Ditemukan 64719 dokumen yang sesuai dengan query
Wetria Fauzi
"
AbstrakLegal basis of the formation of the Financial Services Authority (OJK) is based on the Article 34 of the Law No. 3 of 2004 on Bank Indonesia. The legislation process was then approved and endorsed the Law No. 21 of 2011 on the Financial Services Authority (OJK). Article 6 of the law gives the OJK authority to supervise both for bank and non-bank financial institution, including insurance agencies. Article 5 of the Insurance Law, OJK is given a mandate to make a regulation to expand the scope of the insurance business activities in accordance with the needs of the society. One of the businesses is investment-based insurance. Regulations made by OJK must not be contrary to the Insurance Law itself. One issue is found on the draft of the OJK regulation regarding the permissibility of general insurance conducting investment-based insurance business."
Depok: Badan Penerbit FHUI, 2017
340 JHP 47:2 (2017)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Muntia Andhi Nutrilon
"Munculnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan memberi pengaruh pada penerapan perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan khususnya pergadaian yang salah satunya adalah PT. Pegadaian (Persero). Sebagai ilustrasi tentang adanya permasalahan mengenai pemberlakuan larangan klausula baku adalah dengan adanya kasus sengketa PT Pegadaian (Persero) dengan Martha Sitorus dan Imelda Marina Sibuea merupakan salah satu korban dari ketidakpahaman mengenai perjanjian baku yang telah disetujuinya di dalam Surat Bukti Kredit, Barang jaminan nasabah tersebut dilelang oleh PT Pegadaian (Persero) tanpa sepengetahuan nasabah pemilik barang jaminan. Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa akses informasi tidak didapatkan oleh nasabah Pegadaian. Dengan dikeluarkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur tentang perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, jika kemudian hari terjadi kasus seperti itu maka banyak pembaharuanpembaharuan yang harus dilaksanakan oleh Pelaku Usaha termasuk didalamnya usaha Gadai yang dilaksanakan oleh PT. Pegadaian (Persero) untuk menjamin pelaksanaan perlindungan konsumen/nasabah. Diantaranya pelaku usaha diwajibkan untuk menyelenggarakan edukasi dalam rangka meningkatkan literasi keuangan, melaksanakan mekanisme pelayanan dan penyelesaian pengaduan bagi konsumen yang sebelumnya dilaksanakan oleh BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) selanjutnya dapat ditangani oleh LAPS (Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa), dan mewajibkan pelaku usaha untuk memiliki unit kerja yang berfungsi untuk menangani pengaduan yang diajukan konsumen.
The emergence of the Financial Services Regulatory Authority to give effect to the application of consumer protection in the financial services sector in particular mortgages, one of which is PT. Pegadaian (Persero). As an illustration of the problem of the existence of the ban is a standard clause in cases of dispute PT Pegadaian (Persero) with Martha Sitorus and Imelda Sibuea Marina is one of the victims of misunderstanding about the standard contract that has been approved in the Proof of credit, guarantees the customer's goods auctioned PT Pegadaian (Persero) without the knowledge of the owner of customer collateral. From these cases it can be seen that access to information is not obtained by the customer Pawn. With the enactment of the Financial Services Authority which regulates the protection of Consumer Financial Services Sector, if later on in cases like that then a lot of the reforms that must be implemented by business actors including Pawn effort undertaken by PT. Pegadaian (Persero) to ensure the implementation of the protection of the consumer / customer. Among business operators are required to hold in order to improve the education of financial literacy, implementing mechanisms and resolution service for consumers who previously carried out by the BPSK (Consumer Dispute Settlement Body) can be addressed by LAPS (Alternative Dispute Resolution Institute), and requires businesses to have work units that serve to handle consumer complaints filed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42555
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Diah Ayu Septi Fauji
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan AAMAI, 2018
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Aurora Wina Muthmainnah
"Asuransi merupakan salah satu lembaga keuangan yang terus berkembang seiring dengan membaiknya perkembangan ekonomi di Indonesia. Dengan pesatnya perkembangan perekonomian dan bisnis yang terjadi, kebutuhan masyarakat akan perlindungan terhadap resiko kerugian semakin meningkat. Namun asuransi dalam kenyataannya seringkali tidak dipercaya oleh masyarakat karena praktik asuransi dianggap lebih merugikan daripada menguntungkan. Hal ini diakibatkan karena minimnya perlindungan hukum dalam melakukan perjanjian asuransi.
Tulisan ini difokuskan kepada pengaturan aspek kebebasan berkontrak, kecermatan berkontrak serta urgensi pembuatan kontrak berbentuk akta otentik dalam pembuatan polis asuransi. Dalam Undang-Undang, perjanjian asuransi sedikit banyak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang sedangkan peraturan Undang-Undang dan peraturan pendukung lainnya hanya mengatur aspek asuransi dari segi tata usahanya saja. Penulisan ini menggunakan metode kepustakaan serta wawancara kepada pihak-pihak terkait. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder.
Metode analisis yang digunakan adalah metode kualitatif guna mendapatkan data yang bersifat evaluatif analitis. Dasar pembuatan polis asuransi terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang pasal 255. Otentifikasi Polis asuransi ditujukan untuk meminimalisir kerugian yang akan muncul dan sebagai bentuk kepastian hukum bagi para pihak. Otentifikasi polis asuransi diharapkan dapat memberikan kepastian lebih terhadap asas kebebasan berkontrak dan unsur kecermatan berkontrak yang merupakan salah satu aspek penting dalam melakukan perjanjian.
Insurance is a financial institution that continues to grow in line with the improving economic development in Indonesia . With the rapid development of economy and business that happens, public needs protection against the risk of loss is increasing. But in reality, insurance is often not trusted by the public because of insurance practices are considered more detrimental than beneficial. This is caused by the lack of legal protection in the conduct of insurance agreement. This paper focuses on the aspect of freedom of contract arrangements, the precision of contract as well as the urgency of making the contract in the form of an authentic act of making an insurance policy. In reality, the insurance agreement more or less regulated in the Law on Commercial Law Act regulations while and other supporting regulations only regulate the insurance aspects of their business in terms of grammar only. This study, using literature as well as interviews to the relevant parties. The type of data used are secondary data and primary data. The analytical method used is a qualitative method to obtain analytical data that is evaluative. Manufacture of basic insurance policy contained in the Book of the Commercial Law Article 255. Authentication insurance policy intended to minimize the losses that will arise and as a form of legal certainty for the parties. Authentication insurance policy is expected to provide more certainty to the principle of freedom of contract and precision element of contract , which is one important aspect in making agreements."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43028
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Naufal Luthfiansyah Wiguna
"Perkembangan inovasi dan digital pada sektor perbankan perlu diperhatikan dengan adanya ketentuan mengenai tata kelola bank yang baik. Penelitian ini menganalisis bagaimana sebenarnya kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan persetujuan atas rencana pemberhentian direktur utama, direktur yang membawahi fungsi kepatuhan, dan komisaris independen yang termuat di dalam Pasal 11 & 43 POJK 17/2023 tentang pedoman tata kelola bagi bank umum. Penelitian ini memanfaatkan pendekatan doktrinal yang didasarkan pada peraturan yang berlaku di Indonesia serta teori- teori yang sesuai dengan situasi yang terjadi. Data yang dipakai dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang mengacu pada hukum positif di Indonesia, seperti POJK Tata Kelola, UU Perseroan Terbatas, UU Perbankan, dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian. Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dinilai hanya sebatas memberikan persetujuan terkait rencana pemberhentian, sehingga kewenangan untuk memberhentikan tetap beradap RUPS pada saat pelaksanaannya. Selain itu, adanya ketentuan mengenai kewenangan Otoritas Jasa Keuangan juga dinilai menginterupsi hak-hak dari RUPS, yakni hak untuk memberhentikan anggota direksi dan dewan komisaris dalam UU PT. Meskipun begitu, kewenangan Otoritas Jasa Keuangan tidak mengintervensi hak RUPS untuk memberhentikan anggota direksi dan dewan komisaris karena Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan sebelum pelaksanaan RUPS. Akan tetapi, perlu diingat bahwa pemegang saham memiliki hak untuk meminta diselenggarakannya RUPS dan hak untuk mengusulkan mata acara rapat sehingga dalam hal ini, kewenangan Otoritas Jasa Keuangan mengintervensi beberapa hak dari pemegang saham.
The development of innovation and digitalization in the banking sector needs to be considered with the existence of good bank governance regulations. This research analyzes the authority of the Financial Services Authority (OJK) in approving the plan for the dismissal of the president director, the director overseeing the compliance function, and the independent commissioner as stipulated in Articles 11 & 43 of POJK 17/2023 concerning governance guidelines for commercial banks. This research utilizes a doctrinal approach based on the applicable regulations in Indonesia and theories that are relevant to the current situation. The data used in this study are secondary data referring to positive law in Indonesia, such as the POJK Governance, the Limited Liability Company Law, the Banking Law, and other regulations related to the research topic. The authority of the Financial Services Authority is considered to be limited to giving approval related to the dismissal plan, so the authority to dismiss remains with the GMS during its implementation. In addition, the provisions regarding the authority of the Financial Services Authority are also considered to interrupt the rights of the GMS, namely the right to dismiss members of the board of directors and commissioners in the Limited Liability Company Law. However, the authority of the Financial Services Authority does not intervene in the GMS’s right to dismiss members of the board of directors and commissioners because the Financial Services Authority gives approval before the GMS is held. Nevertheless, it should be noted that shareholders have the right to request the convening of the GMS and the right to propose meeting agendas, so in this case, the authority of the Financial Services Authority intervenes in some rights of shareholders."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Kevin Jhonson
"
ABSTRAKPada Tanggal 21 Oktober 2016 lalu, Otoritas Jasa Keuangan untuk pertamakali melakukan penetapan pengelola statuter terhadap Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. Karya tulis ini akan membahas mengenai bagaimana peraturan perundang-undangan di bidang Otoritas Jasa Keuangan dan Perasuransian mengatur penunjukan dan penetapan pengelola statuter tersebut dan juga mengenai pertanggungjawaban pengelola statuter kepada pemegang polis selaku pemiliki perusahaan dalam hal Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 mengalami penurunan kondisi keuangan selama berada dalam kendali pengelola statuter. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, maka dapat diketahui kriteria penetapan pengelola statuter dan bagaimana Otoritas Jasa Keuangan telah mengacu kepada kriteria yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan sebelum melakukan penetapan pengelola statuter. Mengenai pertanggungjawaban pengelola statuter sendiri, belum terdapat pengaturan secara jelas dan eksplisit tentang bagaimana pengelola statuter dan Otoritas Jasa Keuangan akan bertanggungjawab terhadap para pemegang polis Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. Dalam melakukan penunjukan dan penetapan pengelola statuter, OJK supaya ikut melibatkan para pengurus lembaga jasa keuangan tersebut untuk melakukan upaya penyelamatan lembaga jasa keuangan.
ABSTRACTOn 21 October 2016, Indonesian Financial Services Authority OJK has been placing Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 AJB Bumiputera 1912 under statutory managers. This thesis discusses how do the law and regulation regulates the appointment of statutory managers of AJB Bumiputera 1912. The other issue that will be discussed in this thesis is about the OJK and statutory manager rsquo s responsibilities if AJB Bumiputera 1912 rsquo s financial status is worsen after being placed under statutory management. By using a normative research method, this thesis concludes that OJK has implementing the prevailing regulations on Financial Service Authority and Insurance before placing AJB Bumiputera 1912 under statutory managers. Regarding the OJK and statutory manager rsquo s responsibility, there is no regulation explicitly regulates the responsibility to the policyholders as the owners of the company if the financial condition of AJB Bumiputera 1912 become worsening. The writer rsquo s suggestion on this thesis is to regulate OJK and statutory manager rsquo s responsibilities and to involve the company rsquo s organ to help the statutory managers fix the company rsquo s financial issues."
2017
S69946
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Elizabeth Sinta Martha Lovanya Sipayung
"Dalam situasi pandemi COVID-19 di Indonesia, terjadi penurunan aktivitas perekonomian di Indonesia. Kegiatan usaha yang semakin rendah berdampak pada keuangan negara yang memungkinkan untuk terjadinya krisis sistem keuangan. Dengan demikian, dibentuklah UU No. 2 Tahun 2020 tentang Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (UU 2/2020) sebagai langkah luar biasa untuk menangani krisis sistem keuangan akibat COVID- 19, yang memuat kewenangan Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka penyesuaian dengan kondisi COVID-19. Skripsi ini membahas bagaimana kewenangan Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan UU 2/2020 dan implikasinya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang. Penulis menggunakan bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa kewenangan Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan dalam pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan diberikan sesuai dengan kedudukan tiap lembaga, dan UU 2/2020 mengakibatkan berbagai perubahan kewenangan. Saran yang diberikan adalah lembaga terkait perlu untuk memberikan rasionalisasi mengenai perubahan kewenangan tersebut, serta KSSK untuk menginformasikan indikator kesuksesan dalam pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan pandemi COVID-19.
In COVID-19 pandemic, economic activities in Indonesia has taken a downfall and can lead to a financial system crisis. Therefore, Law Number 2 of 2020 concerning Perppu Number 1 of 2020 on State Finance Policy and Financial System Stability for the Handling of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) and/or in the Framework of Dealing with Threats Endangering National Economy and/or Financial System Stability (Law 2/2020) is ratified as an extraordinary step to handle the financial system crisis due to COVID-19, which includes the authority of Bank Indonesia, Indonesia Deposit Insurance Corporation and Financial Services Authority in order to adapt to the conditions of COVID-19. This paper discusses the authority of Bank Indonesia, Indonesia Deposit Insurance Corporation and Financial Services Authority according to Law 2/2020 and the implications. This research used normative legal research method with legislation approach. The author uses primary, secondary, and tertiary legal materials using a qualitative approach. From this research it can be concluded that the authority of Bank Indonesia, Indonesia Deposit Insurance Corporation and Financial Services Authority in preventing and handling financial system crisis is given according to their functions, and Law 2/2020 resulted in various changes in authority. The suggestions given are that related institutions need to provide a rationalization regarding the changes of authority, as well as KSSK needs to inform the indicators of success in preventing and handling financial system crisis due to COVID-19."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nur Rezki Amalia Aliyas
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kewenangan otoritas jasa keuangan dalam pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang yang dikaitkan dengan fungsi pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dan Pelrindungan terhadap kepentingan para pihak. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan metode eksplanatoris dengan pendekatan konsep dan peraturan perundang-undangan yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan Kewenangan OJK dalam mengajukan permohonan PKPU haruslah dimaknai sebagai bagian dari fungsi pengawasan kepada Perusahaan asuransi, untuk itu kewenangan OJK dalam pengajuan permohonan PKPU harus pula dimaknai hanya untuk dan atas nama Perusahaan asuransi. OJK tidak bisa membatasi hak para kreditur untuk mengajukan permohonan PKPU karena melanggar prinsip kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHP; Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 28 D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945; Pasal 17 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Baik pengawasan preventif maupun pengawasan represif yang dilakukan oleh OJK dalam industri asuransi hingga saat ini belum berjalan optimal. Hal tersebut ditandai dengan munculnya berbagai persoalan gagal bayar dari berbagai perusahaan asuransi di tanah air. Hal ini membuktikan OJK telah gagal melaksanakan pengawasan secara optimal. Untuk itu, dalam pengajuan permohonan PKPU terhadap perusahaan asuransi, OJK tidak boleh membatasi hak para Kreditur di dalam mengajukan permohonan PKPU karena permohonan PKPU merupakan cara terbaik didalam menyelesaiakan persoalan hukum khususnya berkenaan dengan pembayaran klaim asuransi para nasabah yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih.Hal ini penting guna mewujudkan pengawasan yang seimbang baik untuk kepentingan Kreditor maupun untuk kepentingan Debitur, yang pada akhirnya dapat mewujudkan keadilan bagi para pihak dalam perjanjian asuransi.
This study aims to analyze the authority of the financial services authority in submitting a postponement of debt payment obligations associated with the supervisory function of the Financial Services Authority and the protection of the interests of the parties. This research is a normative juridical research that uses an explanatory method with a conceptual approach and laws and regulations that are analyzed qualitatively. The results of the study show that the authority of the OJK in submitting a PKPU application must be interpreted as part of the supervisory function to insurance companies, for that the OJK's authority in submitting a PKPU application must also be interpreted only for and on behalf of the insurance company. OJK cannot limit the rights of creditors to apply for PKPU because it violates the principle of freedom of contract as regulated in Article 1338 of the Criminal Code; Article 27 paragraph (1) jo. Article 28 D paragraph (1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia; Article 17 of Law no. 39 of 1999 concerning Human Rights. Both preventive and repressive supervision carried out by OJK in the insurance industry have not yet run optimally. This is marked by the emergence of various problems of default from various insurance companies in the country. This proves that OJK has failed to carry out optimal supervision. For this reason, in submitting a PKPU application to an insurance company, OJK may not limit the rights of creditors in submitting a PKPU application because a PKPU application is the best way to resolve legal issues, especially with regard to payment of insurance claims for customers who are due and can be billed. This is important in order to realize balanced supervision both for the benefit of Creditors and for the interests of Debtors, which in the end can achieve justice for the parties in the insurance agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Indra Setiawan
"Sejak diberlakukannya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal beralih dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan Pasal 70 UU OJK dinyatakan bahwa Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan UU OJK. Dengan demikian, kewenangan OJK dalam penegakan hukum terhadap dugaan pelanggaran tindak Pidana di bidang Pasar Modal, masih diatur berdasarkan ketentuan pada Pasal 101 UUPM di mana Pasal tersebut memberikan kewenangan kepada OJK untuk melakukan proses penyidikan bahkan kewenangan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan dugaan pelanggaran tindak Pidana di bidang Pasar Modal ke tahap penyidikan. Kemudian, sejak diundangkannya UU OJK, penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang berasal dari pegawai Bapepam dan LK tidak dapat lagi menjadi penyidik di OJK mengingat dalam UU OJK disebutkan bahwa penyidik OJK berasal dari Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan di OJK. Berkaitan dengan hal-hal tersebut, terdapat tantangan dalam penegakan hukum terhadap dugaan pelanggaran tindak Pidana di bidang Pasar Modal yang dilaksanakan oleh OJK, diantaranya terkait dengan kriteria terhadap kewenangan OJK dalam melanjutkan dugaan pelanggaran tindak Pidana di bidang Pasar Modal sebagaimana diatur pada Pasal 101 UUPM dan penjelasannya, serta penegakan hukum dalam proses penyidikan oleh penyidik OJK yang berasal dari Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan di OJK. Menarik untuk diteliti lebih lanjut dengan menggunakan studi kasus sebagai contoh permasalahan yang terjadi dengan beralihnya kewenangan pengaturan dan pengawasan sektor Pasar Modal dari Bapepam dan LK kepada OJK terutama dalam hal penegakan hukum terhadap tindak Pidana di bidang Pasar Modal
Since the enactment of UU No. 21 Year 2011 on the Financial Services Authority (OJK Law Act), the functions, duties, and authority of the regulatory and supervisory activities of financial services in the Capital Market sector switching from Capital Market Supervisory Agency and Financial Institution (Bapepam dan LK) to the Financial Services Authority (OJK). Pursuant to Article 70 of OJK Law Act stated that Law Act No. 8 of 1995 concerning Capital Market (Capital Market Law Act) remains valid as long as not contrary to and have not been replaced by the OJK Law Act. Thus, the authority of the OJK in the enforcement of the law against the alleged offense of Criminal in the capital market, is still governed by the provisions of Article 101 of Capital Market Law Act in which that article grants the authority to the OJK to carry out the investigation process even the authority to continue or not to continue the alleged offense Criminal Capital Market to the investigation stage. Then, since the enactment of OJK Law Act, investigators civil servants coming from Bapepam dan LK employees can no longer be given the investigator in the OJK Law Act noted that the OJK investigation came from the Indonesian National Police investigators and civil servants assigned to the OJK. Relating to such matters, there are challenges in the enforcement of the law against the alleged offense of Criminal in the capital market were carried out by the OJK, which were related to the criteria of the authority of the OJK in continuing the alleged offense of Criminal in the capital market as provided for in Article 101 of Capital Market Law Act and explanation, as well as law enforcement in the investigation by the OJK investigators originating from the Indonesian National Police and civil servants assigned to the OJK. Interesting to be further investigated using a case study as an example of the problems that occur with the shift of regulatory and supervisory authority of the Capital Markets sector of Bapepam-LK to the OJK, especially in terms of law enforcement against criminal acts in the capital market"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Tampubolon, Gabriela Anastasia
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai pentingnya lembaga pengawas keuangan yang sedang berkembang di berbagai negara. Di Indonesia sendiri kebutuhan ini tercermin setelah akhirnya diberlakukannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Melihat kebutuhan tersebut, pada penulisan ini nantinya akan digambarkan model lembaga pengawas keuangan seperti apa yang berkembang, kemudian dipaparkan juga contoh pelaksaanaan sistem demikian pada negara yang berhasil menerapkan sistem ini seperti Jepang dan negara yang gagal menerapkan sistem ini seperti Inggris. Terakhir, akan diberikan gambaran implikasi berlakunya undang-undang Otoritas Jasa Keuangan terhadap lembaga pengawas sebelumnya yaitu Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) terutama pada masa transisi saat ini.
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Kepustakaan, yang bersifat yuridis normatif, artinya mengacu kepada norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan serta kebiasaankebiasaan yang berlaku di masyarakat. Penulis menyimpulkan bahwa urgensi lembaga pengawas keuangan terbesar adalah kebutuhan pengawasan keuangan bersifat universal yang dilatarbelakangi berbagai kegagalan lembaga pengawas institusional sebelumnya. Kesimpulan implikasi hukum terbesar berdirinya OJK terhadap Bapepam-LK adalah penghilangan kewenangan Bapepam-LK.
This research was conducted to find the description about the importance of financial services authority which nowadays is being developed in many countries. In Indonesia, these needs are seen since the enactment of Indonesian Law No. 11/2011 about Financial Services Authority (OJK). Based on those needs, later in this research the models of the developing financial services authority and the example of this system in a failed country such as United Kingdom and a success country such as Japan will be described. Finally, there will be some descriptions about the implications of the application of Financial Services Authority regulation against the authority institution before it named Authority of the Capital Market Supervisory Board & Financial Institutions Supervisory Board (Bapepam-LK), especially in the transition period in these days. The research method is Legal research library with a normative juridical approach method, based on legal norm in regulations and society behavior. The author concluded that the biggest urgency for the financial services authority is the need of a universal supervisor which is caused by the failure of many authority institutions before. Another conclusion is that the biggest impact of OJK establihment toward Bapepam-LK is the omition of Bapepam-LK?s authority."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43160
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library