Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167082 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dinda Sholikah
"Indonesia merupakan negara dengan prevalensi stunting tertinggi kedua di Asia Tenggara
sedangkan Kabupaten Bogor merupakan kabupaten dengan jumlah anak stunting
tertinggi di Indonesia. Stunting merupakan masalah multidimensional yang
penanganannya memerlukan intervensi pada berbagai aspek, sehingga kebijakan
penanganan stunting memerlukan keterlibatan berbagai aktor. Pelaksanaan kebijakan
penanganan stunting di Indonesia dapat dilihat dengan menggunakan kacamata policy
network. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pelaksanaan kebijakan penanganan
stunting menggunakan kacamata policy network. Penelitian ini menggunakan dimensi
policy network berupa actors and their perceptions of problem and solution, actors and
their preferences, actors and ther tradable resources, actors and their strategies, specificrules
of policy network, dan interactions sebagai kerangka teori. Penelitian ini
menggunakan pendekatan penelitian Post-Positivist. Hasil penelitian menunjukan bahwa
perbedaan persepsi antar aktor tidak menyebabkan terganggunya proses kebijakan
maupun interaksi antar aktor yang terkait. Preferensi Pemerintah Kabupaten Bogor bukan
dipengaruhi oleh persepsinya melainkan merupakan mandatori dari Pemerintah Pusat.
Begitu pula dengan strategi dan turan yang mengatur proses berjalannya network
kebijakan penanganan stunting di Kabupaten Bogor dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat
dan sifatnya mandatori bagi Pemerintah Kabupaten Bogor. Saat ini belum ada peraturan
tertulis yang mengatur hal-hal yang boleh maupun tidak boleh dilakukan oleh aktor non
publik. Terakhir, belum ada network yang menghubungkan seluruh aktor, termasuk
pemerintah daerah, yang mewadahi interaksi antar aktor, terutama pemerintah daerah
dengan aktor non pemerintah

Indonesia is the country with the second-highest prevalence of stunted children in
Southeast Asia while Bogor Regency has the highest number of stunted children in
Indonesia. Stunting is a multidimensional problem that requires intervention in various
aspects so that the policy of stunting management requires the involvement of various
actors. Implementation of stunting management policy in Indonesia can be seen by using
a policy network framework. This study aims to analyse the implementation of stunting
management policy using policy network framework. This study uses the dimensions of
policy network in the form of actors and their perceptions of problem and solution, actors
and their preferences, actors and their tradable resources, actors and their strategies,
specific-rules of policy network, and interactions as a theoretical framework. This study
uses Post-Positivist research methods. The results showed that the differences in
perceptions among actors do not disrupt policy processes or interactions between actors.
The preferences of the Bogor Regency Government are not influenced by their perception
but rather are mandatory from the Central Government. So do the strategies and rules
which rule the process of running a policy network of stunting management at Bogor
Regency issued by the Central Government and is mandatory for the Bogor Regency.
More, there are no written regulations yet that governing the actions of non-public actors.
Lastly, there are no big network connects actors that accommodate interactions between
actors, especially local governments with non-government actors"
Depok: Fakultas Ilmu Admnistrasi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Sidratul Muntaha
"ABSTRAK
Prevalensi stunting di Indonesia dilaporkan meningkat sebanyak 37.2% pada tahun 2013 dimana
sebelumnya prevalensi stunting berada pada posisi 35.6% di tahun 2010 (Mayasari et al., 2018).
Riskesdas 2018 menunjukkan angka stunting atau anak tumbuh pendek turun dari 37,2%
pada Riskesdas 2013 menjadi 30,8% pada tahun ini. Namun jika melihat RPJMN tahun 2015-
2019 angka tersebut masih belum sesuai target dimana penurunan angka yang ditargetkan
oleh pemerintah adalah sebesar 28%. Sebagai salah satu upaya menangani stunting, pemerintah
Indonesia melalui kebijakan Permendes PDTT No 16 Tahun 2018 mengenai prioritas Penggunaan Dana
Desa Tahun 2019 menyatakan bahwa dana desa dapat digunakan untuk penanganan stunting.
Pemerintah memilki target untuk memperluas program dan kegiatan nasional pencegahan stunting
ke 160 Kabupaten/Kota pada tahun 2019 dan ke 390 Kabupaten/Kota di tahun 2020 mendatang. Salah
satu wilayah yang menjadi fokus pemerintah adalah 10 kabupaten yang terletak di kota Bogor, Provinsi
Jawa Barat. Dalam studi ini, peneliti mengkaji implementasi kebijakan prioritas Penggunaan Dana Desa
Tahun 2019 dalam hal penanganan masalah stunting di Kabupatan Bogor. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada realisasi dana desa tahun 2019 belum ada besaran dana yang secara khusus
digunakan untuk menangani stunting. Namun, ada beberapa program yang sudah dijalankan oleh
perangkat desa di Kabupaten Bogor, diantaranya program penyediaan air bersih dan sanitasi,
pemberian makanan tambahan dan bergizi untuk balita, pelatihan pemantauan perkembangan dan
pemeriksaan kesehatan berkala melalui kegiatan posyandu untuk ibu menyusui, dan pengembangan
ketahanan pangan di desa. Selain itu, ditemukan hambatan berupa kurangnya pemahamam perangkat
desa mengenai stunting beserta langkah-langkah pencegahan dan penanggulangannya yang
berpengaruh kepada alokasi dana desa untuk menangani stunting. Peneliti merekomendasikan
adanya penjelasan lebih lanjut (dalam bentuk sosialisasi ataupun edukasi) baik kepada pemerintah
desa maupun ke kader-kader kesehatan terkait stunting itu sendiri, mengingat pada hasil penelitian
ini masih ditemukannya pemerintah desa yang belum mengetahui secara jelas tentang stunting.

ABSTRACT
The prevalence of stunting in Indonesia was reported to increase for around 37.2% in 2013 compared
to around 35.5% in 2010 (Mayasari et al., 2018). Meanwhile, the report by Riskesdas in 2018 presented
that there was a decrease in the prevalence of stunting to around 30.8% compared to the one in 2013.
But, the reducing number of prevalence did not necessarily solve the issue since it was still above 28%-
-the standard set by the government. As one of the stepping stones to solve this health problem,
Indonesia Government released a policy, named Permendes PDTT No 16 Tahun 2018 in which
explained that resolving stunting should be one of the top priorities that run by the village government
through village funding. The central government aimed to enhance the national prevention programs
of stunting that would be conducted in 160 districts in 2019 and 390 districts in the following year.
One of the priority areas was 10 districts that located in Bogor, West Java province. Hence, this study
aims to evaluate the implementation of village funding policy to tackle stunting issues in 10 districts
that located in Bogor City in 2019. The findings showed there was not any village that have allocated
specific budget from the village funding to tackle stunting. However, there were some programs which
might be related to the prevention of stunting, such as sanitation and water supply, nutritious food
supply for toddler, training and monitoring the health status of newly mothers, and village's food
resilience programs. On the other hand, there were some challenges in implementing the village
funding policy, including the knowledge amongst the village government towards the definition of
stunting as well as the prevention and strategies that should be done to resolve this health issue.
Based on these problems, the researcher highly recommend that education and socialization of
stunting should be conducted to both village government and health personnel in the village's primary
care (Puskesmas).
"
2019
T55411
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eti Marifah
"ABSTRAK
Stunting merupakan masalah yang saat ini sedang diperjuangkan oleh masyarakat Indonesia. Pemerintah dalam penanggulangan masalah stunting telah melakukan berbagai upaya yaitu dengan menetapkan 100 kabupaten / kota prioritas intervensi stunting di Indonesia. Stunting dapat menjadi ancaman mengingat stunting berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, menurunkan produktivitas dan akan menghambat pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan. Kabupaten Cilacap masuk dalam 100 lokus kabupaten / kota prioritas intervensi penanganan stunting. Skripsi ini membahas tentang implementasi kebijakan manajemen stunting di Kabupaten Cilacap tahun 2019 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Implementasi kebijakan yang dibahas menggunakan teori Van Metter dan Van Horn, dan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhinya digunakan teori Edwards III. Penelitian ini merupakan penelitian pasca positivis, dengan instrumen wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan yang relatif baru membuat pelaksanaan belum optimal, hal ini disebabkan regulasi di beberapa tingkat pemerintahan, dari atas hingga bawah masih belum jelas, sumber daya yang mendukung pelaksanaan kebijakan belum memadai serta koordinasi dan komunikasi distribusi yang tidak merata. antara pelaksana dan dengan kelompok sasaran masih belum maksimal, pemahaman dan sikap pelaksana dan kelompok sasaran (masyarakat) terhadap kebijakan mengenai pentingnya pemahaman mereka tentang stunting rendah, serta pengaruh kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan. politik.
ABSTRACT
Stunting is a problem that is currently being fought by the Indonesian people. The government in overcoming the problem of stunting has made various efforts, namely by setting 100 priority districts / cities for stunting intervention in Indonesia. Stunting can be a threat considering that stunting has an impact on the level of intelligence, vulnerability to disease, reduces productivity and will hamper economic growth, as well as increase poverty and inequality. Cilacap Regency is included in the 100 district / city locus priority interventions for handling stunting. This thesis discusses the implementation of stunting management policies in Cilacap Regency in 2019 and the factors that influence it. The implementation of policies discussed uses the theory of Van Metter and Van Horn, and to see the factors that influence it, the theory of Edwards III is used. This research is a post-positivist research, using in-depth interview instruments and literature study. The results of this study indicate that a relatively new policy makes implementation less than optimal, this is due to regulations at several levels of government, from top to bottom are still unclear, resources that support policy implementation are inadequate and coordination and communication are uneven distribution. between the implementers and the target group is still not maximal, the understanding and attitude of the implementers and the target group (community) towards the policy regarding the importance of their understanding of low stunting, as well as the influence of economic, social and environmental conditions. political."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enny Noviana
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Kebijakan Pajak Atas Homestay Di Desa Wisata Batulayang Kabupaten Bogor ditinjau dari hukum pajak material dan hukum pajak formal. Penelitian ini juga bertujuan menganalisis implementasi pemungutan Pajak Hotel di Kabupaten Bogor. Adapun penelitian ini mengadopsi paradigma post-positivisme dengan menggunakan Metode Penelitian Kualitatif dengan memusatkan pada fenomena yang terjadi dilapangan yaitu kebijakan pajak atas homestay desa wisata yang berlaku saat ini di Kabupaten Bogor. Dari data tersebut, peneliti mencari pola-pola, hukum, prinsip-prinsip, dan akhirnya peneliti menarik simpulan dari analisnya tersebut. Sumber data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan para informan yang telah dipilih. Hasil penelitian ditinjau dari teori hukum pajak karena undang-undang merupakan bagian dari kebijakan. Dengan demikian, Tax Law dianggap sebagai bagian dari Tax Policy. Homestay desa wisata di Kabupaten Bogor masih dikategorikan sebagai objek pajak hotel dengan tarif 10. Pemerintah Daerah dan masyarakat penyedia homestay sampai saat ini belum mengetahui dan menerapkan pemungutan pajak atas homestay. Belum ada peraturan khusus yang mengatur mengenai pemungutan perpajakan atas homestay. Penghasilan atas homestay sampai saat ini memang masih tidak dipungut pajak oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, selain tidak adanya pengaturan khusus hal ini juga dikarenakan kurangnya informasi dan pemahaman mengenai homestay desa wisata. Ketentuan perpajakan yang ada tidak memberikan penjelasan mengenai definisi atau pengertian homestay desa wisata. Tidak adanya pengertian mengenai homestay desa wisata ini sebenarnya dapat memberikan suatu ketidakpastian hukum, dimana tidak ada batasan atau ruang lingkup yang memberikan gambaran mengenai sejauh mana suatu tempat dapat dikatakan sebagai homestay desa wisata. Ketidakpastian hukum ini dapat memberikan potensi kurang bayar dan sanksi perpajakan atas penghasilan yang diperoleh homestay desa wisata yang mungkin akan ditanggung oleh Wajib Pajak homestay dikemudian hari. Pajak Hotel di Kabupaten Bogor mempunyai beberapa kategori penginapan yang menjadi objek pajak hotel. Kategori objek pajak hotel dibedakan menjadi 4 (empat) jenis kategori yaitu hotel, villa, wisma dan rumah kos. Implementasi penyetoran dan pemungutan pajak di Kabupaten Bogor dilakukan melalui portal online system. Pajak Hotel di Kabupaten Bogor menganut self assessment system dimana Wajib Pajak yang menaksir dalam arti menghitung dan memperhitungkan pemenuhan kewajiban perpajakannya.

This study aims to analyze the Tax Policy on Homestay in the Tourism Village of Batulayang, Bogor Regency in terms of material tax law and formal tax law. This study also aims to analyze the implementation of hotel tax collection in Bogor Regency. The research adopts the post-positivism paradigm by using a Qualitative Research Method by focusing on the phenomenon occurring in the field, namely the tax policy on the tourism village homestay currently in force in Bogor Regency. From these data, researchers look for patterns, laws, principles, and finally researchers draw conclusions from the analyst. Primary data sources were obtained through in-depth interviews with selected informants.
The research results are reviewed from the theory of tax law because the law is part of the policy. Thus, Tax Law is considered as part of Tax Policy. Tourism village homestays in Bogor Regency are still categorized as hotel tax objects at a rate of 10. Local governments and homestay providers have not yet known and implemented a tax collection on homestays. There are no specific regulations governing the collection of taxation on homestays. Income to the homestay so far is still not taxed by the Bogor District Government, in addition to the absence of special arrangements this is also due to lack of information and understanding of tourist village homestays. Existing taxation provisions do not provide an explanation of the definition or understanding of a tourist village homestay. The lack of understanding of the tourist village homestay can actually provide a legal uncertainty, where there are no limits or scope that gives an idea of the extent to which a place can be said to be a tourist village homestay. This legal uncertainty can provide the potential for underpayment and taxation sanctions on income earned by a tourist village homestay that may be borne by the homestay taxpayer in the future. Hotel Taxes in Bogor Regency have several lodging categories which are subject to hotel taxes. The category of hotel tax objects can be divided into 4 (four) types of categories, namely hotels, villas, guesthouses and boarding houses. The implementation of depositing and collecting taxes in Bogor Regency is done through an online portal system. Hotel Taxes in Bogor Regency adhere to a self assessment system where the Taxpayer estimates in the sense of calculating and calculating the fulfillment of his tax obligations."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
T55214
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Amalul Fadly
"Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) merupakan periode fundamental dalam kehidupan manusia karena pada masa ini anak berkembang dengan sangat pesat dan tidak bisa diulang lagi. Kekurangan nutrisi pada 1000 HPK dapat menyebabkan stunting. Stunting memiliki dampak pada mutu sumberdaya manusia. Di masa depan anak yang stunting akan kesusahan dalam belajar, kualitas kerja rendah dan rentan terhadap penyakiit tidak menular. Untuk mengatasi masalah stunting pemerintah Indonesia meluncurkan strategi nasional penurunan stunting terintegrasi. Salah satu intervensi yang dilakukan adalah intervensi gizi spesifik. Intervensi ini dilakukan untuk mengatasi penyebab langsung stunting berupa kekurangan gizi dan masalah kesehatan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis pada implementasi kebijakan intervensi gizi spesifik di Kabupaten Padang Lawas dengan menggunakan teori Van Meter dan Van Horn 1975 dengan variabel ukuran dan tujuan, sumber daya, karakteristik badan pelaksana, komunikasi antar organisasi, disposisi pelaksana, serta lingkungan ekonomi, sosial, dan politik. Penelitian dilakukan secara kualitatif, melalui wawancara mendalam, dan telaah dokumen. Lokasi penelitian di Kabupaten Padang Lawas. Hasil penelitian adalah pada variabel ukuran dan tujuan kebijakan sudah ditemukan ada ada perbup dan indikator gizi sebagai dasar dan ukuran kebijakan. variabel kinerja implementasi kebijakan ditemukan prevalensi stunting masih diatas target indikator dan sebagian besar capaian kinerja gizi sudah tercapai. Variabel sumber daya masih terkendala dengan fasilitas yang masih kurang lengkap dan insentif khusus yang belum ada. Variabel karakteristik lembaga belum ada SOP khusus namun sudah ada SOP pelayan terkait intervensi gizi di puskesmas, fragmentasi yang baik namun SDM masih kurang. Variabel komunikasi, sosialisasi kebijakan sudah dilakukan dengan jelas dan konsisten disampaikan. Variabel disposisi pelaksana kebijakan sudah baik. Dan variabel lingkungan ekonomi, sosial dan politik cukup baik. Hal yang menghambat kebijakan adalah variabel sumberdaya; kinerja kebijakan; sumber daya manusia; dan lingkungan ekonomi sedangkan yang mendukung kebijakan ini adalah variabel disposisi pelaksana; komunikasi organisasi dan dukungan ekonomi, sosial dan politik.

The first thousand days of life is a fundamental period in human life because during this period children develop very rapidly and it’s cannot be repeated. Nutritional deficiencies at 1000 days causes stunting. Stunting has an impact on human resources. In the future, children who are stunted will have difficulty in learning, have low work quality and are prone to non-communicable diseases. To solve the stunting problem, the Indonesian government launched an integrated national strategy for reducing stunting. One of the interventions that is carried out is nutrition-specific interventions. This intervention was carried out to address the direct causes of stunting in the form of malnutrition and other health problems. This study aims to analyze the implementation of specific nutrition intervention policies in Padang Lawas Regency using the theory of Van Meter and Van Horn 1975 with standards and objectives variabel, resources, characteristics of the implementing agencies, interorganizational communication, disposition of implementor, and the economic, social, and politics condition that affect the performance of policy implementation. The research was conducted qualitatively, through in-depth interviews and documents review. The result of this research is that the variable standar and objectives have found that there are regulations and indicators of nutrition-specific as standar and objectives. In the variable of policy performance, the
prevalence of stunting was still above the target indicator and most of the nutritionspecific performance had been achieved. Resource variables are still constrained by incomplete facilities and missing special incentives. The implementing agency variable. There is no specific SOP, but puskesmas is already has SOP’s health service, fragmentation is good but human resources are still lacking. Communication variables, policy socialization have been carried out clearly and consistently delivered. The disposition variable of the policy implementer is good. And the economic, social and political environment variables are quite good. The conclusion of this research is that the implementation of the policy is going quite well.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Maharani
"Skripsi ini membahas terkait dengan persepsi generasi millennial di Kabupaten Bogor mengenai kebijakan peningkatan tarif PPN 11 persen dalam meningkatkan penerimaan negara di masa pandemi Covid-19. Jumlah responden yang digunakan untuk menjadi data dalam penelitian ini adalah berjumlah 129 responden, yang seluruhnya merupakan generasi millennial dengan rentang tahun kelahiran 1981-1996 yang berdomisili di Kabupaten Bogor. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian campuran (mixed method) yang dimana pengumpulan datanya dilakukan dengan menyebarkan kuesioner serta wawancara dengan beberapa narasumber yang memiliki pengetahuan serta kompetensi di dalam bidang perpajakan terkhususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hasil dari penelitian ini secara garis besar menunjukkan bahwa persepsi generasi millennial di Kabupaten Bogor mengenai kebijakan peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah masih menunjukkan persepsi yang positif. Adapun hal tersebut didukung oleh pengetahuan generasi millennial yang baik terkait dengan kebijakan peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai ini yang menjadikan indikator ini sebagai penyumbang nilai rata-rata persepsi secara keseluruhan.

This study discusses about the perception of millennial generation in Bogor Regency regarding the 11 Percent VAT rate increase policy in increasing state revenue during the Covid-19 pandemic. The number of respondents used as data in this study is amounted to 129 respondent, all of whom are millennial generation with birth years ranging from 1981-1996 who live in Bogor Regency. The research approach used in this study is a quantitative approach using a mixed research method (mixed method) in which data collection is carried out by distributing questionnaires and interviews with several informants who have knowledge and competence in the field of taxation, especially Value Added Tax (VAT). The results of this study in general indicate that the perception of the millennial generation in Bogor Regency regarding the policy of increasing the Value Added Tax rate still shows a positive perception. This is supported by good knowledge of the millennial generation related to the policy of increasing the Value Added Tax rate which makes this indicator a contributor to the overall mean perception value."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Hadianto
"Tujuan penelitian ini untuk menganalisis isi kebijakan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan implementasinya di Kota Tegal dan Kabupaten Tegal serta untuk merumuskan arah kebijakan jangka panjangnya. Penelitian ini menggunakan post-positivistme dan metode kualitatif. Pendekatan model implementasi Grindle dipandang tepat untuk digunakan karena mampu memotret secara komprehensif proses implementasi yang ada. Hasil penelitian menunjukkan telah terjadi disharmoni antar peraturan perundangan dan inkonsistensi kebijakan karena ketidaktegasan pembuat kebijakan aktor kebijakan dan isi kebijakan. Terkait implementasi kebijakan dari aspek content of policy, belum efektifnya implementasi disebabkan belum adanya komitmen dari aktor yang terlibat karena benturan kepentingan confict of interest untuk kepentingan politik. Manfaat dari SPIP belum dirasakan secara optimal yaitu dari opini atas laporan hasil audit BPK terhadap laporan keuangan daerah dan masih banyaknya temuan hasil audit BPK atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Aspek perubahan yang diharapkan dari SPIP yaitu terwujudnya internal control culture masih jauh dari kenyataan. Faktor kepemimpinan yang kondusif belum terwujud. Faktor yang terakhir dari content of policy adalah lemahnya komitmen dari pimpinan dan seluruh pegawai karena rendahnya translation ability dan asumsi bahwa SPIP hanya tugas dari aparat pengawasan serta keterbatasan wewenang dan kapasitas BPKP serta perlunya restrukturasi BPKP dalam pembinaan SPIP. Dari aspek context of policy kekuasaan yang besar dari kepala daerah mengamankan kepentingan politis dengan melemahkan pengendalian, adanya pola hubungan patron dan klien antara pejabat politik dengan birokrasi yang mempengaruhi program dan kegiatan, belum adanya mekanisme penegakan aturan dalam penyelenggaraan SPIP, belum ada sistem yang dapat mendorong pelaksana kebijakan tergerak untuk mengimplementasikan SPIP serta belum adanya program yang dapat menciptakan internal control culture sebagai syarat terwujudnya lingkungan pengendalian yang baik.

The purpose of this research is analyzing the content of Government Internal Control System Policy and its implementation at the City and Regency of Tegal and formulating its long term policy direction. The research is using the post positivism and qualitative method. Grindle implementation model is appropriate because it can depict responsively the implementation. There has been a disharmony between regulatuions and a policy inconsistency due to indecisiveness policymakers and the obscurity of policy content. From the content of policy aspect, the ineffectiveness of the implementation is caused by the absence of commitment from the involved actor because of a conflict of interest for political interests. The benefit of SPIP has not been felt optimally from the opinion of BPK to the regional financial report and there are still many findings of the compliance BPK results to legislative regulation. The expected changing from SPIP is far from a reality. The leadership conducive factor has not been realized yet. The last is the weak commitment from the leader and all employees by the poor translation ability and the assumption that SPIP is only a job from inspectorate and the limited authority and BPKP capacity as well as the needs for restructuring in the SPIP supervision. From a context aspect of policy there is the great power of the regional heads secures political interests by weakening control, the existence of patterns of patron and client relationships between political officials and bureaucracies that affect programs and activities, the absence of rules enforcement mechanism in the SPIP implementation, there is no system that could lead the executor policy to implement the SPIP and also there is no program to create the internal control culture as the conditions of a good environmental control."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D2409
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Budianti
"ABSTRAK
Produksi dan pemanfaatan hasil penelitian, untuk menjadi bukti dan dasar kebijakan kesehatan, merupakan komponen penting penguatan sistem penelitian kesehatan dan sistem kesehatan nasional. Rekomendasi stakeholder pun telah dijadikan indikator kinerja Kementerian Kesehatan di bidang litbang meski beberapa riset berskala nasional seperti Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), telah berhasil mendukung kebijakan kesehatan, namun pemanfaatan hasil penelitian sebagai dasar penyusunan kebijakan kesehatan, khususnya dalam pencegahan stunting, masih belum dapat diidentifikasi. Padahal stunting ini telah menjadi isu kebijakan kesehatan sebagaimana diamanatkan Presiden RI pada saat pembukaan Rakerkesnas 2017. Sebanyak 12 policy brief dihasilkan di tahun 2017, namun hanya 2 yang dapat diadvokasikan. Sementara itu, Badan Litbang Kesehatan sedang mengembangkan inovasi bernama 'Poros Kebijakan'. Studi ini bertujuan untuk menganalisis implementasi pemanfaatan rekomendasi kebijakan hasil litbang kesehatan dalam rangka kebijakan berbasis bukti dengan menggunakan model implementasi kebijakan Van Meter Van Horn. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik WM dan telaah dokumen. Hasil penelitian didapatkan bahwa penggunaan rekomendasi kebijakan dalam bentuk policy brief masih minim, terjadi ketidaksinkronan antar dasar hukum terkait sehingga tujuan kebijakan tidak tercapai, belum adanya pedoman yang mengatur mekanisme pelaksanaan, belum adanya insentif khusus terkait kebijakan, rendahnya kapasitas pelaku kebijakan, terjadi ketidakharmonisan hubungan dengan salah satu stakeholder program stunting, belum adanya jejaring dan forum khusus stunting, terjadi perbedaan persepsi dan penolakan dari salah seorang stakeholder, dan terdapat dukungan LIPI serta Bappenas meski belum optimal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi pemanfaatan rekomendasi kebijakan hasil litbang kesehatan (policy brief) dalam rangka kebijakan berbasis bukti belum optimal. Oleh karena itu, perlu dilanjutkan inovasi poros kebijakan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut: telaah dan sinkronisasi seluruh peraturan induk dan turunan, perencanaan dan pelaksanaan pelatihan untuk semua peneliti dan pelaku advokasi, menyusun tata hubungan kerja baik di dalam Badan Litbang Kesehatan maupun dalam Kementerian Kesehatan, menjadikan PADK sebagai mitra kerja dengan 2 opsi, meningkatkan sosialisasi, dan advokasi lintas sektor (Bappenas, KSP, Kemenko PMK, LIPI, dan KemenPAN) terkait pemanfaatan rekomendasi kebijakan hasil
litbang kesehatan dalam rangka kebijakan berbasis bukti pencegahan stunting.

ABSTRACT
The production and utilization of research results, to be evidence and basis of health policy, is an important component of strengthening the health research system and the national health system. Policy recommendations of research and development results advocated to stakeholders have also been used as performance indicators of the Ministry of Health in the field of health research and development in the Ministry of Health's Strategic Plan 2015-2019. Although some national-scale researches such as Basic Health Research (Riskesdas) have been successful in supporting health policies, the utilization of research results as a basis for the preparation of health policies, particularly in the prevention of stunting, remains unidentified. Whereas this stunting has become a health policy issue as mandated by the President of the Republic of Indonesia at the opening of Rakerkesnas 2017. A total of 12 policy briefs are produced in 2017, but only 2 can be advocated. Meanwhile, the National Health Institute of Research and Developments is developing innovation called 'Policy Axis'. This study aims to analyze the implementation of the utilization of policy recommendations of health research and development results in the framework of evidence-based policies using Van Meter Van Horn policy implementation model. This research uses qualitative method with indepth interview technique and document study. The result of the research shows that the use of policy recommendation in the form of policy brief is still minimal, there is a lack of synchrony between related legal basis so that the policy objectives are not achieved, the lack of guidance which regulate the implementation mechanism, the absence of special incentive related to policy, the low capacity of policy actors, rejection form one of the stakeholders of the stunting program, the lack of network and special forum stunting, there is a difference of perception and rejection from one of the stakeholders, and there is support of LIPI and Bappenas although not yet optimal. So it can be concluded that the implementation of policy recommendation of policy research and development results (policy brief) in the context of evidence-based policy stunting prevention is not optimal. Therefore, it is necessary to continue the innovation of the policy axis by considering the following points : to synchronize all the key rules and derivations, planning and implementation of training for all researchers and advocates, to set up working relationships both within the Health Research Agency and the Ministry of Health, to make PADK as a partner with 2 options, promote socialization, and cross-sectoral advocacy (Bappenas, KSP, Kemenko PMK, LIPI, and KemenPAN) on the use of health research and development policy recommendations in the context of stunting prevention evidence-based policy."
2018
T50659
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Metia Pratiwi
"Skripsi ini membahas implementasi terkait faktor-faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan KOMANDAN sebagai suatu kebijakan guna mempercepat penyampaian informasi keuangan daerah ke pusat dan mengintegrasikan seluruh data keuangan menjadi pusat database Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD). Namun, sejak dipublikasikan pada Desember 2010, implementasi kebijakan KOMANDAN oleh sejumlah Pemerintah Daerah hingga tahun 2013 belum berjalan seperti yang diharapkan. Penelitian ini dilakukan secara Post Positivis dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi sistem KOMANDAN dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut, meliputi faktor kurangnya komunikasi, terbatasnya sosialisasi, inkonsisten kebijakan, terbatasnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, sanksi yang belum diterapkan, pimpinan yang kurang berperan, dan kurangnya koordinasi antarunit maupun organisasi penyelenggara sistem KOMANDAN.

This thesis discussed about the implementation which related with factors that affect the implementation of KOMANDAN, as a policy to accelerate the delivery of local financial information to the Central and integrate all financial data into a central database of the Local Financial Information System (SIKD). However, since published in December 2010, implementation of KOMANDAN by a number of Local Government has not gone as expected. Research is done in Post Positivist with a descriptive design.
The result showed that system implementation influenced by the following factors, they are lack of communication dan socialization, inconsistent policies, lack of quality and quantity of human resources, the sanctions have not been applied, the less leadership role, and lack of coordination between units and organizations which implement system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S54492
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Suherman
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai implementasi kebijakan penataan minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Meningkatnya jumlah minimarket di suatu daerah akan menimbulkan masalah, sehingga perlunya pengaturan untuk menata minimarket. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Charles O. Jones tentang proses implementasi kebijakan yaitu melalui tahap interpretasi, organisasi, dan aplikasi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam, observasi, dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan belum dapat menata minimarket. Hambatan dalam implementasi kebijakan penataan minimarket adalah keterbatasan sumber daya manusia, pengawasan yang kurang berjalan, keterbatasan anggaran. Saran dalam penelitian ini adalah institusi yang terlibat harus melakukan koordinasi dengan baik, mengevaluasi peraturan mengenai penataan minimarket agar jelas, merekrut pegawai untuk menambah SDM, serta meningkatkan sosialisasi terkait penataan minimarket.

ABSTRACT
This research discuss the policy implementation of minimarket regulation in Sub District of Cibinong, Regency of Bogor. The accretion quantity of minimarket in an area will cause problems, so the need for policies to organize minimarket. The theory used in this research is the theory of Charles O. Jones about the process of public policy implementation through interpretation stage, organizations, and application. This research used qualitative approach with in-depth interviews, observation and literature study.
This research result showed implementation of policy have yet organize minimarket. The obstacle in the implementation of minimarket regulation in Sub District of Cibinong, Regency of Bogor are limited of the human resources, controlling is not the way, the limited of the budget. This research?s recommendations are institutions involved must good coordination, evaluate the rules to be clear about the minimarket regulation, recruit employees to increase human resources, as well as increasing socialization the minimarket regulation."
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>