Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110319 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rafiqah Nur Viviani
"Resep jamu kuno Au Fere II (Persea americana dan Vigna cylindrica) dari daerah Maluku dipercayai memiliki khasiat sebagai antihipertensi sejak masa lampau, meskipun belum terdapat bukti ilmiah terkait efeknya pada tekanan darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak Au Fere II terhadap kadar angiotensin II plasma pada model tikus Two-Kidney-One-Clip (2K1C). Studi dilakukan terhadap enam kelompok tikus, yaitu kelompok sham (n=4) dan lima kelompok 2K1C (n=20). Tikus 2K1C diinduksi dengan pemasangan mikroklip stainless steel 0,2 mm pada arteri ginjal kiri selama lima minggu. Kelompok tikus 2K1C (>140/100 mmHg, n=4 per kelompok) dibagi menjadi kelompok kontrol negatif (2K1C: tidak diberi perlakuan), kontrol positif (CAP: kaptopril 4,5mg/200g BB), dosis 1 ekstrak Au Fere II (D1: 0,495mL/200g BB), dosis 2 (D2: 0,99mL/20g BB), dan dosis 3 (D3: 1,98mL/200g BB). Pemberian perlakuan dilakukan secara per oral sekali sehari selama satu minggu. Pemberian perlakuan tersebut memengaruhi tekanan darah dan kadar angiotensin II plasma, serta tidak memengaruhi rasio berat ginjal basah/berat badan. Tekanan darah sistolik (D1 dan D3) dan diastolik (D1, D2, dan D3) menunjukkan perbedaan yang bermakna jika dibandingkan terhadap kelompok 2K1C, namun tidak menunjukkan adanya aktivitas yang dose-dependent dari tiga dosis yang diujikan. D3 mengalami penurunan tekanan darah paling efektif dibandingkan dengan D1 dan D2. Selain itu, kadar angiotensin II plasma seluruh kelompok perlakuan juga lebih rendah dibandingkan terhadap kelompok 2K1C, meskipun tidak bermakna secara statistik. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa resep jamu kuno Au Fere II menunjukkan potensi sebagai antihipertensi dengan menurunkan tekanan darah dan kadar angiotensin II plasma.

The Au Fere II ancient herbal recipe (Persea americana and Vigna cylindrica) from Maluku was believed to have antihypertensive properties since the past, although there has been no scientific proof regarded its effect on blood pressure. This study aimed to determine the effect of Au Fere II extract on angiotensin II plasma levels in the Two-Kidney-One-Clip (2K1C) rat model. The study was conducted on six groups, the sham group (n=4) and five groups of 2K1C rats (n=20). The left kidney artery was clipped with a 0.2mm stainless steel microclip for five weeks. Twenty hypertensive rats (>140/100mmHg) were assigned into five groups (n=4), negative control (2K1C: not treated), positive control (CAP: captopril 4.5mg/200g BW), dose 1 Au Fere II extract (D1: 0.495mL/200g BW), dose 2 (D2: 0.99mL/200g BW), and dose 3 (D3: 1.98mL/200g BW). The treatment was given orally once/day for one week. Au Fere II reduced blood pressure and plasma angiotensin II levels but did not affect the kidney's-wet-weight/body-weight ratio. Systolic (D1, D3) and diastolic blood pressure (D1, D2, D3) were significantly lower compared to the 2K1C group but did not show any dose-dependent activity of the three doses tested. D3 was shown the most effective reduction in blood pressure compared to D1 and D2. Angiotensin II plasma levels in all treatment groups decreased compared to the 2K1C group, although it was not statistically significant. These results suggest that Au Fere II could potentially be used as an antihypertensive by lowering blood pressure and angiotensin II plasma levels.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jerry Vanlin
"Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia dan salah satu yang menjadi permasalahan kesehatan masyarakat adalah hipertensi. Beberapa daerah memiliki resep obat tradisionalnya masing-masing, salah satunya adalah resep Au Fere II yang terdiri dari daun alpukat dan daun kacang pajang. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa resep tersebut memiliki efek anti-hipertensi. Sebanyak 24 ekor tikus (Rattus novergicus) galur Wistar jantan berumur 3 bulan dengan berat badan 150-200 gram dibagi menjadi 6 kelompok yaitu SHAM, POSITIF dengan kaptopril, NEGATIF dengan air, dan 3 kelompok yang menerima resep dengan dosis 0,495 mL/200g BB, 0,99 mL/200g BB dan 1,98 mL/200g BB selama 1 minggu. Semua kelompok kecuali SHAM akan diinduksi hipertensi dengan cara dijepit arteri ginjal sebelah kirinya selama 5 minggu. Setelah perlakuan, darah tikus diambil melalui abdominal aorta dan diambil plasmanya. Plasma kemudian diperiksa kadar MMP-2 nya dengan ELISA dengan cara membandingkan absorbansi sampel terhadap absorbansi blanko. Selain darah, ginjal tikus juga diambil untuk ditimbang beratnya. Tikus menunjukkan peningkatan tekanan darah setelah diinduksi selama 5 minggu dan penurunan tekanan darah, paling signifikan setelah diberikan ekstrak resep Au Fere II dosis 1,98 mL/200g BB. Ginjal sebelah kiri tikus yang diklip mengalami penurunan berat dan ginjal sebelah kanan tikus mengalami kenaikan berat. Pemberian perlakuan menghambat proses perusakan ginjal tersebut, meskipun tidak signifikan. Nilai MMP-2 menurun setelah diberikan ekstrak Au Fere II, dengan dosis 0,99 mL/200 g BB menunjukkan penurunan signifikan saat dibandingkan dengan NEGATIF. Percobaan ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak Au Fere II selama 1 minggu dapat menurunkan tekanan darah, menghambat kerusakan ginjal akibat induksi 2K1C dan menurunkan nilai MMP-2

Cardiovascular diseases are one of the leading mortality diseases in the world and one of them is hypertension, which is a public health problem. Some regions have their own traditional medicines recipes to treat hypertension, one of which is the Au Fere II recipe consisting of avocado leaves and yardlong bean leaves. This research aims to prove that Au Fere II has anti-hypertensive effect. 24 male rats (Rattus novergicus) of the Wistar strain, aged 3 months, body weight 150-200 gram, were divided into 6 groups which was SHAM, POSITIVE (receiving captopril), NEGATIVE (receiving water) and 3 other groups receiving recipes with dosages of 0.495mL/200g BW, 0.99mL/200g BW and 1.98mL/200g BW for 1 week. All group except for SHAM had their renal artery clamped for 5 weeks to induce hypertension. After treatment, plasma were collected to calculate the amount of MMP-2 via ELISA by comparing sample absorbance against blank absorbance. Kidneys were also taken to be weighted. Rats showed an increase in blood pressure after being induced for 5 weeks and a decrease in blood pressure significantly after consuming Au Fere II with the dose of 1,98mL/200g BW. The clamped kidney lose weight while the remnant kidney gained weight. Administering Au Fere II seemed to slow down this process. Au Fere II intervention also showed decrease in MMP-2 as opposed to the NEGATIVE group. This experiment showed that administration of Au Fere II for 1 week is able to reduce blood pressure and MMP-2, and minimize the damage done to the kidney due to 2K1C induction.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Elsevier, 2005
615.321 RES
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Meita Dwi Utami
"Kesehatan reproduksi sangat erat kaitannya dengan fungsi dan proses reproduksi serta kemampuan untuk menghasilkan keturunan. Adanya gangguan pada fungsi reproduksi seperti disfungsi ereksi dan ejakulasi dini membuat masyarakat mencari alternatif pengobatan. Pengobatan herbal lebih disukai masyarakat karena dinilai mempunyai efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan obat sintesis. Penelitian ini bertujuan mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak etanol 95% biji Kapasan (Abelmoschus moschatus Medik.) terhadap kualitas spermatozoa tikus putih jantan. Tiga puluh ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley dengan berat 150 gram dibagi dalam 5 kelompok, yakni kelompok kontrol normal, positif, dosis 1, 2, dan 3. Kelompok kontrol normal diberikan CMC 0,5%. Kelompok kontrol positif diberikan suspensi X-Gra® dengan dosis 12,6 mg/kg bb. Kelompok dosis 1, 2, dan 3, diberikan suspensi ekstrak etanol 95% biji Kapasan dengan dosis 100 mg/kg bb, 200mg/kg bb, 400 mg/kg bb. Setelah 52 hari perlakuan, tikus dikorbankan dan dilakukan pengambilan sperma pada epididimis kanan dan kiri. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol 95% biji Kapasan menurunkan konsentrasi, viabilitas, dan motilitas spermatozoa namun masih dalam batas ambang normal tikus fertil. Pemberian ekstrak menunjukkan tidak adanya pengaruh pada abnormalitas spermatozoa. Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol 95% biji Kapasan tidak menurunkan kualitas spermatozoa tikus putih jantan.

Health reproduction is closely related to the functions and processes of reproduction. Disturbance in the reproductive function such as erectile dysfunction and premature ejaculation makes people looking for alternative treatments. People prefer choose herbal drugs because herbal drugs have lower side effects than the synthetic drugs. This study aimed to observed the effect of 95% ethanol extract Kapasan seeds (Abelmoschus moschatus Medik.) in quality of spermatozoa white male rats. Thirty Sprague Dawley male rats were divided into 5 groups, which are normal control, positive control, dose 1, 2, and 3. The normal control group was given only 0.5% CMC. Positive control group was given 12,6 mg/kg bw suspension of X-Gra®. Dose group 1, 2, and 3 were given extract with dose 100 mg/kg bw, 200 mg/kg bw, 400 mg/kg bw. After 52 days of treatment, sperm was taken from epididymal. The results showed that 95% ethanol extract Kapasan seeds (Abelmoschus moschatus Medik.) at dose of 400 mg/kg bw decrease the concentration, viability, and motility of spermatozoa but still in normal condition . The extract showed no effect on sperm abnormalities. The conclusion is, the 95% ethanolic extract Kapasan seeds have no effect in quality of sperm white male rats.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S61285
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Gaol, Hasiana
"Latar Belakang: Penggunaan jangka panjang steroid sebagai kontrol inflamasi pada uveitis non-infeksi dan idiopatik dapat menyebabkan efek samping, dan hal tersebut memicu kebutuhan untuk agen imunomodulator lainnya. Penggunaan herbal dan obat tradisional saat ini sedang meningkat. Beberapa herbal memiliki efek imunomodulator dan diduga memiliki peran dalam uveitis. Akan tetapi, bukti penggunaan herbal pada uveitis belum diketahui secara pasti.
Tujuan: Untuk meninjau bukti-bukti ilmiah mengenai efikasi, keamanan, dan mekanisme penggunaan herbal pada uveitis dan model uveitis.
Metode: Tinjauan sistematis berdasarkan panduan Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analysis. Kata kunci uveitis dan herbal serta sinonim terkait digunakan pada database PubMed, CENTRAL, dan ScienceDirect. Penelitian herbal sebagai terapi ajuvan uveitis pada manusia dan penelitian herbal pada model uveitis dipilih. Penelitian kemudian ditelaah dan dinilai validitasnya.
Hasil: Dua uji klinis, satu laporan kasus, dan 32 penelitian hewan mengenai penggunaan herbal pada uveitis ditelaah secara kualitatif. Intervensi ekstrak Echinacea purpurae (pada uveitis anterior) dan kurkuma menghasilkan proporsi kasus inaktif yang tinggi: 85.70% dan 81.48%. Durasi bebas steroid pada kelompok ajuvan Echinacea lebih lama secara signifikan dibandingkan kelompok steroid saja (p<0.05). Intervensi herbal pada model uveitis mencakup 8 preparat herbal, 14 ekstrak herbal, dan 18 komponen herbal. Flare akuos dan skor klinis menurun secara signifikan. Penelitian yang didapat menunjukkan tak adanya efek samping atau kematian.
Kesimpulan: Echinacea dan kurkuma menunjukkan potensi yang baik, sementara Gardeniae fructus, Scutellariae radix, Berberis aristata, dan Yanyankang potensial untuk dilanjutkan menjadi penelitian klinis. Penelitian dengan level of evidence yang lebih tinggi dan risiko bias yang lebih rendah masih dibutuhkan. Data keamanan masih minimal. Mekanisme yang didapat dapat menjadi landasan untuk penelitian lanjutan.

Background: In non-infectious and idiopathic uveitis, long-term corticosteroid use can lead to undesirable side effects, and it warrants the need for other immunomodulatory agents. Use of herbal or traditional medicine is currently on rise. Some herbs displayed immunomodulatory features and are expected to have a role in managing uveitis. However, herbal roles in uveitis have not been established yet.
Objective: To review the human and animal evidence of herbal efficacy, safety, and mechanisms in uveitis.
Method: A systematic review was performed using standardised Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analysis guideline. Uveitis and herbal-related keywords were entered in PubMed, CENTRAL, and ScienceDirect databases to obtain evidences regarding herbal therapy in clinical (as adjuvant) and pre-clinical trials. The selected studies were reviewed, extracted, and assessed for their validities.
Result: Two clinical trials, one case report, and thirty-two animal studies were qualitatively reviewed. Echinacea purpurae extract (in anterior uveitis) and curcuma displayed high efficacy in inactive case proportion: 85.70% and 81.48%, respectively. Steroid-free duration in Echinacea adjuvant group was significantly longer than steroid group (p<0.05). Herbal intervention in experimental model consisted of eight herbal preparation, fourteen herbal extracts, and eighteen herbal components, with decreased aqueous flare measurement and clinical scoring, and no mortality. Review on animal models proposed an involvement of both innate and adaptive immunity in herbs mechanisms.
Conclusion: Echinacea and curcumin showed good potencies, while Gardeniae fructus, Scutellariae radix, Berberis aristata, and Yanyankang were potential to be continued as clinical trial. Studies with higher level of evidence and lower risk of bias are still needed. There were still lack of safety data. The proposed mechanisms were a good foundation to design further research.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Christian Nitihardjo
"Di Indonesia stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan disabilitas utama dimana tingkat mortalitas akibat stroke mencapai 15,4% dari seluruh kasus mortalitas di Indonesia. Terapi yang diberikan pada pasien pasca-stroke adalah dengan fisioterapi dan pirasetam. Peneliti melakukan penelitian mengenai efek kombinasi Acalypha indica Linn dan Centella asiatica terhadap perbaikan neuron sebagai alternatif terhadap pirasetam yang memiliki banyak efek samping. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan uji statistik One Way Anova (P < 0,05) dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Dari hasil uji statistik didapatkan kesimpulan pemberian kombinasi ekstrak acalypha indica Linn dan centella asiatica pada berbagai dosis maupun pirasetam tidak menunjukkan efek yang berbeda bermakna terhadap sel piknotik dibandingkan pemberian akuades.

In Indonesia stroke is one of the main causes of death and disability due to stroke mortality rates which reached 15.4% of all cases of mortality in Indonesia. Therapy given to post-stroke patients is by physiotherapy and piracetam. Researchers conducted a study of the effects of the combination of Acalypha indica Linn and Centella asiatica on the repair of neurons as an alternative to pirasetam which has many side effects. This study is an experimental study using statistical tests One Way ANOVA (P<0,05) followed by post hoc test. From the statistical test results obtained the conclusion of a combination of extracts of Acalypha indica Linn and Centella asiatica at different doses or pirasetam did not show significantly different effects on picnotic cell compared with aquadest administration."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratri Wahyu Mulyani
"Usaha-usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum belum berhasil memberantas peredaran jamu berbahan Kimia Obat (BKO). Salah satu penyebabnya adalah penindakan yang bersifat reaktif sporadis, membuka kesempatan pelanggar hukum untuk beradaptasi dan terus berinovasi dalam melaksanakan modus operandinya demi menghindari tekanan dari penegak hukum. Untuk mengatasi hal ini diperlukan kewaspadaan nasional terhadap ancaman peredaran jamu BKO sebagai dasar penyusunan dan pelaksanaan suatu sistem peringatan dini. Yaitu serangkaian teknologi, kebijakan dan prosedur yang disusun khusus untuk pemprediksi dan memitigasi dampak peredaran jamu BKO. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode collection and analysis dalam pengolahan data. Teknik triangulasi digunakan untuk memastikan validitas data baik primer maupun sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelibatan komponen intelijen negara dan partisipasi aktif masyarakat menjadi hal yang mutlak dibutuhkan demi keberhasilan sistem peringatan dini atau early warning terkait peredaran jamu BKO. Badan intelijen negara selaku coordinator dari seluruh intelijen yang ada di instansi negara wajib menjalankan fungsi sebagai komite intelijen pusat (kominpus). Dalam satu system yang dibangun seharusnya Indonesia National Single Window (INSW) seharusnya didapat kerjasama kontrol antar lembaga yaitu BPOM, BIN, Bea dan Cukai, Kepolisian dan masyarakat. Early warning system menghadirkan 4 komponen utama sistem peringatan dini yaitu pengetahuan resiko, layanan pemantauan dan peringatan, diseminasi dan komunikasi serta kemampuan respons. Saran untuk melakukan pemberantasan dan pencegahan peredaran jamu BKO adalah melakukan studi untuk menilai potensi kerugian negara akibat peredaran BKO. Hasil studi tersebut dijadikan dasar untuk membangun kewaspadaan nasional dan ditindak lanjuti dengan penyusunan sistem peringatan dini yang melibatkan berbagai instansi terkait dan dukungan masyarakat.

Efforts by law enforcement officers have not succeeded in eradicating the circulation of medicinal chemicals-contained herbal medicine or also known as Jamu Berbahan Kimia Obat (BKO). One of the causes is sporadic reactive action, which gives opportunities for law offenders to adapt and continue to innovate in carrying out their operational mode to avoid pressure from law enforcement. In order to overcome this issue, national awareness as an early warning system regarding the threat of BKO herbal medicine distribution is required. Such early warning system comprises a series of technologies, policies and procedures devised specifically for predicting and mitigating the impact of BKO herbal medicine circulation. This research uses the qualitative approach with collection and analysis method in data processing. Triangulation techniques are used to ensure the validity of both primary and secondary data. The results showed that the involvement of state intelligence components and the active participation of the community becomes absolutely necessary for the success of early warning system or early warning related to the circulation of BKO herbal medicine. National Intelligence Agencies (BIN) as the coordinator of all intelligences in state institutions must perform the function as central intelligence committee (Kominpus). The one-stop integrated system namely Indonesia National Single Window (INSW) should maintain cooperation between institutions such as BPOM, BIN, Customs and Excise, Police and society. Early warning system presents 4 main components, such as risk knowledge, monitoring and warning service, dissemination and communication, as well as response capability. As a suggestion, in eradicating and preventing the circulation of BKO herbal medicine, a study to assess the potential loss of the state due to the circulation of BKO herbal medicine should be conducted. The results of these studies serve as a basis for building national awareness and are followed up by the preparation of an early warning system involving various relevant agencies and community support."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Junaedi
"Pemakaian obat herbal dimasyarakat diiringi dengan berkembangnya industri obat tradisional. Khusus untuk Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) setiap tahun pertumbuhannya semakin meningkat. IKOT turut berkontribusi sebesar 20% dari omset nasional produk herbal. Permasalahan utama yang dihadapi oleh IKOT adalah ketersediaan bahan baku dan kualitas produksi yang belum terstandar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketersediaan bahan baku untuk produk IKOT dan kontribusi dari kualitas produk IKOT terhadap pemakaian produk herbal masyarakat. Metode yang digunakan adalah survey dan wawancara kepada 4 IKOT di kota Depok dan responden yang menggunakan produk herbal sebanyak 84 orang. Berdasarkan analisa hasil penelitian diperoleh Y = 0,549 X atau pemakaian produk = 0,549 kualitas produk. Artinya apabila kualitas produk ditingkatkan satu kali maka pemakaian produk akan meningkat 1/0,549 atau sekitar dua kali. Kualitas produk berkaitan secara bermakna dengan kualitas bahan baku herbal. Kontinuitas produksi di IKOT tergantung pada bahan baku yang berasal dari bukan hasil budidaya. Kemitraan dengan petani penyedia bahan baku melalui pola penanaman sistem Good Agriculture Practice (GAP). Pembinaan petani diarahkan pada cara budidaya, pengelolaan panen dan pasca panen serta cara penyimpanan bahan baku yang sesuai dengan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Kerjasama dengan pihak perguruan tinggi dalam hal pengujian bahan baku herbal harus dilakukan oleh IKOT agar kualitas bahan terstandar.

The use of herbs remedies in industrial growth accompanied by traditional medicine. Specifically for Small traditional medicine Industry (IKOT) increasing its growth each year. IKOT contribute 20% of the national turnover of herbs products. The main problems faced by IKOT is the availability of raw materials and production quality that has not been standardized. This research aims to analyze the availability of raw materials for the product and IKOT contributions from IKOT product quality to the use of herbs products community. The method used was a survey and interviews to 4 IKOT in Depok and respondents who use herbs products as much as 84 people. Based on an analysis of the research results obtained Y = 0.549 X or product usage = 0.549 product quality. It means that, when the quality of products improved once and then use the product to rise 1/0.549 or about twice. The quality of the product concerned significantly to the quality of raw herbs. Continuity of production at IKOT depending on the raw material comes from is not the result of cultivation. Partnership with farmers providing raw materials through a system of planting pattern of Good Agriculture Practice (GAP). The construction of the farmers directed at how the cultivation, harvest and post harvest management and storage of the raw materials according to the way of making a good traditional medicine (CPOTB). Cooperation with the College in terms of raw herbs material testing must be carried out by the quality of the ingredients, standardized so that the IKOT."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T32157
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
weiss, Rudolf Fritz
Stuttgart: Thieme, 2000
615.321 WEI h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dennis Chan
"Daun Kejibeling merupakan tanaman herbal yang kaya akan kandungan polifenol yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Salah satu metode yang efektif untuk mengekstrak kandungan polifenol adalah UA-ATPE (Ultrasound Assisted – Aqueous Two-Phase Extraction) yang dilakukan secara simultan, dimana kondisi operasi yang optimum harus disesuaikan dengan karakteristik dari Daun Kejibeling sendiri. Pada penelitian ini, dilakukan optimasi tiga parameter ekstraksi untuk memperoleh kandungan TPC (Total Phenolic Content) dan TFC (Total Flavonoid Content) tertinggi ekstrak yaitu waktu ekstraksi dengan variasi 20, 30, 45, 60 dan 75 menit; rasio bahan dengan pelarut dengan variasi 1:15 w/v, 1:20 w/v, 1:25 w/v, 1:30 w/v dan 1:35 w/v; dan suhu ekstraksi dengan variasi 30, 40, 50 dan 60°C. Ekstrak diuji kandungan TPC dengan larutan standar asam galat, dan kandungan TFC dengan larutan standar kuersetin pada alat spektrofotometri UV-Vis secara triplo. Hasil optimasi membuktikan bahwa kondisi optimum diperoleh pada waktu ekstraksi 60 menit dan rasio bahan dengan pelarut 1:20 w/v dengan TPC dan TFC fasa atas sebesar 3,819 mg GAE (Gallic Acid Equivalent)/g sampel dan 2,735 mg QE (Quercetin Equivalent)/g sampel, serta pada suhu ekstraksi 50°C dengan TPC dan TFC fasa atas sebesar 4,346 mg GAE/g sampel dan 3,093 mg QE/g sampel.

Kejibeling leaves are herbal plants rich in polyphenol content which are beneficial for human health. One of the effective methods for extracting polyphenol content is with Ultrasound Assisted – Aqueous Two-Phase Extraction carried out simultaneously, where the optimum extraction condition must be adjusted to the characteristics of the Kejibeling leaf itself. Three extraction parameters were optimized to obtain the highest TPC (Total Phenolic Content) and TFC (Total Flavonoid Content) from extracts, including extraction time with variations of 20, 30, 45, 60 and 75 minutes; material-to-solvent ratio with variations of 1:15 w/v, 1:20 w/v, 1:25 w/v, 1:30 w/v and 1:35 w/v; and extraction temperature with variations of 30, 40, 50 and 60 Celsius. The extracts will be tested for TPC values ​​with Gallic Acid standard solution, and TFC values ​​with Quercetin standard solutions on UV-Vis spectrophotometry in triples. The optimization results prove that optimal conditions are obtained at extraction time of 60 minutes and the material-to-solvent ratio of 1:20 w/v with TPC and TFC of upper phase are 3.819 mg GAE (Gallic Acid Equivalent)/g sample and 2.735 mg QE (Quercetin Equivalent)/g sample, and at extraction temperature of 50 Celsius with TPC and TFC of upper phase are 4,346 mg GAE/g sample and 3,093 mg QE/g sample."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>