Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19241 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hans Tandra
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2019
616.61 HAN d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: PERNEFRI, 2009
616.61 PEN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Rhodia
"Latar Belakang: Kerusakan ginjal dapat berkembang ke arah penyakit ginjal kronik PGK dan gagal ginjal terminal. Penyakit ginjal kronik berkaitan dengan tingginya angka mortalitas dan pembiayaan yang dibutuhkan. Data mengenai PGK pada anak di dunia masih terbatas terutama di negara berkembang. Belum adanya data secara nasional yang dapat menggambarkan karakteristik penyakit ginjal pada anak di Indonesia menjadi alasan dilakukannya studi ini dengan mengolah data yang didapatkan dari Riskesdas 2013, sebuah riset kesehatan berbasis komunitas yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Balitbangkes Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kemenkes RI .
Tujuan: Mengetahui karakteristik penyakit ginjal pada anak usia 15-18 tahun di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2013.
Metode: Studi potong lintang dengan mengolah data sekunder yang didapatkan dari Riskesdas 2013. Terdapat dua kelompok data berdasarkan pencatatan di lapangan. Kelompok data 1 meliputi subjek yang diikutkan pada pengumpulan data kuesioner berupa riwayat batu ginjal, gagal ginjal kronik, riwayat hipertensi, dan minum obat antihipertensi, serta pemeriksaan fisis berupa pengukuran tekanan darah TD . Kelompok data 2 juga diikutkan pada pencatatan data kuesioner dan pemeriksaan fisis, namun disertai data laboratorium kadar hemoglobin Hb dan kreatinin serum. Setelah itu dilakukan pengklasifikasian data sesuai status nutrisi, estimasi LFG, TD, dan kadar Hb.
Hasil: Sejumlah 52.454 subjek diikutkan pada kelompok data 1, didapatkan hasil 20.537 subjek dengan penyakit ginjal, dengan karakteristik sebagian besar perempuan dan status nutrisi gizi baik. Terdapat riwayat batu ginjal 0,2 , gagal ginjal kronik 0,1 , riwayat hipertensi 0,6 , minum obat antihipertensi 0,1 , serta pra-hipertensi dan hipertensi berdasarkan pemeriksaan fisis sejumlah 51,4 dan 48,3 . Pada kelompok data 2 didapatkan hasil subjek dengan penurunan fungsi ginjal sebesar 1,4 .
Simpulan: Angka hipertensi dan pra-hipertensi pada remaja 15-18 tahun di Indonesia cukup tinggi. Hal ini menyebabkan upaya pemeriksaan TD secara teratur perlu digiatkan kembali sebagai upaya deteksi dini, mencari etiologi dan tata laksana mencegah berkembangnya penyakit. Kata kunci: penyakit ginjal, hipertensi, gagal ginjal, batu ginjal, remaja, Riskesdas."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barus, Henni
"Prevalensi gagal ginjal kronis di masyarakat perkotaan di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pasien dengan gagal ginjal kronik harus mampu melakukan manajemen cairan meskipun menjalani terapi hemodialisis agar tidak mengalami komplikasi penyakit. Penulisan karya tulis ilmiah ini dilakukan untuk menggambarkan kepatuhan klien gagal ginjal kronis dengan terapi hemodialisis terhadap manajemen cairan dengan desain studi kasus.
Hasilnya menunjukkan bahwa klien gagal ginjal kronis menerapkan manajemen cairan setelah diberikan edukasi secara rutin dan berkelanjutan oleh perawat. Penerapan manajemen cairan terhadap klien dengan gagal ginjal kronis baik dengan atau tanpa terapi hemodialisis harus diberikan oleh perawat secara rutin dan berkelanjutan khususnya di perkotaan untuk menekan terulang kembalinya klien di rawat inap dan klien siap untuk bergabung dengan masyarakat.

Prevalence of chronic kidney disease in the urban community in Indonesia has increased from year to year. Patients with chronic kidney disease should be capable of performing fluid management despite undergoing hemodialysis therapy in order not to experience complications of the disease. Writing scientific papers is done to illustrate the client's compliance with chronic kidney disease therapy fluid management with hemodialysis the case study design.
The results show that patients of chronic kidney disease apply fluid management after being given regularly and continuing education by a nurse. Application of fluid management to patients with chronic kidney disease with or without hemodialysis therapy should be administered by nurses on a regular basis and especially in urban sustainable to be repeatedly pressed patients in inpatient and patients are ready to join the society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Ayu Ary Antari
"Kualitas hidup merupakan tujuan penting dari keseluruhan perawatan pasien dengan gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis. Studi terbaru menunjukkan bahwa parameter subyektif lebih penting dalam mengukur kualitas hidup dibandingkan parameter obyektif seperti biokimia darah. Instrumen pengukuran kualitas hidup memiliki varian yang cukup banyak, namun belum ada instrumen yang sederhana, mudah diisi dan nyaman untuk diterapkan. Modified ESAS merupakan salah satu instrumen pengkajian beban gejala yang menurut hasil penelusuran ilmiah mampu mempredikasi kualitas hidup.
Tujuan dari penerapan EBN ini adalah teridentifikasinya instrumen kualitas hidup yang valid, reliabel, sensitif dan spesifik serta mudah diterapkan di tatanan klinik. Proses pelaksanaan EBN ini terdiri dari penelusuran ilmiah menggunakan pertanyaan klinis dan dilanjutkan dengan implementasi EBN terhadap 54 pasien GGT yang menjalani hemodialisis.
Hasil penerapan menunjukkan modified ESAS merupakan instrumen yang valid, reliabel, memiliki sensitivitas dan spesifisitas dalam mengukur kualitas hidup. Selain iu, secara teknis instrumen ini mudah diterapkan baik ditinjau dari aspek perawat maupun pasien.

Quality of life is an important goals for patients undergoing hemodialysis. Recent studies showed that the subjective parameters are more important in measuring the quality of life than objective parameters such as blood biochemistry. The quality of life instrument is still many variants and there is no simple, easy to filled and comfortable instrument to apply. Based on scientific research, modified ESAS is one of the instruments that can predict the quality of life.
The implementation of evidence based nursing was aimed to identify the validity, reliability, sensitivity, specificity and applicability instrument of quality of life patients undergoing hemodialysis in clinical settings. The process EBN implementation consist of searching scientific clinical question and followed by 54 patients undergoing hemodialysis.
The EBN results showed that ESAS was a valid, reliable, sensitive and specific instrument to measure the quality of life. In addition, this instrument is easy applied both of nurses and patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Rahardja
"Latar Belakang: Penyakit ginjal kronik (PGK) dilaporkan berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian ulkus pedis dan amputasi pada diabetes melitus (DM). Namun, data mengenai hal tersebut masih terbatas termasuk di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh PGK terhadap kejadian ulkus pedis dan amputasi ekstremitas bawah dalam 3 tahun.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada DM berusia >18 tahun dengan menggunakan data sekunder di RSUP Fatmawati pada periode Januari – Desember 2016. Kesintasan terhadap ulkus pedis dan amputasi ekstremitas bawah berdasarkan LFG dihitung dan dianalisis melalui kurva Kaplan Meier. Adjusted hazard ratio (aHR) dinilai dengan menggunakan analisis multivariate Cox proportional hazards.
Hasil: Dari 204 subjek penelitian, 108 orang (52,9%) memiliki LFG > 60, 54 orang (26,5%) memiliki LFG 30-59, dan 42 orang (20,6%) memiliki LFG <30 ml/menit/1,73 m2. Kesintasan ulkus pedis dalam 3 tahun adalah 75,7% untuk LFG <30; 86,4% untuk LFG 30-59; dan 94,1% untuk LFG > 60 ml/menit/1,73 m2. Laju insidens ulkus pedis per 1000 orang per bulan adalah 7,98 untuk LFG <30; 4,08 untuk LFG 30-59; dan 1,61 untuk LFG >60 ml/menit/1,73m2. Pasien dengan LFG 30-59 dan LFG <30 ml/menit/1,73 m2 memiliki adjusted HR 1,36 (IK 95% 0,39-4,66) dan 4,39 (IK 95% 1,18-16,4) terhadap ulkus pedis dibandingkan dengan LFG > 60 ml/menit/1,73 m2. Tidak dilakukan analisis lebih lanjut pada luaran amputasi ekstremitas bawah karena tidak ada pasien yang mengalami luaran pada kelompok LFG >60 ml/menit/1,73 m2
Kesimpulan: PGK mempengaruhi kejadian ulkus pedis dalam 3 tahun pada pasien DM dan risiko ulkus pedis dalam 3 tahun semakin meningkat seiring dengan semakin berat derajat PGK. Pengaruh PGK terhadap kejadian amputasi ekstremitas bawah masih belum dapat disimpulkan pada penelitian ini.

Background: Chronic kidney disease (CKD) has been reported associated with poor prognoses in foot ulcers and lower extremity amputation (LEA) in patients with diabetes melitus (DM). However, the study is still limited and never been done in Indonesia. The objective of this study is to evaluate the impact of CKD on foot ulcers and LEA in patients with diabetes.
Methods: This was a retrospective cohort study in Internal Medicine out-patient clinic in Fatmawati General Hospital. All subjects were enrolled between January-December 2016 who had history of DM, age >18 years old and had a history of DM. Foot ulcer-free and amputation-free survival for estimated glomerular filtration rate (eGFR) >60, 30-59, and <30 ml/min/1,73 m2 were calculated and analyzed by Kaplan-Meier curves. Adjusted hazard ratio (HR) was analalyzed using multivariate Cox proportional hazards. multivariate model.
Results: A total of 204 individuals were included: 108 (52,9%) in eGFR >60, 54 in eGFR 30-59, and 42 in eGFR <30 ml/min/1,73 m2. Foot ulcer free survival for patient with eGFR <30, 30-59, >60 ml/min/1.73 m2 were 75,7%; 86,4%; and 94,1% respectively. Unadjusted foot ulcer incidence rates per 1000 patients per month were 7,98 for eGFR <30; 4,08 for eGFR 30-59; and 1,61 for eGFR >60 ml/menit/1.73m2. For the development of foot ulcer compared with eGFR > 60 ml/min/ 1.73 m2, adjusted HR for patient with eGFR 30-59 ml/min/1.73 m2 was 1,36 (CI 95% 0,39-4,66) and for eGFR < 30 ml/min/1.73 m2 was 4,39 (CI 95% 1,18-16,4). HR for LEA could not be analyzed because there were no patient who had been amputated after 3 years follow up in group eGFR >60 ml/min/1.73 m2.
Conclusion: CKD increased the risk of foot ulcer in 3 years among DM patients. The risk was increased concomitant with the severity of CKD. The impact of CKD on LEA could not be concluded in this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
O`Callsgahan, Chris
"The Renal System at a Glance provides a concise and accessible introduction and revision aid for medical students. Following the familiar, easy-to-use at a Glance format, each topic is presented as a double-page spread with key Facts accompanied by diagrams encapsulating essential knowledge." "The Renal System at a Glance, formerly The Kidney at a Glance, will appeal to all medical students, junior doctors on Foundation Programmes and to those revising for final exams. The book is also suitable for those training in allied health professions, including specialist nurses working on dialysis wards."
Jakarta: Erlangga, 2009
616.6 OCA r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Medan: USU press, 2008
616.132 HIP
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bettia M. Bermawi
"Untuk kepentingan klinik, pemeriksaan laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah petanda paling penting dalam evaluasi fungsi ginjal pada penderita Penyakit Ginjal Kronik (PGK). Saat ini baku emas pemeriksaan LFG yang paling tepat adalah bersihan inulin tetapi tidak tersedia di Indonesia. Pemeriksaan yang setara dan tersedia di RSCM, adalah pemeriksaan renogram 99 Tc DTPA. Uji bersihan kreatinin yang dianggap mendekati nilai LFG banyak dipengaruhi kesalahan pengumpulan urin. Oleh karena itu untuk pelaksanaan rutin dipakai klasifikasi dan cara estimasi LFG menurut rumus bersihan kreatinin Cockroft & Gault yang direkomendasi oleh K/DOQI, dengan atau tanpa koreksi luas permukaan badan berdasarkan nilai kreatinin serum. Pemeriksaan kadar serum Cystatin C adalah parameter baru yang dikatakan lebih sensitif dibandingkan bersihan kreatinin Cockroft & Gault.
Tujuan penelitian adalah mendapatkan pemeriksaan penurunan fungsi ginjal yang lebih baik dibandingkan bersihan kreatinin. Jenis penelitian uji diagnostik. Tiga puluh orang kelompok PGK stage 1,2 dan 3 diperiksa untuk mendeteksi penurunan fungsi ginjal dini. Setiap subyek diperiksa kadar serum Cystatin C dengan cara imunonefelometri, kadar kreatinin serum dengan metode Jaffe kinetik, perhitungan estimasi LFG dengan bersihan kreatinin Cockroft & Gault modifikasi Coresh (CGC), dan 99TcDTPA renogram sebagai baku emas.
Hasil penelitian didapatkan hasil uji bersihan kreatinin CGC berada dalam rentang 39- 90 mL/menit/1,73m2 dengan median 72,1 mL/menit/1,73m2, hasil uji kadar Cystatin C serum 0,48 - 3.02 mg/L dengan median 0,81 mg/L dan rentang LFG DTPA 75 -126 Ml/menit/1,73m2 dengan median 118,0 mL/menit/1,73m2. Sensitifitas dan spesifisitas untuk uji Cystatin C adalah 100% dan 57,1% sedangkan untuk bersihan kreatinin CGC adalah 100% dan 38,5%, sehingga kedua uji dapat digunakan sebagai parameter penurunan fungsi ginjal. Berdasarkan hasil nilai-nilai spesifisitas, prediksi negatif, akurasi diagnostik dan Iuas daerah di bawah kurva ROC dari kadar Cystatin C lebih tinggi dari CGC, maka Cystatin C lebih tepat digunakan untuk penetapan adanya kerusakan ginjal dengan penurunan LFG.

For clinical purpose, glomerular filtration rate (GFR) is the most important marker for evaluation of kidney function in Chronic Kidney Disease (CKD). At present, the gold standard for accurate GFR assessment is inulin clearance which is not available in Indonesia. The alternative examination is renogram 99mTc DTPA. Creatinine clearance test which is assumed to be as close to the GFR value still have many error in urine collection. In clinical practice, GFR estimated from serum creatinine by Cockroft & Gault equation is recommended by KIDOQI and widely accepted as a simple measurement of GFR. Serum Cystatin C is a new parameter which is more sensitive than Cockroft & Gault creatinine clearance.
The aim of this study is to get a method to detect early renal dysfunction better than creatinine clearance. Type of study is diagnostic test. We assessed the serum Cystatin C to detect early renal dysfunction in 30 patients with GFR stage 1,2 and 3, classified by KJDOQI staging. Measurements of the following were performed in each subject: serum Cystatin C immunonephelometric assay, serum creatinine by Jaffe kinetic method, GFR estimated from serum creatinine by Cockroft & Gault equation modified by Coresh (CGC), and 99mTcDTPA renogram as gold standard.
Results were CGC ranged from 39 to 120 mUmin11.73m2, median 72.1 mL/min/1.73m2. serum Cystatin C ranged from 0.48 to 3.02 mg/L, median 0.81 mg/L and DTPA renogram ranged from 75 to 126 ML/min/1.73m2, median 118.0 mL/min/1.73m2. The sensitivity and specificity of cystatin C in detecting early CKO was calculated to be 100% and 57.1% respectively; compared to CGC were 100% and 38.5%, which allow the tests as a screening test and area under ROC curve of C. Based on the specificity and the negative predictive value, diagnostic accuracy values and area under ROC curve of Cystatin C were superior to CGC, Cystatin C is more reliable measure to determine early renal dysfunction with LFG decr.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T21252
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Sirojul Millah
"Latar belakang: Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan global dengan prevalensi dan mortalitas yang meningkat dalam tiga dekade terakhir. PGK dipicu oleh kerusakan sebagian nefron dan menyebabkan peningkatan beban kerja nefron lainnya. Proses ini memicu aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (SRAA) yang menyebabkan peningkatan tekanan kapiler glomerulus, stress oksidatif, dan mediator inflamasi sehingga berujung pada kerusakan nefron yang lebih luas. Angiotensin receptor blocker (ARB) sebagai obat penghambat SRAA yang telah menjadi lini pertama terapi PGK. Statin merupakan obat antihiperlipidemia yang memiliki efek antiinflamasi dan digunakan untuk mencegah komplikasi kardiovaskular pada PGK. Kerusakan ginjal pada PGK dapat diamati dengan adanya perubahan struktur histologis pada glomerulus dan tubulus ginjal. Belum banyak penelitian yang membahas pengaruh ARB dan statin terhadap perbaikan PGK ditinjau dari perbaikan histologi glomerulus dan tubulus nefron ginjal.
Tujuan: Menganalisis pengaruh pemberian ARB dan statin terhadap histopatologi ginjal tikus model PGK dengan 5/6 nefrektomi (5/6 Nx).
Metode: Penelitian ini melakukan uji eksperimental dengan menggunakan bahan biologis tersimpan ginjal tikus Sprague-Dawley untuk melihat pengaruh ARB, statin, dan kombinasi ARB + statin pada hipertrofi glomerulus dan kerusakan tubulus ginjal tikus PGK dengan 5/6 Nx. Sediaan histologi menggunakan pewarnaan H&E dan dilakukan pengamatan terhadap diameter glomerulus dan tubular injury score. Analisis data menggunakan SPSS dengan uji anova satu arah dan post hoc bonferroni untuk diameter glomerulus dan uji Kruskal-Wallis dengan post hoc Mann-Whitney untuk tubular injury score.
Hasil: Pada pengukuran diameter glomerulus, hasil menunjukkan bahwa kelompok 5/6 Nx mempunyai diameter glomerulus yang lebih besar signifikan dibanding kelompok lainnya. Kelompok ARB, statin, dan kombinasi ARB + statin menunjukan diameter glomerulus yang lebih kecil secara signifikan dibandingkan kelompok 5/6 Nx. Tidak ada perbedaan signifikan antar kelompok pemberian obat. Kombinasi ARB+statin memiliki skor tubular injury lebih kecil signifikan dibandingkan kelompok 5/6 Nx. Monoterapi ARB atau statin menunjukkan tren lebih kecil pada skor tubular injury dibandingkan 5/6 Nx namun tidak signifikan secara statistik.
Kesimpulan: Kombinasi Angiotensin receptor blocker dan statin dapat menghambat kerusakan histologi ginjal tikus model penyakit ginjal kronis dengan 5/6 nefrektomi.

Background: Chronic kidney disease (CKD) is a global health problem with increased prevalence and mortality in the last three decades. CKD is started by damage of nephrons that causes an increase in the workload of the remaining nephrons. This process triggers activation of the renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS) which causes increased glomerular capillary pressure, oxidative stress, and inflammatory mediators, leading to more extensive nephrons damage. Angiotensin receptor blocker (ARB) as an inhibitor of RAAS has become the first line of CKD therapy. Statins are antihyperlipidemic drugs that have anti-inflammatory effects and are used to prevent cardiovascular complications in CKD. Renal damage in CKD can be observed with changes in the histological structure of the glomerulus and renal tubules. However, there are few studies that discuss the effect of ARBs and statins on the improvement of CKD in terms of the histology of glomerular and tubular renal nephrons.
Aim: Analyzing the effect of ARB and statin administration on kidney histopathology of CKD-model rats with 5/6 nephrectomy (5/6 Nx).
Method: This study is an experimental study using stored biological material of Sprague-Dawley rat kidney. This study want to see the effect of ARB, statin, and ARB + statin combination on glomerular hypertrophy and renal tubular damage in CKD rats with 5/6 Nx. Histology slides are stained with H&E staining and glomerular diameter and tubular injury score are observed. Data analysis using SPSS with one-way ANOVA test and bonferroni hoc post test for glomerular diameter and with Kruskal-Wallis test and Mann-Whitney post hoc test for tubular injury score.
Result: in comparison with control, the 5/6 Nx group significantly had a larger glomerular diameter. The ARB, statin, and combination groups showed significantly smaller glomerular diameter than the 5/6 Nx group. There were no significant differences between the drug administration groups. The ARB + statin combination group significantly had a smaller tubular injury scores compared to the 5/6 Nx group. ARB or statin monotherapy groups showed a smaller tubular injury scores compared to 5/6 Nx but was not statistically significant.
Conclusion: The combination of angiotensin receptor bocker and statin inhibit renal histological damage in chronic kidney disease rat model with 5/6 nephrectomy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>