Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178982 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fransisca Maria Putrini Himawan
"Makalah ini merupakan hasil penelitian mengenai pergeseran makna dan fungsi ritual salah satu tahapan Shang Tou, upacara pernikahan tradisional masyarakat Cina Benteng di Tangerang, Banten. Tulisan ini khususnya membahas tahap pemujaan terhadap sosok Dewa San Jie Gong dalam sembahyang San Jie. Penelitian ini memaparkan tentang (1) prosesi penghormatan San Jie Gong dalam upacara Shang Tou dan (2) makna dan fungsi penghormatan Tian dan San Jie Gong dalam upacara Shang Tou. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa prosesi, makna dan fungsi sembahyang San Jie Gong sudah mengalami perubahan seiring jaman dengan berubahnya aturan-aturan seperti waktu pemujaan, tempat pemujaan dan tahapan lain yang menjadi dipersingkat.

This paper is a result from a research about the meaning and function`s shifting of one from the many steps of Shang Tou, a traditional Benteng Chinese wedding Ceremony in Tangerang, Banten. This paper is focusing on the worship of a deity called San Jie Gong in a San Jie worship ceremony. This research explains about (1) the procession of San Jie Gong`s worship in Shang Tou ceremony and (2) the meaning and function of Tian and San Jie Gong`s worship in Shang Tou ceremony. Based on the research conducted, it is known that as the era progressing, the procession, meaning and function of San Jie Gong worship has shifted with the change of rules such as the time of worship, place of worship and other steps that have been shortened."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Gabrielle Febriansyah
"Masyarakat Cina dipercaya telah melakukan migrasi sejak abad ke-1 Masehi ke seluruh penjuru dunia, tak terkecuali Pulau Jawa. Kedatangan para imigran Cina ke Nusantara menyebabkan terbentuknya suatu kebudayaan baru dalam masyarakat, antara kelompok etnis Cina dengan penduduk lokal. Di Batavia, para imigran Cina yang kebanyakan menghuni perkampungan kawasan Tangerang, kemudian membentuk komunitas yang dikenal dengan nama “Cina Benteng”. Komunitas ini merupakan hasil akulturasi melalui perkawinan antara para imigran etnis Cina dengan penduduk lokal dari etnis Betawi. Salah satu yang menjadi penanda khas masyarakat Cina Benteng adalah Rumah Kawin, sebuah tempat pernikahan yang terus dilestarikan hingga saat ini. Dengan objek penelitian yaitu Rumah Kawin Melati, penelitian ini akan menggunakan metode studi lapangan dan wawancara terhadap beberapa responden keturunan etnis Cina di kawasan Tangerang untuk mengetahui tanggapan mereka terkait eksistensi dari Rumah Kawin.

The Chinese community is believed to have migrated since the 1st century AD to all corners of the world, including Java. The arrival of Chinese immigrants to the Nusantara led to the formation of a new culture in society, between the Chinese ethnic group and the local population. In Batavia, Chinese immigrants who mostly lived in the Tangerang area then formed a community known as "Benteng Chinese". This community is the result of acculturation through marriage between ethnic Chinese immigrants and local residents of the Betawi ethnicity. One of the distinctive markers of the Benteng Chinese community is the Rumah Kawin, a wedding venue that has been preserved to this day. With the object of research, namely Rumah Kawin Melati, this research will use the method of field study and interviews with several respondents of Chinese ethnic descent in the Tangerang area to find out their responses regarding the existence of Rumah Kawin."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Rifa`ati Hanifah
"Jurnal ini membahas mengenai akulturasi upacara kematian masyarakat Cina Benteng di Tangerang, Banten. Masyarakat Cina Benteng adalah orang-orang keturunan Tionghoa yang tinggal di wilayah Tangerang, Banten. Nama Cina Benteng berasal dari kata ldquo;Benteng rdquo;, nama lama kota Tangerang. Kata ldquo;Benteng rdquo; dalam istilah Cina Benteng mengacu pada Benteng Makassar, yang terletak disisi timur sungai Cisadane.
Tujuan dari penilitian ini adalah untuk mendeskripsikan secara lengkap bagaimana ritual upacara kematian masyarakat tradisional Tionghoa dan menjelaskan bagaimana ritual upacara kematian masyarakat Cina Benteng yang telah mengalami akulturasi dengan budaya masyarakat setempat di Tangerang, Banten. Selain itu, juga untuk menunjukan bagaimana upacara kematian menjadi salah satu titik temu antara dua budaya yang berbeda dan melihat sejauh mana budaya tradisional masih mempengaruhi budaya yang sudah terakulturasi melalui upacara kematian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa upacara kematian masyarakat Cina Benteng telah terakulturasi dengan budaya upacara kematian masyarakat Non- Cina Benteng di sekitarnya. Oleh karena itu, dalam upacara kematian Cina Benteng terdapat beberapa bagian yang berbeda dari upacara kematian masyarakat tradisional Tionghoa. Upacara kematian masyarakat Cina Benteng lebih sederhana dalam pelaksanaannya. Selain itu, akulturasi kematian masyarakat Cina Benteng terjadi karena adanya pergeseran zaman dan pergeseran budaya.

This journal talks about the acculturation of the death ceremony of Chinese Benteng community in Tangerang, Banten. Chinese Benteng are people of Chinese descentdant who live in Tangerang, Banten. The name of Chinese Benteng comes from the word ldquo;Benteng rdquo; means ldquo;Fort rdquo; , which is the old name of city of Tangerang. The word Benteng in the term of Chinese Benteng refers to Benteng of Makassar Makassar Fort , which lies on the east side of the Cisadane river.
The purpose of this research is to fully describe the death ceremony ritual of the Chinese Traditional community and the death ceremony ritual of Chinese Benteng people that has been acculturated with the culture of the local community in Tangerang, Banten. In addition, it shows how the death ceremony became the point of intersections between two different cultures and to what extent the traditional cultures still affect the culture that has been acculturated through the death ceremony. The method used in this research is qualitative method.
The result of this research shows that the death ceremony of Chinese Benteng community has been acculturated with the death ceremony of Non-Chinese Benteng community in Tangerang. Therefore, the death ceremony of Chinese Benteng is different in some parts from the death ceremony of traditional Chinese community. The death ceremony of the Chinese Benteng community is more simple in its implementation. In addition, the acculturation of death ceremony of Chinese Benteng community also occurred due to the changing of time and culture.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Kamelia Dewi
"Ritual Mapag Panganten merupakan salah satu prosesi dalam pernikahan adat Sunda. Sebagai sebuah ritual adat, Mapag Panganten termasuk ke dalam tradisi lisan karena telah diturunkan lebih dari dua generasi, menjadi identitas dari kelompok, dan terus dikembangkan hingga saat ini. Selain sebagai sebuah ritual adat, Mapag Panganten juga menyajikan bobodoran (lucu-lucuan) untuk menghibur para tamu dalam acara pernikahan adat sunda. Dari tradisi ini banyak hal menarik yang ditemukan, salah satunya adalah makna simbolik. Terkait hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan dan mendeskripsikan makna simbolik di dalam ritual Mapag Panganten dalam pernikahan adat Sunda di Dusun Ciseda, Desa Citimun, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan ritual Mapag Panganten yang diadakan pada tanggal 23 Februari 2020 di Dusun Ciseda, Desa Citimun, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat sebagai data penelitian. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif, sedangkan analisis isi dilakukan dengan pendekatan tradisi lisan dan pendekatan semiotik. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, penelitian menghasilkan tiga makna simbolik, yaitu makna religius, makna historis, dan makna estetis. Penelitian ini dapat menjadi kontribusi untuk bahan pengetahuan budaya mengenai makna simbolik dalam Mapag Panganten dari sudut pandang tradisi lisan dengan pendekatan semiotik.

Ritual Mapag Panganten is one of the procession in Sundanese wedding ceremony. As a tradition ritual, Mapag Panganten included in oral tradition because it has been passed down over two generations, became identity to the community, and continues to be developed currently. Beside as a ritual tradition, Mapag Panganten also shows bobodoran to entertain the guests. From this tradition, there are many interesting things, one of them is symbolic meaning. Related to this, the aim of this study is describe the symbolic meaning in ritual Mapag Panganten in Sundanese wedding ceremony in Ciseda Hamlet, Citimun Village, Sumedang District, West Java. The data used is ritual Mapag Panganten that has been held on February 23rd 2020 in Ciseda Hamlet, Citimun Village, Sumedang District, West Java. This research uses qualitative method. Furthermore, this research uses oral tradition approach and semotic approach to analyze the data. The result of this study yields three symbolic meanings, which are religius meaning, historical meaning, and aesthetic meaning. This study can be a contribution to cultural knowledge material about symbolic meaning in Mapag Panganten from oral tradition point of view with semiotic approach."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Yulia Vonny
"Pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia sehingga tak jarang diselenggarakan sebuah perayaan untuk mengenang peristiwa tersebut. Indonesia kaya akan beragam suku dengan ritual adatnya masing-masing, termasuk dalam upacara pernikahan tradisional. Bagaimana ritual adat berlangsung tentu tak terlepas dari ruang yang mengakomodasi proses pelaksanaannya. Di sinilah ritual adat berperan dalam menciptakan setting dan desain khusus pada interior ruang pernikahan. Setting dan kualitas ruang yang terbentuk pun akhirnya mempengaruhi kualitas ritualnya. Batak Toba sebagai salah satu suku di Indonesia memiliki ritual adat pernikahan yang unik dan berbeda. Bagaimana perbedaan dan keunikan ritual adat pernikahan suku Batak Toba mempengaruhi ruang pernikahannya akan dibahas pada skripsi ini.

Marriage is one of important things in human life, so made some ceremony to commemorate marriage is not uncommon nowadays. Indonesia has many tribes with their special ritual, including in traditional wedding ceremony. How do the ritual take place would not be separated from the place which accomodate the process. This is where the traditional ritual play a role in creating the special setting and design of the interior of place. Setting and quality of place that is formed also affect the quality of ritual. Batak Toba as one tribe in Indonesia has unique and different wedding ritual. How do the uniqueness and differences of the wedding ritual affect the place will be discussed in this thesis."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42709
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Tio Vany
"Topik penelitian ini adalah mengenai pembauran masyarakat Cina Benteng yang berdomisili di wilayah Tangerang, khususnya di kawasan Pasar Lama. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana berjalannya proses pembauran yang dilakukan antara Masyarakat Cina Benteng dengan masyarakat Non-Cina Benteng di sekitarnya, faktor-faktor apa yang menjadi penghambat dan penunjang proses pembauran tersebut, serta memaparkan apa saja dampak dari pembauran masyarakat Cina Benteng, baik bagi masyarakat Cina Benteng itu sendiri maupun bagi masyarakat Non-Cina Benteng di sekitarnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa upaya pembauran yang dilakukan antara masyarakat Cina Benteng dan masyarakat Non-Cina Benteng, baik melalui perkawinan maupun perayaan-perayaan etnis Cina Benteng, telah berhasil menghantarkan kedua kelompok masyarakat ini hidup berdampingan dalam keharmonisan, tanpa mempermasalahkan perbedaan.

The topic of this research is about the assimilation of Chinese Benteng community in Tangerang, especially in Pasar Lama area. The purpose of this research is to describe how the process of assimilation between the Chinese Benteng community and the non-Chinese Benteng, which factors are inhibiting and supporting the process of assimilation, and explaining the impacts of the assimilation of the Chinese Benteng community for themselves and for the non-Chinese Benteng community. The research 39;s method is qualitative. The results of this study show that the assimilation between Chinese Benteng community and non-Chinese Benteng community through marriage and celebration of traditional Chinese Benteng rituals, have succeeded in bringing both of them living side by side in harmony, without questioning the differences.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reza Zaini
"Selama ini banyak yang beranggapan bahwa Cina Benteng adalah Cina Peranakan yang menetap di daerah Tangerang Namun beberapa anggotanya di Desa Situgadung awalnya menolak hal itu dan mengidentifikasi diri mereka sebagai Orang Keturunan Melalui proses panjang mereka akhirnya mengaku bahkan bangga sebagai Cina Benteng sejak akhir tahun 1980 rsquo an Dengan menggunakan pendekatan kualitatif penelitian ini memberikan pemahaman baru tentang konsep identitas etnis dan pembedaan antara keduanya Identitas adalah sebuah proses mengidentifikasi kolektivitas yang menjadi acuan dimana individu berperan penting untuk menentukan kolektivitas mana yang merupakan alter ego nya Sementara etnisitas merupakan salah satu bentuk kolektivitas dimana kelompoklah yang menetapkan keanggotaan seorang individu.

It is generally assumed that Cina Benteng is a community of Peranakan Chinese living around Tangerang However one its communities in Situgadung Village rejected that notion in which they refer themselves as Orang Keturunan Eventually they identified themselves as Cina Benteng in the 1980s. This research gives a new understanding on ethnic identity and the differentiation between identity and ethnicity Identity is defined as a process where each individual plays a significant role to identify a collectivity in which he she feels belonged to while ethnicity is one of the manifestations of collectivities in which the society determine an individual's collectivity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Christiani Romaito
"Disertasi ini bertujuan menggambarkan eksklusi sosial yang dialami komunitas Cina Benteng di desa Belimbing, Tangerang. Eksklusi sosial dianalisis dengan menggunakan teori strukturasi Giddens untuk melihat proses eksklusi social, siapa saja aktor yang berperan dan bagaimana peran mereka dalam eksklusi sosial dan implikasi sosial, ekonomi, dan politis dari eksklusi sosial yang dialami oleh komunitas Cina Benteng di desa Belimbing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunitas Cina Benteng di desa Belimbing pernah mengalami eksklusi sosial pada masa eksklusi social sampai dengan awal masa reformasi terkait dengan kepemilikan dokumen kependudukan dan keikutsertaan dalam pembangunan. Eksklusi sosial yang mereka alami secara tidak langsung berakibat pada rendahnya tingkat pendidikan dan kemiskinan yang dialami pada masa sekarang, lebih lanjut berdampak pada terbatasnya akses mereka pada kesempatan bekerja formal dan pendapatan baik. Selain eksklusi sosial, dalam komunitas Cina Benteng juga terjadi inklusi social dengan warga non Cina Benteng. Fenomena tersebut dinamakan "dualitas eksklusi-inklusi".

This dissertation aims at describing the social exclusion experienced by the Benteng Chinese community in the village of Belimbing, Tangerang. Social exclusion is analyzed using the theory of Structuration Giddens to see the process of social exclusion, the actor who plays and their role in social exclusion as well as the implications of social exclusion in social, economic, and political aspect. The results showed that the Chinese community has experienced social exclusion during the period of Suharto governance to the early period of reform era, related to the ownership of the civic documents and the participation in development. Social exclusion indirectly result in low levels of education and poverty being experienced at present, further impacting on their limited access to the opportunity of formal work and good income. In addition to social exclusion, there has been social inclusion amongs the Benteng Chinese community and indigenous people in Belimbing village.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D1983
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Meirisye Lusiana
"Skripsi ini membahas tentang penyebaran agama katolik pada masyarakat Cina Benteng sejak gereja Tangerang resmi menjadi suatu paroki di tahun 1952 hingga tahun 1985. Skripsi ini meneliti tentang strategi inkulturasi dan pendidikan yang dilakukan oleh gereja Santa Maria kepada masyarakat Cina Benteng, yang sebelumnya telah memeluk agama tradisional yang berhubungan erat dengan adat istiadat mereka, hingga akhirnya banyak dari mereka mau mengenal dan menerima Katolik. Penulis juga meneliti perubahan, yang berhubungan dengan adat istiadat Cina Benteng, yang telah memeluk agama Katolik.

This thesis is about spreaded the Catholic religion in Cina Benteng society since the church in Tangerang officially became a parish in 1952 until 1985. The purpose of this thesis is to explain the inculturation and education strategies that Saint Mary church did to Cina Benteng society who previously had traditional religion that closely related to their custom, until some of them willing to know about Catholic religion and accept Catholicism in their lives. This thesis also explain the changes, which relate to Cina Benteng society customs, who has embraced Catholicism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S53081
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liny Budiasih
"Berkulit gelap, mata lebar, memelihara meja abu, dan memuja leluhur adalah sosok masyarakat Cina Benteng di Tangerang. Peranakan Tionghoa di Tangerang atau yang dikenal dengan Cina Benteng telah lama berakulturasi dengan masyarakat setempat, khususnya dalam hal kebahasaan. Oleh sebab itu, skripsi ini akan membahas variasi bahasa Cina Benteng di wilayah Tangerang (Kecamatan Neglasari, Kecamatan Tangerang, dan Kecamatan Karawaci). Pengambilan dan pengolahan data menggunakan metode pupuan lapangan, metode kuantitatif, dan kualitatif. Daftar tanyaan yang digunakan adalah kosakata dasar Swadesh, kosakata anggota tubuh, kosakata gerak dan kerja, serta kosakata sistem kekerabatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan oleh masyarakat Cina Benteng di wilayah Tangerang adalah bahasa Melayu dialek Betawi. Selain itu, identitas masyarakat Cina Benteng terlihat dari penggunaan bahasa Hokkian pada kosakata sistem kekerabatan.

Dark skinned, wide eye, using the table of ash, and worshiping the ancestors are the figures of Chinese Fort Community in Tangerang. Chinese breeding in Tangerang, known as Chinese Fort has long been acculturated with local community, especially in term of language. Therefore, this paper will discuss The Language Variations of Chinese Fort in Tangerang (Subdistrict of Neglasari, District of Karawaci, and City of Tangerang). Retrieval and data processing is done by using the questionnaire, quantitative methode, and qualitative methode. A list of questions that used are Swadesh basic vocabulary, body parts vocabulary, work and movement vocabulary, and kinship system vocabulary. The result showed that the language that is used by the Chinese Fort Community is Malay language of Betawi dialect. In addition, the identity of the Chinese Fort can be recognized by the use of Hokkian language in the kinship system vocabulary.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S61454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>