Ditemukan 162157 dokumen yang sesuai dengan query
Indira Sekarzeta
"Seiring dengan perkembangan budaya populer yang menyuarakan kesetaraan gender, Disney merilis dua film berjudul Mulan (2020) dan Raya and the Last Dragon (2021) yang menampilkan dua wanita kuat sebagai pemeran utama. Seperti diinformasikan di atas, dalam abstrak bahasa Indonesia, tujuan dari penulisan artikel adalah menelusuri bagaimana patriarki dan kesetaraan gender dapat mengakibatkan dua hubungan yang berbeda antara perempuan. Penelitian kualitatif ini akan menggunakan dua konsep: sisterhood (solidaritas antara perempuan untuk menghentikan seksisme) dan persaingan (hubungan kompetitif antara perempuan). Penelitian ini akan berfokus pada aspek visual, dialog, alur cerita, dan perkembangan hubungan antara perempuan pada film Mulan (2020) dan Raya and the Last Dragon (2021). Kedua film ini berbeda jika dibandingkan dengan film-film Disney lainnya dimana para wanita yang berkarakter baik akan membantu satu sama lain, dan antagonis akan selalu bertingkah jahat dari awal hingga akhir cerita. Selain itu, hubungan antara perempuan pada kedua film ini lebih rumit dibandingkan dengan hubungan yang biasa digambarkan oleh film Disney lainnya. Karakter protagonis dan antagonis diilustrasikan sebagai sosok yang mempunyai sisi baik dan buruknya masing-masing. Dalam kedua film ini, hubungan antara perempuan juga memiliki proses yang signifikan. Penulis menarik kesimpulan bahwa patriarki akan mendorong solidaritas antara Mulan dan Xianniang dari film Mulan (2020). Namun ketika kesetaraan gender muncul, para pemimpin perempuan, yang terikat pada kolektif dan komunitas mereka, akan saling bersaing seperti yang digambarkan oleh Raya dan Namaari dari film Raya and the Last Dragon (2021).
Following the mainstreaming of gender equality, Disney recently released two films titled Mulan (2020) and Raya and the Last Dragon (2021) that portray influential ladies as the main characters. This study investigates how the patriarchal society in Mulan and gender equality in Raya and The Last Dragon will result in different relations between women. Focusing on the relationships between protagonist and antagonist in Mulan and Raya and the Last Dragon, the author examines two dynamic connections influenced by the patriarchal system and gender equality. Disney breaks the traditional stereotypes of villains by depicting three-dimensional antagonists. In Mulan, even though Xianniang is introduced as the antagonist, the relationship between her and Mulan evolves positively as they fight against male oppression. However, Princess Namaari starts a friendly yet deceitful connection, leading to competition with another leader named Princess Raya in Raya and the Last Dragon. This qualitative research will use the concept of sisterhood and rivalry to analyze the connections between women, focusing on visual elements, dialogues, plot, and the development of the relationships in Mulan and Raya and the Last Dragon. The writer contends that Disney shows different perceptions regarding relationships between women. Based on these two films, the women in Mulan build sisterhood to gain gender emancipation, whereas when gender equality is achieved in Raya and the Last Dragon, the rivalry between women leaders, who are attached with their collective, appears."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
La-Tanya Alisa Riskasari
"Penelitian ini membahas mengenai pemahaman sosial mengenai isu kesetaraan gender di kalangan pekerja perempuan formal dengan kontribusi faktor lingkungan dan perilaku sebagai faktor pembentuk utama yang dibahas melalui disiplin Ilmu Kesejahteraan Sosial. Kesetaraan gender di sektor ketenagakerjaan ditandai dengan mulai meningkatnya angka pekerja perempuan formal yang semestinya dibarengi dengan pemahaman terhadap kesetaraan gender, terutama di tempat kerja. Hal tersebut ditujukan agar para pekerja perempuan dapat peka terhadap isu terkait sehingga dapat turut mengimplikasikan perilaku setara gender dan membantu penanganan kasus ketidaksetaraan gender, terutama yang terjadi di tempat kerja. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan mengenai pemahaman sosial tentang kesetaraan gender di kalangan pekerja perempuan formal dan memberikan gambaran kontribusi faktor lingkungan dan perilaku dalam membentuk pemahaman sosial tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif yang mengambil data melalui wawancara mendalam bersama para pekerja perempuan formal. Kesetaraan gender yang dimaksud dilihat berdasarkan indikator kesetaraan gender menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yaitu melalui aspek akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat. Adapun pemahaman sosial ditinjau dari teori kognitif sosial oleh Albert Bandura berdasarkan lima kemampuan kognitif dasar manusia, antara lain kemampuan simbolisasi (symbolizing capability), kemampuan pembelajaran melalui pengalaman tidak langsung (vicarious capability), kemampuan berpikir ke depan (forethought capability), kemampuan pengaturan diri (self-regulatory capability), dan kemampuan refleksi diri (self-reflective capability). Adapun hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kemampuan dasar kognitif yang paling utama dimiliki seorang individu dalam memahami kesetaraan gender adalam kemampuan simbolisasi (symbolizing capability) untuk mendeskripsikan kesetaraan gender berdasarkan perisitiwa atau pengalaman yang pernah dialami. Pemahaman sosial dapat dibentuk melalui kontribusi faktor lingkungan; yaitu melalui lingkungan keluarga, tempat kerja dan sosial dan factor personal yang turut berperan dalam proses transformasi pemahaman sosial menjadi perilaku (behavior) yang berkaitan dengan kesetaraan gender, sehingga menjadi output dalam determinan proses triadic reciprocal. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap program studi Ilmu Kesejahteraan Sosial, terkhusus di mata kuliah Tingkah Laku Manusia dan Lingkungan Sosial, serta Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Organisasi Pelayanan Kemanusiaan.
This study discusses the social understanding of the issue of gender equality among formal female workers with the contribution of environmental and behavioral factors as the main forming factors which are discussed through the discipline of Social Welfare Sciences. Gender equality in the employment sector is characterized by increasing formal female workers that should be accompanied by an understanding of gender equality, especially in the workplace. This is intended so that female workers can be sensitive to related issues so that they can contribute to gender-equal behavior and assist in handling cases of gender inequality, especially those that occur in the workplace. The purpose of this study is to explain the social understanding of gender equality among formal female workers and provide an overview of the contribution of environmental and behavioral in shaping this social understanding. This research is a qualitative research using a descriptive method that collects data through in-depth interviews with formal women workers. The gender equality in question is seen based on indicators of gender equality according to the Ministry of Women's Empowerment and Child Protection, namely through aspects of access, participation, control, and benefits. As for social understanding in terms of social cognitive theory by Albert Bandura based on five basic human cognitive abilities, including symbolizing capability, vicarious capability, forethought capability, self-regulatory capability, and self-reflective capability. The results of the study indicate that the most important cognitive basic ability possessed by an individual in understanding gender equality is the symbolizing capability to describe gender equality based on events or experiences that have been experienced. Social understanding can be formed through the contribution of environmental factors; namely through the family environment, workplace and social and personal factors that play a role in the process of transforming social understanding into behavior related to gender equality, so that it becomes the output in the determinant of the triadic reciprocal. The results of this study are expected to contribute to the Social Welfare Studies program, especially in the Human Behavior and Social Environment courses, as well as Human Resource Management in Human Service Organizations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Safira Raharjo
"Studi ini bertujuan mempelajari hubungan antara kesetaraan gender dan transisi fertilitas di negara OECD sebagai negara maju. Studi ini melihat apakah kesetaraan gender dalam keluarga memiliki pengaruh positif terhadap perubahan fertilitas di negara-negara maju yang memiliki angka fertilitas rendah. Regresi panel fixed effects model dilakukan dengan data panel 28 negara OECD antara tahun 2000-2012 untuk melihat pengaruh kesetaraan gender terhadap fertilitas. Hasil analisis menemukan bahwa peningkatkan kesetaraan gender dalam institusi keluarga berasosiasi positif dengan fertilitas di negara-negara dimana kesetaraan gender dalam institusi individu sudah tinggi. Temuan ini sesuai dengan teori yang telah dikemukakan oleh McDonald 2000 yang menyatakan bahwa fertilitas akan mencapai tingkat yang sangat rendah jika kesetaraan gender dalam institusi individu tinggi, namun tetap rendah dalam institusi keluarga.
This study aims to find a relationship between gender equity and fertility transition in OECD countries as developed nations. This study looks at whether gender equity in family institutions have a positive effect on fertility in developed nations with low fertility. A fixed effects panel regression is used with panel data from 28 OECD countries between the years 2000-2012 to see whether gender equity has an effect on fertility. Results of the analysis show that an increase in gender equity in family institutions have a positive effect on fertility in countries where gender equity in individual institutions is high. This finding aligns with McDonald's 2000 theory which states that fertility will reach very low levels when gender equity is high in individual institutions is high low in family institutions.gender equity, social institutions, fertility."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dayinta Prakasita
"Penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana konstruksi gender direpresentasikan dalam film animasi Disney Princess “Raya and the Last Dragon” melalui penokohan, adegan (scene) dan narasi (monolog atau dialog). Studi-studi terdahulu mengenai representasi perempuan pada film animasi Disney tentang “Princess” tahun 1950-1990-an menunjukkan masih kental stereotip gender berbasis konstruksi feminitas pada perempuan, dan maskulinitas pada laki-laki. Sementara pada kurun 2000an hingga akhir 2000an film film Disney menunjukkan konstruksi perempuan sebagai pemberontak dan ambisius. Seiring dengan wacana pergeseran konstruksi kepada pencairan gender di masyarakat, pertanyaannya apakah Disney juga mempresentasikannya dalam film filmnya? Melalui kajian terhadap film Disney bergenre princess, “Raya and The Last Dragon” (2021) akan digali apakah film tersebut sudah lebih progresif dalam merepresentasikan isu gender? Dalam arti, film tersebut mengkonstruksikan suatu gagasan tentang feminitas dan maskulinitas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif semiotika oleh Roland Barthes untuk menganalisis makna representasi dalam tanda/simbol. Teknik dokumentasi dilakukan dengan teknik screencapture sebagai pengumpulan data. Hasil Penelitian menunjukkan bagaimana adanya tiga representasi, antara lain: (1) Raya sebagai Pendekar Perempuan; (2) Raya sebagai PemimpinPerempuan; (3) Raya sebagai Perempuan Mandiri. Hasil kajian menunjukkan bahwa perempuan direpresentasikan sebagai karakter yang maskulin, digambarkan dengan sifat tangguh, dominan, dan mandiri. Konstruksi gender tradisional yang cenderung stereotip kini bergeser ke arah yang lebih progresif.
This study aims to explore and reveal how gender construction is represented in the Disney Princess animated film "Raya and the Last Dragon" through characterizations, scenes and narratives (monologue or dialogue). Previous studies on the representation of women in Disney's animated film “Princess” in the 1950s-1990s show a strong gender stereotype based on the construction of femininity in women and masculinity in men. While Disney films in the early 2000s to the late 2000s showed the construction of women as rebellious and ambitious. Along with the discourse of shifting construction to gender disbursement in society, the question is how does Disney present it in its films? Through a study of the Disney princess film genre, “Raya and The Last Dragon” (2021), it will be explored whether the film is more progressive in representing gender issues and ideas about femininity and masculinity? The method used in this research is Roland Barthes' qualitative semiotics to analyze the meaning of representation in signs/symbols. Documentation technique with screen capture technique as data collection. The results of the study show how there are three representations, including: (1) Raya as a female warrior; (2) Raya as Female Leader; (3) Raya as an Independent Woman. The results of the study show that women are represented as masculine characters, described as tough, dominant, and independent. The traditional gender construction that tends to stereotype has shifted to a more progressive direction. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dam Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Anita Dachlan
"Keberadaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di suatu daerah diharapkan mampu menjadi sumber penerimaan daerah sekaligus memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam rangka membantu BUMD menjalankan peran tersebut, pemerintah daerah dapat melakukan investasi kepada BUMD dalam bentuk Penyertaan Modal Daerah (PMD). Investasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupa PMD yang diberikan kepada BUMD di DKI Jakarta merupakan salah satu investasi yang rutin dikeluarkan setiap tahunnya. Dalam pelaksanaannya, pemberian PMD pada BUMD di DKI Jakarta belum memberikan dampak yang signifikan. Kondisi ini terjadi karena perencanaan PMD pada BUMD tidak dilakukan dengan baik seperti ketiadaan peraturan daerah induk dan dokumen investasi serta ketidaktelitian pemerintah dalam menentukan BUMD mana yang diberikan PMD. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan menganalisis perencanaan Penyertaan Modal Daerah oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada Badan Usaha Milik Daerah di DKI Jakarta. Teori yang adalah Capital Investment Planning for Local Government yang memiliki empat dimensi, yaitu perencanaan keuangan, identifikasi dan prioritasasi proyek, program dan manajemen proyek, serta monitoring dan evaluasi. Pendekatan dalam penelitian ini adalah post positivisme dan teknik pengambilan data melalui wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil dari penelitian ini adalah perencanaan PMD di DKI Jakarta secara khusus dilimpahkan pada BPBUMD DKI Jakarta. Adapun perencanaan tersebut dapat dikatakan cukup baik karena sebagian besar indikator dalam setiap dimensi terpenuhi. Hal yang menjadi perhatian adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum memiliki kebijakan investasi modal dan sistem data base proyek yang memadai. Dengan demikian, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus segera membuat kebijakan investasi daerah yang terdiri dari Peraturan Daerah induk dan kebijakan realokasi dana PMD serta membertimbangkan kembali kedudukan BPBUMD sebagai pembina BUMD di DKI Jakarta.
The existence of Local Owned Enterprises (LOEs) in an area is expected to become one of the source of income while providing services to the communities. In order to help LOEs carry out those roles, the local government can invest in LOEs in the form of Local Equity Participation (LEP). Investment of local government in DKI Jakarta was given to LEs in the form of LEP are routinely issued every year. In its implementation, the provision of LEP to LOEs in DKI Jakarta has not had a significant impact. This condition occurs because of the poorly planned LEP such as the absence of main regional regulation and regional investment documents as well as government’s inaccuracy in determining which LOEs to invest. Based on these problems, this study aims to analyze the planning of Local Equity Participation by Local Government DKI Jakarta on its Local Owned Enterprises. The theory used in this study is Capital Investment Planning for Local Government which has 4 dimensions, namely financial planning, identification and prioritization of a project, programming and managing project, as well as monitoring and evaluation. The approach of this study is post positivism and the data collection method is in-depth interviews and literature studies. The result of this study is the planning of LEP in DKI Jakarta specifically delegated to BPBUMD DKI Jakarta. The planning can be said to be quite good because most indicators in each dimensions are fulfilled. The concern is that the Local Government DKI Jakarta does not have a sufficient capital investment regulation and project database system. Therefore, local government DKI Jakarta must prepare its capital investment regulation that consist of main regional regulation and its Local Equaty Participation reallocation regulation and also reconsider the position of BPBUMD as a highest Local Owned Enterprises in DKI Jakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Irma Maskuroh
"Makalah akademik ini membahas tentang isu gender yang digambarkan dalam film How to Train Your Dragon 1 yang disutradarai oleh Dean DebLois dan Chris Sanders. Film ini menceritakan tentang sekelompok Viking yang menempati sebuah pulau yang bernama Berk. Setiap orang yang menghuni di pulau tersebut laki-laki maupun perempuan memiliki peran pada setiap aspek kehidupan termasuk perang, di mana biasanya diidentikan sebagai area pekerjaan laki-laki karena perang memerlukan kekerasan. Perang merupakan identik dengan peng- genderan (peran gender, feminitas, dan seksualitas) dan juga fisikalitas (latihan fisik dan kemampuan fisik). Sebagai film tentang laki-laki dan perempuan yang berpartispasi dalam perang, How to Train Your Dragon 1 menunjukan adanya kesamaan hak antara perempuan dan laki-laki sebagai pejuang atau petarung. Makalah ini mengaitkan tema perempuan sebagai petarung atau pejuang dengan penggambaran feminitas dan seksualitas gender lain dan juga kekuatan fisik di zona perang. Makalah ini menyimpulkan bahwa meskipun dalam film ini menunjukan adanya kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam perang namun film ini masih menunjukkan bahwa peran laki-laki masih mendominasi dibandingkan dengan perempuan sehingga menunjukkan perempuan masih di anggap sebagai kaum subordinasi.
This academic paper scrutinizes gender issues depicted in the film How to Train Your Dragon 1 which was directed by Dean DeBlois and Chris Sanders. The story is about a group of Vikings who lives on an island called Berk. Men and women take part in every aspect of life on the island including war which is generally considered a male domain because of the entailed violence. It deals with gender (gender roles, femininity, and sexuality) and also physicality (physical training and physical capabilities). As a film about men and women who participate in war, How to Train Your Dragon 1 depicts gender equity of women characters as combatants. This paper relates the theme of women as combatants with other gendered depiction of femininity, sexuality and the idea of physical strength in war zone. This paper concludes that even though there seems to be gender equality in war and military, the film still shows men's domination and women?s subordination."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Giovanni Cornelia
"Dengan mempertimbangkan inklusivitas perempuan dan perkembangan dari representasi keragaman budaya di media Barat, Walt Disney Animation Studio telah mempromosikan identitas Asia Tenggara dan emansipasi perempuan dalam waralaba Disney’s Princess. Dengan mayoritas penontonnya adalah perempuan dari generasi muda, Disney memiliki tuntutan untuk menyajikan keragaman dan kesetaraan gender di layar kaca (Giroux & Pollack, 2010). Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap delapan siswi SMP swasta Malang, penelitian ini menggunakan film Raya and the Last Dragon (2021) sebagai sarana untuk mendiskusikan tujuan hidup perempuan Asia Tenggara di era modern yang melampaui standar stereotip patriarki. Menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan literasi kritis, survei dilakukan melalui esai jurnal dan pertemuan Zoom. Tulisan ini menganalisis tanggapan yang diberikan oleh para siswi setelah menonton film untuk mengetahui apakah film tersebut membantu untuk memahami penjelasan mengenai pandangan hidup dan cita-cita perempuan di Asia Tenggara dan apakah mahasiswa mampu bersikap kritis terhadap isu-isu terkait di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa tidak hanya mampu mengidentifikasi isu-isu terkait dengan ambisi perempuan Asia Tenggara yang tergambar secara implisit dalam film, tetapi juga mampu membangkitkan ambisi dan soft skill dalam kehidupan pribadi mahasiswa dengan menganalisis secara kritis film tersebut, berbagi pengalaman dan cita-cita, serta menjelaskan cara untuk mencapainya meskipun adanya tantangan yang akan ditemui.
Taking women’s inclusivity and cultural diversity representation development in Western media into account, Walt Disney Animation Studio has promoted Southeast Asian identity and women emancipation in their Disney’s Princess franchise. With the majority of the audience of its franchise being the young female generation, Disney has been in demand to bring diversity and gender equality to the screen (Giroux & Pollack, 2010). Based on the survey conducted with eight Malang private middle school female students as respondents, the study utilized Raya and the Last Dragon (2021) as a tool to discuss the transcending patriarchal expectations of Southeast Asian women’s life purpose in the modern era. Using a qualitative research method with a critical literacy approach, the survey was conducted through journal essays and Zoom meetings. This paper analyzed the responses given by the students after they watched the film to find out whether the film helps to understand the explanations regarding women’s views of life and end goals in Southeast Asia and whether the students are able to be critical of these related issues in Indonesia. The finding showed that students were not only able to identify the issues related to Southeast Asian women’s life ambitions which have been portrayed implicitly in the film, but also to incite ambitions and soft skills in students’ personal life by critically analyzing the movie, sharing their future goals, and explaining the ways to achieve them despite the foreseeable challenges."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Bima Ruditya Surya
"Penelitian ini membahas tentang pengaruh Seasoned Equity Offering berupa Right Issue terhadap return dan likuiditas perdagangan saham perusahaan tercatat non-keuangan yang terjadi di Bursa Efek Indonesia dalam rentang waktu tahun 2006- 2013yang dibedakan kedalam dua variabel pembeda berdasarkan jenis rights issue (sweetened and unsweetened) dan tingkat financial distress(safe, grey dan distress zone).Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah event study.Hasil penelitian membuktikan bahwa penerbitan modal tambahan melalui rights issue bukan merupakan pilihan yang tepat bagi perusahaan dengan tingkat financial distress rendah yang mengalami respon negatif dari pasar atas return dan likuiditas perdagangan saham. Namun fakta yang terjadi pada perusahaan yang berada dalam safe zone tidak berlaku bagi perusahaan tercatat yang berada dalam grey dan distress zone, yang mendapat respon positif pasar.Efek pemanis (sweetener)berupa waran memberikan pengaruh kepada peristiwa rights issue yang terbukti dengan peningkatan return dan likuiditas perdagangan saham yang terjadi pada perusahaan yang berada dalam grey dan distress zone.
This research examines about the effect of Seasoned Equity Offering in the form of Rights Issue onreturn and liquidity of stock trading of non-financial listed company in Indonesian Stock Exchange within 2006-2013which are distinguished into two variables based on type of rights issue (sweetened and unsweetened) and level of financial distress (safe, grey and distress zone).The research method used in this study is event study.The research proves that the issuance of additional capital through rights issue is not a right option for low distress companies which have negative response from market over the return and liquidity of stock trading. However, the fact that occurs in companies which are in the safe zone does not apply for companies which are in grey and distress zone because they get positive market response.The sweetener in the form of warrants gives effect to the rights issue which is proved with the increase of return and liquidity of stock trading for companies in grey and distress zone."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Leona Dwi Untari
"Penelitian ini menggunakan film Mulan (1998) versi animasi dan Mulan (2020) versi live action sebagai korpus penelitian. Korpus tersebut memuat permasalahan gender androgini dengan narasi yang berbeda. Berbeda dari penelitian-penelitian terdahulu yang telah mengangkat permasalahan gender, penelitian ini berfokus pada isu androginitas (femininitas dan maskulinitas yang tinggi dalam satu individu) yang direpresentasikan melalui tokoh Mulan. Dengan menggunakan konsep Androgini Bem S.L (1974)., penelitian ini mencoba membongkar transformasi androginitas pada tokoh Mulan dalam kedua film tersebut dan refleksinya. Hasil analisis menemukan androginitas Mulan terbentuk karena adanya dukungan dari lingkungan sekitar, peran orang tua, dan keyakinan diri sendiri dalam menentukan identitas yang diinginkan. Transformasi tersebut dapat dimaknai dengan adanya upaya Disney (sebagai rumah produksi film bertema princess/putri) untuk melakukan koreksi terhadap cara pandangnya terhadap permasalahan gender.
This study uses the animated version of the Mulan (1998) film and the live action version of Mulan (2020) as the research corpus. The corpus contains androgynous gender issues formulated in different narratives. Different from previous studies that have raised gender issues, this research focuses on the issue of androgyny (high femininity and masculinity in one individual) which is represented through the character Mulan. By using the concept of Androgynous Bem S.L. (1974), this research tries to uncover the androgynous transformation of Mulan's character in the two films and her reflection. The analysis found that Mulan's androgyny was formed because of the support from the surrounding environment, the role of parents, and her self-confidence in determining the desired identity. This transformation can be interpreted by Disney's efforts (as a princess/princess-themed film production house) to make corrections to its perspective on gender issues."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Dian Rezky Catur Pitaloka
"Sementara kuantitas partisipasi perempuan Indonesia pada sektor produktif terus meningkat, kualitas partisipasinya masih jauh dari cukup. Perempuan lebih banyak menempati posisi manajerial bawah, sedangkan angkanya terus berkurang seiring dengan kenaikan level manajerial. Hal ini mengakibatkan hanya terdapat sedikit perempuan di posisi manajerial atas jika dibandingkan dengan laki-laki. Fenomena ini kemudian dikenal sebagai Female Leadership Deficit. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi fenomena Female Leadership Deficit di Indonesia. Penyebab dari sedikitnya pemimpin perempuan, faktor yang berkontribusi pada fenomena ini, serta bagaimana solusi untuk mengatasinya. Pendekatan pada Penelitian Kualitatif ini menggunakan metode Fenomenologi dengan mengumpulkan data melalui wawancara semi-structured dari 24 responden. Responden terdiri dari perempuan di posisi manajerial atas serta pihak SDM di Indonesia. Analisis data dilakukan dengan reduksi data lewat coding dan interpretasi peneliti. Hasil temuan pertama menunjukan penyebab terjadinya fenomena Female Leadership Deficit adalah karena terdapat sedikitnya tenaga kerja perempuan pada industri tertentu sebagai akibat dari stereotip gender pada industri/pekerjaan, stagnasi karier perempuan, dan keluarnya perempuan dari dunia kerja. Hasil temuan kedua adalah faktor yang berkontribusi pada fenomena ini terbagi menjadi faktor internal dari diri perempuan sendiri dan faktor eksternal dari lingkungan perusahaan dan masyarakat. Hasil temuan ketiga penelitian adalah solusi untuk mengatasi fenomena ini, diantaranya dengan perubahan mindset perempuan Indonesia, sosial budaya yang suportif dan mendorong partisipasi perempuan, dan lingkungan dan budaya perusahaan yang suportif serta mengedepankan keragaman gender.
While the quantity of Indonesian female's participation in the productive sector continues to increase, the quality of participation is still far from enough. More females occupy lower managerial positions, while the numbers continue to decrease with the increasing of managerial levels. This results in fewer females in top managerial positions compared to males. This phenomenon became known as the Female Leadership Deficit. This study aims to explore the phenomenon of Female Leadership Deficit in Indonesia. What are the causes, what factors contribute to this phenomenon, as well as how the solution to overcome it? The approach used in this qualitative study is the method of phenomenology by collecting data through semi-structured interviews from 24 respondents. Respondents consisted of females in top managerial positions as well as the HR Department in the company in Indonesia. Data analysis was performed by data reduction through coding and interpretation of researchers. The first findings show the cause of the phenomenon of Female Leadership Deficit is because there are a small number of female workers in certain industries as a result of gender stereotypes in the industry/job, career stagnation of females, and the exit of females from the professional world. The second finding is that the factors contributing to this phenomenon are divided into internal factors originating from females themselves and external factors originating from the corporate and community environment. The last findings of this study are solutions to overcome this phenomenon, including by changing the mindset of Indonesian females, a supportive social culture that encourages female's participation, and a supportive corporate environment and culture that prioritizes gender diversity"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library