Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125833 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desmita Kurniawaty
"Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu akta yang dibuat Notaris. Akta Kuasa Menjual merupakan salah satu akta untuk menyelesaikan kredit macet. Salah satu upaya penyelamatan kredit macet oleh bank yaitu dengan cara over kredit atau pengalihan kredit dari debitur lama ke debitur baru. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu prosedur over kredit yang dilakukan oleh pihak kreditur secara sepihak dengan Akta Kuasa Menjual. Peran dan tanggungjawab Notaris terhadap pembuatan Akta Kuasa Menjual berkaitan dengan prosedur over kredit dengan analisis Putusan Pengadilan Negeri Slawi Nomor 34/Pdt.G/2018/PN.SLw. Dalam menjawab permasalahan digunakan metode penelitian yaitu yuridis normative dan tipe preskriptif, yang bertujuan untuk memberikan jalan keluar atas permasalahan mengenai Akta Kuasa Menjual dalam prosedur over kredit serta peran dan tanggung jawab yang dilakukan Notaris dalam membuat Akta Kuasa Menjual. Hasil analisis mendapatkan bahwa prosedur over kredit yang dilakukan dengan Akta Kuasa Menjual setelah adanya Undang-Undang Hak Tanggungan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penggunaan akta kuasa menjual tidak dapat dilakukan secara sepihak. Peran Notaris dalam pembuatan Akta Kuasa Menjual ialah Notaris dilarang membuat Akta Kuasa Menjual pada awal perjanjian kredit, akta tersebut dibuat setelah terjadinya kredit macet atas dasar persetujuan debitur. Setelah itu, Notaris harus melakukan pencoretan atau Roya Hak Tanggungan, serta pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Sebagai seorang Notaris diwajibkan menjalankan peran berdasarkan ketentuan yang berlaku. Jika tidak dilakukan sesuai prosedur Notaris dapat dimintai pertanggung jawabannya yang berupa Tanggung Jawab Administrasi, Tanggung Jawab Perdata dan Tanggung Jawab Pidana.

In granting credit, a notary deed is required. Deed of Power Sale is a deed to settle bad loans. One of the efforts to save bad loans by banks is by way of over credit or credit transfer from old debtors to new debtors. The problem raised in this study is the overcredit procedure carried out by the creditor unilaterally with the Selling Authorization Deed. The role and responsibility of the Notary in making the Deed of Power Sell is related to the over-credit procedure with the analysis of the Slawi District Court Decision Number 34/Pdt.G/2018/PN.SLw. In answering the problem, research methods are used, namely juridical normative and prescriptive type, which aim to provide a solution to problems regarding the Deed of Power Sell in the over-credit procedure as well as the roles and responsibilities of the Notary in making the Deed of Power Sell. The results of the analysis found that the over-credit procedure carried out with the Selling Authorization Deed after the Mortgage Law was not in accordance with the applicable provisions. The use Deed of Power Sale cannot be done unilaterally. The role of the Notary in making the Deed of Power Sell is that the Notary is prohibited from making the Deed of Authorization to Sell at the beginning of the credit agreement, the deed is made after the occurrence of bad credit on the basis of the approval of the debtor. After that, the Notary must do the deletion or Roya Mortgage, as well as making a Power of Attorney to impose Mortgage (SKMHT). As a Notary, is required to carry out his role based on the applicable provisions. If it is not carried out according to the Notary's procedure, it can be held accountable in the form of Administrative Responsibility, Civil Liability and Criminal Liability."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Najzla Khalisha Rabbany
"

Sebagai salah satu sarana penerapan prinsip kehati-hatian dan upaya pencegahan terjadinya risiko kredit seperti kredit macet, Sistem Layanan Informasi Kredit (SLIK) akan berfungsi secara efektif pada saat diselenggerakan sesuai prosedur dan ketentuan yang telah diatur. Dalam penyelenggaraan SLIK, diketahui terdapat risiko-risiko yang dapat menyebabkan kerugian bagi debitur yang salah satunya adalah adanya kesalahan pelaporan informasi debitur dalam SLIK yang menyebabkan kerugian berupa ditolaknya pengajuan permohonan kredit oleh debitur bersangkutan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana tanggung jawab bank terhadap nasabah terkait kesalahan informasi debitur yang mengakibatkan kegagalan pengajuan kredit dan bagaimana bentuk perlindungan debitur terkait kegagalan pengajuan kredit akibat kesalahan informasi debitur oleh bank. Metode dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang mengacu kepada norma dan asas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang dikaitkan dengan permasalahan hukum yang dibahas. Hasil dari penelitian ini adalah kesalahan pelaporan informasi debitur dalam SLIK tidak sesuai dengan Pasal 4 POJK Nomor 18/POJK.03/2017 bahwa Pelapor wajib menyampaikan Laporan debitur secara lengkap, akurat, terkini, utuh dan tepat waktu. Kesalahan tersebut merupakan tanggung jawab dari Bank sebagai Pelapor untuk memberikan ganti rugi serta mengoreksi kesalahan informasi debitur yang dilakukan. Kedua, nasabah perlu mendapatkan perlindungan hukum yang dilakukan oleh OJK sebagai perantara penyelesaian perlindungan konsumen sektor jasa keuangan dalam bentuk mekanisme pelayanan dan pengaduan konsumen berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013.


As the appliance of the precautionary principles and efforts to prevent credit risk such as the non-performing loans, Sistem Layanan Informasi Kredit (SLIK) will function effectively when it is carried out according to the procedures and regulations that have been stipulated. In carrying out SLIK, it is known that there are risks that can cause losses to debtors. One of the problems that may arise is an error in reporting debtor information in SLIK which causes losses in the form of a refusal to a credit application by the debtor. The formulation of the problem in this study is how the bank's responsibility to customers related to debtor's misinformation that results in credit application failure and what forms of debtor protection are related to credit application failure due to debtor's misinformation by the bank. The method used in this thesis is normative juridical approach and supported by legal research that refers to legal norms and principles contained in legislation relating to the legal issues discussed. The result of this research is the error in reporting debtor information in SLIK are not in accordance with Article 4 POJK Number 18 / POJK.03 / 2017 that the reporting party must submit a complete, accurate, current, complete and an on time report. These faults are the responsibility of the Bank as the reporting party to provide compensation and to correct the errors from the debtor’s information. Then, the customers need to get legal protection carried out by OJK as an intermediary for the dispute settlement of financial services sector consumer protection through service mechanisms and consumer complaints based on Financial Services Authority Regulation Number 1 / POJK.07 / 2013.

"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafizh Prasetya Muslim
"Penggunaan covernote bisa menimbulkan masalah jika Notaris/PPAT tidak menerapkan prinsip kehati-hatian. Salah satunya yaitu adanya pemalsuan covernote yang dilakukan oleh Pegawai Notaris/PPAT seperti yang terjadi di Kabupaten Karangnanyar. Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai akibat hukum atas pembuatan covernote palsu oleh Pegawai Notaris/PPAT terhadap keabsahan pencairan kredit dan tanggung jawab Notaris/PPAT secara perdata, pidana, administrasi, serta berdasarkan kode etik terkait dengan pemalsuan covernote yang dilakukan oleh Pegawainya. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif dengan cara penelaahan melalui bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian ini menunjukkan Adanya pemalsuan covernote tidak mempengaruhi keabsahan pencairan kredit. Hal ini dikarenakan covernote bukanlah merupakan perjanjian, melainkan keterangan yang dibuat oleh Notaris/PPAT untuk kepentingan para pihak saja. Notaris/PPAT bertanggung jawab secara perdata terhadap pemalsuan covernote yang dilakukan oleh Pegawainya berdasarkan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Secara pidana, Notaris/PPAT tidak bertanggung jawab dikarenakan pemalsuan covernote dan penggunaan covernote palsu bukan dilakukan oleh Notaris/PPAT melainkan oleh pegawainya. Secara administrasi dan kode etik, Notaris/PPAT harus bertanggung jawab dikarenakan adanya penggunaan cap/stempel oleh pegawainya sebagai akibat dari adanya kelalaian dalam penyimpanan cap/stempel PPAT.

Covernotes can cause problems if the Notary/PPAT does not apply the precautionary principle. One of them is the forgery of covernotes carried out by Notary/PPAT employees as happened in Karangnanyar Regency. This study raises issues regarding the legal consequences of making fake covernotes by Notary/PPAT Employees on the legitimacy of credit disbursements and Notary/PPAT responsibilities in civil, criminal, administrative, and based on the code of ethics related to covernote falsification by employees. This research is in the form of normative juridical research by examining primary, secondary and tertiary legal materials. The results of this study indicate that forgery covernotes do not affect the legitimacy of credit disbursements. This is because the covernote is not an agreement, but a statement made by the Notary/PPAT for the benefit of the parties only. Notary/PPAT are civilly responsible for forgery of covernotes committed by their employees based on Article 1367 of the Civil Code. Criminally, the Notary/PPAT is not responsible because the forgery of covernotes and the use of fake covernotes is not carried out by the Notary/PPAT but by their employees. In addition, the Notary/PPAT is administratively and ethically responsible due to the use of a stamp by his employees as a result of negligence in the storage of PPAT stamp."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Michael
"Pada dewasa ini salah satu jenis kredit yang diberikan oleh Bank adalah kredit modal kerja konstruksi, yaitu pemberian kredit kepada Developer untuk membantu dalam pembiayaan pembangunan proyek perumahan atau biaya pembangunan konstruksi rumah sampai dengan penyelesaiannya. Kredit tersebut diberikan dengan memberikan jaminan sertipikat tanah yang selanjutnya akan dilakukan pengikatan Hak Tanggungan kepada Kantor Pertanahan setempat melalui Kantor Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun terkadang hal tersebut tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan, yaitu ketika Developer tidak lagi membayar kewajiban dalam pembayaran angsuran dan bunga kredit kepada Bank. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya kredit macet. Hal tersebut mengakibatkan dampak terhadap beberapa pihak, yaitu pihak bank, pembeli, kontraktor, dan Notaris/ PPAT. Berdasarkan hal tersebut dilakukan analisa terkait kedudukan para pihak dan pihak ketiga serta perlindungan hukum terhadap pihak ketiga dalam Perjanjian Kredit Konstruksi, melalui penelitian Yuridis Normatif yang mengacu pada norma-norma hukum yang tertulis, baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan, maupun literatur lain. Dengan demikian diperoleh kepastian dan perlindungan hukum terhadap para pihak dalam pengembalian pinjaman kredit yang telah diberikan, kepemilikan sertipikat sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah dan bangunan, dan kewajiban-kewajiban lainnya yang harus dipertanggungjawabkan oleh Developer.

These days one of Credit types offered by Banks is Work Capital Construction Credit, which is given to developers to help them in funding their projects building housing or funding building house constructions until they are done. This credit is given if land certificate is given to the Bank followed by fastening The Right To Bail to Land Office through Notary/Office Making Land Act office (Kantor Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)). But sometimes these process do not go as planned, which is when Developers no longer do their obligation in paying the installments and interests to the Bank. In this case, it means that the credit is stuck fast. This then can cause effect to some parties, which are the Bank, the Buyer, the Contractor, and Notary/Office Making Land Act. Based on that, analisis is taken place related to the status of the parties dan third party, also law protection against third party in the Credit Construction Agreement, through Juridical Normative Research which refer to written law, in which written in the form of legislation, or in other literatures. Thus law assurance and protection for all parties are achieved in returning the creadit loan that has been given, ownership certificate as land and building right ownership substantiation, and other obligations that must be accounted by the Developer."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42313
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martius
"Penulis mengemukakan bahwa panyelesaian kredit macet yang diberikan oleh Bank kepada Debiturnya dapat diselesaikan secara musyawarah dan dapat diselesaikan secara yuridis. Akan tetapi dalam prakteknya tidak jarang terjadi Bank menemui jalan buntu dalam menyelesaikan kredit macet itu secara musyawarah, sehingga Bank menempuh penyelesaian secara yuridis yaitu dengan bantuan lembaga Peradilan. Dengan menggunakan metode kepustakaan dan lapanqan penulis melakukan penelitian bagaimana Bank menempuh upaya hukum dalam menyelesaikan kredit macetnya, yang dimulai dari pengajuan gugatan hingga pelaksanaan lelang eksekusi jaminan. Melihat kenyataan dalam praktek yang dilakukan Bank Duta sebagai lembaga keuangan swasta, maka terlihat upaya hukum, penyelesaian kredit macet dan pelaksaan eksekusi jaminan yang melibatkan Pengadilan Negeri dan Badan Urusan Piutang Negara memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Berdasarkan penyelesaian secara yuridis ini diatas maka penulis menyarankan sebaiknya Bank dalam melemparkan kreditnya kepada calon debitur selalu memperhatikan konsep prudent banking."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S20653
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadiah Dzakiyyah Afifah
"Industri Perbankan merupakan lembaga yang berperan besar dalam penyaluran kredit di Indonesia. Dalam proses penyaluran kredit oleh Bank, tidak semua kredit yang disalurkan berjalan dengan lancar dalam pengembaliannya sehingga menimbulkan kredit macet, meskipun dalam pemberian kredit tersebut Bank telah melakukan berdasarkan dengan prinsip-prinsip wajib seperti Batas Maksimum Pemberian Kredit, 5C dan 5P. Timbulnya kredit bermasalah ini dapat diselesaikan dengan mekanisme penyelesaian lelang eksekusi hak tanggungan seperti yang dilakukan dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 204/PDT.G/2015/PN.JKT.PST juncto putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 296/PDT/2018/PT.DKI. Kemudian yang menjadi permasalahannya dalam hal ini yaitu bagaimana pengaturan mengenai penyelesaian kredit macet di Indonesia dan bagaimana kesesuaian antara ketentuan mengenai kredit macet yang ada sehubungan dengan penyelesaian kredit macet dalam Putusan No. 204/PDT.G/2015/PN.JKT.PST juncto Putusan No. 296/PDT/2018/PT.DKI. Metode penelitian yang digunakan disini yaitu berupa penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan studi kepustakaan. Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian kredit macet khususnya melalui mekanisme lelanh eksekusi hak tanggungan diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berada Diatasnya dan Pertauran Menteri Keuangan No.27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Oleh karena itu, diharapkan dapat memastikan bahwa jaminan yang dijaminkan dalam pemberian kredit tidak terasangkut oleh permasalahan hukum apapun selama proses pembayaran kredit oleh debitur.

.The banking industry is an institution that plays a major role in lending in Indonesia. In the process of lending by the Bank, not all loans extended went smoothly in return, causing bad loans, even though in the provision of credit the Bank has done based on mandatory principles such as the Maximum Lending Limit, 5C and 5P. The emergence of these non-performing loans can be resolved by a mechanism for completing the auction of execution of mortgage rights as conducted in the decision of the Central Jakarta District Court Number 204 / PDT.G / 2015 / PN.JKT.PST juncto the decision of the DKI Jakarta High Court Number 296 / PDT / 2018 / PT .DKI. Then the problem in this case is how the arrangements regarding the settlement of bad loans in Indonesia and how the suitability of the provisions regarding existing bad loans relating to the settlement of bad loans in Decision No. 204 / PDT.G / 2015 / PN.JKT.PST juncto Decision No. 296 / PDT / 2018 / PT.DKI. The research method used here is normative juridical research conducted with literature studies. Furthermore, it can be concluded that the laws and regulations governing the settlement of bad debts, especially through the overdraft mechanism of execution of mortgage rights, are regulated in Law No. 4 of 1996 concerning Mortgage Rights and Objects Above and Regulation of the Minister of Finance No.27 / PMK.06 / 2016 concerning Bidding Implementation Guidelines. Therefore, it is expected to be able to ensure that guarantees guaranteed in granting loans are not covered by any legal issues during the credit payment process by the debtor."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Herawati
"Prinsip dasar restrukturisasi kredit memberi kesempatan agar debitur dapat bangkit kembali dalam berusaha sehingga di masa yang akan datang usahanya dapat kembali pulih. Konsep one obligor pada dasarnya menghendaki penerapan kualitas yang sama untuk penyediaan dana yang digunakan untuk membiayai satu debitur yang memperoleh beberapa fasilitas kredit. Spirit regulasi ini adalah agar bank dapat melakukan penilaian kualitas aktiva setepat mungkin, dan dengan demikian hal ini juga merupakan bentuk peningkatan kualitas manajemen risiko bank.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penerapan konsep one obligor dalam proses restrukturisasi kredit debitur Bank BTN serta bagaimanakah pelaksanaan penyelamatan kredit dalam proses restrukturisasi kredit melalui eksekusi barang jaminan milik debitur one obligor. Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan konsep one obligor dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit bagi debitur bank BTN telah memenuhi ketentuan-ketentuan restrukturisasi kredit yang ditetapkan berdasar ketentuan internal Bank BTN maupun ketentuan eksternal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam hal eksekusi barang jaminan milik debitur one obligor diberlakukan ketentuan cross collateral yaitu collateral atau agunan yang dijaminkan oleh debitur untuk suatu proyek meskipun kolektibilitasnya lancar namun dapat dieksekusi dan hasil eksekusinya dipergunakan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur.

The basic principle of credit restructuring is in order to allow the debitor to get back in business so that in the future, it is can be recovered. The concept of one obligor essentially requires to the application of the same quality for the funds provision that is used to finance a debitor who obtained several credit facilities.The spirit of regulation is so that the bank can do evaluation to the asset quality as precisely as possible, and thus it is also as the improvement of the form of bank risk management quality.
The issue of this thesis is how the application of the concept of one obligor under the loan restructuring debitor of BTN and how the implementation of the loan rescue in the credit restructuring process through the execution of collateral owned by the one obligor debitor. The type of research that the author used in this research is the normative juridical that is analyzed qualitatively.
The results show that the application of the concept of one obligor in the implementation of the credit restructuring of BTN Bank has fulfilled the terms of the loan are set based on the restructuring of the internal regulations of BTN bank and the external provisions are stipulated by Bank Indonesia. In the terms of collateral execution owned by one obligor debitor are enacted to the provisions of cross collateral, the collateral that is pledged by the debitor to a project eventhough its collectibility is smooth but can be executed and the result of execution is used to repay all the obligations of debitor.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32778
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alldino Yoga Debina
"Kredit sindikasi adalah pinjaman yang diberikan oleh lebih dari satu kreditur yang bertujuan untuk memberi kredit pada suatu perusahaan yang memerlukan kredit dalam rangka pembiayaan terhadap suatu proyek. Namun, pada akhir tahun 2019 dunia digemparkan dengan kemunculan varian virus baru yaitu Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yang berdampak pada perekonomian dunia, salah satunya Indonesia yang turut terdampak secara langsung dan tidak langsung mengenai stabilitas sistem keuangan dan kinerjanya, sehingga menyebabkan dinamika kredit perbankan menjadi macet. Permasalahan kredit sindikasi adalah permasalahan yang serius, hal ini karena kredit sindikasi merupakan kredit dalam skala dana yang besar dan terdiri dari beberapa bank. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai: (i) Tindakan yang dilakukan perbankan untuk memitigasi risiko kredit yang terjadi dalam skema pemberian kredit sindikasi pada masa pandemi COVID-19; dan (ii) Upaya yang dilakukan Bank BNI untuk menyelamatkan kredit sindikasi yang bermasalah. Penelitian ini merupkan penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menelaah asas-asas hukum dan sumber hukum tertulis. Tindakan yang dilakukan oleh Bank BNI untuk menanggulangi risiko kredit yang terjadi dalam skema pemberian kredit sindikasi pada masa pandemi COVID-19 dengan cara perbankan wajib untuk memenuhi ketentuan yang diatur oleh peraturan di Indonesia, salah satunya dengan penerapan prinsip kehati-hatian (prudential banking principal) sebelum menyetujui atau memberikan kredit pada debiturnya. Konsep prinsip kehati-hatian sejalan dengan penerbitan POJK No. 11/POJK.03/2020 yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia untuk menanggulangi risiko kredit yang disebabkan oleh pandemik COVID-19. Kemudian, Upaya yang dilakukan Bank BNI untuk menyelesaikan kredit yang bermasalah adalah dengan restrukturisasi kredit. Restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan oleh bank terhadap debitur yang berpotensi atau mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban. Dalam restrukturisasi kredit yang dilakukan terbagi menjadi : (i) Penjadwalan Kembali (Reschduling), (ii) Persyaratan Kembali (Reconditioning); dan (iii) Penataan Kembali (Restructuring).

Syndicated loans are loans given by more than one creditor with the aim of providing credit to a company that requires credit in order to financing project. At the final year of 2019, the world shaken by new variant of virus known as Coronavirus Disease 2019 or COVID-19. COVID-19 has an impact on the world economy, one of them is Indonesia, which is directly and indirectly affected by the stability of the financial system and its performance, resulting in the dynamics of bank credit to become stuck. The problem of syndicated credit is a serious problem, because syndicated loans are loans on a large scale and consist of several banks and certain if there is congestion, the impact will be very large both for the banks themselves, and furthermore it will have a major impact on the community as customers. The issue in these thesis is regarding: (i) actions taken by banks to mitigate credit risk that occurs in the syndicated loan scheme during pandemic of COVID-19; and (ii) the attempt made by BNI Bank to save non-performing syndicated loans. The actions taken by BNI Bank to overcome credit risk that occurred in the syndicated loan scheme during the pandemic of COVID-19 by means of banking obligations to comply with the provisions stipulated by regulations in Indonesia, one of which is the application of the precautionary principle (Prudential Banking Principal), prior approving or giving credit to debtors. The precautionary principle concept is in line with issuance of POJK No. 11/POJK.03/2020 issued by Indonesian Government to address credit risk cause by the pandemic of COVID-19. In addition, BNI’s efforts to resolve non-performing loans are credit restructuring. Credit restructuring is an action made by bank to repair debtors who have the potential or undergo problem for fulfilling their obligation are following by lowering loan interest rates, extending time, reducing loaned interest arrears, adding credit facilities or converting loans into equity participation. The concept of credit restructuring is divided into: (i) Rescheduling; (ii) Reconditioning; (iii) Restructuring. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifin
"Dalam praktek perbankan dewasa ini, telah dicapai banyak kemajuan, diantaranya bentuk fasilitas kredit yang di sediakan oleh Bank-bank sudah beraneka ragam. Tiap bentuk fasilitas kredit mempunyai ciri serta cara pemakaian yang berbeda. Seorang nasabah yang akan mendapatkan kredit dari Bank, biasanya akan memilih ditawarkan oleh pihak Bank salah satu atau beberapa bentuk fasilitas kredit yang dianggap paling cocok dengan jenis, kebutuhan situasi serta kondisi nasabah bersangkutan. Salah satu bentuk fasilitas kredit tersebut adalah fasilitas kredit rekening koran yang mempunyai ciri serta cara pemakaian yang khas, bahkan dapat dikatakan sebagai jenis fasilitas kredit yang cukup populer saat ini. Seperti layaknya suatu hubungan kredit pada umumnya yang harus di tuangkan, dalam suatu Perjanjian, maka hubungan kredit rekening koran antara nasabah dan Bank juga harus dituangkan dalam suatu Perjanjian. Untuk Perjanjian tersebut, beberapa penulis (termasuk penulis sendiri) menggunakan istilah Perjanjian Kredit Rekening Koran, disamping ada pula yang menggunakan istilah Perjanjian Kredit Secara Rekening Koran (belum ada keseragaman dalam penggunaan istilah untuk kredit rekening koran ini). Dibandingkan dengan Perjanjian kredit lainnya, Perjanjian kredit rekening koran ini mempunyai kekhususan, yaitu bahwa hubungan hukum para pihak di dalam Perjanjian, selain dikuasai oleh ketentuan-ketentuan di dalam Perjanjian Standar Kredit Rekening Koran (termasuk ketentuan-ketentuan di dalam Perjanjian Standar Pemberian jaminan), juga dikuasai oleh ketentuan-ketentuan di dalam Perjanjian Standar Pembukaan Rekening Koran. Oleh karena itu dalam membahas Perjanjian Kredit Rekening Koran ini, akan di singgung juga mengenai Perjanjian Pembukaan Rekening agar diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai hubungan hukum yang timbul sebagai akibat dari ditanda tangani nya. Perjanjian Standar kredit Rekening Koran. Bagaimana mekanisme pemberian fasilitas kredit rekening koran ini, termasuk bagaimana seorang nasabah menggunakan fasilitas kreditnya tersebut, tidak akan dibahas secara mendalam dalam tulisan ini. Analisa mengenai masalah kredit rekening koran dalam tulisan ini, lebih ditekankan pada aspek Perjanjiannya saja. Untuk analisa tersebut, berpedoman pada teori - teori Hukum tentang perjanjian, termasuk teori-teori Hukum tentang Perjanjian Kredit dan Perjanjian Rekening Koran yang dikemukakan oleh beberapa penulis."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20409
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachel Pandia
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>