Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80383 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ario Montana
"Kondisi gagal bayar debitur dapat menyebabkan diajukannya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) baik oleh pihak kreditur maupun oleh debitur secara sendiri. PKPU bertujuan memberikan kepastian hukum kepada kreditur mengenai pembayaran utang debitur yang dapat diakhiri dengan perdamaian atau kepailitan. Penelitian ini membahas mengenai prinsip perikatan dan penjaminan secara cross collateral, implementasi penerapan Undang-undang terhadap penggabungan dua perkara PKPU yang bersinggungan, serta akibat hukum terhadap perkara PKPU yang bersinggungan jika salah satu perkaranya pailit. Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif dengan studi kasus berupa putusan Duniatex Group dan Sumitro, serta Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Kesamaan subyek hukum ini juga kemudian membuat pemeriksaan perkara dilakukan secara join session. Meskipun hal ini tidak umum dilakukan, namun masih sesuai dengan koridor asas peradilan Indonesia yaitu penyelesaian perkara dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Pemeriksaan perkara secara join session terhadap perkara yang bersinggungan ini memberikan hasil isi putusan perkara yang memiliki kesamaan satu sama lain. Dalam kasus ini kedua permohonan PKPU diakhiri dengan perdamaian. Tetapi jika salah satu perkara dinyatakan pailit maka secara otomatis keseluruhan aset perorangan akan menjadi Boedel Pailit.

Debtor's default condition can lead to submission of Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU) either by the creditor or the debtor. PKPU aims to provide legal certainty regarding debtor debt payments. PKPU can be terminated by reconciliation or bankruptcy. This study discusses the principles of cross-collateral guarantees, the implementation of Indonesian Regulation on merging two linked PKPU cases, and the legal consequences of linked PKPU cases if one of the cases is bankrupt. This research was carried out in a normative juridical manner with case studies of Duniatex Group and Sumitro’s verdict, as well as the Indonesian Regulation. The similarity of legal subjects also made the court examination carried out in a join session. Although not commonly done, it is still in accordance with the corridors of the principles of the Indonesian judiciary, quick, simple, and low cost. This kind of court examination resulting in similarities in decisions between two cases. In this case, the two PKPU submissions ended with reconciliation. However, if one of the cases is declared bankrupt, all individual assets from the personal guarantor will automatically become Boedel Pailit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Aprina Priskila
"Kepailitan mengenal tiga unsur penting dan saling terkait yang harus dipenuhi yaitu adanya kreditor, debitor, dan utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Secara teoritis, pada umumnya debitur yang memiliki masalah untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar utang akan menempuh berbagai alternatif penyelesaian. Dalam sebuah hubungan utang-piutang, terkadang disadari maupun tidak disadari terjadi hal-hal yang dapat menghapuskan utang. Salah satu alasan penghapusan utang tersebut adalah perjumpaan utang. Perjumpaan utang merupakan salah satu cara hapusnya sebuah perikatan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan secara khusus pula diatur dalam Undangundang Nomor 37 Tahun 2004. Perjumpaan utang dalam kepailitan menjadi salah satu konsep yang menentukan keberadaan utang sehingga juga menentukan putusan pailit dapat dijatuhkan atau tidak.

Bankruptcy recognize three essential and interrelated elements that must be accomplished, namely the creditor, debtor, and the debt which is due and payable. Theoretically, the debtor who has problem with the ability to meet its obligations to pay the debt will take various alternative settlement. In debt relation, consciously or unconsciously, sometimes things that can eliminate debt happen. One of those reason to remove the debt is compensation. Compensation is one way to abolish an engagement that stipulated in the Civil Code and also specifically regulated in Law Number 37 Year 2004. Compensation in bankruptcy is one of the concepts that define the existenc.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46249
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winne Fauza Primadewi
"ABSTRAK
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dasar atau
landasan bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitor
adalah ketentuan dalam pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 Tetang Perbankan. Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah
dikemudian hari, bank harus melakukan suatu penilaian untuk memberikan
persetujuan atas suatu permohonan kredit. Untuk menganalisis suatu
permohonan kredit pada umumnya digunakan kriteria 5 C atau The Five C's,
yaitu: Character (sifat), Capacity (kemampuan), Capital (modal), Collateral
(jaminan), dan Condition of economy ( kondisi ekonomi). Agunan adalah
salah satu unsur pemberian kredit. Fungsi utama dari jaminan adalah untuk
meyakinkan bank atau kreditor bahwa debitor mempunyai kemampuan untuk
melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan perjanjian kredit
yang telah disepakati bersama. Seiring dengan perkembangan waktu dan
tuntutan kebutuhan dari masyarakat akan kredit muncul suatu produk
pelayanan dari Bank Mandiri yang disebut dengan Mandiri Kredit Tanpa
Agunan (KTA), adalah kredit perorangan tanpa agunan dari Bank Mandiri
untuk berbagai keperluan, yang diberikan kepada calon debitor yang
memenuhi persyaratan. Adannya permasalah penerapan prinsip kehati-hatian
yang dijalankan bank, pelaksanaan asas kebebasan berkontrak dalam
perjanjian kredit tanpa agunan dan penyelesaian sengketa KTA bermasalah.

Abstract
Loan is the provision of money or bills that can be equated with it, based on an agreement to the interbank borrowing another party that requires the borrower to
repay the debt after a certain period of time with interest. The basis or foundation for
the bank in extending credit to debtor is the provision in Article 8 paragraph (1) and
(2) of Law No. 10 of 1998. To prevent a credit crunch in the future, banks should
conduct an assessment to grant approval for a loan application. To analyze a credit
application is generally used criterion 5 C or The Five C?s, Character, Capacity,
Capital, Collateral and Condition of economy. Collateral is one element of the credit
crunch. The primary function of insurance is to convince a bank or creditor that the
debtor has the ability to repay loans granted to it in accordance with the credit
agreement has been agreed. Along with the development time and demanding needs
of society will emerge a product of service credit from Bank Mandiri called Mandiri
Kredit Tanpa Agunan (KTA) or Mandiri Personal Loans is the unsecured personal
loans from Bank Mandiri for various purposes, which is given to prospective
borrowers who meet the requirements. Adannya problems applying the precautionary
principle that a bank run, the implementation of the principle of freedom of contract
in unsecured credit agreement and dispute settlement KTA problematic."
Universitas Indonesia, 2012
T29698
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes Ibrahim
Bandung: Refika Aditama, 2004
346.082 JOH c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
I Gde Yadnya Kusuma
"Pesatnya pertumbuhan kredit perbankan (selanjutnya yang dimaksud dalam tesis ini sebagai perbankan adalah bank yang termasuk jenis bank umum) sebelum krisis ekonomi dan keuangan di Indonesia pada pertengahan tahun 1997, tidak terlepas dari besarnya kemampuan perbankan dalam memberikan kredit (lending capacity) yang disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penghimpunan simpanan masyarakat atau Dana Pihak Ketiga (DPK) yang menjadi sumber Jana pemberian kredit. Krisis yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 tersebut selanjutnya menimbulkan situasi yang berbalik yaitu menurunnya DPK yang kemudian diikuti oleh menurunnya secara cepat lending capacity perbankan. Kondisi pertumbuhan kredit tersebut di atas sejalan dengan pertumbuhan perekonomian Indonesia dimana sebelum krisis ekonomi dan keuangan tahun 1997 menunjukkan angka pertumbuhan sebesar 7% - 8%, selanjutnya pada periode setelah krisis (tahun 1999-2004) perekonomian Indonesia hanya mampu tumbuh 3% - 5%.
Santiago Fernandez de Lis, Jorge Martines Pages and Jesus Saurina (2002) dalam hasil penelitiannya menunjukkan adanya kecenderungan pola pertumbuhan kredit di suatu negara yang sangat tinggi melebihi pertumbuhan GDP pada saat terjadinya ekspansi dan akan melambat pada saat terjadinya resesi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20547
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juari
"Penelitian yang berjudul Implikasi Keterlambatan Pelaksanaan Proyek Pinjaman Luar Negeri Terhadap Commitment Fee dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya: Studi Kasus Proyek Pinjaman Luar Negeri dari Asian Development Bank dan World Bank bertujuan untuk melacak sejauh mana keterlambatan pelaksanaan proyek pinjaman luar negeri menjadi penyebab besarnya jumlah commitment fee.
Metoda analisis yang digunakan adalah dengan analisis kualitatif dalam bentuk paparan untuk mengetahui implikasi keterlambatan pelaksanaan proyek pinjaman luar negeri terhadap besarnya jumlah commitment fee. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya jumlah commitment fee, dalam bentuk data cross section.
Sebagai sample penelitian adalah berbagai pinjaman dari Asian Development Bank dan World Bank yang sudah selesai pelaksanaannya sekitar tahun 2002. Data commitment fee diperoleh dari Direktorat Urusan Luar Negeri Bank Indonesia sementara data lainnya yang terkait dengan pelaksanaan pinjaman diperoleh dari Laporan Kinerja Pelaksanaan Proyek Pinjaman Luar Negeri-Bappenas yang juga dilakukan verivikasl dengan data dari Asian Development Bank dan World Bank.
Keterlambatan pelaksanaan proyek pinjaman luar negeri mempunyai lmplikasi terhadap meningkatnya jumlah commitment fee, balk pinjaman dari Asian Development Bank yang relatif bersifat liner maupun pinjaman dari World Bank yang ralatif cenderung bersifat ekponennsial. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan kebijakan masing-masing lender dalam penetuan dasar penghitungan commitment fee.
Fungsi commitment fee dipengaruhi oleh besarnya pinjaman (Pin), besarnya pencairan pinjaman saat perpanjangan (Disext), dan variabel dummy berupa lender (LD), dengan daya penjelas sebesar 62,5%. Sedangkan 37,5% sisanya yang tidal( dapat dijelaskan, kemungkinan disebabkan oleh penggunaan data statis sehingga tidak menampung dinamika data antar waktu, dan adanya variabel-variabel yang mempunyai hubungan positif dengan besarnya jumlah commitment fee, namun tidak siknifikan.
Berdasarkan hasil peneltian tersebut di atas, diperlukan penelitian lanjutan dengan menggunakan data cross section dan data time series atau data panel agar dapat menemukan model yang lebih bagus. Terkait dengan rekomendasi kebijakan, berdasarkan hasil analisa yang didasarkan oleh cara penghitungan beban commitment fee disarankan untuk mengoptimalkan pemanfaatan pagu/kuota pinjaman dari ADB dibandingkan dengan WB. Atau dengan kata lain melakukan pengalihan pinjaman baru dari WB kepada ADB."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17136
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusmaedi
"Perkembangan ekonomi saat ini disertai meningkatnya penyaluran dana dalam bentuk pemberian fasilitas kredit. Ukuran bagi kreditor menjaga kepentingannya ketika menyalurkan kredit adalah sejauh mana penguasaan jaminan (hak kebendaan) yang diserahkan debitor. Dalam konteks inilah kita membicarakan jaminan fidusia sebagaimana didefinisikan Pasal 1 butir 2 UU Nomor 42/1999. Ketentuan dalam UU Nomor 42/1999 yang tadinya diharapkan dapat memberikan perlindungan, dalam implementasi praktisnya dirasakan tidak berbeda dengan lembaga jaminan fidusia sebelum diatur dengan undang-undang. Pembebanan di bawah tangan, tidak dilakukan pendaftaran dan bentuk pembebanan lain yang tidak diatur oleh UU masih dijumpai dalam praktik sehari-hari. Berkaitan pengecualian prinsip droit de suite benda persediaan, dapat dikritisi jika mengingat benda persediaan terdiri yang satuannya tidak dilengkapi bukti kepemilikan dan yang dilengkapi bukti kepemilikan. Dapatkah pengecualian prinsip droit de suite Pasal 20 UU Nomor 42/1999 berlaku untuk semua jenis benda persediaan?, Mengapa terjadi praktik pembebanan tidak sesuai ketentuan UU Nomor 42/1999? Penelitian kepustakaan dilakukan bersifat yuridis normatif.
Untuk menjawab pokok permasalahan, penelitian lebih bersifat eksplanatoris dengan bentuk evaluatif mengarah pada problem finding. Pengecualian prinsip droit de suite berlaku bagi semua agunan yang dinyatakan sebagai benda persediaan. UU tidak mendefinisikan benda apa saja termasuk kategori benda persediaan. Bentuk pembebanan fidusia tidak sesuai UU terjadi karena kreditor merasa kepentingannya terlindungi dengan pemblokiran bukti kepemilikan dan tandatangan kuitansi kosong oleh pemilik jaminan. Karena UU tidak mengatur secara tegas dan tidak antisipatif terhadap kebutuhan praktis maka masih ditemukan akta pembebanan tidak didaftar dan bentuk surat kuasa memberikan jaminan fidusia. UU seharusnya memberi definisi benda apa saja termasuk benda persediaan, diatur hubungan antara instansi yang menangani bukti kepemilikan suatu benda (seperti Kepolisian) dengan Kantor Pendaftaran Fidusia, hendaknya UU lebih tegas menentukan batas waktu pendaftaran dan kemungkinan pengaturan bentuk Surat Kuasa Membebankan Jaminan Fidusia, meniru SKMHT pada lembaga Hak Tanggungan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imran Eko Rusdianto
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suku bunga SBI terhadap jumlah kredit yang disalurkan perbankan. Penelitian ini menggunakan data sekunder kredit, suku bunga kredit, suku bunga SBI, modal bank dan PDB periode 2007-2010. Pendekatan penelitian yang digunakan adalan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode Vector Autoreggresion (VAR). Hipotesis yang akan diuji adalah variabel apa saja yang mempengaruhi jumlah permintaan dan penawaran kredit yang disalurkan perbankan pada periode tersebut. Hasil yang dari penelitian ini adalah penawaran kredit dipengaruhi secara signifikan oleh suku bunga SBI, suku bunga kredit dan modal bank itu sendiri. Sedangkan jumlah penawaran kredit dipengaruhi signifikan oleh suku bunga kredit dan PDB di Indonesia.

This study aims to analyze the effect of SBI on the amount of bank lending. The studies using secondary data of credit, interest rate credit, interest rate of SBI, the bank's capital and the GDP of the period 2007-2010. The research approach used is a quantitative approach using Autoreggresion Vector (VAR). Hypotheses to be tested is what are the variables that affect the demand and supply of banking loans extended during the period. Results of this study is the supply of credit is significantly affected by the SBI rate, mortgage interest ratesand bank capital itself. While the amount of credit supply significantly affected bymortgage interest rates and GDP in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Septrina S. Duha
"Pada umumnya perjanjian kredit bank yang dipakai adalah perjanjian standar atau perjanjian baku yang klausula-klausulanya telah disusun sebelumnya oleh bank, demikian pula dalam hal pemberian fasilitas kredit modal kerja oleh Bank Mandiri. Dengan demikian maka nasabah sebagai calon debitur hanya mempunyai pilihan antara menerima atau menolak klausula-klausula perjanjian baku tersebut. Penelitian ini bermaksud membahas masalah penggunaan klausula baku terhadap perubahan suku bunga kredit modal kerja di Bank Mandiri ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen serta bermaksud membahas petaksanaan eksekusi terhadap obyek jaminan dihubungkan dengan penggunaan klausula baku dalam hal pemberian fasilitas kredit modal kerja oleh Bank Mandiri.
Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif karena data yang diperoleh bersumber dari peraturan perundang-undangan di bidang perbankan dan buku-buku referensi yang berhubungan dengan itu serta didukung wawancara dengan informan.
Data yang didapat diolah guna perumusan simpulan dari penelitian ini, sehingga penelitian ini akan berbentuk evaluatif analitis. Penggunaan klausula baku terhadap perubahan suku bunga kredit modal kerja di Bank Mandiri mengacu pada tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia sehingga tidak bertentangan dengan asas itikad balk dan kepatutan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jika bank memenuhi larangan penggunaan klausula baku sebagaimana ditentukan dalam pasal 18 huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) hal ini akan merugikan bank. Apabila debitur wanprestasi, besarnya jumlah hutang debitur adalah sesuai yang tertera pada pembukuan bank dan bank berhak mengeksekusi jaminan-jaminan ini dengan menjualnya melalui pelelangan umum atau melalui penjualan di bawah tangan. Harga jual obyek jaminan ditentukan oleh Bank Mandiri. Penggunaan klausula baku oleh bank dirasakan tidak seimbang dan menempatkan bank pada posisi yang kuat. Namun demikian dari penelitian ini kita dapat mengetahui posisi masing-masing pihak sebelum dan sesudah kredit dicairkan oleh bank."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16384
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deasy Erydani
"Banyak perusahaan pelayaran ataupun perusahaan yang bukan bergerak dalam bidang pelayaran membutuhkan kapal laut untuk menunjang kegiatan operasionalnya. Salah satu cara pengadaan kapal laut adalah dengan mengajukan permohonan kredit kepada bank dengan memberikan jaminan bagi pelunasan hutang yaitu berupa kapal laut tersebut. Dalam hal ini maka akan diuraikan mengenai penjaminan kapal laut dalam suatu perjanjian kredit. Sebagai studi kasus adalah di Bank Mandiri yang dalam hal ini bertindak sebagai Kreditur dan PT. X yang dalam hal ini adalah- sebagai Debitur. Pokok permasalahan dalam pembahasan ini adalah apakah lembaga jaminan yang tepat apabila kapal laut akan dijadikan sebagai jaminan hutang dalam suatu perjanjian kredit, Bagaimana proses penjaminan kapal laut dalam suatu perjanjian kredit di Bank Mandiri dan Bagaimana pelaksanaan pelaksanaan sita eksekusi terhadap kapal laut yang telah dijadikan sebagai jaminan dalam pelunasan suatu hutang di PT. BANK MANDIRI (Persero) Tbk. apabila Debitur wanprestasi.
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis dan wawancara. Dari pokok permasalahan yang diambil dalam penulisan ini maka Penulis mengambil kesimpulan bahwa kapal laut merupakan benda tidak bergerak sehingga jaminan yang dapat dibebankan terhadap kapal laut tersebut adalah hipotik. Bank Mandiri dapat memasang hipotik terhadap kapal laut tersebut berdasarkan akta Surat Kuasa Memasang Hipotik yang ditandatangani di hadapan Notaris antara Bank Mandiri selaku pihak yang menerima kuasa dengan PT. X selaku pihak yang memberi kuasa. Pembebanan hipotik harus didaftarkan dalam buku pendaftaran hipotik kapal oleh pegawai pendaftaran kapal. Pelaksanaan sita eksekusi apabila Debitur wanprestasi diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara karena Bank Mandiri merupakan bank milik negara yang ditetapkan apabila Debitur wanprestasi maka secara hukum wewenang penguasaan atas hak tagih dan pelaksanaan sita eksekusi akan dialihkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara tanpa melalui pengadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>