Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199641 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elesenda May Gita
"Apoteker dalam penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di apotek wajib mengikuti standar pelayanan kefarmasian yang tertera dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016, yaitu salah satunya standar pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (BMHP). Hal tersebut dilakukan agar menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau sehingga masyarakat terlindungi dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan/atau kemanfaatan. Oleh karena itu, calon Apoteker harus memahami dan memiliki keterampilan pengelolaan perbekalan farmasi di apotek melalui analisis pengelolaan tersebut dalam pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Roxy Galaxy. Pelaksanaan analisis dilakukan dengan metode bimbingan dalam beberapa tahap, yaitu orientasi, observasi, diskusi, simulasi, kerja mandiri, dan hasil pengamatan dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016. Hasil yang diperoleh adalah pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP di Apotek Roxy Galaxy mencakup perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, dan pencatatan dan pelaporan. Kegiatan pengelolaan tersebut menggunakan sistem informasi apotek yang terintegrasi secara terpusat dan telah banyak mengikuti ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.

Pharmacist in providing pharmaceutical care at pharmacy is required to comply with standard of pharmaceutical care that stated in the Minister of Health Regulation Number 73 year of 2016, one of which is standard of management for pharmaceutical preparations, medical devices, and consumable medical materials. Management activity is done for ensure the pharmaceutical supplies are safe, had a standard, useful, and affordable that leads the public to be protected from the hazard due to the pharmaceutical preparations, medical devices, and consumable medical materials which non compliance of the standard regulation. Therefore, the undergraduate pharmacist should have understand and have skills to manage pharmaceutical supplies at the pharmacy in the way of analyzing the management activity at pharmacy by Internship of Pharmacist Study Program at Apotek Roxy Galaxy. The analysis was carried out with the mentoring method by preceptor at Apotek Roxy Galaxy in several stages, namely orientation, observation, discussion, simulation, independent work. After that, result is compared to the Minister of Health Regulation Number 73 year of 2016. The results obtained is the management activities of pharmaceutical preparations, medical devices, and consumable medical materials at Apotek Roxy Galaxy are planning, procuring, receiving, storing, destroying, controlling, and recording and reporting. These management activities use a pharmacy information system that is centrally integrated and has followed the provisions of the laws and regulations"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Figel Ilham
"Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) sering digunakan di dalam rumah sakit yang bertujuan untuk melakukan tindakan pada satu pasien dan pada satu prosedur yang bersangkutan. Di Rumah Sakit Universitas Indonesia, tidak sedikit barang yang telah dikeluarkan oleh depo farmasi rawat inap diretur oleh ners sehingga diperlukan waktu tambahan untuk meretur barang tersebut, baik secara fisik maupun sistem. Hal ini tidak sesuai dengan budaya kerja kaizen, di mana terdapat beberapa elemen kesia-siaan saat meretur barang yang telah dikeluarkan kembali, yaitu dari segi pergerakan dan dari segi pemrosesan. Adapun kegiatan yang dilakuan adalah penerimaan dan pengolahan data transaksi BMHP untuk keperluan infus pada bulan Mei 2023 dengan menggunakan pivot table di Microsoft Excel, pengukuran waktu pengambilan dan pereturan BMHP untuk keperluan infus secara simulasi, dan analisis waktu yang dihabiskan. Jumlah keseluruhan BMHP untuk keperluan infus adalah 4.168 item, sedangkan jumlah keseluruhan BMHP yang diretur 936 item sehingga jumlah efektif yang dikeluarkan adalah 3.232 item. Waktu tempuh berturut-turut yang diperlukan untuk verifikasi resep masuk secara sistem, pengambilan BMHP secara fisik, pengecekan dan pengembalian BMHP secara fisik, dan verifikasi retur secara sistem adalah 27,07 detik, 37,28 detik, 5,79 detik, dan 42,39 detik. Dengan demikian, waktu yang terbuang hanya untuk meretur keseluruhan item BMHP untuk keperluan infus pada periode Mei 2023 adalah selama 12 jam 31 menit 36,48 detik.

Single-Use Medical Devices (SUMDs) are frequently used in hospitals in order to treat a patient and on one related procedure. In University of Indonesia Hospital, several items that have been issued by the inpatient pharmacy depot are returned by the nurses. Hence, extra time is needed to return the items, both physically and systematically. This is not in accordance with the kaizen work culture, where there are few useless elements while returning the items that have been released, i.e. uselessness on movement and process. This activity involves receiving and processing SUMDs for infusion transaction data during May 2023 by pivot table in Microsoft Excel, measuring the time needed to issue and return the goods by simulation, and analyze the time spent on. The total amount of SUMDs for infusion is 4,168 items, whereas the total amount of SUMDs for infusion returned is 936 items. The effective net is 3,232 items. The time needed to verify the prescription entered the system, issue the goods physically, check and return physically, and returning verification by system respectively is 27.07 s, 37.28 s, 5.79 s, and 42.39 s. Therefore, the time spent only to return all the SUMDs for infusion during May 2023 is 12 h 31 m 36.48 s.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sharon Hanandi
"Pemantauan kepatuhan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai merupakan hal yang perlu dilakukan dan ditingkatkan agar dapat menjamin keselamatan pasien. Pemantauan pengelolaan dilakukan pada Kimia Farma mitra kerja RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Aspek yang perlu diperhatikan, antara lain obat-obatan yang membutuhkan perhatian lebih, seperti HAM (High Alert Medication) dan LASA (Look Alike Sound Alike), lemari pendingin, tempat penyimpanan obat, dan telaah obat. Analisis dilakukan dengan melihat jumlah temuan pada masing-masing aspek pada bulan Januari hingga November tahun 2022. Berdasarkan hasil pemantauan, temuan terbesar terdapat pada aspek tempat penyimpanan obat (57%) khususnya pada aspek suhu dan kelembapan dimana suhu harus dijaga pada rentang 15-25℃ dan kelembapan <60% serta penyimpanan obat di lemari pendingin (22%) khususnya pada aspek pemantauan suhu dan pemeliharaan lemari pendingin yang harus dilakukan secara rutin (dipantau setiap hari, minggu, dan bulan) agar dapat menjamin kualitas dan kestabilan obat yang bersifat termolabil.

Management compliance monitoring of pharmaceutical dosage forms, medical devices and medical consumables is something that needs to be done and improved to ensure patient safety. Monitoring is carried out at Kimia Farma, a partner of RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Aspects that need attention include drugs that require more attention, such as HAM (High Alert Medication) and LASA (Look Alike Sound Alike), refrigerators, drug storage areas, and drug review. The analysis was carried out by looking at the number of findings in each aspect from January to November 2022. Based on monitoring results, the biggest findings were in the aspect of drug storage (57%), especially in the aspects of temperature and humidity where the temperature must be maintained in the range of 15 - 25 ℃ and humidity <60% also drug storage in refrigerator (22%), especially in terms of temperature monitoring and maintenance of the refrigerator which must be carried out routinely (monitored every day, week and month) in order to guarantee the quality and stability of drugs that are thermolabile."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Qonita Nabihah
"Penyakit kardiovaskuler yang dikenal sebagai penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia. Sebanyak sepertiga hingga setengah dari penyakit jantung merupakan Penyakit Jantung Koroner (PJK). Katerisasi jantung dengan tujuan diagnosis yang dikenal sebagai angiografi koroner adalah salah satu prosedur yang paling umum dilakukan pada porang dewasa. Pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk diagnosis PJK dengan meminimalkan sayatan bedah (minimum invasive) sehingga dapat menurunkan risiko komplikasi dan tingkat mortalitas daripada prosedur invasive lain. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP merupakan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Staf di unit farmasi seperti apoteker maupun tenaga teknis kefarmasian diharapkan tidak hanya memiliki pengetahuan tentang obat-obat saja naum juga jenis-jenis BMHP agar dapat memaksimalkan pelayanan secara efektif dan efisien, khususnya dalam tindakan CAG. BMHP yang digunakan dalam tindakan CAG terdiri dari sheath, guiding wire, dan kateter. Berdasarkan akese ke pembuluh darah, jenis sheath dibagi menjadi sheath transradial dan transfemoral. Jenis-jenis guiding wire dibagi berdasarkan bentuk tipnya menjadi straight tip (ujung lurus), J tip, dan angled tip. Berdasarkan bentuknya yang menyesuaikan anatomi dan fungsi, kateter diagnostik dibagi menjadi Judkins, Amplatz, Multipurpose, Tiger, dan Pigtail.

Cardiovascular disease, known as heart disease, is a leading cause of death worldwide. Approximately one-third to half of heart diseases are coronary heart disease (CHD). Coronary angiography, a diagnostic procedure commonly performed in adult patients, is a gold standard for CHD diagnosis, minimizing surgical incisions (minimally invasive) and reducing the risk of complications and mortality compared to other invasive procedures. The management of pharmaceutical preparations, medical devices, and Single-Use Medical Materials (BMHP) is a standard pharmaceutical service in hospitals. Pharmacy unit staff, including pharmacists and pharmaceutical technicians, are expected to possess knowledge not only about medications but also about various single-use medical material to maximize service effectiveness and efficiency, especially in coronary angiography (CAG) procedures. BMHP used in CAG procedures consist of sheaths, guiding wires, and catheters. Based on vascular access, sheaths are categorized as transradial and transfemoral sheaths. Guiding wires are classified based on the shape of their tips, which include straight tip, J-tip, and angled tip. Diagnostic catheters are divided into various types, such as Judkins, Amplatz, Multipurpose, Tiger, and Pigtail, designed to conform to anatomy and function."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda Muliana
"Di Rumah Sakit Awal Bros Batam selama bulan Oktober 2015 sampai bulan September 2016 ditemukan ada kejadian penundaan resep pasien yang berdampak pada kualitas pelayanan rumah sakit dan terjadi back order yang berdampak pada keuangan rumah sakit. Penulis ingin meneliti permasalahan yang terjadi untuk melakukan perbaikan dalam hal pengendalian persediaan farmasi di rumah Sakit Awal Bros Batam untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas pelayanan dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
Peneltian ini merupakan penelitian riset operasional untuk menyusun model pengendalian persediaan farmasi. Model pertama, dalam penelitian ini akan dilakukan analisis ABC pemakaian, analisi ABC investasi, dan ABC Indeks kritis, untuk mengetahui persediaan farmasi yang menjadi kelompok A, B dan C. Selanjutnya akan dihitung EOQ dan ROP, serta efisiensi TIC. Dilakukan wawancara mendalam dengan informan. Model kedua, metode Periodic Review System, Order up to level, didalam penelitian ini juga melakukan analisis 10 persediaan tertinggi berdasarkan ABC Investasi dan ABC pemakaian melalui penilaian average inventory, ITOR dan PNP pada rumah sakit Awal Bros Batam selama periode 12 bulan. Pada metode kedua ini diharapkan dapat menghindari terjadinya kelebihan stok farmasi dengan investasi tinggi yang dapat mempengaruhi cash flow rumah sakit.
Pengendalian persediaan farmasi di Rumah Sakit Awal Bros Batam masih belum dilakukan dengan optimal, meskipun setiap bulan telah dilakukan analisa ABC Investasi dan menerapkan metode maksimal dan minimal stok yang sederhana. Penelitian ini, menghasilkan rekomendasi kebijakan untuk Rumah Sakit Awal Bros Batam untuk dapat membantu pihak managemen dalam melakukan perbaikan pengendalian persediaan farmasi dan mengatasi permasalahan stock out di farmasi.

Prescription delays at Pharmacy Department services Awal Bros Batam Hospital during the month of October 2015 until September 2016 influences the impact on the quality of hospital services and going on back order ending with financial problems to Awal Bros Batam hospitals. The author wants to identify problems that occur for improving efficiency and effectiveness of services pharmacy inventory control at Awal Bros Batam Hospital and overall improving the quality of hospital services.
This study is an operational research study to develop a pharmaceutical inventory control models. The first model, in this study will be made use of ABC analysis, investment analysis ABC, and ABC critical index, to determine pharmaceutical supplies into groups A, B and C. Furthermore, will be calculated EOQ and ROP, as well as the efficiency of TIC. Conducted in-depth interviews with informants. The second model, the method Periodic Review System, Order up to the level, in this study also conducted an analysis 10 largest inventory investment by ABC and ABC average user through the assessment of inventory, ITOR and PNP on Awal Bros Batam hospital over a period of 12 months. In the second method is expected to avoid overstocking pharmaceuticals with high investments that may affect the cash flow of the hospital.
Pharmacy inventory control at Awal Bros Batam Hospital has not performed optimally, although every month have made the ABC analysis Investments and apply maximum and minimum stock method is simple. This research, produce policy recommendations for the Awal Bros Batam Hospital to help the management to improve ppharmacy inventory control and solve the problems in the pharmaceutical stock out.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47754
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Yuliani
"Kemampuan rumah sakit untuk bertahan dan menjalankan fungsinya sebagai penyedia layanan kesehatan kepada masyarakat menghadapi tantangan dalam situasi darurat dan bencana. Rumah sakit harus mampu menghadapi pandemi COVID-19 dan bertahan sebagai salah satu bagian sentral dari ekosistem kesehatan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis respon Rumah Sakit Awal Bros Batam terhadap pandemi COVID-19. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus melalui wawancara mendalam, telaah dokumen, observasi dan focus group discussion (FGD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum rumah sakit dinilai memiliki tingkat kesiapsiagaan yang adekuat untuk berespon terhadap COVID-19. Komponen yang memiliki performa kurang baik adalah Komponen Kesehatan kerja, kesehatan mental, dan dukungan psikososial; Komponen Manajemen Pasien, dan Komponen Surge Capacity. Rumah sakit belum memiliki program kesehatan mental karyawan yang komprehensif terutama bagi tenaga kesehatan yang menangani COVID-19. Penggunaan terapi baru yang belum terdaftar juga belum dilakukan pemantauan dan kajian dilema etik dengan mengembangkan protokol pemantauan terapi. Selain itu, rumah sakit juga belum melakukan penetapan jumlah optimal sumber daya yang dibutuhkan untuk menghadapi kemungkinan kapasitas lonjakan di masa mendatang. Kesiapsiagaan dan respon rumah sakit terhadap pandemi tentunya harus dapat dipertahankan, ditingkatkan, dan dievaluasi sehingga disusunlah strategi mitigasi risiko prioritas yang menitikberatkan pada subkomponen yang memiliki nilai Risk Priority Number (RPN) paling tinggi. Selain strategi mitigasi risiko, telah disusun pula serangkaian Key Performance Outcome Indicator yang akan digunakan untuk melakukan pengukuran dan pemantauan keberhasilan rumah sakit dalam bersiapsiaga, berespon terhadap pandemi COVID-19 dan mempertahankan keberlangsungan bisnis operasionalnya. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang status kesehatan mental tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit pada masa pandemi COVID-19 serta analisis hubungannya dengan status kesiapsiagaan rumah sakit serta melakukan evaluasi dari pemantauan penggunaan obat yang tidak terdaftar dan dampaknya terhadap outcome pasien COVID-19.
Hospital ability to survive and maintain its function as a health service provider to the community faces challenges in emergency and disaster situations. Hospitals must be able to deal with the COVID-19 pandemic and survive as a central part of the health ecosystem. This research was conducted to analyze Awal Bros Batam Hospital responses to the COVID-19 pandemic. This study used a qualitative approach with a case study design through in-depth interviews, document review, observation, and focus group discussion (FGD). The results showed that in general, hospitals were considered to have an adequate level of preparedness to respond to COVID-19. Underperforming components are the components of Occupational Health, Mental Health, And Psychosocial Support; Patient Management Components, and Surge Capacity Components. The hospital have not develop a comprehensive employee mental health program, especially for health workers who handle COVID-19 patients. The use of new unregistered has also not been adequately monitored and studied ethical dilemmas by developing therapy monitoring protocols. Besides, the hospital has not determined the optimal amount of human resources needed to deal with possible future capacity spikes. Hospital preparedness and response to pandemics must of course be maintained, improved, and evaluated so that a priority risk mitigation strategy is formulated that focuses on the subcomponent that has the highest Risk Priority Number (RPN) value. In addition to risk mitigation strategies, a series of Key Performance Outcome Indicators have also been prepared which will be used to measure and monitor the success of hospitals in preparing, responding to the COVID-19 pandemic, and maintaining the sustainability of its operational business. Further research is needed on the mental health status of health workers working in hospitals during the COVID-19 pandemic and its relationship with hospital preparedness status, also research to evaluate the unregistered drug use monitoring and its impact on COVID-19 patient outcomes."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Dewi
"Penggunaan dan pengelolaan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) sama pentingnya dengan pengelolaan sediaan farmasi, namun tidak sedikit tenaga kefarmasian yang baru bergabung di RSUI, kurang mengenal BMHP termasuk jenis dan kegunaannya. Pengetahuan mengenai BMHP harus dimiliki semua tenaga kesehatan di rumah sakit agar dapat mendukung pelayanan kesehatan di rumah sakit. Oleh karena itu, penulis membuat monografi mengenai BMHP Breathing Set dan Feeding Set di RSUI agar dapat digunakan dan menambah pengetahuan tenaga kefarmasian baru di RSUI. Persediaan BMHP di depo Farmasi Rawat Inap RSUI seringkali terjadi kelebihan stok sehingga terdapat BMHP yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-turut sehingga diperlukan analisis terkait persediaan dan penggunaan BMHP di depo Farmasi Rawat Inap RSUI. Penyusunan monografi BMHP dilakukan dengan cara peninjauan literatur mengenai fungsi dari berbagai macam BMHP di Farmasi Rawat Inap RSUI. Selanjutnya dilakukan pengambilan data penggunaan BMHP kategori Breathing Set dan Feeding Set di depo Farmasi Rawat Inap RSUI pada bulan Desember 2022 – Januari 2023. Data tersebut diolah dan dianalisis berdasarkan persen kumulatif penggunaannya sehingga diperoleh klasifikasi persediaan BMHP di depo Farmasi Rawat Inap RSUI. Kemudian, dilakukan analisis terkait pengendalian persediaan BMHP berdasarkan klasifikasi persediaannya menggunakan metode Minimum-Maximum Stock Level. Terdapat 8 Breathing Set dan 3 Feeding set yang termasuk Fast Moving, 13 Breathing Set dan 3 Feeding set termasuk Moderate Moving, 40 Breathing Set dan 8 Feeding set termasuk Slow Moving, serta 8 Breathing Set dan 3 Feeding set termasuk Non Moving.

The use and management of Medical Consumable Materials (BMHP) at the University of Indonesia Hospital (RSUI) is as important as the management of pharmaceutical preparations, but not a few pharmaceutical staff who have just joined RSUI are not familiar with BMHP, including its types and uses. Knowledge of BMHP must be owned by all health workers in hospitals so that they can support health services in hospitals. Therefore, the author makes a monograph on BMHP Breathing Sets and Feeding Sets at RSUI. Inventory of BMHP at the RSUI Inpatient Pharmacy depot often occurs in overstock so that there are BMHP that have not been used for three consecutive months, so an analysis is needed regarding the supply and use of BMHP at the RSUI Inpatient Pharmacy depot. Furthermore, data was collected on the use of BMHP for the Breathing Set and Feeding Set categories at the RSUI Inpatient Pharmacy depot in December 2022 – January 2023. The data was processed and analyzed based on the cumulative percentage of usage so that a classification of BMHP supplies was obtained at the RSUI Inpatient Pharmacy depot. Then, an analysis is carried out regarding BMHP inventory control based on the inventory classification using the Minimum-Maximum Stock Level method. There are 8 Breathing Sets and 3 Feeding sets which include Fast Moving, 13 Breathing Sets and 3 Feeding sets including Moderate Moving, 40 Breathing Sets and 8 Feeding sets including Slow Moving, as well as 8 Breathing Sets and 3 Feeding the set includes Non Moving."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arfan Awaloeddin
"Rurnah sakit sebagai mata rantai sistern kesehatan diharapkan dapat mencapai pelayanan yang bermutu, berdaya guna, serta didirikan dan dijalankan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diperlukan oleh masing-masing penderita dalam batas kemampuan teknologi dan sarana yang tersedia di rumah sakit. Salah satunya adalah instalasi farmasi yang merupakan sarana penting dalam proses penyembuhan dan merupakan salah satu komponen biaya operasional yang besar dari seluruh biaya operasional rumah sakit.
Anggaran yang dibelanjakan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Awal Bros untuk obat dan alkes sebanyak 46.65 % (Rp 5.155.680.986) dari total pengeluaran rumah sakit, dari jumlah tersebut 37.88% (1.952.881.880) adalah investasi untuk obat antibiotika.
Penelitian dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Awal Bros pada pemakaian obat-obatan antibiotika periode Januari hingga Juni tahun 2001, dengan tujuan mengidentifikasi tingkat persediaan obat antibiotika di instalasi farmasi, merencanakan dan mengendalikan jumlah pemesanan obat yang efisien dan efektif.
Perencanaan yang tepat diharapkan dapat menghasilkan suatu jumlah dan jenis persediaan perbekalan di instalasi farmasi, dalam hal ini khusus obat antibiotika. Persediaan obat-obatan antibiotika dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok berdasarkan nilai pemakaian, nilai investasi dan nilai indeks kritis dengan memakai analisis ABC. Pengelompokkan ini merupakan salah satu cara untuk mengendalikan persediaan, dengan demikian dapat diketahui jenis obat mana yang perlu diperhatikan karena mempunyai investasi yang tinggi dengan nilai kritis yang tinggi pula. Indeks kritis dapat diketahui melalui pendapat dari para dokter full timer yang berada di Rumah Sakit Awal Bros yang memakai obat tersebut.
Hasil analisis indeks kritis ABC didapatkan basil bahwa kelompok A untuk 75-20-5 yang memerlukan investasi paling tinggi (66.51 % dari seluruh biaya) terdiri dari 32 item obat (9.33 %), kelompok B menelan biaya 28.99% terdiri dari 126 item obat dan kelompok C menelan biaya 4.50% dari seluruh biaya. Jenis obat antibiotika kelompok A 75-20-5 berdasarkan pemakaian, investasi dan indeks kritis berjumlah 74 item, jika dikelompokkan dengan kelompok nama generik akan dapat berkurang menjadi 60 item. Hal ini setidaknya rumah sakit Awal Bros dapat melakukan efisiensi sehingga biaya yang hares diinvestasikan akan berkurang.

Hospital is the part of health system chain which might be expected to provides quality services, efficient, and was established, operated to achieve various level of health services including promotion, prevention, curative and rehabilitation to meet patient needs in accordance to both technologies and facilities availabilities in the respective hospital.
In particularly, pharmaceutical department is one of the important facilities in patient care that consume the biggest part of operational cost. In Awal Bros hospital, drugs and consumable goods spent 46.65% of total hospital expenditure. (Rp 5.155.680.986.-). In addition the hospital spent 37.88% of their total drugs expenditure for antibiotic (1.952.881.880 rupiahs).
This study took place in Pharmaceutical Department of Awal Bros hospital during January 2001 thorough June 2001 period that aimed to identify the availability of antibiotic, and to develop the most economical procurement plan as well as to manage the availability.
By doing so it was expected the hospital could manage the availability of antibiotic in terms of amount and type. The availability of antibiotic was grouped into different categories according to level of utilization, investment as well as critical index by using ABC analysis. This approach aimed to control level of antibiotic availability, an effort to identify priority in next procurement by considering its investment level and critical index. Information on critical index was gathered from selected residence physicians that had been known as frequent users.
The ABC critical index analysis revealed that group A (75- 20-5) represented the highest investment totaling 66.51% of total expenditure, consisted of 32 item of antibiotic (9.33%); group B represent 28.99% of total expenditure (126 items) and group C represent 4.50% of total expenses. The total group A 75-20-5 with categories according to level of utilization, investment as well as critical index consisted 74 items, if grouped to generic drugs the least would decrease to 60 items. This approach which aimed to control level of antibiotic availability, can be utilized to identify priority in next procurement by considering its investment level.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizal Abdullah
"Penyakit jantung koroner hingga saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di Indonesia. Untuk itu diperlukan diperlukan suatu metode pengobatan untuk menangani pasien dengan penyakit jantung koroner, salah satunya adalah metode Percutaneous coronary intervention (PCI). Penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu panduan mengenai Bahan medis habis pakai (BMHP) yang digunakan dalam tindakan pada Percutaneous coronary intervention (PCI). Panduan ini khususnya diharapkan dapat menjadi panduan terutama bagi Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang ada di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RS UI). Penyusunan laporan panduan BMHP untuk tindakan PCI ini dilakukan melalui hasil pencarian studi literatur. Selain itu, dilakukan diskusi dan tanya jawab dengan ners cath lab dan apoteker yang bertugas di unit Farmasi OK RS UI terkait PCI dan bahan medis habis pakai (BMHP) apa saja yang digunakan ketika melakukan prosedur PCI. Hasil penyusunan laporan ini didapatkan berbagai jenis BMHP yang dibutuhkan demi kelancaran proses tindakan PCI, diantaranya: sheath, guidewire, stent, guide catheter, dan ballon catheter, yang masing-masing diantaranya terdiri dari jenis dan fungsinya yang berbeda-beda. Hasil penyusunan laporan ini dapat dijadikan sebagai panduan BMHP untuk tindakan PCI.

Coronary heart disease is still the leading cause of death in Indonesia. For this reason, a treatment method is needed to deal with patients with coronary heart disease, one of which is the Percutaneous coronary intervention (PCI) method. This study aims to create a guide on medical consumables items used in the action of Percutaneous coronary intervention (PCI). This guide is especially expected to be a guide, especially for Pharmacists and Pharmaceutical Technical Personnel at the University of Indonesia Hospital. The preparation of the BMHP guidance report for PCI actions is carried out through the results of a literature study search. In addition, discussions and questions and answers were held with the CATH lab ners and pharmacists on duty at the OK of University of Indonesia Hospital Pharmacy unit regarding PCI and what medical consumables items are used when performing PCI procedures. The results of the preparation of this report obtained various types of medical consumables items needed for the process of PCI, including: sheath, guidewire, stent, guide catheter, and balloon catheter, each of which consists of different types and functions. The results of the preparation of this report can be used as a medical consumables items guide for PCI actions."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Kurnia Azzahra
"Pelayanan Kefarmasian adalah pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien terkait sediaan farmasi dengan tujuan untuk memperoleh hasil yang pasti guna meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelaksanaan pelayanan kefarmasian dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan, salah satunya adalah Rumah Sakit. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan kegiatan pelayanan kefarmasian yang dapat dilakukan di Rumah Sakit. Tujuan utama pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) adalah tersedianya obat dengan mutu baik, tersebar merata, dengan jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan dasar. Evaluasi distributor atau Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah salah satu kegiatan untuk mengevaluasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (BMHP) agar pengelolaan dapat berjalan dengan baik, yang mana menjadi tanggung jawab Apoteker untuk memaksimalkan pelayanan kefarmasian di bidang pengelolaan tersebut. Kemitraan dengan Pedagang Besar Farmasi (PBF) perlu mendapat perhatian khusus karena dapat berpengaruh dalam pengadaan Sediaan Farmasi, oleh karena itu dilakukan evaluasi distributor. Metode yang digunakan pada tugas khusus ini yaitu dengan non eksperimental secara deskriptif, dimana pengumpulan data dilakukan secara retrospektif. Hasil yang diperoleh yaitu distributor PT. Anugerah Pharmindo Lestari, PT. Antarmitra Sembada, PT. Enseval Putera Megatrading, PT. Anugrah Argon Medica, PT. Kimia Farma Trading & Distribution, PT. Indomedika Solusindo, dan PT. Golden Globe Medica memiliki kinerja dan pelayanan yang baik terhadap ketepatan waktu pengiriman, kesesuaian jenis, serta kesesuaian jumlah barang. Dapat disimpulkan bahwa kinerja dan pelayanan yang diberikan distributor tersebut sangat baik.

Pharmaceutical care are direct and responsible services to patients related to pharmaceutical dosage form with the aim of obtaining definite results to improve the quality of life of patients. The implementation of pharmaceutical care can be carried out in health service facilities, on of which is a hospital. Management of pharmaceutical dosage form, medical devices, and medical consumables is a pharmaceutical care activity that can be carried out in hospitals. The main objective of managing pharmaceutical dosage form, medical devices, and medical consumables is the avaibility of drugs of good quality, evenly distributed with types and quantities that meet the needs of basic health services. Evaluation of distributors or pharmaceutical wholesares is one of the activities to evaluate the management of pharmaceutical dosage form, medical devices, and medical consumables so that management can run well, which is the responsibility of the pharmacist to maximize pharmaceutical services in the field of management. Partnerships with pharmaceutical wholesares need special attention because they can affect the procurement of pharmaceutical dosage form, therefore distibutors evaluations are carried out. The method used on this task in non-experimental descriptively, where data collection is carried out retrospectively. The results obtained are distributors of Anugerah Pharmindo Lestari Co Ltd, Antarmitra Sembada Co Ltd, Enseval Putera Megatrading Co Ltd, Anugrah Argon Medica Co Ltd, and Golden Globe Media Co Ltd has good performance and service on the timeliness of delivery, suitability of type, and suitability of the number of goods. It can be concluded that the performance and service provided by the distributor is very good."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>