Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176048 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Verry Adrian
"Infeksi SARS CoV-2 sebagai penyebab terjadinya pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) kini menjadi perhatian kesehatan masyarakat. Pada kasus COVID-19 yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian, sehingga tidak jarang membutuhkan perawatan intensif. Diduga komorbiditas akan memperberat kondisi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak komorbiditas yakni hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit paru obstrktif kronis terhadap kejadian perawatan intensif pada pasien COVID-19 di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan menggunakan data registri pasien COVID-19 milik Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta pada Maret-Juni 2020 yand diperoleh dari formulir pencatatan dan pelaporan COVID-19. Kriteria inklusi adalah usia lebih dari 18 tahun, terdiagnosis COVID-19 dari hasil pemeriksaan swab PCR positif, dan pasien dirawat di Rumah Sakit di DKI Jakarta. Kriteria eksklusi adalah memiliki kondisi imunodefisiensi (HIV, keganasan, sedang menjalani kemoterapi atau radiasi). Data dianalisis secara bivariat dan multivariat menggunakan regresi logistik multipel dengan mempertimbangkan kovariat berupa usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, jumlah gejala dan durasi gejala yang dialami. Berdasarkan 12 699 pasien terkonfirmasi COVID-19 pada periode penelitian, terdapat 6 359 pasien yang memenuhi kriteria penelitian ini. Diketahui 623 (9,8%) mengalami hipertensi, 421 (6,62%) mengalami diabetes melitus, dan 133 (2,09%) mengalami PPOK. Sebanyak 166 (2,61%) diantaranya mendapat perawatan di ICU. Setelah dikontrol kovariat, ketiga komorbiditas tersebut secara independen meningkatkan risiko kebutuhan perawatan di ICU, tertinggi pada penderita hipertensi tanpa diabetes yang memiliki lebih dari 2 gejala OR 23,98 (IK95% 12,83-44,83) diikuti penderita hipertensi yang disertai diabetes dan lebih dari 2 gejala OR 16,53 (IK95% 8,76-31,17). Penderita PPOK memiliki risiko OR 1,80 (IK95% 0,95-3,40) untuk dirawat di ICU. Disimpulkan bahwa hipertensi, diabetes melitus, dan PPOK meningkatkan risiko perawatan di ICU pada pasien COVID-19 di DKI Jakarta.

COVID-19 cases can lead to pneumonia, acute respiratory distress syndrome, acute kidney failure, and death. The presence of comorbidities are tought to worsen that condition. This study aimed to investigate impact of hypertension, diabetes mellitus, and chronic obstructive pulmonary disease to admission to intensive care unit (ICU) among COVID-19 patients in DKI Jakarta. This cross sectional study utilize COVID-19 patients registry data owned by DKI Jakarta Provincial Health Office from March to June 2020. Inclusion criteria are aged 18 years old or older, confirmed by positive PCR swab test result, and hospitalized in DKI Jakarta. Exclusion criteria are patients with immunodeficiency condition (HIV, malignancy, in chemotherapy or radiation therapy). Data were analyzed in bivariate and multivariate analysis using multiple logistic regression by considering covariates (age, sex, working status, number of symptoms, and duration of symptoms). Among 12 699 patients, 6 359 were included. Approximately 623 (9,8%) had hypetension, 421 (6,62%) had diabetes mellitus, and 133 (2,09%) had COPD. Among them, 166 (2,61%) were admitted to ICU. After controlling for covariates, those comorbidities are independently increase risk of ICU admission. The highest risk are found among hypertension patients without diabetes melitus and had more than two symptoms OR 23,98 (95%CI 12,83-44,83) followed by hypertension patients with diabetes melitus and had more than two symptoms OR 16,53 (95%CI 8,76-31,17). COPD patients had risk OR 1,80 (95%CI 0,95-3,40) for ICU admission. In conclusion, hypertension, diabetes mellitus, and COPD increase risk of ICU admission among COVID-19 patients in DKI Jakarta."
Depok: Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Mariska Taruli Godang
"Latar belakang: Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit komorbid yang sering ditemui pada pasien PPOK. Penyakit paru obstruktif kronik dipertimbangkan sebagai faktor risiko berkembangnya diabetes tipe 2 melalui beberapa mekanisme antara lain inflamasi sitemik, merokok, stres oksidatif, obesitas dan penggunaan kortikosteroid inhalasi. Prevalens DM pada pasien PPOK di Indonesia belum diketahui secara pasti. Diabetes melitus sebagai penyakit komorbid pada pasien PPOK akan mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pasien PPOK.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan analisis deskriptif yang dilakukan di poliklinik asma ndash;PPOK Rumah sakit umum pusat Persahabatan pada bulan Februari ndash; Maret 2017 untuk melihat kejadian diabetes pada pasien PPOK. Enam puluh empat pasien PPOk di ambil untuk ikut dalam penelitian ini secara consecutive sampling. Pada semua pasien dilakukan wawancara, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium.
Hasil: Pada penelitian ini diambil 64 pasien PPOK lakilaki: 60, perempuan : 4 dengan usia rata rata 65 8.7 tahun. Sebanyak 12 subjek 18.8 sudah memiliki riwayat DM sebelumnya dan pasien ini dimasukan kedalam kelompok DM tanpa memandang hasil laboratorium. Dari 52 81.3 subjek yang belum diketahui status DM ditemukan 2 subjek 3,1 dengan diagnosis DM. Prevalens DM pada pasien PPOK pada penelitian ini sebesar 21.9. Ditemukan 16 subjek 25 dengan kadar HbA1c sesuai dengan prediabetes. Tidak ditemukan hubungan bermakna antara usia, jenis kelamin, riwayat merokok, sataus gizi, hambatan aliran udara dan penggunaan kortikosteroid inhalasi dengan kejadian DM pada pasien PPOK.
Kesimpulan: Prevalens DM pada pasien PPOK dalam penelitian ini adalah sebesar 21..9 . Penapisan komorbid DM penting dilakukan secara berkala.

Background: Type 2 diabetes mellitus DM is a common comorbidity of COPD. COPD may be considered as a risk factor for new onset type 2 DM via multiple pathophysiological alterations such as systemic inflammation, smoking, oxidative stress, obesity and inhaled corticosteroid use. Exact prevalence of DM in COPD patients in Indonesia are still unclear. Co morbid conditions like DM have great impacts on the outcome of COPD in the form of severity, morbidity and mortality
Method: A cross sectional study with descriptive analysis was done in Asthma COPD clinic Persahabatan Hospital from February to March 2017 to screen COPD patients for DM. Sixty four subjects were recruited consecutively. Interview, physical examination and laboratory testing were performed in all subjects.
Results: A total of 64 patients with COPD Males 60, Female 4 with mean age 65 8.7 were screened for DM. Patients with known history of DM were 12 18.8 and were enrolled as Known DM cases. Remaining 52 81.3 patients whose DM status were unclear and screened by random or fasting blood sugar and HbA1c. Two subjects 3.1 were considered as newly diagnosed DM cases. Prevalence of DM in present study was 21.9. Number of patients with prediabetes were 16 subjects 25. There were no significant relationship among gender, age, smoking, nutritional status, airflow limitation and inhaled corticosteroid use in occurrence of DM among COPD patients.
Conclusion: Prevalence of DM in COPD patients in the present study is 21.9. It is important to screen all COPD patients for DM routinely.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Widuri Wulandari
"Pendahuluan: Komorbid Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu faktor risiko kematian pada kasus konfirmasi Coronavirus Diseases (COVID-19). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan komorbid DM dengan kematian pada kasus konfirmasi COVID-19 di DKI Jakarta, periode Maret-Agustus 2020 setelah dikontrol dengan variabel perancu.
Metode: Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif. Kriteria inklusi adalah kasus yang terkonfirmasi COVID-19 dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) yang dilaporkan kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) provinsi DKI Jakarta, dengan variabel yang lengkap. Kriteria eksklusi adalah wanita hamil. Dari total 41.008 kasus dalam laporan COVID-19 dinkes provinsi DKI Jakarta, terdapat 30.641 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 1.480 sampel dalam penelitian ini diambil dari semua (740) kasus COVID-19 dengan komorbid DM dan 740 kasus COVID-19 tanpa komorbid DM yang diambil melalui simple random sampling dari 29.901 kasus COVID-19 tanpa komorbid DM. Data analisis menggunakan regresi cox proporsional hazard.
Hasil penelitian menunjukkan besar hubungan kasar komorbid DM dengan kejadian kematian pada kasus COVID-19 Crude Hazard Ratio (CHR) 7,4 (95% CI 4,5-12,3, nilai p < 0,001). Besar hubungan komorbid DM dengan kejadian kematian pada kasus COVID-19 setelah dikontrol oleh kovariat (komorbid hipertensi dan kelompok usia (> 50 tahun dan < 50 tahun) adalah Adjusted Hazard Rasio 3,9 (95% CI 2,2-6,8 nilai p <0,001), yang berarti kasus COVID-19 dengan komorbid DM berisiko 3,9 kali untuk mengalami kejadian kematian.
Diskusi: Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lainnya yang menunjukkan komorbid DM meningkatkan risiko kematian COVID-19. Untuk menurunkan kejadian kematian pada kasus COVID-19 dengan komorbid DM, diperlukan strategi pencegahan dan tatalaksana COVID-19 dengan triase dan perhatian khusus untuk tatalaksana cepat dan tepat serta monitoring untuk kasus COVID-19 dengan komorbid DM.

Introduction: Comorbid Diabetes Mellitus (DM) is one of the risk factors for Coronavirus Diseases (COVID-19) mortality. Aim of this study is to determine the association of comorbid diabetes mellitus and COVID-19 mortality among COVID-19 confirmed cases in DKI Jakarta for period March-August 2020, after being controlled with confounding variables.
Methode: The study design is a retrospective cohort. The inclusion criteria are confirmed cases of COVID-19 with Polymerase Chain Reaction (PCR) reported to the DKI Jakarta provincial health office, with complete variables. Exclusion criteria is pregnant women. Of the total 41,008 cases in the Jakarta provincial health office's COVID-19 report, there are 30,641 cases that met the inclusion and exclusion criteria. 1,480 samples in this study are taken from all (740) COVID-19 cases with comorbid DM and 740 COVID-19 cases without comorbid DM which are taken through simple random sampling of 29,901 COVID-19 cases without comorbid DM. The data were analyzed using cox proportional hazard regression.
The study result indicates that the crude association between DM and mortality among COVID-19 confirmed cases is Crude Hazard Ratio (CHR) 7,4 (95% CI 4,5-12,3, pValue < 0,001). While association between DM and mortality among COVID-19 confirmed cases after being controlled by covariates (hypertensive comorbidities and age groups (> 50 years and < 50 years) is 3.9 (95% CI 2.2- 6.8, p Value <0.001), which means that COVID-19 cases with comorbid DM have a 3.9 times risk of death.
Discussion: The results of this study are in line with other studies that indicate DM co- morbidities increase the risk of death from COVID-19. To reduce the incidence of death in COVID-19 cases with comorbid DM, a strategy for preventing and treating COVID- 19 with triage and special attention is needed for rapid and prompt management and monitoring for COVID-19 cases with comorbid DM.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Prilia Damaranti
"PPOK merupakan penyakit pernapasan kronis penyebab morbiditas dan mortalitas terbanyak dengan dampak pembiayaan yang cukup tinggi di Indonesia. Clinical Pathway (CP) adalah bagian dari pelaksanaan tata kelola klinis rumah sakit dan salah satu tools dalam mewujudkan sistem kendali mutu dan kendali biaya di era JKN. Efektivitas kepatuhan penerapan clinical pathway (CP) terhadap luaran klinis pasien pada beberapa penelitian menunjukkan hasil yang positif. RS Paru Respira Yogyakarta telah menetapkan CP PPOK sebagai CP prioritas, namun dalam proses evaluasi kepatuhan CP belum menggunakan seluruh komponen PPA seperti yang diatur dalam Permenkes Nomor 30 Tahun 2022. Paradigma pelayanan kesehatan saat ini adalah value-based healthcare sehingga perlu dilakukan evaluasi dampak kepatuhan CP terhadap luaran klinis pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan CP terhadap luaran klinis pasien PPOK, dan proses penerapan kepatuhan CP PPOK di RS Pusat Paru Respira Yogyakarta tahun 2022. Desain penelitian adalah observasional (cross sectional) dengan pendekatan mix method. Pengambilan data metode kuantitatif menggunakan rekam medis pasien rawat inap dengan diagnosis utama PPOK tahun 2022 (n=57) dan metode kualitatif dengan wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen. Hasil penelitian kuantitatif didapatkan tingkat kepatuhan CP PPOK sebesar 87,7%, ada hubungan yang signifikan antara beban kerja DPJP dengan kejadian komplikasi (p value=0,003) dan antara kepatuhan CP dengan luaran klinis yaitu komplikasi (p value=0,05 dan OR=6,75), faktor yang paling berpengaruh pada luaran klinis pasien adalah kepatuhan terhadap CP. Metode kualitatif, berdasarkan perspektif 10 variabel dalam teori Gibson dan Mathis-Jackson, didapatkan hasil yang baik pada variabel sikap. Untuk variabel pengetahuan, supervisi, komunikasi, pelatihan, SDM, standar kinerja, sarana prasarana, insentif dan struktur organisasi masih perlu peningkatan. Untuk meningkatkan kepatuhan CP diperlukan komunikasi yang efektif antara pembuat dan pelaksana CP, pemahaman dan komitmen penuh para PPA, dukungan manajemen untuk rutin meninjau ulang tata laksana CP, meningkatkan sosialisasi, pelatihan, sarana prasarana, kebutuhan SDM, fasilitas IT penunjang serta regulasi terkait pelaksanaan CP.

COPD is a chronic respiratory disease that causes the most morbidity and mortality with a high cost impact in Indonesia. Clinical Pathway (CP) is part of the implementation of hospital clinical governance and one of the tools in quality and cost control system in JKN era. The effectiveness of clinical pathway (CP) compliance to patient clinical outcomes in several studies has shown positive results. Respira Pulmonary Hospital Yogyakarta has designated CP COPD as a priority CP, but in the process of evaluating CP compliance, it has not used all Profesional Caregiver components as stipulated in Health Ministerial Regulation No. 30 of 2022. The current paradigm of health services is value-based healthcare, so it is necessary to evaluate the impact of CP compliance on the patient's clinical outcome. This study aims to determine the association of CP compliance to the clinical outcome of COPD patients and the process of implementing COPD CP compliance at the Respira Pulmonary Hospital Yogyakarta in 2022. The research design is observational (cross sectional) with mix method approach. Quantitative method data collection using inpatient medical records with a primary diagnosis of COPD in 2022 (n=57) and qualitative method using with in-depth interviews, observation and document review. The results of quantitative study showed that COPD CP compliance rate is 87.7%, there is a significant relationship between doctor in charge of services workload with the incidence of complications (p value=0.003) and between CP compliance with clinical outcomes of complications (p value=0.05 and OR=6.75), factor that most influenced the patient's clinical outcome was CP compliance. Qualitative methods, based on the perspective of 10 variables in the theory of Gibson and Mathis-Jackson, showed good results on attitude variables. Knowledge, supervision, communication, training, human resources, performance standards, infrastructure, incentives and organizational structure variables still need improvement. To improve CP compliance, an effective communication between CP makers and implementer are required, full understanding and commitment of Profesional Caregivers, management support to regularly review CP governance, improve socialization, training, infrastructure, human resource needs, supporting IT facilities and regulations related to the implementation of CP are required."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zhara Juliane
"Terhitung sejak 30 Januari 2020, World Health Organization (WHO) telah resmi menetapkan Covid-19 sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD)/ Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) karena adanya peningkatan kasus yang signifikan dan kasus konfirmasi di beberapa negara lain (World Health Organization, 2020a). Pada April 2021, angka kematian Covid-19 di Indonesia telah menyentuh 4,68% dimana angka tersebut lebih tinggi dari angka kematian rata-rata global yaitu 3,79%.
Studi-studi yang telah dilakukan sebelumnya menunjukan adanya hubungan hipertensi dan diabetes melitus terhadap kesintasan pasien Covid-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan hipertensi dan diabetes melitus terhadap kesintasan pasien Covid- 19 di RSJPD Harapan Kita Jakarta Maret 2020 - April 2021.
Penelitian kohort retrospektif ini menggunakan analisis survival cox regression untuk mengetahui kesintasan. Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder dari Divisi PPI dan penelusuran rekam medik. Penelitian ini melibatkan jumlah sampel sebesar 433 pasien konfirmasi Covid-19 yang diambil menggunakan teknik random sampling.
Hasil analisis menunjukan hipertensi dan diabetes melitus berhubungan bermakna dengan kejadian kematian pada pasien Covid-19 di RSJPD Harapan Kita Maret 2020 - April 2021 setelah dikontrol oleh faktor perancu usia, penyakit ginjal kronik, perawata intensif, dan penyakit paru kronik. dengan adjusted hazard ratio sebesar 1,518 (95% CI: 1,101 – 2,985) p-value 0,025. Perlu adanya triase pasien yang tepat dan pemantauan khusus serta penanganan yang adekuat untuk pasien Covid-19 yang memiliki faktor risiko hipertensi dan diabetes melitus untuk mencegah terjadinya kematian.

As of January 30 2020, the World Health Organization (WHO) deemed Covid-19 as a Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) due to a significant increase of cases and confirmed cases in several countries (World Health Organization, 2020a). In April 2021, the mortality rate of COVID-19 in Indonesia reached 4.68%, which is higher than the global average mortality rate of 3.79%. Previous studies have shown that there is a relationship between hypertension and diabetes mellitus on the survival of Covid-19 patients. This study aims to determine the relationship between hypertension and diabetes mellitus on the survival of Covid- 19 patients at RSJPD Harapan Kita Jakarta March 2020 - April 2021.
This retrospective cohort study was conducted using cox regression analysis to determine survival. This study uses secondary data provided by the infection prevention and control division of Harapan Kita and medical record tracing. The study involved a total of 433 confirmed Covid-19 patients who were selected using random sampling technique.
The results of the analysis show that hypertension and diabetes mellitus were significantly related to the incidence of death in Covid-19 patients at RSJPD Harapan Kita March 2020 - April 2021 after being controlled for confounding factor namely chronic lung disease with an adjusted hazard ratio of 1.518 (95% CI: 1,101 – 2,985), p-value 0.025. Proper triage of patients is needed, as well as rigorous monitoring and adequate treatment for Covid-19 patients who suffer from hypertension and diabetes mellitus to prevent further mortality and morbidity.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Sulistiowati
"Dukungan keluarga merupakan faktor eksternal yang mampu meningkatkan efikasi diri pada pasien penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis PPOK. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan gambaran tentang dukungan keluarga dan efikasi diri serta mengidentifikasi hubungan antara kedua variabel tersebut. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan korelasi dengan menggunakan metode cross sectional. Sebanyak 133 responden menggunakan teknik sampling consecutive sampling. Hasil analisis penelitian menunjukkan adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan efikasi diri pada pasien PPOK p value : 0,032 ; ? : 0,05 dengan nilai OR 4,21, CI 95 1,19-14,89. Faktor confounding yang diteliti hanya faktor penghasilan yang memiliki pengaruh terhadap hubungan dukungaan keluarga dengan efikasi diri pada pasien PPOK p value : 0,007; ?: 0,05. Hasil penelitian menunjukkan perlunya memperhatikan aspek dukungan keluarga dan efikasi diri pasien dalam pemberian asuhan keperawatan. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T48439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Priyo Anggoro
"Pandemi Covid-19 menyebabkan terhambatnya pasien Program Rujuk Balik (PRB)
untuk melakukan kunjungan ke pelayanan kesehatan. Salah satu solusi pelayanan kesehatan
untuk pasien PRB dalam situasi pandemi Covid-19 adalah dengan mengadopsi layanan
telemedicine. Namun, sebagian besar peserta PRB merupakan pasien berusia lanjut dan
tidak terlalu mahir dalam menggunakan perangkat elektronik. Sehingga, apakah
memungkinkan layanan telemedicine dapat dikembangkan untuk pasien PRB? Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk memetakan permasalahan dan kebutuhan pengembangan
telemedicine bagi peserta PRB dan menyusun prototype telemedicine untuk peserta PRB.
Metode penelitian ini merupakan penelitian kualitatif berupa telaah regulasi dan wawancara
mendalam. Penelitian ini menunjukkan bahwa telemedicine untuk pasien PRB dapat
dikembangkan untuk menghindari penularan Covid-19 pada pasien kronis yang berisiko
tinggi dan pelayanan telemedicine berpotensi untuk dapat terus dimanfaatkan setelah
pandemi berakhir karena penggunaan telemedicine akan sangat membantu bagi pasien yang
jauh dari fasilitas kesehatan atau pasien yang memiliki keterbatasan waktu untuk mengakses
fasilitas kesehatan. Permasalahan utama dalam pengembangan layanan telemedicine pasien
PRB yang dirasakan oleh user adalah pelaksanaan pemeriksaan fisik dan penunjang serta
memastikan hasil pemeriksaan akurat, validasi data dokter dan pasien, pencatatan rekam
medis secara online dan penyimpanan data yang aman, mekanisme penjelasan obat secara
detail ke pasien dan mekanisme pemberian obat sehingga pasien tidak perlu datang ke
faskes, monitoring kondisi pasien kronis secara berkala, pasien lansia yang tidak familiar
dengan teknologi terkinidan hilangnya aspek sentuhan dan interaksi manusia dalam
pelayanan telemedicine. Solusi terhadap permasalahan tersebut, menjadi dasar
pengembangan desain prototype telemedicine pasien PRB, yaitu menambahkan fitur voice
& video call untuk mempermudah dokter melakukan pemeriksaan fisik secara virtual
disertakan dengan petunjuk pemeriksaan fisik secara virtual, proses validasi data dokter dan
pasien saat mengakses layanan telemedicine dan menampilkan STR & SIP dokter dalam
aplikasi telemedicine yang dilengkapi dengan link validasi data di Konsil Kedokteran
Indonesia, sistem telemedicine yang berbasis pada fasilitas kesehatan, sehingga data rekam
medis pasien tersimpan di faskes, resep obat dilengkapi dengan penjelasan cara penggunaan
obat dan fitur pengantaran obat ke rumah dengan bekerjasama dengan jasa penagntaran,
menambahkan fitur monitoring kondisi pasien secara berkala, menyederhanakan fitur
telemedicine dengan langkah-langkah yang mudah dipahami dan mengadakan admin
asistensi untuk mengarahkan pasien lansia., menambahkan fitur voice& video call dalam
telemedicine disertai dengan SOP bagi dokter untuk memastikan aspek humanisme menjadi
sentral dalam pelayanan telemedicine. Berdasarkan hasil uji kelayakan aplikasi didapatkan
bahwa user pasien dan dokter menganggap bahwa desain aplikasi menarik, mudah untuk
diingat, terhindar dari kesahalan dan aman digunakan, mudah untuk dioperasikan, efisien
dalam memberikan dan mendapatkan pelayanan kesehatan dan user puas dengan aplikasi
telemedicine.

The Covid-19 pandemic hampered Program Rujuk Balik (PRB) patients from
making visits to health services. One of the healthcare solutions for PRB patients in a
Covid-19 pandemic era is telemedicine services. However, most of the PRB patients were
elderly and were not very adept at using electronic devices. So, is it possible for
telemedicine services to be developed for PRB patients? The purpose of this research is to
map the problems and needs of developing telemedicine for PRB patients and to compile a
telemedicine prototype for PRB patients. This research method is qualitative research in the
form of regulations review and in-depth interviews. This study shows that telemedicine for
PRB patients can be developed to avoid transmission of Covid-19 in high-risk chronic
patients and that telemedicine services can continue to be utilized after the pandemic ends
because the use of telemedicine will be very helpful for patients who are far from health
facilities or patients who have limitations. Time to access health facilities. The main
problem in developing telemedicine services for PRB patients that users perceiveis the
implementation of physical and supporting examinations and ensuring accurate examination
results, validation of doctor and patient data, cloud storage of medical records and data
safety, explaining drugs in detail to patients, monitoring the patient's condition periodically,
elderly patients who are not familiar with the latest technology, medicines deliver yso that
patients do not need to come to health facilities and the loss of human touch and interaction
in telemedicine services. The solution to this problem forthe basis of telemedicine prototype
design development for PRB patients are adding voice & video callfeatures, the process of
validating doctor and patient data when accessing telemedicine and displaying the doctor's
STR in the telemedicine application, a telemedicine system based on health facilities, so
that patient’s medical record is stored in th ehealth facility, the prescription is equipped with
an explanation of how to use the drug, simplifies the telemedicine feature with easy-toapply
steps and adds drug delivery options to the patient's home. Based on the results of the
application feasibility test, it was found that patient and doctor users consider the
application design to be attractive, easy to operate and efficient in providing and obtaining
health services.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Setyo Rini
"Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah suatu kondisi yang irreversible dimana terjadi penyempitan saluran udara, peningkatan obstruksi aliran udara dan hilangnya rekoil elastis paru. Efikasi diri yang rendah pada pasien PPOK menyebabkan penurunan kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan efikasi diri dengan kualitas hidup pasien PPOK di RS Paru Batu dan RSU Dr. Saiful Anwar Malang Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan desain analitik korelasi dengan pendekatan cross-sectional. Jumlah sampel 84 responden dipilih dengan menggunakan teknik consecutive sampling.
Hasil analisis menggunakan korelasi Uji Chi Square menunjukkan ada hubungan efikasi diri dengan kualitas hidup (P Value: 0,022, α: 0,10). Variabel confounding terhadap hubungan efikasi diri dengan kualitas hidup adalah dukungan keluarga, pekerjaan, status merokok, lama menderita PPOK dan umur. Berdasarkan hal tersebut, perawat perlu melakukan pengkajian, perencanaan dan intervensi efikasi diri dalam meningkatkan kualitas hidup dalam memberikan asuhan keperawatan pada pengelolaan pasien PPOK.

Chronic Obstructive pulmonary Disease (COPD) is an irreversible condition of airway alteration resulted from narrowing of airways, increasing airflow obstruction and loss of lung elastic recoil. Low of self efficacy in patients with COPD causes a decrease in their quality of life. This research aimed to determine the correlation between self efficacy and quality of life among COPD at Paru Batu Hospital and Saiful Anwar Malang General Hospital East Java. The research used the analytic design of correlation with crosssectional methode. The research recruited 84 respondents by consecutive technique sampling.
The results showed that there was correlation between self efficacy and quality of life (P value: 0.022, α:0.10). The confounding variables of the correlation between self efficacy and quality of life were the family support, employment, smoking status, COPD periode and age. Nurses need to conduct assessment, intervention and implementation of self efficacy integrated in nursing care of COPD patients in order to improve quality of life based.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Rahardja
"Latar Belakang: Penyakit ginjal kronik (PGK) dilaporkan berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian ulkus pedis dan amputasi pada diabetes melitus (DM). Namun, data mengenai hal tersebut masih terbatas termasuk di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh PGK terhadap kejadian ulkus pedis dan amputasi ekstremitas bawah dalam 3 tahun.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada DM berusia >18 tahun dengan menggunakan data sekunder di RSUP Fatmawati pada periode Januari – Desember 2016. Kesintasan terhadap ulkus pedis dan amputasi ekstremitas bawah berdasarkan LFG dihitung dan dianalisis melalui kurva Kaplan Meier. Adjusted hazard ratio (aHR) dinilai dengan menggunakan analisis multivariate Cox proportional hazards.
Hasil: Dari 204 subjek penelitian, 108 orang (52,9%) memiliki LFG > 60, 54 orang (26,5%) memiliki LFG 30-59, dan 42 orang (20,6%) memiliki LFG <30 ml/menit/1,73 m2. Kesintasan ulkus pedis dalam 3 tahun adalah 75,7% untuk LFG <30; 86,4% untuk LFG 30-59; dan 94,1% untuk LFG > 60 ml/menit/1,73 m2. Laju insidens ulkus pedis per 1000 orang per bulan adalah 7,98 untuk LFG <30; 4,08 untuk LFG 30-59; dan 1,61 untuk LFG >60 ml/menit/1,73m2. Pasien dengan LFG 30-59 dan LFG <30 ml/menit/1,73 m2 memiliki adjusted HR 1,36 (IK 95% 0,39-4,66) dan 4,39 (IK 95% 1,18-16,4) terhadap ulkus pedis dibandingkan dengan LFG > 60 ml/menit/1,73 m2. Tidak dilakukan analisis lebih lanjut pada luaran amputasi ekstremitas bawah karena tidak ada pasien yang mengalami luaran pada kelompok LFG >60 ml/menit/1,73 m2
Kesimpulan: PGK mempengaruhi kejadian ulkus pedis dalam 3 tahun pada pasien DM dan risiko ulkus pedis dalam 3 tahun semakin meningkat seiring dengan semakin berat derajat PGK. Pengaruh PGK terhadap kejadian amputasi ekstremitas bawah masih belum dapat disimpulkan pada penelitian ini.

Background: Chronic kidney disease (CKD) has been reported associated with poor prognoses in foot ulcers and lower extremity amputation (LEA) in patients with diabetes melitus (DM). However, the study is still limited and never been done in Indonesia. The objective of this study is to evaluate the impact of CKD on foot ulcers and LEA in patients with diabetes.
Methods: This was a retrospective cohort study in Internal Medicine out-patient clinic in Fatmawati General Hospital. All subjects were enrolled between January-December 2016 who had history of DM, age >18 years old and had a history of DM. Foot ulcer-free and amputation-free survival for estimated glomerular filtration rate (eGFR) >60, 30-59, and <30 ml/min/1,73 m2 were calculated and analyzed by Kaplan-Meier curves. Adjusted hazard ratio (HR) was analalyzed using multivariate Cox proportional hazards. multivariate model.
Results: A total of 204 individuals were included: 108 (52,9%) in eGFR >60, 54 in eGFR 30-59, and 42 in eGFR <30 ml/min/1,73 m2. Foot ulcer free survival for patient with eGFR <30, 30-59, >60 ml/min/1.73 m2 were 75,7%; 86,4%; and 94,1% respectively. Unadjusted foot ulcer incidence rates per 1000 patients per month were 7,98 for eGFR <30; 4,08 for eGFR 30-59; and 1,61 for eGFR >60 ml/menit/1.73m2. For the development of foot ulcer compared with eGFR > 60 ml/min/ 1.73 m2, adjusted HR for patient with eGFR 30-59 ml/min/1.73 m2 was 1,36 (CI 95% 0,39-4,66) and for eGFR < 30 ml/min/1.73 m2 was 4,39 (CI 95% 1,18-16,4). HR for LEA could not be analyzed because there were no patient who had been amputated after 3 years follow up in group eGFR >60 ml/min/1.73 m2.
Conclusion: CKD increased the risk of foot ulcer in 3 years among DM patients. The risk was increased concomitant with the severity of CKD. The impact of CKD on LEA could not be concluded in this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Amalia Faizal
"Latar belakang: Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan penyakit paru yang menyebabkan 60% kematian di Indonesia. Terjadi peningkatan prevalensi frailty pada pasien PPOK hingga dua kali lipat dibandingkan pada pasien tanpa PPOK. Frailty merupakan sindrom lansia terkait perubahan fisiologis dan morfologis pada berbagai sistem tubuh akibat penuaan. Pada PPOK terjadi inflamasi sistemik yang ditandai dengan penanda inflamatori. Rasio neutrofil-limfosit (RNL) merupakan penanda inflamatori yang cukup stabil, terjangkau, dan banyak digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hubungan RNL dengan frailty pada pasien lansia dengan PPOK. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang. Penilaian frailty dilakukan berdasarkan kuesioner FRAIL dan hitung jenis darah perifer melalui data rekam medis RSCM dari bulan Oktober 2021–Oktober 2022. Hasil: Terdapat 103 subjek dengan prevalensi yang mengalami frail sebanyak 63 orang (61,2%). Pada analisis bivariat, didapatkan hasil bahwa RNL memiliki hubungan yang signifikan dengan frailty (p = 0,017). Median RNL pada kelompok frail sebesar 2,30 (1,27 – 7,03) dan kelompok non-frail sebesar 2,01 (0,72 – 4,56). Pada analisis kelompok kuartil, didapatkan hasil yang signifikan antara RNL dengan frailty (p = 0,009). Sebanyak 33,3% pasien frail berada pada kuartil keempat (> 3,060) dan sebanyak 42,2% pasien non-frail berada pada kuartil kesatu (<1,870). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara RNL dengan frailty pada pasien lansia dengan PPOK.

Introduction: Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is a lung disease that causes 60% of deaths in Indonesia. There was an increase in the prevalence of frailty in COPD patients up to two times compared to patients without COPD. Frailty is an elderly syndrome related to physiological and morphological changes in various body systems due to aging. In COPD, there is systemic inflammation characterized by inflammatory markers. Neutrophil to Lymphocyte ratio (NLR) is an inflammatory marker that is relatively stable, affordable, and widely used. This study aims to determine the relationship between NLR and frailty in elderly patients with COPD. Method: This cross-sectional study was conducted on elderly patients with COPD. Subjects performed frailty assessment based on the FRAIL questionnaire and peripheral blood type count through RSCM’s patient medical record from October 2021 – October 2022. Result: There were 103 subjects with a prevalence of frailty in 63 patients (61.2%). In bivariate analysis, results found that RNL had a significant relationship with frailty (p = 0.017). The median RNL in the frail group was 2.30 (1.27 – 7.03), and the non-frail group was 2.01 (0.72 – 4.56). In the quartile group analysis, RNL and frailty obtained significant results (p = 0.009). A total of 33.3% of frail patients were in the 4th quartile (> 3.060), and 42.2% of non-frail patients were in the 1st quartile (<1.870). Conclusion: There is a significant relationship between NLR and frailty in elderly patients with COPD. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>