy lasted up to 6 days after chemotherapy with significant results (p=0.018), but not in the acupressure group (p=0.233).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Hapindra Kasim
"Pendahuluan: Sakit gigi akut merupakan masalah yang sering terjadi pada rongga mulut. Sakit gigi bisa disebabkan karena adanya gigi impaksi, dimana gigi tidak dapat atau tidak akan dapat erupsi ke posisi sebagaimana fungsi normalnya. American Association of Oral and Maxillofacial Surgeons (AAOMFS) menyatakan bahwa 9 dari 10 orang memiliki setidaknya satu gigi impaksi, dengan prevalensi terbesar pada gigi molar tiga rahang bawah. Laser akupunktur merupakan modalitas akupunktur yang memiliki manfaat untuk mengurangi nyeri pasca-odontektomi molar tiga. Tujuan penelitian acak terkontrol ini adalah untuk menganalisis perbedaan kombinasi laser akupunktur dan medikamentosa dalam membantu memperbaiki intensitas nyeri pasien, jarak interinsisal dan bengkak pasca-odontektomi dibandingkan dengan kelompok kombinasi sham laser akupunktur dan medikamentosa.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda, dengan sampel yang dibutuhkan adalah 57 gigi molar tiga mandibula pada subjek pria/ wanita pasca- odontektomi dan diacak menjadi 2 kelompok: (1) kombinasi laser akupunktur dengan obat standar, dan (2) kombinasi sham laser akupunktur dengan obat standar. Subjek akan menerima dua kali terapi, yaitu hari pertama dan ke-3 pasca-odontektomi. Pasien dan penilai hasil tidak mengetahui alokasi kelompok. Laser akupunktur menggunakan laserpen RJ®, program gelombang Nogier E, 4672 Hz, 785 nm, power 70 mW, dengan dosis 4 Joule pada titik akupunktur tubuh dan dosis 1 Joule pada titik telinga.
Hasil: Untuk semua variabel luaran pada hari ke-7, terdapat pengurangan intensitas nyeri pada kelompok kombinasi laser akupunktur dan medikamentosa yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok sham (p<0,001). Jarak interinsisal untuk kelompok laser juga menunjukan perbaikan dibandingkan kelompok sham (p<0,001), hal yang sama untuk pengurangan dimensi bengkak yang lebih besar pada kelompok laser (p=0,003 dan p<0,001).
Kesimpulan: Kombinasi laser akupunktur dan medikamentosa dapat membantu memperbaiki gejala pasca-odontektomi molar tiga mandibula, khususnya dalam hal intensitas nyeri, jarak interinsisal dan bengkak.

Introduction: Acute tootache is a problem that often occurs in the oral cavity. Toothache can be caused by an impacted tooth, where it can’t or will not erupt into its normal functional position. The American Association of Oral and Maxillofacial Surgeons (AAOMFS) states that 9 out of 10 people have at least one impacted tooth, with the greatest prevalence in mandibular third molars. Laser therapy is an acupuncture modality that has benefit of reducing pain after third molar extraction. The aim of this randomized controlled study was to analyze the difference between the combination of laser acupuncture with standard medication in reducing the patient's pain intensity and swelling, as well as improving the interincisal space in Post-Odontectomy Third Mandibular Molar Patients.
Method: This study was a double-blind, randomized controlled trial, with samples consisting of 57 mandibular third molars in post-odontectomy male/female subjects, which randomized into 2 groups: (1) combination of laser acupuncture with standard medications, and (2) combination sham laser acupuncture with standard medications. Subjects will receive two treatments, in the first dan third day of post-odontectomy. Patients and outcome assessors were blinded to group allocation. Laser acupuncture uses an RJ® laserpen with E-Nogier waves programs, 4672 Hz, 785 nm, 70 mW power with 4 Joules dose at the body acupuncture points and 1 Joule at the ear points. Results: For all outcome variables on 7th day, showed the reduction of pain intensity in laser acupuncture and medication combination group was greater compared to the sham (p<0.001). The interincisal space for the laser group was also greater than sham (p<0.001), as was the reduction in swelling which was greater in the laser group (p=0.003 and p<0.001).
Conclusion: The combination of laser acupuncture and medication may help improve post-odontectomy symptoms of mandibular third molars, especially in terms of pain intensity, interincisal space and swelling.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yolanda Teja
"Latar belakang: Seiring bertambahnya usia, kerut nasolabial (nasolabial fold /NLF) merupakan salah satu area wajah yang menjadi prioritas untuk dikoreksi. Diperlukan modalitas peremajaan wajah yang efektif dengan sesi terapi minimal untuk mengurangi jumlah kunjungan, salah satunya adalah akupunktur tanam benang (thread embedding acupuncture/TEA) Penelitian ini dilakukan untuk melihat efektivitas satu sesi TEA dibanding dengan 6 sesi terapi manual akupunktur (MA) untuk mengurangi NLF. Metode: Uji klinis acak terkontrol tersamar tunggal dilakukan pada total 30 wanita yang memenuhi kriteria inklusi. Peserta penelitian dialokasikan dalam 2 kelompok yaitu kelompok TEA yang mendapat 1 sesi terapi dan MA yang mendapat 6 sesi terapi. Dilakukan pengukuran panjang NLF menggunakan caliper vernier, skala Wrinkle Severity Rating Scale (WSRS) dan penilaian kepuasan hasil terapi menggunakan skala visual analogue scale (VAS). Pengukuran dilakukan pada saat sebelum memulai terapi, setelah menyelesaikan terapi, follow- up (FU) minggu ke-2 dan 4. Data diolah menggunakan SPSS 2.0 Hasil: Perbandingan perbedaan rerata luaran antara kelompok TEA dan MA pada saat menyelesaikan terapi menunjukkan hasil perbaikan yang bermakna pada perubahan panjang NLF (Uji T Tidak Berpasangan, p <0,001), WSRS (Uji Mann Whitney, p <0,001), dan kepuasan (Uji T Tidak Berpasangan, p <0,001). Pada FU minggu kedua, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antar kedua kelompok berdasarkan pengukuran panjang NLF (Uji T Tidak Berpasangan, p 0,170), dan kepuasan (Uji T Tidak Berpasangan, p 0,991), serta perbedaan bermakna pada WSRS (Uji Mann Whitney, p 0,018). Pada FU minggu keempat, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antar kedua kelompok berdasarkan pengukuran panjang NLF (Uji T Tidak Berpasangan, p 0,079), WSRS (Uji Mann Whitney, p 0,082), dan perbedaan yang bermakna pada kelompok TEA pada skor kepuasan (Uji Mann Whitney, p 0,036). Kesimpulan: Perbaikan NLF pada TEA semakin baik dari waktu ke waktu, sementara MA menunjukkan perbaikan paling tinggi pada saat tepat setelah menyelesaikan terapi. Pada FU minggu ke 4 didapatkan hasil yang sama baik pada kedua kelompok untuk perbaikan panjang NLF dan WSRS. Namun demikian, nilai kepuasan kelompok TEA pada FU minggu ke 4 memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding MA. Selain itu, TEA memiliki keunggulan hanya memerlukan 1 sesi terapi sehingga dapat meminimalisir sesi kunjungan.

Background: As we age, the nasolabial fold (NLF) become one of the areas of the face as a priority for correction. An effective facial rejuvenation modality such thread embedding acupuncture (TEA) is needed with minimal therapy sessions to reduce visit numbers. This study was conducted to see the effectiveness of one session of TEA compared to 6 sessions of manual acupuncture (MA) to reduce NLF . Methods: A single-blind randomized controlled clinical trial was conducted on a total of 30 women who met the inclusion criteria. Participants were allocated into 2 groups: TEA group with single session of therapy, and MA group with 6 sessions of therapy. The outcomes of the study were the length of NLF measured by vernier caliper, WSRS scale and satisfaction score using visual analogue scale (VAS). Measurement was carried out before starting therapy, right after completing therapy, 2 weeks and 4 weeks of follow-up (FU). Data processed using SPSS 20.0 Result: Comparison of the mean difference in outcomes between the TEA and MA groups at the time of completion of therapy showed significant improvements in changes of NLF length (Independent T-Test, p <0.001), WSRS (Mann Whitney test p <0.001), and satisfaction (Independent T-Test, p <0.001). In the second week of FU, there was no significant difference between groups based on the measurement of NLF length (Independent T-Test, p 0.170), and satisfaction (Independent T-Test, p: 0.991), and a significant difference in WSRS (Mann Whitney test, p 0.018). At the fourth week of FU, there was no significant difference between the two groups based on the measurement of the length of the NLF (Independent T-Test, p 0.079), WSRS (Mann Whitney test, p 0.082), and a significant difference in the TEA group in satisfaction scores (Mann Whitney test, p 0.036). Conclusion: The improvement of TEA group in NLF reduction showed a pattern of getting better from time to time, while MA group showed the best improvement at the time after completing therapy. At the fourth week of FU, the results for improvement in the length of NLF and WSRS were same in both groups. However, the satisfaction score of TEA group at fourth week of FU has higher value than the MA. In addition, TEA only requires 1 session so that it is expected to be able to minimize sessions"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>