Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58146 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ricca Fauziyah
"Latar belakang: Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi DM tipe-1 yang
dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan neurologis permanen. Data IDAI tahun
2017 menyatakan sebanyak 71% anak DM tipe-1 pertama kali terdiagnosis dengan
KAD yang meningkat dari tahun sebelumnya. Cedera otak merupakan komplikasi KAD
berkaitan dengan kerusakan struktural dan fungsional otak sehingga menyebabkan
kerusakan fungsi neurokognitif. Anak-anak DM tipe-1 dengan riwayat KAD
menunjukkan kesulitan dalam waktu merespon, penalaran abstrak, fleksibilitas kognitif
dan memori verbal. Pemeriksaan tingkat kecerdasan intelektual berupa pemeriksaan IQ
diperlukan untuk menilai fungsi kognitif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran fungsi kognitif berupa nilai IQ pada pasien DM tipe-1 usia sekolah dengan
riwayat KAD.
Metode: Dilakukan studi potong lintang deskriptif pada pasien DM tipe-1 dengan
riwayat KAD yang dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2020 di RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. Sampel penelitian adalah pasien anak berusia 7-18 tahun yang
pernah mengalami KAD sejak pertama kali terdiagnosis DM tipe-1 dan kooperatif
untuk dilakukan pemeriksaan. Subyek melakukan tes IQ kemudian hasilnya dilaporkan.
Hasil: Sebanyak 27 subyek memenuhi kriteria inklusi dengan 14 subyek perempuan
dan 13 subyek lelaki. Rerata usia subyek adalah 13,5 tahun dengan rerata usia saat
terdiagnosis adalah 8 tahun dan lama menderita DM adalah 48 bulan. Median nilai IQ
yang didapatkan 91 (62-120), median verbal IQ 90 (67-113) dan median performance
IQ 94 (61-118). Frekuensi KAD  2x, riwayat KAD < 18 bulan dan lama menderita
DM tipe-1 5 tahun, usia saat terdiagnosis 7 tahun memiliki kecenderungan nilai IQ
lebih rendah dibandingkan kondisi sebaliknya yaitu termasuk dalam kategori IQ di
bawah rata-rata skala Wechsler.
Kesimpulan: Nilai IQ pasien DM tipe-1 usia sekolah dengan riwayat KAD termasuk
dalam kategori IQ rata-rata skala Wechsler.

Background and aim: Diabetic ketoacidosis (DKA) is a complication of type-1 diabetes
that results in death or permanent neurological disability. IDAI data for 2017 stated
that 71% of patients with type-1 diabetes were first diagnosed as DKA which increased
from the previous year. Brain injury is a complication of DKA associated with
structural and functional damage to the brain and causes neurocognitive function
impairment. Children with type-1 diabetes with history of DKA show difficulties in
response time, abstract reasoning, cognitive flexibility and verbal memory. An
examination for the level of intelligence as an IQ examination is needed to assess
cognitive function. This study aims to determine the description of cognitive function as
IQ scores in school age patients of type-1 diabetes with history of DKA.
Method: A cross-sectional descriptive study was performed to type-1 diabetic patients
with history of DKA started from February-March 2020 at the RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. The study subjects were pediatric patients aged 7-18 years
who had experienced DKA since they were first diagnosed as type-1 diabetes and were
cooperative for examination. Subjects performed an IQ test then the results were
reported.
Results: A total of 27 subjects met the inclusion criteria with 14 females and 13 males.
The mean age was 13.5 years with the average age at diagnosis was 8 years and the
duration of diabetes was 48 months. The median IQ score was 91 (62-120), verbal IQ
IQ 90 (67-113) and performance IQ 94 (61-118). Frequency of DKA twice or more,
history of DKA <18 months, length of suffering of type-1 diabetes 5 years or more and
age at diagnosis 7 years or more have a tendency of lower IQ scores which is included
in the IQ category below the average for Wechsler scale.
Conclusion: The IQ score of type-1 diabetes school-age patients with history of DKA is
categorized as the average of Wechsler scale
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Athaza Wanandy
"ABSTRAK
Latar Belakang: Diabetes Melitus Tipe 1 DM tipe 1 merupakan salah satu jenis diabetes yang menyerang usia anak. Diabetes tipe ini dicirikan dengan riwayat ketoasidosis diabetikum KAD dan penggunaan insulin seumur hidup. Penderita DM tipe 1 rentan terhadap komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Atherosklerosis merupakan komplikasi makrovaskular yang dapat dideteksi secara dini dengan melihat penebalan tunika intima dan media dari pembuluh darah. Sampai saat ini, belum ada data mengenai prevalensi penebalan pembuluh darah pada pasien diabetes melitus tipe 1 dan apakah penebalan tersebut berhubungan dengan riwayat kejadian KAD di Indonesia. Metode: Terdapat 30 pasien kontrol diabetes melitus tipe 1 yang mengikuti penelitian dengan desain potong lintang ini. Pemeriksaan penebalan Arteri Karotis Komunis AKK yang dilakukan menggunakan alat ultrasonografi resolusi tinggi dengan 2 operator. Dilakukan pula pemeriksaan tekanan darah dan pengukuran antropometri. Riwayat KAD, kadar HbA1c terakhir, dan durasi sakit ditentukan melalui rekam medis. Hasil penelitian dilakukan analisis statistik menggunakan uji Pearson, uji Spearman, dan Uji Chi-Square untuk mendapat nilai kemaknaan. Hasil: Prevalensi Penebalan AKK pada pasien anak dengan DM Tipe 1 sebesar 43,3 IK95 0,343-0,523. Tidak terdapat hubungan antara penebalan AKK dengan riwayat KAD p=0,64 dan frekuensi KAD p= 0,499, r=0,128. Dilakukan pengujian 4 variabel independen yakni durasi sakit p=0,249, nilai IMT p=0,944, nilai Sistolik p=0,077, dan kadar HbA1c terakhir p=0,249 dengan hasil tidak ada hubungan bermakna secara statistik. Kesimpulan: Prevalens penebalan AKK pada pasien anak dengan DM Tipe 1 sebesar 43,3. Durasi sakit,Riwayat KAD, Frekuensi KAD, kadar HbA1c terakhir, nilai sistolik, dan nilai IMT belum dapat disimpulkan karena keterbatasan sampel. K

ABSTRACT
Introduction Type 1 Diabetes Mellitus T1DM is one of the kind of diabetes whom common in childhood. The characteristics of this disease are the event of Diabetics Ketoacidosis DKA and permanently dependent on insulin therapy. There are several microvascluar and macrovascular complications associated with diabetes mellitus. Atherosclerosis is the macrovascular complications that the progression of plaque from Atherosclerosis can be detected early by knowing the thickness of intima and media layer of vascular. Until now, there is no data about the prevalence of Carotid Intima media thickness CIMT and its relationship with DKA history in Indonesia. Methods thirty consecutive patients with T1DM were registered into this cross sectional study. High resolution ultrasonography scanner performed by 2 operator was used to examine CIMT. There were examination on blood pressure and measurement on BMI. The history of DKA, the last HbA1c, and duration of DM were determined by medical record. Pearson, Spearman, and Chi Square test were used for the statistical analysis. Results the prevalence of the CIMT in patients with T1DM was 4.,3 IK95 0.343 0.523. There was no correlation between CIMT and the history of DKA p 0.64 as well as the frequency of DKA p=0.499, r 0.128. After analyzed the duration of diabetes p 0.249, BMI p 0.944, HbA1c p 0.249, Systolic value p 0.077, the results was not significantly correlated. Conclusion The Prevalence of CIMT in patients with T1DM is 43.3. The history of DKA, duration of diabetes, BMI, Systolic value, HbA1c are not yet concluded due to samples limitiation."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Suwan Djaja
"Latar Belakang: Normal saline adalah cairan yang selama ini digunakan dan terbukti memiliki efek samping yang merugikan yaitu asidosis metabolik hiperkloremik. Balanced Electrolyte Solution (BES) merupakan cairan kristaloid isotonus yang memiliki kandungan lebih menyerupai plasma darah dan memiliki kandungan klorida lebih rendah.
Tujuan: Membandingkan rerata SBE pasien ketoasidosis diabetikum (KAD) yang diresusitasi dengan menggunakan normal saline dan balanced electrolyte solution (BES).
Metode: Tiga puluh subyek KAD, usia 18-65 tahun, yang sesuai dengan kriteria inklusi dan tidak dieksklusi, secara berturut-turut dimasukan menjadi sampel penelitian. Pembagian kelompok ditentukan secara acak berdasarkan undian. Sampel dikelompokan menjadi dua, yaitu kelompok kontrol (normal saline) dan kelompok perlakuan (BES). Kedua kelompok kecuali dalam hal jenis cairan resusitasi. Pemeriksaan kesadaran, gula darah sewaktu, dan tanda-tanda vital dilakukan setiap jam selama enam jam pertama, dan setiap 12 jam hingga jam ke 48. Pemeriksaan analisa gas darah, laktat dan elektrolit dilakukan setiap dua jam selama enam jam pertama, dan setiap 12 jam hingga jam ke 48. Pemeriksaan keton dilakukan setiap enam jam hingga jam ke 48. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental terbuka consecutive sampling.
Hasil: rerata SBE kelompok BES selalu lebih tinggi daripada kelopok NS. Rerata SBE kelompok BES lebih tinggi bermakna daripada rerata SBE kelompok NS pada jam ke 24 dan 48. SID kelompok BES selalu lebih tinggi secara bermakna di setiap jam yang diukur daripada kelompok NS.
Kesimpulan: SBE kelompok BES lebih mendekati normal daripada kelompok NS di setiap jam yang diukur.

Background: Normal saline is the resuscitation solution which is regularly used in diabetic ketoacidosis management. This solution has negative side effect causes hyperchloremic acidosis. Balanced Electrolyte Solution (BES) is isotoniccrystaloid solution, more resembling plasma than normal saline, and it has less chloride than normal saline.
Objectives: This study compares the SBE mean in diabetic ketoacidosis, using normal saline and BES.
Methods: Thirty diabetic ketoacidosis patients, 18-65 years age, who full filled the inclusion criteria and were not excluded, were consecutively enrolled to this study. Group was determined by tossed. Both groups received the same treatment except the kind of resuscitation fluid. The consciousness, blood sugar, and vital sign were recorded every hour until first six hour and every 12 hour until 48 hour. the blood gas analysis, lactate, and electrolyte were recorded every two hour until six hour, and every 12 hour until 48 hour. Blood ketones ware recorded every six hour until 48 hour. This is an open experimental consecutive study.
Result: Mean SBE value in BES group was higher in every record. Mean SBE value in 24th and 48th hour were significantly higher in BES group than in NS group.
Conclusion: SBE in BES group were closer to normal limit than in NS group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58922
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dunning, Trisha
Melbourne: Blackwell, 2003
616.462 DUN c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Asman Boedisantoso Ranakusuma
Jakarta: UI-Press, 1987
616.462 BOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Wilson MCH Puar
"Latar belakang. Pengaruh Diabetes Melitus Tipe-1 (DMT1) terhadap massa dan fungsi ventrikel kiri pada anak masih menjadi perdebatan.
Tujuan. Untuk mengetahui gambaran massa dan fungsi ventrikel kiri pada anak DMT1.
Metode. Dilakukan penelitian potong lintang dengan membandingkan massa, fungsi diastolik dan sistolik ventrikel kiri 30 anak DMT1 berusia 4 sampai dengan 18 tahun dengan 30 anak sehat sebagai kontrol yang bersesuaian jenis kelamin dan umur. Massa dan fungsi ventrikel kiri diperiksa dengan ekokardiografi.
Hasil. Massa ventrikel kiri anak DMT1 lebih besar dari pada anak sehat, perbedaan ini bermakna. Faktor yang berhubungan dengan peningkatan massa tersebut adalah lama sakit dan tekanan darah. Fungsi diastolik pada anak dengan DMT1 berbeda bermakna dibanding anak sehat. Pola perubahan parameter fungsi diastolik anak DMT1 sesuai dengan gambaran disfungsi diastolik gangguan pola relaksasi. Faktor yang berhubungan dengan perubahan fungsi diastolik pada anak DMT1 adalah lama sakit. Untuk fungsi sistolik tidak ditemukan perbedaan yang bermakna.
Kesimpulan. Pada anak dengan DMT1 terdapat peningkatan massa ventrikel kiri dan gangguan diastolik pola relaksasi. Perubahan massa jantung dan gangguan fungsi diastolik tersebut berhubungan dengan lama sakit dan tekanan darah.

Background. The impact of Diabetes Mellitus type 1 (DMT1) on the left ventricular mass and functions in children remains controversial.
Objective: The aim of the study is to measure the left ventricular mass and function in children with DMT1.
Methods. A cross-sectional study was conducted to compare the mass and diastolicsystolic function of the left ventricle of 30 children with DMT1 and normal children aged 4 to 18 years that matched in sex and age. The left ventricular mass and diastolic-systolic function was assessed by echocardiography.
Results. Ventricular mass of children with DMT1 were significantly heavier than healthy ones. Factors associated with increased mass were the duration of illness and blood pressure. Diastolic functions in children with DMT1 were significantly different compared to healthy children. The patterns of changes were appropriate with the relaxation pattern of diastolic dysfunction. The factor associated with the change of diastolic parameters is the duration of illness. Significant differences were not found in the systolic function.
Conclusion. In children with DMT1 there was an increase of left ventricular mass and also diastolic dysfunction with the relaxation pattern. Changes in cardiac mass and diastolic dysfunction are associated with duration of illness and blood pressure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abu Rachman
"Obat antidiabetes yang paling banyak diresepkan di Puskesmas Indonesia adalah metformin atau kombinasi metformin dan sulfonilurea. Studi tentang metformin telah menunjukkan berbagai dampak penurunan kognitif pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, sedangkan sulfonilurea telah terbukti mengurangi dampak ini. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dampak metformin dan metformin-sulfonilurea pada fungsi kognitif dan menentukan faktor apa yang mempengaruhinya. Studi potong lintang ini dilakukan di Puskesmas Pasar Minggu dengan melibatkan 142 pasien diabetes melitus tipe 2 yang mengonsumsi metformin atau metformin-sulfonilurea selama >6 bulan dan usia >36 tahun. Fungsi kognitif dinilai menggunakan kuesioner Montreal Cognitive Assessment versi bahasa Indonesia. Efek dari metformin dan metformin-sulfonylurea pada penurunan kognitif tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, bahkan setelah mengontrol kovariat (aOR = 1,096; 95% CI =  13.008px;">0,523–2,297; nilai-p = 0,808). Analisis multivariat menunjukkan usia (OR = 4,131; 95% CI = 1,271–13,428; nilai-p = 0,018) dan pendidikan (OR = 2,746; 95% CI = 1.196–6.305; nilai-p = 0,017) mempengaruhi fungsi kognitif. Pendidikan yang lebih rendah dan usia yang lebih tua cenderung menyebabkan penurunan kognitif, tenaga kesehatan didorong untuk bekerja sama dengan ahli kesehatan masyarakat untuk mengatasi faktor risiko fungsi kognitif ini.

The most prescribed antidiabetic drugs in Indonesian primary health care are metformin or a combination of metformin and sulfonylurea. Studies on metformin have shown various impacts on cognitive decline in patients with type 2 diabetes mellitus, whereas sulfonylurea has been shown to reduce this impact. This study aimed to compare the impacts of metformin and metformin-sulfonylurea on cognitive function and determine what factors affected it. This crosssectional study was conducted at Pasar Minggu Primary Health Care involving 142 type 2 diabetes mellitus patients taking metformin or metformin-sulfonylurea for >6 months and aged >36 years. Cognitive function was assessed using the validated Montreal Cognitive Assessment Indonesian version. The effects of metformin and metformin-sulfonylurea on cognitive decline showed no significant difference, even after controlling for covariates (aOR = 1.096; 95% CI = 0.523–2.297; p-value = 0.808). Multivariate analysis showed age (OR = 4.131; 95% CI = 1.271–13.428; p-value = 0.018) and education (OR = 2.746; 95% CI = 1.196–6.305; p-value = 0.017) affected cognitive function. Since a lower education and older age are likely to cause cognitive decline, health professionals are encouraged to work with public health experts to address these risk factors for cognitive function."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Randy Angianto
"ABSTRAK
Latar Belakang: Pencapaian target glikemik pada pasien DM tipe2 yang masih rendah khususnya di Indonesia mengakibatkan berbagai komplikasi termasuk gangguan fungsi kognitif.. Padahal untuk menerapkan manajemen mandiri pada pasien DM, dibutuhkan fungsi kognitif yang kompleks. Pada berbagai penyakit kronis, fungsi kognitif khususnya domain memori yang buruk telah dihubungkan dengan ketidakpatuhan penggunaan obat. Meskipun demikian, belum ada studi yang mencari hubungan keduanya pada pasien DM tipe 2.
Tujuan: Mengetahui hubungan gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat pada pasien DM tipe 2
Metodologi: Desain studi ini adalah potong lintang terhadap 96 subjek penelitian dengan DM tipe 2 berusia >18 tahun di unit rawat jalan RSUD Tebet. Karakteristik demografi, parameter klinis, penilaian fungsi kognitif, dan kepatuhan penggunaan obat didokumentasikan secara lengkap. Penilaian fungsi kognitif menggunakan Montreal Cognitive Assessment versi Indonesia (MoCA-Ina). Penilaian kepatuhan penggunaan obat dinilai menggunakan penghitungan pil. Studi ini menggunakan analisis distribusi frekuensi dan proporsi, analisis bivariat dengan uji Chi-Square.
Hasil: Terdapat 69,8% subjek penelitian dengan gangguan fungsi kognitif dengan faktor tingkat pendidikan sebagai faktor yang mempengaruhi. Analisa mendapatkan kejadian penurunan fungsi domain memori 96,9%;, eksekutif 78%, visuospasial 78%; atensi 30%; bahasa 26%; dan orientasi 4,2%. Ketidakpatuhan penggunaan obat didapatkan pada 26% subjek penelitian. Analisa bivariat tidak menunjukkan adanya hubungan antara gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat (OR 0,757 95% CI [0,280-2,051] p=0,58).
Kesimpulan: Gangguan fungsi kognitif didapatkan pada 69,8% pasien DM tipe 2, dan ketidakpatuhan ditemukan pada 26% pasien. Tidak ada hubungan yang didapatkan antara gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat pada pasien DM tipe 2

ABSTRACT
Background: Poor glycemic control in Type 2 Diabetes Mellitus patients, especially in Indonesia, results in a variety of complications including a cognitive impairment. In fact, to implement self-management in DM patients, intact cognitive function is necessary. In a variety of chronic diseases, cognitive impairment, especially the memory domain has been associated with medication nonadherence. Nonetheless, no studies have looked for the relationship between the two in type 2 DM patients
Objective: This study aims to determine the relationship of cognitive impairment with medication nonadherence in type 2 DM patients.
Methodology: The design of this study was cross-sectional with 96 study subjects with type 2 DM, > 18 years old in the outpatient unit at RSUD Tebet. Demographic characteristics, clinical parameters, cognitive function assessment, and medication adherence use were fully documented. Cognitive function assessed with the Indonesian version of the Montreal Cognitive Assessment (MoCA-Ina). Medication adherence was assessed using pill count. This study uses the analysis of frequency and proportions distribution, and bivariate analysis with the Chi-Square test.
Results: There were 69.8% of the research subjects with cognitive impairment with education level as an associated factor. Analysis of the occurrence of impairment of the function of memory domain 96.9%; executive 78%, visuospatial 78%; attention 30%; language 26%; and 4.2% orientation. Oraal medication nonadherence was found in 26% of the study subjects. Bivariate analysis did not show an association between cognitive impairment and medication nonadherence (OR 0.757 95% CI [0.280-2.051] p=0.58).
Conclusion: Cognitive impairment was found in 69.8% Type 2 DM patients, and medication nonadherence was found in 26% patients. Cognitive impairment was not associated with medication nonadherence in type 2 DM patients.
"
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Nia Novianti
"Latar Belakang. Mortalitas KAD sebagai komplikasi akut DM di negara berkembang seperti Indonesia masih tinggi. Karena itu, diperlukan model prediksi untuk menapis pasien-pasien KAD yang memiliki risiko mortalitas tinggi.
Tujuan. Mendapatkan model prediksi mortalitas 72 jam pasien KAD di IGD RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Metode. Penelitian dengan desain kohort retrospektif menggunakan rekam medik pasien KAD di IGD RSUPN Cipto Mangunkusumo periode Januari 2011 - Juni 2017 dengan metode sampling konsekutif. Hubungan mortalitas 72 jam dengan prediktor yaitu, usia, tingkat kesadaran, jenis DM, riwayat KAD, jumlah komorbid dan parameter laboratorium kadar bikarbonat, kalium, anion gap, ?-hidroksibutirat, laktat dan fungsi ginjal akan dinilai dan dilanjutkan dengan pembuatan model prediksi. Seluruh analisis dilakukan menggunakan program SPSS Statistics 20.0.
Hasil. Sebanyak 86 subjek 28,57 dari 301 subjek yang dianalisis meninggal dalam waktu 72 jam. Prediktor yang berhubungan bermakna dengan mortalitas pada analisis multivariat p 4 mmol/L HR 5,585; IK 95 2,966 - 10,519 . Keempat prediktor dilanjutkan ke dalam sistem skor dan didapatkan model prediksi mortalitas 72 jam pasien KAD RSCM yang memiliki performa baik dengan probabilitas mortalitas sebesar 15,41 untuk skor 0 - 2, 78,01 untuk total skor 3 - 4 dan 98,22 untuk total skor 5 - 6.
Simpulan. Mortalitas 72 jam pasien KAD di RSUPN Cipto Mangunkusumo adalah 28,57 . Model prediksi mortalitas memiliki performa yang baik dan terdiri dari komorbid, riwayat KAD, tingkat kesadaran, dan kadar laktat.Kata Kunci. Model Prediksi, Mortalitas, Ketoasidosis Diabetikum.

Mortality rate of DKA as acute complication of DM in Indonesia is still high. Therefore, a mortality prediction model is needed to screen high risk mortality DKA patients.
Aim. To identify prediction model of 72 hours mortality in diabetic ketoacidosis patients at emergency unit Cipto Mangunkusumo General Hospital.
Methods. This was a retrospective cohort study with consecutive sampling method. Subjects were adult DKA patients in emergency unit Cipto Mangunkusumo General Hospital from January 2011 to June 2017. Data were obtained from medical records. Association of predictors age, type of DM, history of DKA, comorbidities, level of consciousness, bicarbonate, potassium, anion gap, lactate, hydroxybutirate and renal function and 72 hours mortality was analyzed and submitted to prediction model. All analysis was done using SPSS Statistics 20.0.
Results. A total of 86 subjects out of 301 subjects did not survive in 72 hours since hospital admission. Comorbidities HR 2,407 95 IC 1,181 - 4.907 , level of consciousness HR 10,345 95 IC 4,860 - 22,019 , history of DKA HR 2,126 95 IC 1,308 - 3,457 and lactate level HR 5,585 95 IC 2,966 - 10,519 were significant predictors and submitted to scoring system. A prediction model was derived with a good performance. Subjects with 0 - 2 points were at 15,41 risk of mortality, 3 - 4 points were 78,01 and 5 - 6 points were 98,22 risk of mortality.
Conclusion. Seventy two hours mortality rate in Cipto Mangunkusumo General Hospital was 28,57. The mortality prediction model had a good performance, consisted of comorbidities, history of DKA, level of consciousness dan lactate level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Randy Angianto
"Latar Belakang: Pencapaian target glikemik pada pasien DM tipe2 yang masih rendah khususnya di Indonesia mengakibatkan berbagai komplikasi termasuk gangguan fungsi kognitif.. Padahal untuk menerapkan manajemen mandiri pada pasien DM, dibutuhkan fungsi kognitif yang kompleks. Pada berbagai penyakit kronis, fungsi kognitif khususnya domain memori yang buruk telah dihubungkan dengan ketidakpatuhan penggunaan obat. Meskipun demikian, belum ada studi yang mencari hubungan keduanya pada pasien DM tipe 2.
Tujuan: Mengetahui hubungan gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat pada pasien DM tipe 2
Metodologi: Desain studi ini adalah potong lintang terhadap 96 subjek penelitian dengan DM tipe 2 berusia >18 tahun di unit rawat jalan RSUD Tebet. Karakteristik demografi, parameter klinis, penilaian fungsi kognitif, dan kepatuhan penggunaan obat didokumentasikan secara lengkap. Penilaian fungsi kognitif menggunakan Montreal Cognitive Assessment versi Indonesia (MoCA-Ina). Penilaian kepatuhan penggunaan obat dinilai menggunakan penghitungan pil. Studi ini menggunakan analisis distribusi frekuensi dan proporsi, analisis bivariat dengan uji Chi-Square.
Hasil: Terdapat 69,8% subjek penelitian dengan gangguan fungsi kognitif dengan faktor tingkat pendidikan sebagai faktor yang mempengaruhi. Analisa mendapatkan kejadian penurunan fungsi domain memori 96,9%;, eksekutif 78%, visuospasial 78%; atensi 30%; bahasa 26%; dan orientasi 4,2%. Ketidakpatuhan penggunaan obat didapatkan pada 26% subjek penelitian. Analisa bivariat tidak menunjukkan adanya hubungan antara gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat (OR 0,757 95% CI [0,280-2,051] p=0,58).
Kesimpulan: Gangguan fungsi kognitif didapatkan pada 69,8% pasien DM tipe 2, dan ketidakpatuhan ditemukan pada 26% pasien. Tidak ada hubungan yang didapatkan antara gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat pada pasien DM tipe 2

Background: Poor glycemic control in Type 2 Diabetes Mellitus patients, especially in Indonesia, results in a variety of complications including a cognitive impairment. In fact, to implement self-management in DM patients, intact cognitive function is necessary. In a variety of chronic diseases, cognitive impairment, especially the memory domain has been associated with medication nonadherence. Nonetheless, no studies have looked for the relationship between the two in type 2 DM patients
Objective: This study aims to determine the relationship of cognitive impairment with medication nonadherence in type 2 DM patients.
Methodology: The design of this study was cross-sectional with 96 study subjects with type 2 DM, > 18 years old in the outpatient unit at RSUD Tebet. Demographic characteristics, clinical parameters, cognitive function assessment, and medication adherence use were fully documented. Cognitive function assessed with the Indonesian version of the Montreal Cognitive Assessment (MoCA-Ina). Medication adherence was assessed using pill count. This study uses the analysis of frequency and proportions distribution, and bivariate analysis with the Chi-Square test.
Results: There were 69.8% of the research subjects with cognitive impairment with education level as an associated factor. Analysis of the occurrence of impairment of the function of memory domain 96.9%; executive 78%, visuospatial 78%; attention 30%; language 26%; and 4.2% orientation. Oraal medication nonadherence was found in 26% of the study subjects. Bivariate analysis did not show an association between cognitive impairment and medication nonadherence (OR 0.757 95% CI [0.280-2.051] p=0.58).
Conclusion: Cognitive impairment was found in 69.8% Type 2 DM patients, and medication nonadherence was found in 26% patients. Cognitive impairment was not associated with medication nonadherence in type 2 DM patients
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>