Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113622 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anastasya Prawesti Wulandari
"Eksistensi penggunaan merek sebagai agunan kredit pada praktik perbankan masih belum diakui di Indonesia. Pada kenyataannya, merek yang memiliki nilai ekonomi dapat memberikan manfaat kepada para pelaku usaha, khususnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah untuk memperoleh pendanaan dari bank. Namun, berbagai peraturan yang terdapat di Indonesia belum mengatur secara komprehensif terkait penggunaan merek untuk dijadikan agunan kredit bank. Selain itu, penggunaan merek sebagai agunan kredit bank juga tidak diakomodir oleh mekanisme yang jelas. Berbeda halnya dengan Indonesia, negara Malaysia telah melaksanakan praktik penggunaan merek sebagai agunan kredit bank sejak tahun 2013 yang dikenal dengan Intellectual Property Financing Scheme dan telah diatur dalam peraturan tersendiri. Skripsi ini membahas mengenai rencana pengaturan mekanisme penggunaan merek untuk dijadikan agunan kredit bank di Indonesia serta perbandingan pengaturan penggunaan merek sebagai agunan kredit di Malaysia. Bentuk penelitian dari skripsi ini adalah yuridis-normatif dengan tipologi penelitian deskriptif yang didukung oleh studi bahan pustaka dan wawancara sebagai alat pengumpul data. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pengaturan dan mekanisme penggunaan merek sebagai agunan kredit di Indonesia telah dirancang dalam rancangan peraturan pemerintah yang mengatur mengenai skema pembiayaan berbasis hak kekayaan intelektual serta Indonesia telah melakukan beberapa persiapan untuk melaksanakan skema tersebut. Sedangkan, Malaysia telah mengembangkan dan melaksanakan Intellectual Property Financing Scheme dengan berfokus pada tiga aspek, yaitu intellectual property valuation, intellectual property financing, dan intellectual property marketplace. Saran yang dapat dilakukan oleh Indonesia adalah adanya urgensi untuk menerbitkan peraturan pemerintah skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual serta mempersiapkan dan mewujudnyatakan berbagai elemen yang dibutuhkan dalam pelaksanaan skema pembiayaan berbasis hak kekayaan intelektual di Indonesia.

The existence of trademark utilization as credit collateral in banking practice is still not recognized in Indonesia. In fact, the trademark that has economic value can provide benefits to business actors, especially small and medium-sized enterprises, to obtain funding from banks. However, various regulations in Indonesia do not explicitly regulate the using of trademark as collateral for bank credit. Other than that, utilization of trademark as bank collateral also not accommodated by a clear mechanism. Different from Indonesia, Malaysia has implemented the practice of using the trademark as collateral for bank credit since 2013, known as the Intellectual Property Financing Scheme, and has been regulated in a separate regulation. This thesis discusses the plan to regulate the mechanism for trademark utilization as bank credit collateral in Indonesia as well as a comparison of the regulation on the use of the trademark as credit collateral in Malaysia. The research form of this thesis is juridical-normative with a descriptive research typology that is supported by library study materials and interviews as a tool for collecting data. From this research, it can be concluded that the regulations and mechanisms for using the trademark as bank credit collateral in Indonesia have been designed in the draft government regulations regarding intellectual property rights-based financing schemes, and Indonesia has made several preparations to implement the scheme. Meanwhile, Malaysia has developed and implemented an Intellectual Property Financing Scheme by focusing on three aspects, that is intellectual property valuation, intellectual property financing, and intellectual property marketplace. Recommendations for Indonesia are the urgency to issue government regulations on intellectual property-based financing schemes and prepare and implement various elements needed in implementing intellectual property rights-based financing schemes in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagasta Fathi Athallah Siddiq Khairi
"Upaya bank untuk mengakomodir kepercayaan dan kepentingan nasabah dilakukan melalui standar layaknya rahasia bank dan penyelesaian sengketa perbankan. Namun, dalam sengketa antara bank dengan nasabah, kedua hal tersebut tumpang tindih. Mengingat hukum perbankan di Indonesia hanya mengecualikan rahasia bank untuk proses di pengadilan, proses penyelesaian sengketa yang rahasia seperti mediasi perbankan dapat menjadi solusi atas tumpang tindih tersebut. Tetapi, pemahaman yang menyeluruh mengenai implementasi rahasia bank dalam arbitrase perbankan tidak terlihat di hukum Indonesia. Tujuan dari penelitian doktrinal ini adalah untuk menganalisis bagaimana rahasia bank diimplementasikan dalam arbitrase perbankan di Indonesia, khususnya dalam praktik bank konvensional dan bagaimana hal tersebut ketika dibandingkan dengan Malaysia. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa di bawah hukum Indonesia, Pasal 43 Undang-Undang Perbankan dapat diterapkan kepada arbitrase perbankan melalui analogi. Meskipun banyak kesamaan yang dimiliki antara Indonesia dengan Malaysia, hubungan yang menyeluruh antara pengaturan rahasia bank dan arbitrase perbankan lebih jelas terlihat di bawah hukum Malaysia.

Banks’ effort to accommodate customer confidence and interest is effectuated through standards such as bank confidentiality and banking disputes resolution. However, in the face of a bank-customer dispute, the two overlap. As the banking law in Indonesia only exempts bank confidentiality for court proceedings, confidential processes such as banking arbitration might be the solution to such an overlap. Yet, an integrated exposition on the implementation of bank confidentiality in banking arbitration is not apparent under Indonesian law. The purpose of this doctrinal research is to analyze how bank confidentiality is implemented in banking arbitration in Indonesia, particularizing on the practice of conventional banks and how it is when compared to Malaysia. The results showed that under Indonesian law, Article 43 of the Banking Law shall be applicable towards banking arbitration by analogy. Although many similarities are shared between Indonesia and Malaysia, a holistic linkage between the regulation of bank confidentiality and banking mediation is more apparent under Malaysian law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Haekal Hasan
"Poligami yang sudah ada sejak lama dalam peradaban manusia, telah menjadi kontroversi yang menimbulkan perdebatan panjang di dunia, termasuk di Indonesia dan di Malaysia. Poligami kerap kali disalahpahami dan disalahgunakan dalam pelaksanaannya, sehingga menyebabkan kerugian terhadap para wanita dan anak-anak. Oleh karena itu, baik Indonesia maupun Malaysia, telah melakukan pengaturan terhadap Poligami, dalam aturan hukum positif masing-masing negara. Penelitian ini berupaya untuk memperbandingkan pengaturan Poligami di kedua negara, sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan Poligami di Indonesia dan di Malaysia meliputi pengaturan mengenai kebolehan melakukan Poligami dengan disertai oleh batasan-batasan tertentu. Terhadap pengaturan batasan-batasan ini, terdapat sejumlah persamaan yang disebabkan oleh kesamaan kebutuhan kedua negara, serta terdapat pula sejumlah perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan cara berfikir dan pandangan hidup masyarakat di kedua negara.

Abstract
Polygamy that has been long existed in the human civilization, has been developed into a controversy that leads to the debates of it in all over the world, including in Indonesia and in Malaysia. Polygamy has been often practiced on the basis of misconception and misuse, so that it then caused disadvantages towards the women and children. Therefore, both Indonesia and Malaysia have enacted a number of provisions on Polygamy, in their respective law. This study attempts to do a comparison between the Polygamy provisions of both countries, so that it would be much easier to be comprehended. The study shows that the Polygamy provisions in Indonesia and in Malaysia comprises of the provisions on the permission to practice Polygamy along with its limitations. Towards these limitations, there are some similarities that were caused by the same needs of both country, and there are also some differences that were caused by the different mindset and worldview of the people in both countries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S574
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Cahyadi
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang ketentuan domestik transfer pricing di Indonesia yang dibandingkan dengan OECD Transfer Pricing Guidelines dan Transfer Pricing Guidelines Malaysia dan Singapura. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Sebagai hasil dari penelitian ini, Peneliti menyarakan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menerbitkan garis panduan komprehensif dan lengkap, Transfer Pricing Guidelines-Documentation dan Transfer Pricing Guidelines untuk transaksi khusus jasa, harta tidak berwujud dan pinjaman antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana yang diterbitkan oleh otoritas negara Malaysia dan Singapura, untuk menerbitkan ketentuan peraturan perpajakan yang mengatur lebih lanjut mengenai domestic correlative transfer pricing adjustment, dan untuk meninjau ulang dan/atau melakukan revisi ketentuan peraturan perpajakan yang mengatur mengenai batasan jumlah nilai transaksi yang tidak memerlukan dokumentasi transfer pricing karena saat ini batasan tersebut masih sangat rendah apabila dibanding negara-negara lain.

ABSTRACT
The focus of this thesis is to do a comparative study of Indonesian transfer pricing regulation with OECD, Malaysian and Singaporean Transfer Pricing Guidelines. This reasearch is a qualitative descriptive interpretive. As the result of this reasearch, reasearcher suggests to Director General of Taxation to issue a comprehensif and complete guidelines, Transfer Pricing Guidelines-Documentation and Transfer Pricing Guidelines for related party services, intagible property and loans transaction similar to what has been issued by Malaysia and Singpore tax authority, to issue a tax regulation that regulates domestic correlative transfer pricing adjustment, and to reconsider/to revise tax regulation that regulates limitation of transaction amount which does not require a transfer pricing documentation, currently it is still considered too low compares to what are regulated by other countries."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T33770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anis Rahmawati
"Sistem pemberitahuan merger yang diterapkan di Indonesia saat ini, berdasarkan Undang - Undang No.5 Tahun 1999 menganut Post-Merger Notification System atau notifikasi yang dilakukan setelah badan usaha melakukan merger. Badan usaha wajib melaporkan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha selambat-lambatnya 30 hari sejak tanggal penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan berlaku efektif secara hukum. Post-Merger notification justru menimbulkan ketidakefektifan dalam transaksi merger dan menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku usaha. Ketidakefektifan dalam pemberitahuan akan menimbulkan masalah problematic dalam merger dan memberikan dampak negative pada pelaku usaha. Post Merger notification yang dianut oleh Indonesia memiliki berbagai kelemahan, sehingga perlu dipertimbangkan untuk dirubah menjadi Pre-merger Notification. Berdasarkan hal tersebut, artikel ini menunjukkan urgensi perubahan sistem Post-merger Notification menjadi Pre-Merger Notification sebagai upaya pencegahan praktik monopoli. Penelitian ini mengggunakan pendekatan hukum.

The merger notification system currently implemented in Indonesia, based on Law No. 5 of 1999, adheres to the Post Merger Notification System or notification that is carried out after a business entity merges. Business entities are required to report to the Commission for the Supervision of Business Competition no later than 30 days from the legally effective date of the merger, consolidation or acquisition. Post Merger notification creates ineffectiveness in merger transactions and creates uncertainty for business actors. Ineffective notification will cause problematic problems in mergers and have a negative impact on business actors. Post Merger notification adopted by Indonesia has various weaknesses, so it needs to be considered to be changed to Premerger Notification. Based on this, this article shows the urgency of changing the Post-merger Notification system to Pre- Merger Notification as an effort to prevent monopolistic practices. This research uses a legal approach."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarasanti Anindya Praba
"Penelitian ini menganalisa korelasi faktor-faktor ekonomi negara tujuan investasi terhadap aliran penanaman modal di beberapa negara. Analisa difokuskan pada penanaman modal asing pada industri manufaktur di Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand dan didasarkan pada data-data makroekonomi pada periode 1996 hingga 2001. Analisa korelasi faktor-faktor ekonomi negara tujuan yang meliputi: (a) nilai tukar mata uang, (b) luas pasar, (c) tingkat pertumbuhan, dan (d) tingkat penetrasi usaha asing terhadap penanaman modal asing di bidang manufaktur dilakukan untuk setiap negara dengan menggunakan metode analisis regresi. Dengan menggunakan model regresi linier, analisis korelasi setiap variabel babas terhadap variabel terikat, yaitu tingkat penanaman modal asing, dilakukan secara terpisah untuk setiap variabel babas dan untuk masing-masing negara. Selanjutnya dengan menggunakan model regresi multipel keempat variabel babas secara bersama-sama dianalisa korelasinya terhadap tingkat penanaman modal asing. Hasil analisa regresi ini kemudian dibandingkan secara deskriptif untuk setiap negara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kasus aliran penanaman modal asing di sektor manufaktur untuk Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand, perbedaan tingkatan penanaman modal asing di negara-negara tersebut dapat dijelaskan dalam berbagai tingkatan oleh faktor-faktor ekonomi di negara tujuan, baik secara terpisah maupun gabungan. Faktor-faktor tersebut meliputi tingkat nilai tukar mata uang, besar pasar, tingkat pertumbuhan dan penetrasi usaha asing. Korelasi antar tiap faktor negara tujuan dengan tingkat penanaman modal asing menunjukkan arah korelasi yang berbeda antar negara. Hasil korelasi antar variabel menunjukkan hasil yang bertentangan dan juga mendukung penelitian sebelumnya. Hasil penelitian tidak menunjukkan signifikansi secara statistik.
Untuk penelitian mendatang yang mencoba menganalisa fenomena penanaman modal asing dan factor-faktor yang menentukan sebaiknya mempertimbangkan satu pendekatan yang lebih komprehensif dengan menyertakan faktor-faktor internal perusahaan penanam modal dan lokasi investasi sehingga keterkaitan antar berbagai faktor dan fenomena penanaman modal asing tersebut dapat dipahami secara lebih baik.

This thesis analyzes the correlations of host country economic factors to foreign investment flow and compares the correlations between countries. The analysis focuses on direct investment manufacturing in Indonesia, Malaysia, Philippine and Thailand, using macroeconomic data of the countries for the period of 1996 to 2001. Several host country economic factors, they are: (a) foreign exchange fluctuation, (b) market size, (c) level of development, and (d) penetration by foreign business were analyzed of their association to foreign equity investment made to the manufacturing sector in each country using regressions analysis method. The four independent variables were analyzed independently for their association with the dependent variables (foreign equity investment) using linear regression model in each country, and subsequently, using multiple regressions model, the four variables were jointly analyzed on their associations to foreign equity investment. Regression results were then descriptively compared to each country.
Findings of this study show that in the case of foreign equity investment flow to manufacturing sector in Indonesia, Malaysia, Philippine and Thailand, the variance of foreign equity investment in these countries can be explained in various degree by the host country economic factors (i.e. foreign exchange fluctuation, market size, level of development and penetration by foreign business), independently or jointly. The direction of the relationship between each host country factor to the equity investment varies from country to country. Contradicting and supporting results of the variable's associations also appear in the finding. The findings did not show significant statistic results.
Future studies attempting to examine foreign direct investment phenomenon and the determinant factors of such activity should consider a more comprehensive approach incorporating both MNC and location factors to understand the interplay of these factors better as well as to understand the phenomenon better.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13992
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardhika Mahardi Wicaksono
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ekspor minyak sawit terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dan Malaysia dari tahun 1990 hingga 2021. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square (OLS). Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa dampak ekspor minyak sawit terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Malaysia lebih besar dibandingkan dengan Indonesia. Studi ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari sumber otoritatif seperti Trademap, CEIC, Bank Dunia, dan IMF, dan melakukan analisis multi-regresi. Variabel yang dipertimbangkan dalam analisis adalah Produk Domestik Bruto, Ekspor Minyak Sawit, Total Ekspor, dan Nilai Tukar. Hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari keempat variabel tersebut. Secara khusus, depresiasi nilai tukar berdampak positif terhadap Produk Domestik Bruto kedua negara.

The objective of this research is to examine the effects of palm oil exports on the economic growth of Indonesia and Malaysia from 1990 to 2021. The analytical technique employed in this study is Ordinary Least Square (OLS). The findings of this research indicate that the impact of palm oil exports on Malaysia's Gross Domestic Product (GDP) is greater compared to Indonesia. This study utilized secondary data obtained from authoritative sources such as Trademap, CEIC, World Bank, and IMF, and conducted a multi-regression analysis. The variables considered in the analysis were Gross Domestic Product, Palm Oil Export, Total Export, and Exchange Rate. The results of the analysis demonstrated a significant influence of all four variables mentioned. Notably, the depreciation of the exchange rate had a positive effect on the Gross Domestic Product of both countries."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Rahmawati
"Bank sebagai badan usaha melakukan kegiatan usaha, terkait dengan fungsi dan tujuan bank sebagai penyimpan dan penyalur dana kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam kegiatan bank sebagai penyalur dana, yaitu pemberi fasilitas kredit, terdapat 2 (dua) pihak yaitu bank sebagai kreditor dan nasabah sebagai debitur. Dalam kegiatan pemberian fasilitas kredit antara bank dan nasabah, kedua belah pihak terikat dalam suatu hubungan hukum dan oleh karena itu perlunya perlindungan hukum bagi para pihak. Pemberian fasilitas kredit oleh bank tidak lepas dari pemberian jaminan oleh nasabah kepada bank atas kredit yang diterimanya. Jaminan kredit yang diberikan dapat berupa emas yang fisiknya dikuasai oleh bank sebagai pemberi kredit. Atas jaminan kredit berupa emas tersebut, bank hanya menguasai fisiknya dan bukan sebagai pemilik. Kepemilikan emas tersebut masih berada pada si nasabah debitur. Dalam praktek pemberian kredit oleh bank dengan jaminan, ditemukan indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh pihak bank sebagai kreditor atas perlakuannya terhadap jaminan yang diberikan nasabah debitur. Untuk itu perlu perlindungan hukum terhadap nasabah debitur atas jaminan yang diberikannya kepada bank yang disalahgunakan sehingga menimbulkan peristiwa hukum, yaitu pelanggaran hukum yang merugikan nasabah debitur.

Banks as business entity are doing business activities, which is related with the function and the purpose as the depositary bank and channeling funds to the community in order to improve the living standard of the people. In bank's activities as channeling funds, that is as a credit facilitator, there are 2 (two) parties, that are bank as a creditor and debtor customers. In credit facilities activity between bank and debtor customer, both parties are bound in a relationship of law and therefore need for legal protection for the parties. Provision of credit facilities by banks cannot be separated from the provision of collateral by the customer to the bank for a loan that they have received. Credit assurance or credit collateral that is given to the bank can be form such as gold and the form of the gold is held by the bank as a lender. Gold which is as bank collateral, the bank only has a possesion of the gold physical and not acting as the owner. The ownership of that gold as a credit collateral is still on the debtor customer. On credit facilities activity with collateral, is found the indication of irregularities committed by the banks as creditor for their authority of collateral that is given by debtor customers. Based on that issue, we need legal protection to debtor customers against bank for the collateral that is given to the bank, which is being abused and caused legal events, that is tort law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39357
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Supriyanti
"Saham sebagai agunan kredit dilakukan dengan cara gadai. Sebagai bukti penyertaan modal suatu perusahan, saham tergolong surat berharga dan termasuk dalam benda bergerak. Bank Rakyat Indonesia menerima saham atas nama, saham atas unjuk dan saham yang ditawarkan langsung di Bursa Efek sebagai agunan kredit. Henurut pasal 2 SK Bank Indonesia No. 26/68/93 saham hanya berfungsi sebagai agunan tambahan. Mengenai tata cara penggadaian saham di Bank Rakyat Indone sia mengaou pada Surat Edaran No. S. 61-Dir/SDH/4/89 tentang Jaminan Saham' Perseroan Terbatas. Tata cara penggadaian saham atas unduk/blangko berbeda dengan tata cara pengga daian saham atas nama. Untuk saham atas nama, dimana pada saham tersebut tercantum nama dari pemiliknya, pengalihannya selalu mendapat pengawasan dari pengurus perseroan terbatas. Oleh karena itu, sahnya gadai saham atas nama terjadi pada saat terjadi pemberitahuan perihal penggadainnya itu kepada pengurus perseroan terbatas. Sedangkan untuk saham atas unjuk, dimana pemegangnya dianggap sebagai pemilik saham, maka sahnya gadai saham atas unjuk terjadi pada saat penyerahan (constitutum possesorium). Tata cara gadai saham yang penawarannya melalui Bursa Efek, sama dengan tata cara gadai saham atas nama. Proses pelaksanaan saham sebagai agunan tambahan kredit terjadi melalui dua tahapan, yaitu pertama perjanjian hutang piutang sebagai perjanjian pokoknya, kemudian tahap kedua yaitu perjanjian gadai saham. Dalam perdanjian gadai saham diatur diantaranya mengenai kuasa untuk mendual saham apabila debitur wanprestasi, hak hak pemberi gadai beralih kepada penerima gadai pada saat penanda tanganan perdandian gadai. Dalam prakteknya Bank Rakyat Indonesia belum pernah melakukan eksekusi dengan cara melelang saham."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20661
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Irfan Hielmy
"Pemberian kredit yang melibatkan lebih dari satu kreditur maupun debitur menjadi hal yang sering dijumpa, hal ini mengakibatkan terdapat lebih dari satu hubungan hukum, untuk menjamin terlunasinya utang debitur, hak atas tanah seringkali dijadikan sebagai agunan bersama terhadap beberapa perjanjian kredit. Dalam kondisi demikian, Bank atau Notaris mencantumkan klausul cross default dan cross collateral, guna menjamin kepentingan bank dalam rangka eksekusi, adanya klausula cross default maka bilamana debitur wanprestasi, mengakibatkan perjanjian kredit terkait perjanjian tersebut juga default. Sedangkan klausul cross collateral dimaksudkan bahwa jaminan yang diserahkan debitur mengikat beberapa perjanjian kredit.
Rumusan masalah dalam tesis ini mengenai penerapan cross default dan cross collateral pada perjanjian kredit serta prosedur eksekusi hak atas tanah yang dibebani lebih dari satu hak tanggungan pada BNI. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini ialah yuridis normatif dengan menggunakan jenis data primer dan sekunder, alat pengumpul data berupa studi literatur didukung wawancara, dan metode analisis kualitatif, tipologi yang bersifat deskriptif yang menghasilkan penelitian deskriptif analitis.
Dalam tesis ini diperoleh kesimpulan bahwa klausul cross default dan cross collateral belum menjadi klausul yang distandarisasi dalam perjanjian kredit BNI, namun pada praktik, klausul cross default selalu dicantumkan guna menjamin kepentingan bank, sedangkan klausul cross collateral hanya dicantumkan bilamana agunan menjadi agunan bersama. Dalam hal debitur wanprestasi, maka prosedur eksekusi hak tanggungan terhadap hak atas tanah yang menjadi agunan bersama diawali terlebih dahulu dengan pemberitahuan kepada kreditur lain, dan pelunasan utang dari penjualan agunan dilakukan secara berurut sesuai peringkat hak tanggungan.

Provision of credit which involves more than two debtors and / or two creditors is very common nowadays, as a result, there are more than two legal relationship between creditor and debtor. To guarantee the repayment of debtors debt, land rights is commonly used as a collateral for several credit agreements. In such conditions, Bank or Notary includes cross default and cross collateral clauses to protect the banks interest, with cross default clause, in the event of default of credit agreement, other credit agreement related to it will be also in default condition. Meanwhile, cross collateral clause is intended that collateral binds several credit agreements.
The problems in this thesis is about the application of cross default and cross collateral clause in credit agreement and the procedure of land rights execution which binds with several credit agreements in BNI. The method that has been used in this thesis is juridical normative.
As a conclusion of thesis, the cross default and cross collateral clauses have not become standardized in BNI credit agreements, but in practice, the cross default clause is always included to guarantee banks interest, in contrast to the cross collateral clause which is only included when collateral objects become collective collateral. In the case of defaults, the procedure for executing the mortgage of land rights that become collective collateral begins with notification to other creditors, and the repayment of debt from the sale of collateral is carried out in sequence according to the rating of the mortgage rights.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54993
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>