Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56114 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Natalia Nadeak
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi aspek dan faktor apa saja yang menyebabkan minyak sawit menjadi hambatan dalam negosiasi kerjasama I-EFTA CEPA serta menganalisa alasan kedua entitas tersebut mempertahankan kerjasama perdagangan ditengah persoalan isu sawit. Bagi Indonesia dan EFTA kerjsama ekonomi I-EFTA CEPA diharapkan dapat meningkatkan perekonomian serta mengurangi hambatan perdagangan. Namun pada prosesnya, kerjasama tersebut mengalami negosiasi yang panjang untuk mencapai kesepakatan dan belum mencapai ratifikasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif serta menggunakan teori Sekuritisasi dan konsep Fair Trade. Temuan penelitian ini ialah isu minyak sawit berhasil disekuritisasi oleh organisasi yang berpengaruh kepada kebijakan-kebijakan negara EFTA sebagai ancaman dan mempengaruhi negosiasi kerjasama perdagangan I-EFTA CEPA. Adapun isu-isu yang berhasil menjadi masalah adalah dampak minyak sawit terhadap berbagai isu yaitu, lingkungan, HAM, kesehatan, dan juga upaya perlindungan minyak nabati lokal. Sebagai implikasi proses tersebut, negara- negara EFTA membuat ketentuan syarat perdagangan yang ketat terkait perdagangan minyak sawit pada perjanjian perdagangan tersebut menggunakan konsep fair trade.

This study aims to identify what aspects and factors caused palm oil to become an obstacle in negotiating of I-EFTA CEPA cooperation and analyze the reasons for the two entities to maintain trade cooperation amidst the issue of palm oil. For Indonesia and EFTA, the I-EFTA CEPA economic cooperation is expected to improve the economy and reduce trade barriers. However, in the process, this cooperation has undergone a long negotiation to reach an agreement and has not yet reached ratification. This research uses qualitative methods and use securitization theory and the Fair Trade concept. The findings of this study are that the issue of palm oil has been successfully securitized by organizations that influence EFTA country."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadian Paramita
"Kemajuan ekonomi Indonesia yang pesat menjadikan Indonesia pasar yang menjanjikan, termasuk bagi negara-negara EFTA yang terletak di wilayah Eropa dan merupakan negara-negara maju. Namun demikian, jarak antar negara dan perbedaan kondisi negara tidak menjadi penghalang kerja sama ekonomi antara Indonesia dan EFTA dalam IE-CEPA. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis motif Indonesia menyetujui IE-CEPA. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, 'website' resmi EFTA dan pemerintah Indonesia, serta studi kepustakaan dari sumber-sumber tertulis lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki motif ekonomi, politik, dan' leverage' dalam IE-CEPA. Motif ekonomi Indonesia mencakup motif memperluas akses pasar ke EFTA dan Uni Eropa melalui EFTA serta menghindari pengalihan perdagangan yang dapat dilakukan oleh EFTA kepada Indonesia. Motif politik Indonesia mencakup memperkuat hubungan damai Indonesia dengan EFTA yang terganjal dengan perbedaan pemikiran dan meningkatkan pengakuan Indonesia di ranah internasional, khususnya oleh EFTA dan mitra-mitranya. Motif 'leverage' Indonesia mencakup menyelenggarakan 'capacity building dan mempertahankan pembelajaran yang diterima dari EFTA serta menciptakan 'precedent' sebagai negara Asia Tenggara ketiga yang bekerja sama dengan EFTA.

Indonesia`s rapid economic progress has made Indonesia a promising market, including for EFTA countries, which are developed countries and located in Europe. However, barriers which include the distance between countries and the differences in state conditions do not stop the economic cooperation between Indonesia and EFTA in IE-CEPA. The purpose of this study is to analyze Indonesia`s motives in approving IE-CEPA. This study uses qualitative approach with data collection techniques through in-depth interviews, EFTA and Indonesian government official websites, as well as literature studies from other written sources. The results of the study indicate that Indonesia has economic, political, and leverage motives in IE-CEPA. Indonesia`s economic motives include the motive for expanding market access to EFTA and the European Union through EFTA, as well as avoiding trade diversion that can be carried out by EFTA to Indonesia. Indonesia`s political motives include strengthening Indonesia`s relations with EFTA in peace which is hampered by the differences of mind and enhancing Indonesia`s recognition in the international sphere, especially by EFTA and its partners. The leverage motives of Indonesia are carrying out capacity building and maintaining the process received by EFTA, as well as creating precedent as the third Southeast Asian country in FTA cooperation with EFTA.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T53103
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Eryka Happy Kusuma H
"Indonesia merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia sejak mendahului
Malaysia di tahun 2008. Industri kelapa sawit memiliki kontribusi signifikan terhadap Produk
Domestik Bruto Indonesia. Kebijakan Renewable Energy Directive II to the Delegated Act
2019 yang diberlakukan oleh Uni Eropa mengancam keberlanjutan industri kelapa sawit
Indonesia dengan rencana untuk menghentikan penggunaan kelapa sawit per tahun 2030.
Untuk mengatasi hal tersebut, Indonesia berupaya mencari pasar baru untuk kelapa sawit
dengan menjalin kerja sama dengan berbagai negara, salah satunya Persatuan Emirat Arab
(“PEA”) sebagaimana tertuang dalam IUAE-CEPA. Penelitian ini menganalisis proses
pembentukan IUAE-CEPA tersebut serta potensi peningkatan ekspor minyak sawit Indonesia
dengan diberlakukannya IUAE-CEPA. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan
menggunakan gabungan metode doktrinal dan nondoktrinal. Dalam penelitian ini ditemukan
bahwa pembentukan IUAE-CEPA dapat mendukung perdagangan antara Indonesia dan PEA
serta membantuk Indonesia mengakses pasar baru, tidak hanya PEA, namun juga ke negara-
negara Timur Tengah lainnya dengan PEA sebagai pintu masuk.

Indonesia is the largest palm oil producer in the world since overtaking Malaysia in 2008. The palm oil industry has a significant contribution to Indonesia's Gross Domestic Product. The 2019 Renewable Energy Directive II to the Delegated Act policy implemented by the European Union threatens the sustainability of the Indonesian palm oil industry with plans to stop using palm oil by 2030. To overcome this, Indonesia is trying to find new markets for palm oil by collaborating with various countries, one of which is the United Arab Emirates (“UAE”) as stated in IUAE-CEPA. This research analyzes the process of establishing the IUAE-CEPA as well as the potential for increasing Indonesian palm oil exports with the implementation of the IUAE-CEPA. This research is normative juridical research using a combination of doctrinal and non-doctrinal methods. In this research, it was found that the formation of IUAE-CEPA could support trade between Indonesia and the UAE and help Indonesia access new markets, not only the UAE, but also other Middle Eastern countries with the PEA as an entry point."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benoit, Emile
New York: Columbia University Press, 1962
382.94 BEN e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zainab Assegaff
"Tesis ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan Indonesia dalam negosiasi perdagangan bebas Uni Eropa (UE) dengan negara-negara Asia Tenggara, yang dilihat dari perspektif UE. Pertanyaan pendahuluan dari penelitian ini adalah mengapa UE menegosiasikan perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara Asia Tenggara. Sementara itu, pertanyaan penelitian utama dari tesis ini adalah mengapa Indonesia hanya menjadi negara keenam di Asia Tenggara yang melakukan negosiasi perdagangan bebas dengan UE dan bukan yang pertama. Metode penelitian tesis ini adalah metode analisis kualitatif dengan menggunakan studi kasus, dalam hal ini negosiasi perdagangan bebas UE-Asia Tenggara. Metode pengumpulan data utama menggunakan teknik studi pustaka yang dikumpulkan dari buku, artikel, laman berita, dan laman resmi dari organisasi-organisasi terkait. Untuk menjawab pertanyaan penelitian, peneliti menggunakan teori Cross-Regionalism yang dikemukakan oleh Mireya Solís dan Saori N. Katada (2007). Faktor regional yang membuat UE melakukan perjanjian perdagangan bebas (FTA) lintas kawasan antara lain kondisi ekonomi internal yang terpuruk; kemunculan kekuatan-kekuatan ekonomi baru, terutama Tiongkok, yang menyaingi UE; kemajuan ekonomi dari keenam negara Asia Tenggara yang jauh lebih baik dari UE; kondisi perdagangan barang yang tidak menguntungkan dengan ASEAN; dan kebijakan politik UE. FTA lintas kawasan merupakan upaya UE untuk memperbaiki kondisi perekonomiannya, mencegah terjadinya pengalihan perdagangan (trade diversion), dan menjadi kekuatan normatif. Faktor regional yang menyebabkan Indonesia tidak menjadi prioritas bagi UE adalah kondisi ekonomi Indonesia yang tidak lebih baik dari Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Filipina; hubungan ekonomi UE-Indonesia yang menurun; isu-isu keberlanjutan (sustainability); dan minimnya hubungan UE-Indonesia. Kemudian, motif yang memengaruhi UE untuk melakukan FTA lintas kawasan adalah motif pengaruh (leverage), yaitu untuk mempromosikan nilai-nilai UE, sehingga terbentuk like-minded countries. Motif ekonomi dan motif pengaruh (leverage) merupakan alasan yang menyebabkan Indonesia tidak menjadi mitra negosiasi FTA bilateral pertama dan hanya yang keenam. Tampaknya kedua alasan ini memengaruhi UE dalam penentuan mitra FTA, sedangkan motif keamanan dan diplomasi tidak memengaruhinya. Hal ini menunjukkan bahwa motif keamanan dan diplomasi (politik) diabaikan oleh UE. Dalam memilih mitra FTA, nilai-nilai yang diusung UE kalah ketika berhadapan dengan kepentingan ekonominya.

This thesis aims to analyze Indonesia's position in the Free Trade Agreement (FTA) negotiations between the European Union (EU) and Southeast Asian countries as seen from the EU's perspective. The preliminary question of this thesis is why the EU negotiated FTAs with Southeast Asian countries. Meanwhile, the primary research question is why Indonesia became the sixth country in Southeast Asia to negotiate a bilateral FTA with the EU instead of the first. The research method of this thesis is a qualitative analysis using a case study, which is the EU-Southeast Asia FTA negotiations. The majority of the data collected in this thesis is collected from books, articles, news pages, and official pages from related organizations. To answer the research question, the researcher uses Cross-Regionalism theory put forward by Mireya Solís and Saori N. Katada (2007). Regional factors that have led the EU to conduct cross-regional FTA ​​are internal economic slump; the emergence of new economic powers, notably China, that rival the EU; economic improvement of the six Southeast Asian countries which is much better than the EU; unfavorable trade in goods with ASEAN; and EU political policy. Cross-regional FTA is EU's effort to improve its economic condition, prevent trade diversion, and become a normative power. Regional factors that have caused Indonesia not to become a priority for the EU are Indonesia's economic condition that was no better than Singapore, Malaysia, Vietnam, Thailand, and the Philippines; the decline of EU-Indonesia economic relation; sustainability issues; and the lack of EU-Indonesia relation. Furthermore, the motive that influences the EU to conduct cross-regional FTA ​​is leverage motive, namely to promote EU values, so that like-minded countries are formed. Economic motive and leverage motive were the reasons why Indonesia was not the first and only the sixth bilateral FTA negotiating partner. It seems that both of these reasons influenced the EU in determining its FTA partners, while security and diplomacy motives did not influence the EU. This shows that security and diplomacy (politics) motives were disregarded by the EU. In choosing FTA partners, the values promoted by the EU lose out when it comes to its economic interests."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tomy Prihananto
"Tesis ini membahas mengenai studi perbandingan hukum mengenai peranan private party dalam penyelesaian sengketa di World Trade Organization (WTO) dan North American Free Trade Agreement (NAFTA) dan Implementasinya di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Berdasarkan terjadinya kasus penyelesaian sengketa WTO yang merugikan private party dikarenakan adanya pertimbangan politis negara untuk tidak melaksanakan putusan dari Dispute Settlement Body. Di sisi lain, regionalisme dari WTO, NAFTA, telah membolehkan adanya private party berperan menjadi salah satu pihak dalam penyelesaian sengketa melawan negara. Dengan memberikan peran private party tersebut, penyelesaian sengketa dapat dilaksanakan sesuai dengan pertimbangan hukum yang berlaku sehingga hal ini dapat memberikan hak private party sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dengan menggunakan teori perbandingan hukum akan ditemukan persamaan dan perbedaan sistem hukum WTO dengan NAFTA akan ditemukan kelebihan dan kekurangannya. Objek yang diteliti mengacu pada structure sistem hukum yang mengacu pada kebolehan suatu pihak untuk bertindak atau tidak bertindak yang merujuk pada kewenangan private party dalam penyelesaian sengketa WTO dan NAFTA maka kelebihan dan kekurangankedua sistem hukum tersebut akan diimplementasikan ke dalam ASEAN. Hal ini dikarenakan Indonesia mempunyai kedudukan sebagai anggota WTO dan juga anggota ASEAN. Dengan perbandingan tersebut dapat disarankan Indonesia dapat mengupayakan terakomodirnya peran private party sebagai salah satu pihak yang bersengketa di ASEAN.

This thesis discusses the study of comparative law regarding the role of private party in a dispute at the World Trade Organization (WTO) and North American Free Trade Agreement (NAFTA) and its Implementation in the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Under the WTO dispute settlement cases that harm private party state due to political considerations for not implementing the decisions of the Dispute Settlement Body. On the other hand, the regionalism of the WTO, NAFTA, has allowed a private party into one party role in resolving the dispute against the state. By giving the role of the private party, a dispute resolution can be implemented in accordance with applicable legal considerations so that it can grant a private party in accordance with applicable regulations.
By using the theory of comparative law will find similarities and differences with NAFTA the WTO legal system will find the advantages and drawbacks. Object under study refers to the legal system structure refers to the ability of a party to act or not act that refers to the authority of a private party in the WTO and NAFTA dispute settlement then advantages and disadvantages of both systems of law will be implemented into the ASEAN. This is because Indonesia has a position as a member of WTO and ASEAN members. By comparison it can be suggested Indonesia could seek private party's role as one of the parties to the dispute in ASEAN.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28659
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adhi Dharma
"Tesis ini membahas mengenai Trans Pacific-Partnership Agreement di Asia Pasifik dan polemik yang terjadi di Jepang dalam keputusan pemerintah untuk terlibat dalam negosiasi Trans-Pacific Partnership Agreement. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai kondisi perekonomian dan politik Jepang yang melatarbelakangi keputusan pemerintah untuk ikut serta dalam negosiasi Trans-Pacific Partnership Agreement, pihak-pihak yang mendukung dan menolak keputusan tersebut, serta pihak-pihak yang terlibat dalam keputusan tersebut. Fokus utama diarahkan pada bagaimana Interest Group berusaha mempengaruhi keputusan pemerintah Jepang dalam negosiasi Trans-Pacific Partnership Agreement.

This thesis provide brief description about the Trans Pacific-Partnership Agreement in Asia Pacific and the controversy surrounding the Japanese Government decision to join the Trans Pacific-Partnership Agreement negotiation. It also explain the economic and political background of the government of Japan in announcing this decision. The research study the involvement of relevant parties that influence the government decision to enter the Trans Pacific-Partnership Agreement negotiation, focusing on the action of Interest Group."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oxley, Alan
New York: Harvester Wheatsheaf, 1990
382.71 OXL c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Marceau, Gabrielle
Oxford: Clarendon Press, 1994
343.072.1 MAR a (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lamb, George P.
Boston.Toronto: Little,Brown and Company, 1971
346.07 Lam t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>