Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117729 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Al Amin Syayidin Ali Mustopa
"Sistem pengawasan terhadap hakim konstitusi di Indonesia berdasarkan UUD 1945 dan UU No. 24 Tahun 2003 secara implisit melibatkan dua bentuk pengawasan, yaitu pengawasan internal oleh Majelis Kehormatan dan pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial. Sistem pengawasan tersebut akhirnya berubah setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006. Pasca putusan a quo, sistem pengawasan hakim konstitusi di Indonesia mengalami perubahan substansial terkait bentuk pengawasannya yang meniadakan pengawasan eksternal. Sistem pengawasan internal yang ada pun sering mengalami perubahan sesuai dengan rezim undang-undang dan peraturan pelaksana yang berlaku. Perubahan terkait sistem pengawasan internal yang ada merupakan reaksi guna mengoptimalkan penegakan sistem pengawasan terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim konstitusi. Dengan demikian, mekanisme penegakan atas pelanggaran etik hakim konstitusi juga memiliki peran yang tidak kalah penting dalam sistem pengawasan hakim konstitusi yang ada saat ini. Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan sistem pengawasan hakim konstitusi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan memberikan analisis dari pelaksanaan sistem pengawasan yang diterapkan terhadap hakim konstitusi di Indonesia selama berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan metode kualitatif melalui studi perundang-undangan, studi kasus, dan studi perbandingan. Berdasarkan analisis yang dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa sistem pengawasan terhadap hakim konstitusi yang diterapkan di Indonesia adalah sistem pengawasan internal yang ditegakkan oleh Dewan Etik dan Majelis Kehormatan sebagaimana diatur dalam undang-undang dan peraturan mahkamah konstitusi. Kemudian, terkait pelaksanaan dari sistem pengawasan internal tersebut maka penegakan atas pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim konstitusi dapat dibagi menjadi tiga periode dengan lembaga pengawas dan mekanisme penegakan sesuai peraturan mahkamah konstitusi yang berlaku. Meskipun demikian, terkait dengan sistem pengawasan hakim konstitusi dan penegakannya masih dapat dioptimalkan mengingat kurang efektif dan tidak kuatnya lembaga pengawas dari sisi kelembagaan maupun kewenangan.

The supervision system for constitutional judges in Indonesia is based on the 1945 Constitution and Law No. 24/2003 implicitly involves two forms of supervision, namely internal supervision by the Honorary Council and external supervision by the Judicial Commission. The monitoring system finally changed after the Constitutional Court Decision Number 005/PUU-IV/2006. After the decision ruling, the supervision system for constitutional judges in Indonesia underwent a substantial change in the form of supervision that eliminated external supervision. The existing internal control system often changes in accordance with the current statutory regime and implementing regulations. Changes related to the existing internal supervision system are a reaction in order to optimize the enforcement of the supervisory system related to suspected ethical violations committed by constitutional judges. Thus, the enforcement mechanism for ethical violations of constitutional judges also has an equally important role in the current constitutional justice supervision system. Therefore, this study aims to explain the supervision system of constitutional judges in accordance with the prevailing laws and regulations in Indonesia and provide an analysis of the implementation of the supervision system applied to constitutional judges in Indonesia during the establishment of the Constitutional Court. This research is a normative juridical research using qualitative methods through statutory studies, case studies, and comparative studies. Based on the analysis conducted, it is concluded that the supervisory system for constitutional judges applied in Indonesia is an internal control system enforced by the Ethics Council and the Honorary Council as regulated in the laws and regulations of the constitutional court. Then, regarding the implementation of the internal control system, the enforcement of ethical violations committed by constitutional judges can be divided into three periods with the supervisory agency and the enforcement mechanism in accordance with the applicable constitutional court regulations. However, in relation to the supervision system for constitutional judges and its enforcement, it can still be optimized considering the ineffective and insufficient strength of the supervisory agency from the institutional and authority sides."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isnaldi
"Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui sejauh mana perkembangan sistem pengawasan Hakim Agung dan Hakim Konstitusi di Indonesia. Kebutuhan Hukum Masyarakat dan ketatanegaraan Indonesia terhadap terbentuknya lembaga peradilan yang bebas, mandiri, bersih dan berwibawa menyebabkan sistem pengawasan selama ini yang hanya bersifat internal harus didukung, dilengkapi dengan pengawasan eksternal. Untuk itu melalui Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ketiga terbentuklah Komisi Yudisial sebagai Lembaga Negara yang bertugas menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim. Penelitian ini didasarkan pada ketentuan perundang-undangan tentang Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial yang terbentuk pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006 yang memangkas kewenangan Komisi Yudisial sepanjang mengenai pengawasan terhadap hakim.

This study is a normative legal research aims to determine the development of oversight systems for supreme court and constitutional Judges in Indonesia. Law society and Indonesian constitutional require formation of a free, independent, clean and respectable judiciary, however, a oversight system must be supported and equipped with external oversight, which the existing control is an internal one. Through the third amendments to the Constitution of the Republic of Indonesia in 1945, Judicial Commission was formed as a state institution in charge of maintaining the honor, dignity and behavior of judges. The study was based on the statutory provisions on Judicial Power, the Supreme Court, Constitutional Court and the Judicial Commission formed after the Constitutional Court Decision No. 005/PUUIV/ 2006 that limit the authority of the judicial commission on oversight of judges."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45924
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Setiawan
"Tesis ini membahas evaluasi terhadap implementasi kebijakan penyediaan sistem teknologi informasi di Mahkamah Konstitusi. Penelitian ini dilatarbelakangi untuk mengetahui tingkat keberhasilan implementasi kebijakan penyediaan sistem teknologi informasi MK dalam mendukung persidangan MK. Sebagai lembaga peradilan yang memiliki visi dan misi menjadi peradilan yang modern dan terpercaya, penelitian ini berusaha untuk menilai sejauh mana dukungan kebijakan penyediaan sistem teknologi informasi (STI) MK telah menjadi solusi dalam memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses persidangan MK. Kemudahan akses tersebut antara lain informasi jadwal sidang, risalah persidangan, putusan persidangan, permohonan perkara online, dan persidangan jarak jauh dengan teknologi video conference. Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang menekankan pengkajian terhadap 6 (enam) indikator penelitian dari William N. Dunn (2003: 429-438) yaitu efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan, responsivitas, dan ketepatan. Narasumber yang berhasil diwawancara adalah pejabat dan staf MK yaitu Sekretaris Jenderal MK, Kepala Biro Humas dan Protokol, Ketua Unit Layanan Pengadaan MK, dan staf IT MK. Dengan menggali kebenaran informasi baik melalui wawancara maupun data sekunder serta dokumentasi media cetak, dan media online, maka diperoleh simpulan bahwa Implementasi Kebijakan Penyediaan STI MK sudah dilaksanakan secara efektif, efisien dan tepat waktu. Wujud kebijakan penyediaan STI MK telah memenuhi aspek kecukupan dari kebutuhan persidangan MK. Kebijakan penyediaan STI MK telah meningkatkan pelayanan publik dalam hal kemudahan akses masyarakat dalam persidangan MK, dan kebijakan penyediaan STI MK telah direspon oleh masyakarat melalui 22 (dua puluh dua) pendaftaran perkara online dan 17 (tujuh belas) persidangan jarak jauh dalam persidangan sengketa pemilu 2009 di MK. Saran yang dapat diberikan dalam evaluasi implementasi kebijakan penyediaan STI MK adalah bahwa implementasi kebijakan tersebut saat ini telah menjadi solusi terutama dalam kemudahan akses masyarakat dalam persidangan MK. Dukungan STI MK tersebut secara konsisten dilaksanakan dan disosialisasikan kepada masyarakat melalui media cetak, media elektronik, website MK, MK Program Televisi, MK Program Radio. Saran lebih lanjut, agar selalu ditingkatkan kompetensi pegawai yang membidangi STI MK, pemeliharaan perangkat STI yang mendukung persidangan MK serta selalu melakukan penyesuaian terhadap perubahan STI dunia, sehingga dukungan implementasi kebijakan penyediaan sistem teknologi informasi MK senantiasa dapat mendukung kemudahan akses masyarakat dalam menjangkau peradilan Mahkamah Konstitusi yang modern dan terpercaya."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26364
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sakti Lazuardi
"Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang terdiri dari sumber bahan hukum primer, sumber bahan hukum sekunder dan sumber bahan hukum tersier. Hal yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah sistematika kekuasaan yudisial dan kaitannya dengan indepedensi kekuasaan kehakiman ? dan bagaimana pengawasan hakim konstitusi pasca Judicial Review UU KY ? Salah satu unsur utama negara hukum adalah Peradilan yang Bebas dan Tidak Memihak. Hal ini membawa konswekensi tidak diperbolehkannya intervensi dalam bentuk apapun terhadap kekuasaan kehakiman yang terkait dengan kewenangan yudisial dari hakim yaitu memeriksa, memutus perkara dan membuat suatu ketetapan hukum. Namun dampak dari indepedensi hakim tersebut maka perlu diciptakan sistem pengawasan yang menyeluruh yaitu pengawasan internal dan eksternal. Pengawasan internal dilakukan oleh kalangan hakim sendiri dan pengawasan eksternal dilakukan oleh kalangan di luar hakim dalam hal ini Komisi Yudisial. Dalam hal ini hakim konstitusi, maka hakim konstitusi harus mendapatkan pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial. Hal ini tercantum di dalam Pasal 24 B ayat (1) UUD 1945 hasil perubahan dan di tegaskan di dalam UU No.22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Namun pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006 Komisi Yudisial kehilangan kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap hakim konstitusi karena Mahkamah Konstitusi menilai pengaturan mengenai pengawasan hakim konstitusi di dalam UU No.22 Tahun 2004 bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu demi menjaga imparsialitas dari para hakim konstitusi, Mahkamah Konstitusi menyatakan kalau hakim konstitusi tidak dapat diawasi oleh lembaga negara lain. Padahal kebebasan yang tidak diiringi oleh akuntabiltas sangat berpotensi untuk melahirkan korupsi yudisial. Oleh karenanya mewujudkan indepedensi kekuasaan kehakiman serta peradilan yang bebas dan tidak memihak, perlu diadakan pengawasan hakim konstitusi oleh Komisi Yudisial.

Abstract
The method used in this study is a juridicial normative method with a secondary data that consist of primary, secondary, and tertiary law's source. A things that being a problem in this study is how is a systematic of judicial power and its relation with independence of judiciary power. And how is a supervision of constitusional judge post Judicial Review Undang-Undang Komisi Yudisial? One of the main element in state law is a justice that independent and impartial. This point creates a consequence about prohibition to do an intervention in any form against judiciary power that has a relation with judicial authority of judge, namely checking, deciding upon, and making a legislation. However, because of there's an impact of the independence of judge, it have to created a comprehensive supervision system, namely internal and external supervision. An internal supervision is done by among judge themselves and external supervision is done by circle outside of judges, namely Komisi Yudisial. In this case, constitutional judges must get an external supervision by Komisi Yudisial. It listed in Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 results of change and it confirmed in UU No. 22 Tahun 2004 about Komisi Yudisial. However, post-verdict of Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006, Komisi Yudisial has lost an authority to do supervision against constitution judges. It happened because Mahkamah Konstitusi assessed that an adjustment about a supervision of constitutional judges in UU No. 22 Tahun 2004 is contradicted with UUD 1945. Moreover, to guarding an impartiality of constitutional judges, Mahkamah Konstitusi was declare that they can not be supervised by other state board. Whereas a freedom that not accompanied an accountability is potentially to create a judicial corruption. Because of this, to realize an independence of judicial power and an independent and impartial justice, it have to held a supervision of constitutional judges by Komisi Yudisial."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S445
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yustina Sari
"Penelitian ini didasarkan pada pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstiusi yang diatur dalam UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang menggunakan data sekunder. Penelitian ini membahas tiga permasalahan utama. Pertama, konsep pengawasan internal yang dilaksanakan dalam lingkungan kekuasaan kehakiman, dalam hal ini terkait dengan pengisian jabatan dan pengawasan hakim di Mahkamah Konstitusi. Kedua, perubahan susunan, kedudukan, dan peran Majelis Kehormatan dalam menjalankan fungsi pengawasan atas hakim konstitusi. Ketiga, menganalisis perubahan susunan, kedudukan, dan peran Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dan relasinya dengan pengisian jabatan hakim konstitusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengawasan yang bersifat internal di lingkungan hakim di masa lalu dianggap tidak berjalan dengan efektif sehingga memunculkan gagasan perlunya pengawasan yang dilakukan oleh suatu lembaga khusus. Adanya peran pihak eksekutif dan legislatif maupun lembaga non-yudisial dalam proses perekrutan hakim, tidaklah dianggap sebagai hal yang dapat mempengaruhi kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Adanya keinginan untuk mengaktifkan kembali pengawasan eksternal memberikan pengaruh yang cukup besar pada susunan, kedudukan dan peran Majelis Kehormatan termasuk di dalamnya keterlibatan 3 (tiga) lembaga negara yang berperan dalam pengisian jabatan hakim konstitusi di dalam susunan Majelis Kehormatan di Indonesia secara langsung.

This research is based on the establishment of Constitutional Court of honor assembly which is regulated in Act No.24/2003 regarding Constitutional court and its amendments, Act No. 8/2011. The method used in this study is a yuridis normatif by using the secondary data. First, the concept of internal control which is implemented in the judial power, in this case related to recruitment system and surveillance mechanism in the constitutional court. Second, the amendment in the composition, position and role of the Constitutional Court of Honor Assemblies in performing supervisory functions. And the third is to analyze the changes in the composition, position and role of the Constitutional Court of honor assemblies in performing supervisory functions and ts relation to recruitment system of Constitutional Judges. There results showed that the internal surveillance in the past is considered ineffective, and this leads to the idea of the need for supervision by the special agency. On the other hand, the participation of the executive, legislatif and/or non-judicial body in recruitment system of Constitutional Court Judges should not be considered as a threat to judicial independency. There is an inclination to re-enable the external supervision to constitutional judges which leads to a significant change of the composition, position, and role of the Constitutional Court of Honor Assemblies, including the involvement of the executive, legislative and judiciary in its honor assemblies.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44665
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Muzhaffar
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pengaturan dan pengawasan sistem pembayaran di Indonesia secara umum. Dalam skripsi juga akan dibahas mengenai efektivitas pengaturan pengawasan sistem pembayaran yang dilakukan oleh Bank Indonesia selaku regulator dan pelaksana fungsi pengawasan. Perkembangan alat pembayaran yang terus mengikuti perkembangan global tentunya harus diikuti pula dengan pengaturan dan pengawasan yang efektif. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan menggunakan data primer, sekunder dan tersier dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan fungsi pengawasan dan pengaturan sistem pembayaran di Indonesia sudah belansung efektif dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.

ABSTRACT
This thesis discusses the regulation and supervision of payment systems in Indonesia in general. In this thesis will discuss the effectiveness of supervision payment systems conducted by Bank Indonesia as regulator and executive oversight functions. The development of payment instruments continue to follow global develoment of payment system. This should be followed by the effective regulation and supervision. By using normative juridical research method and using primary data, secondary and tertiary can be concluded that the implementation of the supervision and regulation functions of the payment system in Indonesia has been going effectively and in accordance with applicable regulations."
2017
S66757
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Ayu Werdiningsih
"Pengawasan Hakim Pengadilan Pajak selama ini diatur Pasal 11 ayat 1 dan 2 UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yang pada pokoknya menegaskan pengawasan Hakim dilakukan oleh Ketua Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung. Hal ini tentu tidak sesuai dengan reformasi kekuasaan kehakiman di mana seharusnya pengawasan Hakim menjadi kewenangan Lembaga yang ditunjuk secara atributif oleh UUD NRI 1945. Dengan bentuk metode penelitian yuridis-normatif, penelitian ini mencari data dengan studi kepustakaan berupa peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejak penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) pada 16 Juli 2010, pengawasan Hakim Pengadilan Pajak dilakukan oleh Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, hal ini dikarenakan model pengawasan Hakim Pengadilan Pajak dipengaruhi oleh model pembinaan pada Pengadilan Pajak, yang masih melibatkan Kementerian Keuangan. Namun secara ideal, pengawasan Hakim Pengadilan Pajak dilakukan secara internal yang terpusat kepada Mahkamah Agung (baik pengawasan teknis peradilan, organisasi, administrasi, keuangan dan pengawasan tingkah laku Hakim secara internal) dan secara eksternal terkait tingkah laku Hakim dilakukan oleh Komisi Yudisial, yang berlandaskan pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

The supervision of Tax Court Judges is currently regulated in Article 11 paragraphs 1 and 2 of Law Number 14 of 2002 concerning the Tax Court, which basically emphasizes that the supervision of Judges is carried out by the Head of the Tax Court and the Supreme Court. This is certainly not in accordance with the reform of judicial power so that the supervision of Judges should be the authority of an attributively appointed institution by the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. With the form of a juridical-normative research method, this research looks for data by studying literature in the form of legislation and related literature. The results show that since the signing of the Memorandum of Understanding (MoU) on July 16, 2010, the supervision of Tax Court Judges has been carried out by the Ministry of Finance, the Supreme Court and the Judicial Commission, this is because the Tax Court Judge's supervision model is influenced by the coaching model at the Tax Court, which still involves Ministry of Finance. However, ideally, the supervision of Tax Court Judges is carried out internally which is centered on the Supreme Court (both technical supervision of the judiciary, organization, administration, finance and supervision of Judge behaviour internally) and externally related to the behaviour of Judges is carried out by the Judicial Commission, which is based on the Judicial Commission. Code of Ethics and Code of Conduct for Judges"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Joko Puruitomo
"Pada tahun 2013, terdapat sebuah kasus mengenai mekanisme pengangkatan hakim konstitusi oleh Presiden. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa peraturan perundang-undangan yang paling sesuai dengan Pasal 24C UUD 1945, serta mekanisme pengangkatan hakim konstitusi yang secara praktik dapat diterapkan di Indonesia. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi pustaka yang dilengkapi dengan wawancara terhadap narasumber. Berdasarkan penelitian ini, dapat diketahui bahwa peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan Pasal 24C UUD 1945 adalah UU Nomor 24 Tahun 2003 dan UU Nomor 8 Tahun 2011. Sifat transparan dan partisipatif juga sangat menentukan mekanisme pengangkatan hakim konstitusi yang diterima di masyarakat Indonesia.

In 2013, there is a case regarding the constitutional judges appointing mechanism by the President of Indonesia. This research is focused on analyzing the regulations according to Article 24C Constitution of Indonesia, and the most applicable mechanism on appointing a constitutional judge. The method that is used for this research are literature studies and interview with the informants. Through this research, it can be ascertained that regulations according to Article 24C Constitution of Indonesia are Law Number 24 Year 2003 and Law Number 8 Year 2011. Transparancy and participative mechanism are needed to be applied on appointing constitutional judge that can be accepted by the citizens of Indonesia.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S55607
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guspita Arfina
"Proses pengisian jabatan hakim konstitusi merupakan salah satu persoalan mendasar pada sistem peradilan Mahkamah Konstitusi. Seleksi yang dilakukan dapat memengaruhi kualitas, kinerja dan keputusan dari seorang hakim. Menurut, Pasal 24C ayat 3 UUD NRI 1945, Mahkamah Konstitusi memiliki sembilan orang hakim yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden. Pada praktiknya, ketiga lembaga negara tersebut memiliki perbedaan dalam proses seleksi hakim konstitusi. Perbedaan terjadi karena tidak terdapat peraturan yang jelas yang mengatur standar seleksi tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu aturan dan mekanisme pengisian jabatan hakim konstitusi yang dilakukan saat ini sehingga konsep yang ideal dapat diformulasikan khususnya untuk Presiden. Metode penelitian adalah yuridis-normatif yang mengacu pada norma hukum dalam peraturan perundang-undangan. Analisis berupa pembahasan mengenai kesesuaian antara penerapan prinsip transparansi, partisipasi, objektivitas dan akuntabilitas yang diatur dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dengan praktek dilakukan oleh Presiden. Ketiadaan peraturan yang jelas mendorong perumusan peraturan agar mengatur secara jelas standar seleksi hakim konstitusi melalui undang-undang yang berlaku bagi seluruh lembaga negara atau melalui peraturan presiden yang berlaku khusus untuk Presiden sebagai salah satu lembaga negara. Penelitian akan mencoba memberikan saran pelaksanaan seleksi terbuka melalui panitia seleksi guna memenuhi penerapan empat prinsip pengisian jabatan hakim konstitusi. Proses pengisian jabatan hakim konstitusi merupakan salah satu persoalan mendasar pada sistem peradilan Mahkamah Konstitusi. Seleksi yang dilakukan dapat memengaruhi kualitas, kinerja dan keputusan dari seorang hakim. Menurut, Pasal 24C ayat 3 UUD NRI 1945, Mahkamah Konstitusi memiliki sembilan orang hakim yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden. Pada praktiknya, ketiga lembaga negara tersebut memiliki perbedaan dalam proses seleksi hakim konstitusi. Perbedaan terjadi karena tidak terdapat peraturan yang jelas yang mengatur standar seleksi tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu aturan dan mekanisme pengisian jabatan hakim konstitusi yang dilakukan saat ini sehingga konsep yang ideal dapat diformulasikan khususnya untuk Presiden. Metode penelitian adalah yuridis-normatif yang mengacu pada norma hukum dalam peraturan perundang-undangan. Analisis berupa pembahasan mengenai kesesuaian antara penerapan prinsip transparansi, partisipasi, objektivitas dan akuntabilitas yang diatur dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dengan praktek dilakukan oleh Presiden. Ketiadaan peraturan yang jelas mendorong perumusan peraturan agar mengatur secara jelas standar seleksi hakim konstitusi melalui undang-undang yang berlaku bagi seluruh lembaga negara atau melalui peraturan presiden yang berlaku khusus untuk Presiden sebagai salah satu lembaga negara. Penelitian akan mencoba memberikan saran pelaksanaan seleksi terbuka melalui panitia seleksi guna memenuhi penerapan empat prinsip pengisian jabatan hakim konstitusi.

The process of filling the position of constitutional court justices is one of the fundamental issues in judicial system, especially the Constitutional Court. Under the provisions of Article 24C Paragraph 3 of 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, the Indonesian Constitutional Court has nine justices, nominated by Supreme Court, People 39 s Legislative Assembly, and President. The three state institutions have differences in selecting justices because of lack of clear regulation as standard for the selection. Therefore, research is conducted to find out current regulations and mechanisms of selecting justices so that later the ideal concept can be formulated, particularly for the President. The research method is juridical normative method that refers to legal norms in legislation. Analysis is conducted by discussing the conformity between the implementation of transparency, participation, objectivity and accountability principles that have been regulated in the Constitutional Court Law with practices conducted by President. The lack of clear regulation encourages the formulation of regulation that clearly regulates standard selecting justices through applicable laws for three state institutions or presidential decree specifically for President. Furthermore, the research will try to advise the implementation of open selection through selection committee to fulfill the implementation of principles in selecting the justices.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Hakim
"Penelitian ini berangkat dari factual problem penanganan perkara Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi (MK) berkaitan dengan waktu penanganan perkara, ketidakpastian hukum, regulasi, disparitas waktu, konflik kepentingan, dan pelanggaran kode etik dalam penanganan perkara. Berdasarkan permasalahan tersebut dilakukan penelitian yang berfokus pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan membangun model Good Court Governance (GCG) dalam sistem penanganan perkara di MK. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixed method dengan pendekatan post positivist dan konstruktivis. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan prinsip-prinsip GCG yaitu akuntabilitas, prosedur perkara, manajemen perkara, organisasi, perkembangan penanganan perkara, dan sistem pendukung di MK masih memiliki permasalahan. Problematika yang ditemukan diantaranya terkait disparitas waktu penanganan perkara, struktur organisasi, pelanggaran prosedur, inefisiensi dan inefektifitas proses berperkara, lemahnya institusi pengawasan dan kurang intensifnya pengawasan, regulasi serta penataan penanganan perkara berbasis online yang belum terkelola dengan baik serta rendahnya tingkat penggunaan teknologi peradilan oleh masyarakat . Selanjutnya, terkait model GCG dalam sistem penanganan perkara di MK, hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam membangun model Good Court Governance dalam sistem penanganan perkara di MK proses membangun model dipengaruhi oleh system contexts berupa dimensi-dimensi eskternal yaitu dimensi politik, dimensi sosial dan budaya, dan dimensi rekrutmen hakim di mana ketiga dimensi tersebut menjadi ekternal drivers yang memiliki pengaruh yang siginfikan dalam rangka mewujudkan sistem penanganan perkara di MK yang efektif, efisiens, akuntabel dan transparan serta dalam rangka mewujudkan kepastian hukum dan keadilan dalam berperkara di MK. Ketiga dimensi tersebut melibatkan aktor-aktor eksetrnal yang memiliki keterkaitan dengan MK sebagai lembaga peradilan dan aktor-aktor tersebut sangat penting untuk terlibat dan berkontribusi dalam mewujudkan sistem peradilan berdasarkan Model Good Court Governance di MK. Selanjutnya, dalam model GCG terdapat 6 faktor utama sebagai governance instruments dalam rangka mewujudkan sistem penanganan perkara yang efektif, efisien, akuntabel dan transparan yaitu sistem Akuntabilitas dan Transparansi, prosedur dan regulasi, kepemimpinan, sistem organisasi, sistem komunikasi, dan yang terakhir adalah sistem pendukung (IT). dalam pelaksanaanya Model GCG juga harus mengacu pada 10 prinsip dan strategi penanganan perkara yang menjadi syarat dalam penerapan Model GCG yang dibangun dalam penelitian ini.

"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>