Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59916 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Faranisa Ayu Ferdynanda
"Meskipun feminisme telah menjadi pemicu gerakan perjuangan kesetaraan antara perempuan dengan laki-laki sejak abad ke-20, tetapi persoalan yang berkaitan dengan ketidaksetaraan gender masih terus terjadi. Ketidaksetaraan gender dapat memicu diskriminasi terhadap pihak yang dianggap lebih rendah. Bentuk diskriminasi beragam, mulai dari perlakuan yang berbeda, tidak adanya pengakuan hak yang sama, hingga tindak kekerasan. Berbagai bentuk diskriminasi karena ketidaksetaraan gender adalah salah satu tema yang banyak diangkat dalam film, baik secara jelas dan menjadi fokus dalam film, maupun secara tersirat. Film Isi & Ossi (2020) yang menjadi korpus data dalam penelitian ini menceritakan kehidupan dua tokohnya, yaitu Isi dan Ossi yang berasal dari latar belakang keluarga sangat berbeda, dalam menggapai mimpi mereka. Penggambaran kehidupan Isi dalam film ini memperlihatkan adanya represi oleh orang tua yang dipengaruhi oleh pola pikir patriarkis. Dengan menganalisis film ini secara tekstual, penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana tokoh perempuan dalam film memperjuangkan keinginannya. Dalam perjuangan ini terlihat adanya subjektivitas tokoh perempuan. Hasil penelitian menunjukkan proses terbentuknya subjektivitas tokoh perempuan dalam film yang muncul akibat represi dari kedua orang tuanya.

Although feminism has triggered the movement for equality between women and men since the 20th century, issues related to gender inequality continue to occur. Gender inequality can cause discrimination against those who are considered inferior. There are various forms of discrimination, ranging from treatment, and lack of recognition of equal rights, to acts of violence. Various forms of discrimination due to gender inequality are often portrayed in films, both explicitly and implicitly. The film Isi & Ossi (2020), the corpus of data in this study, tells the lives of two characters, namely Isi and Ossi, who come from very different family backgrounds, in achieving their dreams. The depiction of Isi's life in this film shows the repression by parents who are influenced by a patriarchal mindset. By conducting a textual analysis of this film, this research aims to show how the female main character in the film pursues her dreams and shows her subjectivity as a woman. The research finding shows that this subjectivity emerges as a result of the repression of her parents."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Amani Isminanda
"Film Isi dan Ossi karya Oliver Kienle menceritakan perjalanan dua orang remaja yang sedang memperjuangkan mimpinya, dengan sumber kepemilikan kapital serta habitus yang berbeda. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan habitus serta kapital yang dimiliki oleh kedua tokoh dengan menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan semiotika film guna menganalisis bentuk habitus dan kapital yang tercermin melalui adegan-adegan yang ada di dalam film. Hasil menunjukkan habitus yang dimiliki oleh toko Isi yaitu pantang menyerah, ambisius dan suka memasak dengan kapital yang berbentuk kekayaan materil, jaringan sosial dan kemampuan berbahasa asing, sementara itu tokoh Ossi memiliki habitus yang penyayang, pantang menyerah, serta pemarah dengan kapital yang dimiliki Ossi hanya berupa koneksi pertemanan untuk membantunya meningkatkan kepemilikan kapital ekonominya.

The film Isi and Ossi by Oliver Kienle tells the journey of two teenagers who are fighting for their dreams, with different sources of capital and habitus. This article aims to describe the habitus and capital owned by the two characters by using descriptive analysis method with film semiotic approach in order to analyze the habitus and capital forms which are reflected through the scenes in the film. The results show that Isi’s character has a habitus that is persistent, ambitious and likes to cook with capital in the form of material wealth, social networks and foreign language skills, meanwhile Ossi's character has a loving, persistent, and hotheaded habitus. With only social networks as his only capital, but it helps him increase his economic capital."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yayang
"Menurut Kantor Statistik Federal (Destatis), Produk Nasional Bruto (PDB) Jerman meningkat pada tahun 2019. Peningkatan tersebut menandakan bahwa perekonomian Jerman telah tumbuh selama sepuluh tahun berturut-turut. Meskipun meningkat secara substansial, pendapatan nasional tersebut justru didistribusikan lebih tidak merata daripada tahun-tahun sebelumnya. Akibatnya kesenjangan antara masyarakat kelas atas dan bawah di Jerman semakin melebar dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu film yang menampilkan isu kesenjangan sosial adalah Isi & Ossi (2020). Isu kesenjangan sosial digambarkan melalui perbedaan bentuk kehidupan tokoh keluarga Isi yang berasal dari kelas sosial atas dan keluarga Ossi yang berasal dari kalangan sosial bawah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan metode analisis semiotika film Christian Metz, serta pendekatan reflektif teori representasi Stuart Hall. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa representasi kesenjangan sosial dalam film Isi & Ossi (2020) digambarkan melalui perbedaan gaya hidup dan pendapatan. Sedangkan dampak yang ditimbulkan dari kesenjangan sosial digambarkan melalui tindakan kriminalitas, kemiskinan, dan konflik sosial.

According to the Federal Statistical Office (Destatis), Germany's gross domestic product increased in 2019. It signifies that the economy of German has grown for the tenth year in a row. Despite a substantial increase, the national income was distributed more unequally than in previous years. As a result, the gap between the upper and lower classes in Germany has widened in recent years. A film that depicts the issue of social inequality is Isi & Ossi (2020). The issue of social inequality is illustrated through the differences in the lives of the Isi family from the upper class and the Ossi family from the lower class. This research uses qualitative methods and semiotic theory by Christian Metz as analysis, as well as reflective approaches to Stuart Hall's representation theory. The results showed that the representation of social inequality in the film Isi & Ossi (2020) is described through differences in lifestyle and income. While, the impact of social inequality is seen in criminality, poverty, and social conflict."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Aviciena Mareizky
"Film ini mematahkan stereotip penggunaan privilese keluarga. Tidak semua masyarakat kelas sosial atas akan terus menggunakan privilese yang ia miliki. Hasil penelitian pada Makalah Non Seminar menunjukan bahwa karakter individu dan sikap dalam pengambilan keputusan dipengaruhi oleh latar belakang keluarga, habitus dan penanaman nilai. Inner child atau pengalaman masa kecil akan mempengaruhi individu dalam melihat kehidupan dan menentukan tujuan hidup Perempuan digambarkan memiliki peran-peran dominan di keluarga dan masyarakat. Film Netflix ini ingin menyampaikan pesan bahwa kerja keras, ketekunan, dan kegigihan dapat memenangkan arena, meskipun berasal dari latar belakang ekonomi kurang mampu.

Isi & Ossi breaks the stereotype of using family privileges. Not every individual from the upper economy will continue to use the privileges they have. The results of this research shows that individual character and attitude in decision making are influenced by family background, habitus and value cultivation. Inner child or childhood experiences will influence individuals in life perpective and determining life goals. Women are described as having dominant roles in the family and society. This Netflix film wants to convey the message that hard work, perseverance, and persistence are able win the arena, even from the lower classes. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Raini Nur Aprijianti
"Forking-path adalah salah satu variasi alur cerita dalam genre film modular narrative yang menyajikan kompleksitas naratif. Percabangan alur yang menjadi beberapa realitas merupakan salah satu ciri struktur narasi forking-path. Salah satu film yang menampilkan variasi alur forking path adalah Sliding Doors (1998) karya Peter Howitt. Terdapat dua Realitas pada film tersebut yang menampilkan subjektivitas perempuan dengan kemunculan berdasarkan kompleksitas yang berbeda. Penelitian ini akan menunjukkan terbentuknya kesadaran subjektivitas perempuan yang muncul dalam dua realitas berdasarkan hubungan antartokoh dan tindakan tokoh utama. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yakni dengan analisis struktural menggunakan teori genre modular narrative Allan Cameron, dan selanjutnya analisis ideologi teks dengan menggunakan teori feminisme eksistensial Simone de Beauvoir. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam dua realitas, Helen, sebagai tokoh utama, memperlihatkan konsistensi dalam memperkuat subjektivitas diri pada tataran yang sama, yaitu dengan cara bekerja, membangun intersubjektivitas, dan berkontribusi dalam ranah sosial. Posisi film Sliding Doors (1998) menunjukkan keberpihakan kepada perempuan. Ketika perempuan banyak dihadapkan pada konstruksi sosial yang membatasi, film ini muncul sebagai upaya memberi pilihan dan memperkuat ruang perempuan dalam membentuk independensi diri.

Forking-path is a type of modular narrative genre film that presents narrative complexity. The branching of the plot into several realities is one of the characteristics of the forking-path narrative structure. One of the films that presents two different realities appears in the film Sliding Doors (1998) by Peter Howitt. Two Realities in the film displays the subjectivity of women that appears based on different complexities. This research will show the awareness of women's subjectivity that appears in two realities based on the relationship between characters and the actions of the main character. The method used in this study is structural analysis using Allan Cameron's modular narrative genre theory, and then ideological analysis of the text using Simone de Beauvoir's existentialist feminist theory. The findings of this study indicate that in the two realities, Helen, as the main character, shows consistency in strengthening self-subjectivity at the same level, namely by working, building intersubjectivity, and contributing in the social realm. The position of the film Sliding Doors (1998) shows partiality to women. When many women are faced with limiting social constructs, this film appears as an effort to strengthen women's space in forming self-independence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Diantha Azzahra
"Penelitian ini bertujuan untuk membahas performativitas gender pada tokoh Nagisa dalam film Midnight Swan (2020) karya Uchida Eiji serta menganalisis pandangan masyarakat Jepang terhadap performativitas gender yang ditampilkan oleh Nagisa dalam film tersebut. Penelitian ini menerapkan dua teori dalam kerangka analisis, yaitu performativitas gender oleh Judith Butler (1990) dan teori kode-kode televisi John Fiske (1999) yang terbagi dalam tiga level, yaitu realitas, representasi, dan ideologi. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis teks dan visual dalam film Midnight Swan. Ditemukan delapan data yang menunjukkan performativitas gender Nagisa dan lima data yang menggambarkan pandangan masyarakat terhadap performativitas gender Nagisa. Temuan ini menunjukkan bahwa tokoh Nagisa tidak hanya ditunjukkan melalui karakternya sebagai transgender, tetapi juga ditunjukkan dengan menjadi seorang ibu dan penari kabaret. Pandangan masyarakat terbagi menjadi dua, yaitu menerima dan menolak performativitas gender Nagisa. Meskipun penolakan akibat budaya patriarki yang telah terinternalisasi pada masyarakat Jepang kerap ditampilkan dalam film, ada sebagian masyarakat Jepang yang masih memberikan pandangan terbuka terhadap performativitas gender yang ditunjukkan Nagisa. Film Midnight Swan menunjukkan bahwa tidak mudah bagi individu yang mengidentifikasikan dirinya sebagai transgender untuk menjalani hidup di lingkungan masyarakat yang bersifat heteronormatif dengan beragam perspektif terkait isu gender.

This study aims to discuss the gender performativity on the character Nagisa in Uchida Eiji's film Midnight Swan (2020) and analyze the perception of Nagisa's gender performativity within Japanese society as depicted in the movie. This study utilizes two theories in the analytical framework: Judith Butler's concept of gender performativity (1990) and John Fiske's theory of television codes (1999). Fiske's theory is further categorized into three levels: actuality, representation, and ideology. The research method used is text analysis and visual analysis in the Midnight Swan movie. A total of eight data points were identified to assess Nagisa's gender performativity, while five data points were used to analyze society's perspectives on Nagisa's gender performativity. These findings show that Nagisa's character is not solely defined by her transgender identity but also shown through her roles as a mother and cabaret dancer. Society's perspectives on Nagisa's gender performativity can be categorized into two distinct groups: accepting and rejecting Nagisa's gender performativity. Despite the frequent rejection portrayal of internalized patriarchal culture in the film, liberal society nevertheless maintains an open perspective towards Nagisa's gender performativity. The Midnight Swan movie portrays the challenges faced by people who identify themselves as LGBT, including those who are transgender to live their lives in a society with diverse perspectives regarding gender issues."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Deani Agnes Monikha
"Kekerasan berbasis gender telah diakui sebagai penyalahgunaan hak asasi manusia, dengan perempuan dan anak perempuan sering menjadi korban. Menggabungkan teori agensi Kabeer dan konsep resistensi Crann dan Barata, penelitian ini mengkaji tentang agencyperempuan dan strategi mereka melawan kekerasan dalam konteks film Believe Me: The Abduction of Lisa McVey (2018) and Citation (2020). Melalui analisis tekstual dari narasi, adegan, karakter, dan dialog dalam percakapan dengan konsep agency perempuan dan perlawanan, penelitian ini berusaha untuk menantang pemahaman konvensional tentang perempuan yang mengalami kekerasan berbasis gender yang seringkali dipandang sebagai korban pasif. Penulis berpendapat bahwa agensi perempuan dalam kedua film tersebut sangat penting dalam mengembangkan strategi untuk memerangi penindasan. agency mereka mencakup pasif seperti polos dan mematuhi pelaku dan respon aktif, seperti memutuskan pendekatan terbaik untuk keadaan tertentu sebagai strategi mereka. Selain itu, analisis menemukan bahwa agency bisa mengubah perempuan dari korban menjadi penyintas dengan mengaktifkan dan melatihnya untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan. Penelitian ini berkontribusi pada studi tentang kesetaraan gender dalam film.

Gender-based violence has been recognized as an abuse of fundamental human rights, with women and girls frequently being the victims. Incorporating Kabeer's theory of agency and Crann and Barata's resistance concept, this research examines female agency and their strategies for fighting violence in the context of the movies, namely Believe Me: The Abduction of Lisa McVey (2018) and Citation (2020). Through a textual analysis of the narratives, scenes, characters, and dialogue in conversation with the concept of female agency and resistance, this study seeks to challenge the conventional understanding of women and girls who encounter gender-based violence that are often viewed as passive victims. The author argues that the female agency in both films is crucial in developing the strategy to combat oppression. Their agency encompasses both passive as innocent and obeying perpetrators and active response, such as deciding on the best approach for particular circumstances as their strategies. In addition, the analysis found that female agency can transform women from victims to survivors by activating and exercising it to combat violence against women. This research contributes to the study of gender equality in movies."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfi Adinillah
"Penelitian ini bertujuan membahas prosedur, metode, dan kesepadanan pada penerjemahan frasa nomina takarir film Netflix berjudul Isi & Ossi dari Bahasa Jerman ke Bahasa Indonesia. Penelitian ini berbasis kualitatif deskriptif dengan model komparatif. Teori yang digunakan untuk menunjang penelitian ini adalah teori kesepadanan (Nida dan Taber), teori metode dan prosedur penerjemahan (Newmark), serta teori pergeseran penerjemahan (Simatupang). Frasa nomina yang dibahas dalam penelitian ini adalah frasa nomina yang mengandung adjektiva atributif bermakna superlatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat lima dari enam data frasa dinilai sepadan. Selain itu, ditemukan beberapa jenis prosedur penerjemahan yang digunakandalam penerjemahan takarir ini, yakni prosedur transposisi, modulasi wajib, modulasi bebas, dan pemadanan berkonteks. Prosedur-prosedur itu mengarah ke metode yang berorientasi pada BSa, yakni metode komunikatif dan penerjemahan bebas.

The aim of this research is to discuss the translation procedures, methods, and equivalences in translating noun phrases from German into Indonesian inthe subtitles of the Netflix film “Isi & Ossi”. This research was conducted through descriptive-qualitative method with comparative model. The theories used in this study are translation equivalence (Nida and Taber), translation methods and procedures (Newmark), and translation shift theory (Simatupang). The noun phrases that discussed in this research are the attributive adjective noun phrases which contain supelative meaning. Based on the results there are five translated noun phrases were classified as equivalent and one were considered non-equivalent. The result also indicate few procedures used in these translations. Those are transposition, modulation, and contextual conditioning which refer to TL-emphasis communicative and free translation method.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elisabeth Anita Dhewy
"Tesis ini bertujuan untuk menjelaskan subjektivitas perempuan dalam novel Tempurung karya Oka Rusmini dengan memaparkan tampilan subjektivitas perempuan dalam bentuk deskripsi fisik, perilaku dan pandangan tokoh-tokoh perempuan serta persepsi tokoh utama terhadap tubuh dan otonomi dalam pembentukan subjektivitasnya. Dalam bahasan saya menggunakan pendekatan kritik sastra dengan perspektif feminis.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa tokoh-tokoh perempuan dalam Tempurung memersepsi tubuhnya sebagai bagian penting subjektivitasnya. Selain itu, subjektivitas perempuan bukanlah proyek perempuan itu sendiri melainkan suatu bentuk dialog dengan elemen-elemen lain, termasuk diantaranya adalah hubungannya dengan suaminya, anaknya, tubuhnya dan konstruk sosial budaya yang melingkupinya.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Oka Rusmini melakukan perlawanan terhadap gagasan subjektivitas dalam pemikiran konvensional/tradisional dengan merepresentasikan narasi tentang subjektivitas perempuan yang tidak mengabaikan tubuh, tidak individual, tidak selalu rasional, tidak tunduk pada gagasan `universal` tentang subjek dan tidak selesai.

This thesis aims to explain woman subjectivity reflected in Tempurung novel by Oka Rusmini by describing female subjectivity in the form of physical description, behavior and views of women characters as well as main character perception toward body and autonomy in the formation of female subjectivity. In discussion I use feminist literary criticism approach.
This study reveals that woman characters in Tempurung perceiving her body as a significant part of her subjectivity. Furthermore, woman subjectivity isn`t her own project but a form of dialogue with other elements including her relationship with husband, children, body and social culture construction which surrounding her.
The conclusion of this study is Oka Rusmini makes resistance to the notion of subjectivity on conventional/traditional thought by representing narrative of woman subjectivity which doesn`t neglect body, doesn`t individual, doesn`t always rational, doesn`t subject to `universal` notion of subject and doesn`t finish.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Discrimination is an attitude and behavior that violates human rights. Discrimination can also be interpreted as a treatment for individuals differently based on race, religion, or gender . Any harassment, restriction or exclusion to race religion, or gender includes discriminatory actions. The theme of discrimination experienced by many women made the writer want to examine it from literature point of view, especially Japanese literature. The problem in this paper is gender discrimination experienced by the main character in novel Ginko. In Ginko novel written by Junichi Watanabe, the theme of discrimination against women is very strong, as experienced by the main character named Gin Ogino. This study used feminist standpoint research with the assumption that gender discrimination in society in the novel cannot be separated from women's real experiences perceived by the author. In addition to stand on or derived from real experiences from the first woman doctor in Japan, which with all her efforts to break away from discrimination against women endured throughout her life: before marriage, divorce, attending medical school to become a doctor even after she was graduated from medical school, she still experienced gender discrimination. This study found that gender discrimination experienced by Ginko because she is a woman, in which at that time (the Meiji era) there were clear boundaries between men and women. Difficulty and discrimination experienced are because Ginko's ideals were considered impossible, because she wanted to become a doctor. Her ability and cleverness were obstructed just because she is a woman. It can be concluded in the Meiji era, there was discrimination against women reflected in the Novel Ginko."
LINCUL 8:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>