Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73343 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sisca Pratiwi
"Pasal 87 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa menyatakan bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa. Badan Usaha Milik Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat.  Keberadaan BUM Desa tersebut memiliki kekurangan atau kekosongan hukum dalam pengaturannya yakni terkait dengan konstruksi yuridis dari BUM Desa sebagai suatu subjek hukum di Indonesia. Padahal konstruksi yuridis badan usaha sebagai suatu subjek hukum sangatlah penting karena berpengaruh dalam kewenangan, hak dan kewajibannya, bertindaknya serta menentukan siapa yang berwenang untuk dapat menjadi pemohon atau mengajukan permohonan kepailitan Badan Usaha Milik Desa saat terjadi kepailitan.
Penelitian menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan penelitian ini dilakukan untuk menjawab dua masalah pokok, yaitu bagaimana konstruksi yuridis Badan Usaha Milik Desa sebagai subjek hukum di Indonesia dalam hal ini dapat diketahui bentuk badan usaha dari BUM Desa ataukah badan usaha berbadan hukum atau badan usaha tidak berbadan hukum. Kemudian hasil tersebut menentukan kewenangan pengajuan permohonan kepailitan oleh BUM Desa.
Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa Badan Usaha Milik Desa tidak memenuhi kedua unsur badan usaha berbadan hukum dan badan usaha tidak berbadan hukum. Demi kepastian hukum, Penulis berkesimpulan bahwa BUM Desa seharusnya berbadan hukum sehingga kewenangan pengajuan permohonan kepailitan dapat dilakukan oleh Kepala Desa mewakilkan BUM Desa sebagai subjek hukum atau Debitor Pailit. Saran Penulis diperlukan Peraturan Menteri Desa yang mengatur terkait dengan perolehan status badan hukum dari BUM Desa.
Kata Kunci: BUM Desa, Badan Usaha, Permohonan Kepailitan
Article 87 of the Regulation Number 6 Year 2014 concerning Villages states that Villages can establish Village Owned-company called BUM Desa. Village-owned company is a legal entity in which either parts of whole of its capital, is owned by village stated in direct inclusion. The existence of the BUM Desa has a lack in its regulation which is related to the juridical construction of BUM Desa as a legal subject in Indonesia. Whereas the legal construction of a business entity as a legal subject is very important because it influences its authority, rights and obligations, acts as well as determines who is authorized to be the petitioner or submits a request for bankruptcy in a village owned-company during a bankruptcy.
This research used normative juridical research methods and was conducted to answer two main problems, how the juridical construction of Village owned-company as legal subjects in Indonesia, in this case, it can be seen the form of business entity from BUM Desa or whether it is a legal entity or a non-legal entity. Then these results determine the authority to submit bankruptcy requests by BUM Desa.
The results of the research that have been concluded that the Village-Owned Company do not fit for both elements of a legal entity and a non-legal entity. The author concludes that BUM Desa should be a legal entity so that the authority to submit bankruptcy applications can be carried out by the Village Head representing the Village Owned-Company as the Bankrupt Debtor. Authors' recommendation is needed a Village Minister Regulation that regulates the acquisition of legal entity status for BUM Desa.
Keywords: Village owned-company, Business Entity, Bankruptcy Petition"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Yosephine
"Skripsi ini membahas mengenai kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa bila dianalisis berdasarkan peraturan perundang-undangan, mulai dari peraturan tertinggi hingga peraturan terendah. Skripsi ini mengkaji Badan Usaha Milik Desa apakah lebih tepat bila dikategorikan sebagai badan usaha berbadan hukum atau badan usaha non badan hukum. Skripsi ini juga menjabarkan implikasi atas ketidakjelasan kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa dalam prakteknya dengan menampilkan permasalahan yang timbul pada Badan Usaha Milik Desa Panggung Lestari, kabupaten Bantul, provinsi Yogyakarta. Berdasarkan kajian yuridis yang telah dilakukan, pengakuan Badan Usaha Milik Desa sebagai badan usaha berbadan hukum atau badan usaha non badan hukum tidak ada, sedangkan sangat penting adanya pengakuan yang jelas dan tegas mengenai kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa mengingat badan usaha ini akan melakukan berbagai macam kegiatan usaha demi kepentingan dan kemajuan desa itu sendiri. Ketidakjelasan kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa juga mengakibatkan badan usaha ini kesulitan dalam menjalin kerjasama usaha dengan pihak ketiga. Oleh karena itu, skripsi ini mendorong perlunya ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas mengenai kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa.

The focus of this study is analyze about legal status of village owned enterprises based on the law. This study also analyze that village owned enterprises is business entity or legal entity. This study also details the implication of obscurity of legal status of village owned enterprises practically by indicating the problems that happens in Panggung Lestari Village Owned Enterprises in Bantul, Yogyakarta. Based on the juridical studies that has been done, recognition of village owned enterprises as business entity or legal entity is nothing, while too important to have the clear recognition about legal status of village owned enterprises because this entity would make every kind of business activities for the sake of that village. The obscurity of village owned enterprises caused this entity have difficulties in established business cooperation with third parties. Therefore, this study encouraged to have the clear regulation that would provide about legal status of village owned enterprises.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Rifqi Nurilmi
"BUMN seharusnya memiliki holding company untuk menciptakan kemandirian dan bersaing di dunia internasional. Hal ini disebabkan kepemilikan Negara oleh Kementerian BUMN memiliki rentan benturan kepentingan terhadap pengurusan dan pengelolaannya. Melalui ini, BUMN menjadi kuat secara kelembagaan dan profesional dan Notaris untuk menjamin ketertiban, kepastian, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model HoldingBUMN yang sesuai dengan karakteristik hukum di Indonesia dalam mewujudkan kepastian hukum dan kemandirian sebagai badan hukum serta menganalisis peranan Notaris dalam pembentukannya berdasarkan teori dan peraturan perundang-undangan.Tesis ini menggunakan bentuk penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, yakni menelusuri asas-asas hukum kemudian dibuat interpretasi terhadap peraturan hukum umum kemudian menguji hasil interpretasi. Bentuk ini dilakukan untuk mendapatkan data yang diperlukan dengan membaca, mengutip, dan menganalisa yang berhubungan dengan objek penelitian.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, model HoldingBUMN yang sesuai adalah Persero, dimiliki penuh oleh Negara melalui penyertaan modal negara yang berasal bukan dari kekayaan negara, kegiatan usaha investasi, holding kombinasi, internal concentrated blockholder model, model tersentralisasi, dan model kontinental. Kedua, peranan Notaris adalah pembuatan akta autentik pendirian baru atau perubahan anggaran dasar, meneliti keabsahan penyelenggaraan RUPSLB dan memberikan penyuluhan hukum untuk mendukung BUMN memupuk keuntungan dan mewujudkan kemakmuran rakyat

State owned Enterprises should have a holding company to create independence and compete internationally because State ownership by the Ministry of SOEs has vulnerable conflict of interest. Through this, SOEs could be strong institutionally and professionally and Notary is ensuring orderliness, certainty, and legal protection which is in essence of truth and justice. This research aims to be able analyze the SOE holding model in accordance with the legal characteristics in Indonesia in realizing legal certainty and independent as entities and to analyze the role of Notary on its establishment based on theory and law.This thesis used the form of library research that is juridical normative, through tracing the principles of law and then made interpretation of rule of general law followed by examination of result of interpretation. This form is conducted to obtain the necessary data by reading, quoting, analyzing everything related to the object of research. The results showed First, the SOE Holding model is Persero, its capital is fully owned by the State through equity participation derived from separated state assets, investment activities, a combination holding, an internal concentrated blockholder, centralized model, and continental model. Secondly, the role of Notary is making of the authentic deed of new establishment or amendment of articles of association, examining validity of Extraordinary General Meeting and giving legal counseling to support SOEs on foster profits and realize the greatest prosperity of people of Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T51647
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riski Adi Pranata
"ABSTRAK
Penelitian ini menjelaskan mengenai pemenuhan kepastian hukum pada studi kasus PT. X yang menggunakan virtual office sebagai tempat kedudukan usaha dalam mengajukan permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemenuhan asas kepastian hukum pada pengkuhan Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan virtual office berdasarkan studi kasus PT. X. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan melakukan wawancara terhadap informan yang terkait dengan kasus yang dialami oleh PT. X serta menggunakan studi literatur. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pemenuhan kepastian hukum belum sepenuhnya terpenuhi terkait pengajuan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.02/2015, namun dalam pengajuan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 sudah memenuhi asas kepastian hukum. Dalam penelitian ini ditemukan fakta bahwa dalam verifikasi keberadaan Pengusaha yang menggunakan virtual office sebagai tempat kedudukan usaha, Kantor Pelayanan Pajak mengacu pada keberadaan workshop atau tempat kegiatan usaha sebagai dasar untuk membuktikan kebenaran usaha, namun hal tersebut kurang sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 dimana penyedia jasa dianggap sebagai penanggung jawab terhadap keberadaan Wajib Pajak yang menggunakan virtual office. Berdasarkan hal tersebut, seharusnya Kantor Pelayanan Pajak tidak perlu lagi melihat workshop namun cukup sebatas virtual office yang digunakan. Peneliti menyarankan kepada otoritas untuk menerbitkan peraturan tambahan mengenai penegasan atau standar khusus mengenai kepastian dalam hal penelitian lapangan apakah yang akan dilakukan verifikasi keberadaan Wajib Pajak adalah tempat Wajib Pajak dalam menjalankan usaha (workshop) atau tempat Wajib Pajak berkedudukan untuk Wajib Pajak yang menggunakan virtual office, sehingga dapat memberikan kepastian bagi Wajib Pajak.

ABSTRACT
This research describes the fulfillment of certainty principle in the case study of PT. X that uses a virtual office as a place of business in submitting an application for the application of a Taxable Entrepreneurs registration for Value Added Tax purposes. The purpose of this research is to analyze the fulfillment of the principle of certainty of Taxable Entrepreneurs registration who uses virtual office as place of business based on a case study of PT. X. The approach used in this study is qualitative by conducting interviews with informants related to cases experienced by PT. X and uses literature studies. The results of this research indicate that the fulfillment of certainty has not been fully fulfilled regarding submissions based on Minister of Finance Regulation Number 182/PMK.02/2015, but in submissions based on Ministry of Finance Regulation Number 147/PMK.03/2017 has fulfilled the principle of certainty. In this research it was found the fact that in the verification of the existence of Entrepreneurs who uses virtual office as a place of business, the Tax Office refers to the existence of workshops or business activities as a basis for proving the truth of the business, but this is not in accordance with what has been situated in Minister of Finance Regulation Number 147/PMK.03/2017 where service providers are considered to be responsible for the existence of taxpayers who use virtual offices. Based on this, the Tax Office should no longer need to see workshops but it is only limited to the virtual office used. The researcher advises the authorities to issue additional regulations regarding the affirmation or specific standards regarding certainty in terms of field research whether the verification of the existence of taxpayer is the place of taxpayer in conducting business (workshops) or places of taxpayer domiciled for taxpayer who uses virtual offices, so that it can provide certainty for taxpayer."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Ramadhan Kartabrata
"[ABSTRAK
Penelitian ini membahas proses penyelesaian sengketa tahapan Pemilihan Umum yang terpengaruh oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41 PHPU D VI 2008 yang berimplikasi dikesampingkannya aspek kepastian hukum dan kemanfaatan karena terdapat beberapa lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk menangani sengketa dalam tahapan Pemilu seperti Bawaslu DKPP Peradilan Umum Peradilan Tata Usaha Negara Mahkamah Agung serta Mahkamah Konstitusi Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menghasilkan penelitian deskriptif analitis Hasil penelitian menyarankan pembentuk undang undang membuat suatu peraturan perundang undangan mengenai proses penyelesaian sengketa Pemilu yang mengharmonisasi kewenangan lembaga lembaga yang memiliki kewenangan untuk menangani sengketa dalam tahapan Pemilu dengan memberikan jangka waktu dalam penyelesaiannya serta menjadikan Mahkamah Konstitusi sebagai peradilan Pemilu terakhir dimana tidak ada upaya hukum maupun badan peradilan lain yang menangani perkara Pemilu setelah Putusan Mahkamah Konstitusi kecuali perkara yang berkaitan dengan pelanggaran etik maupun tindak pidana.

ABSTRACT
The focus of this study is the dispute resolution of stages of general election is affected by Constitutional Court Judgment No 41 PHPU D VI 2008 which has implication for ruled out legal certainty and expediency principle because there are state agencies what have the authority to adjudicate for dispute resolution of stages of general election like election supervisory board honorary of election executor board criminal court administrative court supreme court and constitutional court This study is a qualitative research for generate descriptive analytical The researcher suggest that the legislator form a regulation about dispute resolution general election process which harmonization an authority of state agencies which have an authority for adjudicate for dispute resolution of general election and the regulation gives a period of time for the resolution and constitutional court be a last court of general election which there is no other remedy or other bodies to adjudicate after constitutional court judgment except violations of ethics or criminal of general election. , The focus of this study is the dispute resolution of stages of general election is affected by Constitutional Court Judgment No 41 PHPU D VI 2008 which has implication for ruled out legal certainty and expediency principle because there are state agencies what have the authority to adjudicate for dispute resolution of stages of general election like election supervisory board honorary of election executor board criminal court administrative court supreme court and constitutional court This study is a qualitative research for generate descriptive analytical The researcher suggest that the legislator form a regulation about dispute resolution general election process which harmonization an authority of state agencies which have an authority for adjudicate for dispute resolution of general election and the regulation gives a period of time for the resolution and constitutional court be a last court of general election which there is no other remedy or other bodies to adjudicate after constitutional court judgment except violations of ethics or criminal of general election. ]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Alvin Alvano
"Business Judgement Rule merupakan aturan yang memberikan kekebalan atau perlindungan bagi manajemen perseroan dari setiap tanggung jawab yang lahir sebagai akibat dari transaksi atau kegiatan yang dilakukan olehnya sesuai dengan batas-batas kewenangan dan kekuasaan yang diberikan kepadanya, dengan pertimbangan bahwa kegiatan tersebut telah dilakukan dengan memperhatikan standar kehati-hatian dan itikad baik. Prinsip Businnes Judgment Rule secara implisit diakomodir di dalam Pasal 92 dan Pasal 97 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang bertujuan agar melindungi direksi dari upaya kriminalisasi, sehingga asas kepastian hukum terpenuhi.Seharusnya para penegak hukum dapat memilah penyebab yang terjadi dalam kerugian sebuah Badan Usaha Milik Negara. Apabila terjadi kerugian negara yang timbul dalam sebuah Badan Usaha Milik Negara, itu merupakan murni dari resiko bisnis itu sendiri, yang keputusannya diambil yaitu dengan prinsip kehati-hatian dan itikad baik, menurut Penulis, seharusnya dalam penyelesainnya dapat menggunakan prinsip Business Judgment Rule dan dapat dikatakan bukan sebagai suatu tindak pidana korupsi. Hal tersebut terjadi pada kasus perkara Hotasi Nababan, Mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airline.Hasil penelitian bentuk pertanggungjawaban direksi dalam perseroan terbatas berdasarkan prinsip business judgement rule adalah pertanggungjawaban baik perdata yang telah diatur dalam Pasal 97 ayat 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta Pasal 1365 KUHPerdata, maupun pertanggungjawaban pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Business Judgement Rule is a rule which provides immunity or protection for the management of the company from any responsibility that is born as a result of a transaction or activity undertaken by him in accordance with the limits of authority and power given to him, considering that these activities have been conducted with respect to the standards prudence and good faith. Judgment Rule Businnes principle implicitly accommodated in Article 92 and Article 97 of Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company which aims to protect the directors of the attempt to criminalize, so the principle of legal certainty is met.Supposedly law enforcement officials can sort out the cause of the losses occurring in a State Owned Enterprises. In the event of losses that arise in a State Owned Enterprises, it is purely from the business risk itself, the decision was taken on the principle of prudence and in good faith, according to the author, it should in its solution can make use of Business Judgment Rule and it can be said not as an act of corruption. This happens in the case of case Hotasi Nababan, former Director of PT Merpati Nusantara Airline.The results of the study form of accountability of directors in a limited liability company based on the principles of the business judgment rule is accountable to both civil set out in Article 97 paragraph 3 and 4 of Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company, as well as Article 1365 of the Civil Code, as well as criminal liability regulated in Law Number 20 Year 2001 jo Law No. 31 of 1999 on Corruption Eradication.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T46932
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Hastuti A.
"ABSTRAK
Nama : Dwi Hastuti AyuningtyasNPM : 1406511124Program Studi : Magister KenotariatanJudul : Penerapan Asas Kepastian Hukum Dalam Penerbitan Sertipikat Hak Guna Bangunan Oleh Badan Pertanahan Nasional Analisis Putusan Kasus Nomor 3091 K/PDT/2011 Dalam kasus nomor 3091 K/Pdt/2011 telah terjadi sengketa antara Ramon Widjaja dengan pihak-pihak yang dianggap telah menguasai dan memanfaatkan lahan miliknya tanpa izin darinya. Rumusan masalah yang diangkat dalam tesis ini yaitu faktor apakah yang dapat menyebabkan terjadinya penerbitan sertipikat yang tumpang tindih dan bagaimana solusi untuk mencegahnya serta bagaimana penerapan asas publikasi negatif tendensi positif dalam penerbitan sertipikat hak atas tanah oleh Badan Pertanahan Nasional sehingga terjadi tumpang tindih sertipikat.Metode Penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah bahwa dalam terjadinya tumpang tindih seripikat berdasarkan beberapa faktor yang terutama adalah tidak sempurnanya peta pendaftaran terutama bagi daerah-daerah yang mengalami pemekaran wilayah, serta tidak telitinya para petugas/pejabat pertanahan dalam menjalankan tugas memeriksa data terkait kegiatan pendaftaran. Oleh sebab itu sebaiknya dikemudian hari pemerintah harus dapat mengatasi faktor-faktor tersebut yaitu agar menyempurnakan peta pendaftaran tanah yang ada serta meningkatkan mutu dan kedisiplinan serta ketelitian dari para petugas/pejabat kantor pertanahan. Kata Kunci : Kegiatan Pendaftaran, Sertipikat Tumpang Tindih

ABSTRACT
Name Dwi Hastuti AyuningtyasStudy Program Magister of NotaryTitle Application of Principle of Legal Certainty In Broking Certificate Issuance by the National Land Agency Decision Analysis of Case No. 3091 K PDT 2011 In case number 3091 K Pdt 2011 there rsquo s been a dispute between Ramon Widjaja with parties deemed to have control and use their property without his permission. The formulation of the issues raised in this thesis is the factor that can lead to the issuance of the overlapped certificates and how the solution made to prevent it, and how the application of the principle of positive tendencies of negative publicity in the issuance of certificates of land rights by the National Land Agency which caused some overlap certificate. Research methods used in this thesis is the normative method. The results of this research are that in cases of overlapping certificates are based on several factors that primarily is incomplete map of enrollment, especially in regions that experiencing regional growth, and the carelessness of the officers officials of land offices in carry out the task of checking the data related to the registration activities. Therefore, we recommend in the future the government must be able to eliminate these factors by means of enhance existing land registration maps and improve the quality, discipline and thoroughness of the officers officials of the land office. Keywords registration activities , Overlapped Certificates."
2017
T47255
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Dwi Ardianzah
"Penelitian ini fokus terhadap Mahkamah Agung dalam melakukan pengujian peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang (judicial review on the legality of regulation). Asas Contrarius Actus digunakan dalam pola putusan judicial review di Mahkamah Agung, sesuai dengan PERMA No 01 Tahun 2011 Pasal 8 Ayat (2) memiliki jangka waktu 90 hari dari putusan judicial review dan dinyatakan tidak ada kekuatan hukum jika tidak dilaksanakan. Dalam Proses eksekusi putusan yang bisa dilakukan dalam pengeksekusian dalam proses eksekusi putusan Mahkamah Agung Hal itu dapat berpotensi mengakibatkan proses tindak lanjut tidak ideal yang dilakukan Pejabat Tata Usaha Negara dalam menindak lanjuti putusan Mahkamah Agung dari norma yang sudah dibatalkan. Maka hal tersebut dapat mengakibatkan ketidakpastian hukum dari putusan judicial reviewMahkamah Agung terkait. Bentuk Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif. Dalam konteks ini penulis juga melakukan analisis dengan metode perbandingan dengan beberapa negara dan mencari informasi penting dari narasumber yang penulis lakukan dengan mekanisme wawancara untuk memperkuat penelitian ini. Hasil penelitian ini merujuk terhadap eksekusi putusan judicial review yang masih kurang diterapkan secara ideal sehingga menyebabkan ketidakpastian hukum. Harusnya putusan judicial review di Mahkamah Agung dapat memiliki kekuatan hukum yang terikat atau berlaku final and binding sejak putusan dibacakan sehingga judicial review Mahkamah Agung dapat mengakibatkan harmonisasi dari Peraturan Perundang-undangan akan tercederai. Maka daripada hal itu, Pejabat Tata Usaha Negara yang melakukan eksekusi putusan dengan tidak ideal harus diberikan teguran dan sanksi yang dilaporkan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang memiliki fungsi dalam menjaga harmonisasi produk Peraturan Perundang-undangan. Hal itu dilakukan agar tujuan dari hukum mengenai keadilan hukum, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum dapat tercapai dengan maksimal dan meminimalisir penyalahgunaan tindak lanjut putusan yang dilakukan oleh Pejabat Tata Usaha Negara yang membuat dan mengeluarkan produk Peraturan Perundang-undangan tersebut.

This research focuses on the Supreme Court in conducting judicial review on the legality of regulation. The Contrarius Actus principle is used in the pattern of judicial review decisions in the Supreme Court, in accordance with PERMA No. 01 of 2011 Article 8 Paragraph (2) which has a period of 90 days from the judicial review decision and is declared to have no legal force if it is not implemented. In the process of executing decisions that can be carried out in the process of executing decisions of the Supreme Court. This can potentially result in an imperfect follow-up process carried out by State Administrative Officials in following up on decisions of the Supreme Court from norms that have been canceled. So this can lead to legal uncertainty from the judicial review decision of the relevant Supreme Court. The form of research used is normative juridical with qualitative analysis methods. In this context the author also conducted an analysis using a comparative method with several countries and sought important information from sources which the author did with an interview mechanism to strengthen this research. The results of this study refer to the execution of judicial review decisions which are still not implemented ideally, causing legal uncertainty. The judicial review decision at the Supreme Court should have binding legal force or be final and binding since the decision was read so that there is legal certainty in it. Misuse in the follow-up process of the judicial review decision of the Supreme Court can result in harmonization of laws and regulations. Therefore, instead of that, State Administrative Officials who carry out decisions that are not ideal must be given a warning and sanctions that are reported to the Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia which has a function in maintaining the harmonization of Legislation and Regulation products. This is done so that the objectives of the law regarding legal justice, legal certainty, and legal benefits can be achieved maximally and minimize the misuse of follow-up decisions made by State Administrative Officials who make and issue the products of the Legislation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mariam Yasmin
"Implementasi Pendaftaran Pertanahan dalam prakteknya belum dapat memberikan kepastian hukum bagi kepemilikan hak atas tanah. Sertifikat yang seharusnya menjadi alat bukti kepemilikannya yang kuat bagi pemilik tanah, dapat dibatalkan lewat putusan pengadilan. Hal ini di mungkinkan terjadi, oleh karena sistem publikasi pendaftaran tanah yang diterapkan di Indonesia adalah sistem publikasi yang bersifat negatif yang berunsur positif. Dalam artian, kepemilkan tanah tersebut masih dapat digugat oleh orang yang sebenarnya berhak, oleh karena Negara tidak menjamin kebenaran datanya yang diajukan oleh Penguasa tanah sengketa pada saat ia mengajukan permohonan pendaftaran atas tanah yang dikuasai olehnya. Dalam praktek, tuntutan hukum sering kali terjadi akibat peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah. Seperti halnya, putusan pengadilan yang menjadi obyek penelitian tesis ini juga mempersoalkan peralihan hak atas tanah karena hibah yang dianggap telah merugikan kepentingan para ahli waris. Dengan demikian, para ahli waris perlu merasa menuntut hak mereka selaku ahli waris ke muka pengadilan. Tuntutan tersebut diperbolehkan, berdasar pada putusan Mahkamah Agung Nomor 900 K/Sip/1974 tertanggal 6/4/1976, yang menyatakan sebagai berikut :?hibah yang menyebakan kerugian bagi ahli waris harus dibatalalkan. Pembatalan peralihan hak karena hibah tersebut tentunya disertai dengan pembatalan akta yang timbul karena terjadinya peralihan hak tersebut.? Merujuk kepada putusan mahkamah agung tersebut, maka putusan Mahkamah Agung Nomor 2125K/ Pdt/2004, yang menguatakan putusan Judex Facti Nomor 277/Pdt/2003/PT. Sby, dan putusan Pengadilan Tingkat Pertama Nomor 59/Pdt/2002/PN.Blt adalah putusan yang tepat menurut hukum, karena hibah yang menjadi permasalahan dalam putusan tersebut memang telah merugikan kepentingan ahli waris. Dengan adanya putusan hakim tersebut beranggapan bahwa akta dan surat kepemilikan atas tanah yang timbul akibat peralihan karena hibah, adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum, menyebabkan akta dan sertifikat hak atas tanah sengketa tersebut menjadi batal demi hukum.

Land registration implementation in practice could not give legal certainty for possession of land rights. A certificate which supposed to be a strong evidence of its stake for the owner of the land can be undone passing judgment of a court. It is in place, made possible because of the system of publication land registration is applied in Indonesia is a the negative system publication which has positive elements. In a sense, the land ownership can still be charged by an actual person entitled, by because the state does not guarantee the truth of the data submitted by a ruler in dispute and when he submit a request registration over the land is owned by him. In practice, lawsuits often been caused by the transfer of rights over the ground because heir or grant. As well; judgment of a court which become object of this research thesis also accepted the transfer of rights over the ground for grants deemed to have been detrimental to the interests of the heir apparent. Thus, the heirs need to feel demanding their rights as the heirs to face court..The demands allowed, based on a verdict by the supreme court number 900 K/Sip/197 publish on 6/4/1976, Stating as follows : grants prompting loss for heirs to be annulled. The cancellation of the transfer of rights by grant is certainly accompanied by the cancellation of the deed that arises because of the occurrence of the transfer of such a right. Refer to the verdict, the supreme court then the verdict of the supreme court number 2125K/ Pdt/2004 which amplifies the verdict of the high court in Surabaya, number of verdict 277/Pdt/2003/PT.Sby, and also amplifies the verdict of the state court in Blitar, number of verdict 59/Pdt/2002/PT.Blt are right decision according to the law, because grants become problems in a verdict was indeed has been detrimental to the interests of the heir apparent. With the existence of the award the judge was assume that the deed and the possession of the land that arise due to transfer by operation of grants is not legitimate and do not have the force of law, causing deed and the certificate land rights the dispute shall be declared void for the sake of law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41527
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Orient Abram
"Tujuan penelitian tesis ini adalah untuk mengetahui kapan lahirnya hak jaminan atas resi gudang sehingga diperoleh pengikatan jaminan yang sempurna yang memberikan perlindungan bagi pemegang hak jaminan atas resi gudang. Adapun permasalahan yang akan diteliti dalam tesis ini adalah bagaimana kepastian hukum lahirnya hak jaminan atas resi gudang sehingga diperoleh pengikatan jaminan yang sempurna yang memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak jaminan atas resi gudang dan bagaimana akibat hukum terhadap penerima hak jaminan atas resi gudang apabila pembebanan hak jaminan resi gudang tidak diberitahukan kepada pusat registrasi dan pengelola gudang.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian kepustakaan dengan studi dokumen dan memperoleh data dari wawancara kepada narasumber atau informan sebagai pendukung data sekunder. Tipologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksplanatoris. Kepastian hukum lahirnya hak jaminan atas resi gudang adalah pada saat dilakukannya pemberitahuan oleh penerima hak jaminan kepada pusat registrasi dan pengelola gudang karena pada saat dilakukan pemberitahuan pusat registrasi pada saat itu juga setelah menerima berkas dengan lengkap melakukan pencatatan dalam buku daftar pembebanan hak jaminan resi gudang dan menerbitkan bukti konfirmasi pencatatan pemberitahuan. Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal jaminan fidusia dicatat yaitu pada saat dilakukannya pendaftaran. Pemberitahuan dan pendaftaran yang terdapat pada jaminan fidusia mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk memenuhi ketentuan asas publisitas dalam jaminan kebendaan.
Hasil penelitian menyarankan bahwa agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda-beda terhadap suatu peraturan perundang-undangan, maka undang-undang harus dibuat dengan jelas dan lengkap, selain itu untuk menghindari terjadinya kelalaian pusat registrasi dalam melakukan penatausahaan tertutama berkaitan dengan kegiatan pencatatan pembebanan jaminan resi gudang, perlu diberikan sanksi yang keras agar kepentingan penerima hak jaminan atas resi gudang dapat terlindungi dan tertatausaha dengan baik.

This thesis is aimed at finding out when security right to a warehouse receipt is created, thus obtaining perfect security obligation which provides protection for the holders of security right to a warehouse receipt. The issues studied in this thesis are the legal certainty on the creation of security right to a warehouse receipt thus obtaining perfect security which provides legal protection for the holders of security right to a warehouse receipt and the legal consequences for the beneficiary of security right to a warehouse receipt if the encumbrance of security right to the warehouse receipt is not notified to the registration center and the warehouse operator.
The research method used in this thesis is normative juridical research, namely literature research by document review and obtaining data from interview with source persons or informants in order to support the secondary data. The typology used in this research is explanatory. Legal certainty on the creation of security right to a warehpuse receipt is established at the time of notification by the beneficiary of security right to the registration center and warehouse operator because at the time of notification, the registration center, after receiving complete documents, registers in the registry of encumbrance of security right to a warehouse receipt and issues evidence of confirmation of notification registry. Article 14 paragraph (3) of Law Number 42 Year 1999 concerning Fiduciary Security states that fiduciary security is created on the same date as the date of registry of fiduciary security. Notification and registration of fiduciary security has the same purpose, namely complying with the principle of publicity in material security.
The result of the research suggests that in order to prevent different interpretation of law and regulation, a law must be drafted clearly and completely. In addition, in order to prevent negligence by the registration center in administration, especially in relation to the registry of encumbrance of the security right to a warehouse receipt, strict sanctions need to be imposed hence the interest of the beneficiary of security right to a warehouse receipt may be protected and administered properly.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45096
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>