Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 342 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Neli Mariani
"Salah satu tindakan diagnostic dan intervensi pada pasien dengan penyakit jantung koroner adalah coronary angiography. Tindakan tersebut dapat dilakukan secara urgent ataupun elektif yang dapat menimbulkan respon psikososial berupa kecemasan. Kecemasan pada pasein yang akan dilakukan tindakan coronary angiography yang tidak teratasi dapat berdampak terhadap status kesehatan pasien timbulnya berbagai komplikasi, antara lain dapat berupa gangguan hemodinamik, rasa ingin pingsan, nyeri dada, gangguan pencernaan, kejadian iskemik berulang dan disritmia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kecemasan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada pasien yang akan dilakukan tindakan elektif coronary angiography. Desain penelitian ini dengan menggunakan analytic descriptive observation dengan pendekatan cross sectional pada 110 responden. Hasil uji statistik menunjukan bahawa adanya kecemasan yang berat pada 75 responden (68,2%) dan cemas sedang pada 35 responden (31,8%). Dari hasil uji bivariat menunjukan adanya hubungan antara usia p-value 0,000, penghasilan p-value 0,003, pendidikan p-value 0,000, riwayat pernah dilakukan tindakan coronary angiography p-value 0,000, pengetahuan penyakit jantung koroner p-value 0,000 dan pengetahuan tentang tindakan coronary angiography p- value 0,000 dengan kecemasan pada pasien yang akan dilakukan tindakan coronary angiography, dengan keseluruhan nilai p-value < 0,05. Sedangkan jenis kelamin tidak menunjukan adanya hubungan yang signifikan dengan kecemasan p-value 0,669 > 0,05. Hasil analisis multivariat didapatkan bahwa faktor yang paling dominan menyebabkan kecemasan pada pasien yang akan menjalani tindakan coronary angiography adalah pengetahuan penyakit jantung koroner dengan nilai odds rasio terbesar 4,617

One of the diagnostic and intervention measures in patients with coronary heart disease is coronary angiography. These actions can be carried out urgently or electively which can cause a psychosocial response in the form of anxiety. Anxiety in patients undergoing coronary angiography that is not resolved can have impact on the patient’s health status and the emergence of various complications, including hemodynamic disturbances, feeling like fainting, chest pain, indigestion, recurrent ischemic events and dysrhythmias. The purpose of this study was to determine the level of anxiety and the factors that influence anxiety in patients undergoing elective coronary angiography. The design of this study used analytic descriptive observation with a cross sectional approach to 110 respondents. The results of statistical tests showed that there was severe anxiety in 75 respondents (68,2%) and moderate anxiety in 35 respondents (31,8%). The results of the bivariate test showed that there was relationship between age (p-value 0,000), income (p-value 0,003), education (p-value 0,000), history of coronary angiography (p-value 0,000), knowledge of coronary heart disease (p-value 0,000), and knowledge about coronary angiography (p-value 0,000) with anxiety in patients who will undergo coronary angiography, with an overall p-value <0,05. But there is not relation between gender and anxiety with p-value 0,669 > 0,05. From the results of multivariate analysis, it was found that the most dominant factors causing anxiety in patients who will undergo coronary angiography is knowledge of coronary heart disease with Odds ratio 4,617"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heni Asnah Nurjannah
"Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit adalah salah satu bagian penting dalam sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berfokus pada pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta pelayanan farmasi klinik. Rumah Sakit Universitas Indonesia (RS UI) menyediakan berbagai fasilitas dan pelayanan kesehatan, salah satunya yaitu Unit Central Operation Theater (COT) yang berfokus pada penyediaan layanan prosedur tindakan operasi atau pembedahan, salah satunya yaitu tindakan CAG/PCI. Tindakan CAG/PCI adalah rangkaian tindakan terhadap jantung. Depo Instalasi Farmasi OK (Operatio Kamer) berperan dalam mendukung kegiatan unit COT dengan menyediakan berbagai paket kebutuhan tindakan operasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan standar paket tindakan CAG/PCI yang telah disiapkan untuk mengoptimalkan efisiensi dan efektivitas pelayanan dan pengelolaan sediaan farmasi di unit farmasi OK RS UI. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif menggunakan data periode Juni – Agustus 2023. Data kemudian diolah menggunakan Microsoft Excel dan dinilai kesesuaiannya per pasien, per item, dan per bulan. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan item tindakan CAG/PCI pada 77 tindakan pasien tidak sesuai dengan paket standar. Penggunaan 14% item paket standar telah sesuai dengan jumlah pada paket standar, sedangkan 51% item melebihi paket standar dan 35% lainnya di bawah paket standar. Selama bulan Juni – Agustus 2023, penggunaan item untuk tindakan CAG/PCI melebihi dari paket standar.

Pharmaceutical services in hospitals are an important part of the hospital health service system which focuses on the management of pharmaceutical supplies, medical devices and consumable medical materials as well as clinical pharmacy services. The University of Indonesia Hospital (Rumah Sakit Universitas Indonesia) provides various health facilities and services, one of which is the Central Operation Theater (COT) Unit which focuses on providing surgical procedures or surgical procedures, one of which is CAG/PCI procedures. The OK (Operatio Kamer) Pharmacy Unit plays a role in supporting the activities of the COT unit by providing various packages of operational needs. This study aims to evaluate the use of the standard CAG/PCI action package that has been prepared to optimize the efficiency and effectiveness of service and management of pharmaceutical preparations in the OK UI Hospital pharmacy unit. Data collection was carried out retrospectively using data for the period June – August 2023. The data was then processed using Microsoft Excel and assessed for suitability per patient, per item and per month. The results of the analysis showed that the use of CAG/PCI action items in 77 patient procedures was not in accordance with the standard package. The use of 14% of standard package items is in accordance with the amount in the standard package, while 51% of items exceed the standard package and the other 35% are below the standard package. During June – August 2023, item usage for CAG/PCI actions exceeds that of the standard package.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cademartiri, Filippo, editor
"The rapid advances in CCT technology, the advent of new clinical applications, and the acquisition of data on prognostic value are just some of the reasons for the publication of this new edition of Clinical Applications of Cardiac CT, little more than 3 years after the first edition appeared. The text has been extensively revised and updated to reflect current knowledge and practice, and the structure and layout of the educational content have also been improved. The imaging targets, semeiology, technique, and clinical applications of CCT are all covered in detail, and in addition relevant information is provided on epidemiology, clinical assessment, and the role of other diagnostic modalities. This book will prove an invaluable tool for radiologists and cardiologists alike."
milan: Springer-Verlag, 2012
e20420784
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Rismat Hidayat
"

Weighted computed tomography dose index (CTDIw) konvensional mungkin tidak sesuai untuk dosimetri three-dimensional rotational angiography (3DRA) karena lebar berkas dan sudut rotasi yang digunakan tidak sama. Penelitian ini dilakukan untuk merumuskan metrik baru dosimetri 3DRA, yakni rotational angiography dose index (RADI) untuk menentukan dosis rata-rata yang lebih akurat dalam bidang cross-sectional dari fantom silinder menggunakan simulasi Monte Carlo. Fantom CTDI standar dan tabung sinar-X pesawat angiografi 3DRA Siemens Artis Zee disimulasikan dengan menggunakan EGSnrc user code. Metode ini mengakomodasi penggunaan dosimeter bilik pengion standar 10 cm untuk cone-beam computed tomography (CBCT) pada 3DRA dengan berkas yang dikolimasi. Komparasi hasil perhitungan dosis menggunakan metode CTDIw dan RADI dilakukan untuk mengetahui perbedaan relatifnya. Kami menemukan bahwa nilai matrik RADI pada penelitian ini adalah 1/6RADIc + 1/9RADI12 + 1/5RADI3 + 1/4RADI6 + 1/5RADI9 dengan perbedaan relatif terhadap CTDIw sebesar 5,35%. Perlu studi lanjutan untuk mengkonfirmasi nilai koefisien RADI terhadap hasil pengukuran sebelum metode ini dapat direkomendasikan untuk digunakan dalam aspek dosimetri dari jaminan kualitas modalitas 3DRA.

KATA KUNCI: angiografi rotasi 3 dimensi; dosimetri; jaminan kualitas; simulasi Monte Carlo.

 


The conventional weighted computed tomography dose index (CTDIw) may not be suitable for dosimetry of three-dimensional rotational angiography (3DRA) owing to the non-standard beam width and angle of rotation. This study was conducted to formulate a new metric of 3DRA dosimetry, namely rotational angiography dose index (RADI) to determine a more accurate average dose in the cross-sectional plane of a cylindrical phantom using Monte Carlo simulation. A standard CTDI phantom and the X-ray tube of a Siemens Artis Zee 3DRA angiography were simulated by employing EGSnrc user code in this research. This method accommodates the use of a standard 10 cm ionization chamber for cone-beam computed tomography (CBCT) in collimated 3DRA beam. Comparison of the results on dose calculations using the CTDIw and the proposed RADI methods was carried out to determine the relative differences. We found that the RADI metric of this study was 1/6RADIc + 1/9RADI12 + 1/5RADI3 + 1/4RADI6 + 1/5RADI9 with a relative difference against CTDIw of 5.35%. Further studies are required to confirm the value of the RADI coefficient on the measurement results before this method can be recommended for use in the dosimetry aspect quality assurance of 3DRA feature.

KEYWORDS : three-dimensional rotational angiography; dosimetry; Monte Carlo simulation; quality assurance.

 

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamdi Sahal
"Pesawat angiografi rotasi 3 dimensi digunakan dalam radiologi intervensi, kardiologi intervensi dan bedah invasif minimal yang dapat memvisualisasikan pembuluh darah, dan mengevaluasi anatomi tubuh yang lebih rumit dengan dosis radiasi yang lebih besar dibandingkan generasi sebelumnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan perhitungan estimasi dosis radiasi yang masuk ke dalam tubuh pasien yang dibandingkan dengan dosis ambang yang dapat diterima. Penelitian dilakukan dengan menggunakan phantom rando jenis wanita di dua instalasi cathlab dengan jenis pesawat yang berbeda. Pengukuran dosis dilakukan dengan menggunakan TLD pada mata, tiroid, spinal cord, payudara dan gonad pada mode preset yang berbeda untuk kepala dan abdomen.
Hasil penelitian menunjukkan pada pesawat 1, dosis yang diterima untuk pengukuran kepala pada mode 5sDR Head berkisar antara 1,17 mGy-3,68 mGy dan pada mode 5sDR Head Care berkisar antara 0,58 mGy-1,15 mGy. Sedangkan untuk pengukuran abdomen pada mode 5sDR Body dosis yang diterima adalah berkisar antara 0,50 mGy-0,85 mGy dan pada mode 5sDR Body Care berkisar antara 0,55 mGy-0,79 mGy. Pada pesawat 2, dosis yang diterima untuk pengukuran kepala pada mode Carotid Prop Scan berkisar antara 2,20 mGy-3.71 mGy dan mode Carotid Roll Scan berkisar antara 2,02 mGy-4,59 mGy. Sedangkan dosis yang diterima untuk pengukuran abdomen pada mode Abdomen Prop Scan berkisar antara 0,44 mGy-2,34 mGy dan pada mode Abdomen Roll Scan berkisar antara 0,43 mGy-1,30 mGy. Kesimpulan dari penelitian ini adalah semua mode preset tidak memberikan dosis yang mendekati dosis ambang untuk setiap titik pengukuran.

Three dimensional Rotational Angiography 3DRA is mostly used in interventional radiology, interventional cardiology, and minimal invansive surgery to visualize blood vessels, and more complicated anatomy with more visual capacity than the previous generation. The rotating nature of image acquisition with suspected high radiation dose requires dose estimation. This study was aimed to measure radiation dose in 3DRA and compare it to the thresholds for deterministic risks. Measurement using TLDs were carried out on female Rando phantom in two angiography suites with different device types, with the organ of interest being eyes, thyroid, spinal cord, breast and gonad. Different preset modes for head and abdomen were employed for comparison.
The result for device 1 showed that dose on 5sDR Head mode ranged from 1,17 mGy 3.68 mGy and in 5sDR Head Care mode ranged from 0,58 mGy 1,15 mGy while the measured dose on the body in 5sDR Body mode ranged from 0,50 mGy 0,85 mGy and in 5sDR Body Care mode ranged from 0,55 mGy 0.79 mGy. On device 2, the result showed the measured dose on the head in carotid prop scan mode ranged from 2,20 mGy 3.71 mGy and in carotid roll scan mode ranged from 2,02 mGy 4,59 mGy while the measured dose on the body in abdomen prop scan mode ranged from 0,44 mGy 2,34 mGy and in abdomen roll scan mode ranged from 0,43 mGy 1,30 mGy. The study presents that all preset modes do not deliver near threshold doses for each measurement point.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68072
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Aspar Mappahya
"Pemeriksaan invasif dengan arteriografi koroner selektif dapat memberi informasi akurat tentang lokasi dan luasnya proses aterosklorosis sekaligus memungkinkan visualisasi kolateral. Dengan pemeriksaan ventrikulografi kiri dapat diketahui kemampuan kontraksi ven trikel kiri dengan menganalisa kontraktilitasnya baik Secara regional maupun global.
Tujuan penelitian ini adalah memperoleh data awal tentang gambaran morfologi arteri koronaria termasuk distribusi, lokasi dan derajat stenosis serta hubungannya dengan beberapa parameter yang berkaitan erat pada penderita Penyakit Jantung Koroner di Indonesia umumnya dan di Rumah Sakit Jantung Hara pan Kita khususnya; dan menilai peranan sirkulasi kolateral pada penderita infark miokard anterior dengan obstraksi total dan subtotal pada arteri desendens anterior kiri.
Dilakukan penelitian retrospektif terhadap 821 penderita yang dirujuk ke Unit Pelaksana Fungsionil Invasif RSJHR dengan suspek atau pasti menderita PIK selama periode 1 Januari 1986 sampai dengan 31 Desember 1988. Terdapat 126 penderita dengan arteri koronaria yang normal dan sisanya, 695 penderita dianalisa lebih lanjut. Secara keseluruhan dari 821 penderita ditemukan 44,7% distribusi dominan kanan, 40,1% distribusi seimbang, dan 15,2% distribusi dominan kiri. Dari perhitungan berat dan luasnya stenosis ditemukan korelasi bermakna (p <0,01) antara skor stenosis cara AHA dan jamlah pembuluh yang sakit cara GLH. Dari segi umur tidak ada perbedaan skor stenosis yang bermakna antara kelompok umur dengan rata-rata keseluruhan (p>0,05). Tetapi ada perbedaan bermakna (
p <0,05) antara kelompok dibawah 39 tahun dan kelompok 40-69 tahun. Juga tidak ada perbedaan bermakna (p >0,05) diantara kelompok umur pada mereka dengan penyakit satu maupun dua dan tiga pembuluh.Berdasarkan jenis kelamin tidak banyak perbedaan distribusi jumlah pembuluh yang sakit. Obstruksi total lebih banyak dijumpai pada ke tiga arteri koronaria utama dibanding obstruksi subtotal pada semua kelompok umur kecuali pada kelompok diatas 70 tahun untuk Cx terjadi sebaliknya. Secara umum hipotesis tentang makin banyaknya faktor risiko koroner makin tinggi skor stenosisnya tidak terbukti pada penelitian ini dan hanya hipertensilah satu-satunya terbukti mempunyai pengaruh jelas terhadap beratnya stenosis . Dari gambaran radiologis, terbukti bahwa berat stenosis merupakan salah satu penyebab yang penting untuk timbulnya kardiomegali; selain itu adanya kardiomegali pada penderita PJX bisa meramalkan adanya asinergi dengan sensitivitas 64% dan spesifitas 57%. Berdasarkan gambaran EKG penderita yang diteliti lebih banyak yang telah mengalami infark (56,7%) dibanding yang tanpa infark; dan ada kecenderungan persentase penyakit satu pembuluh lebih dominan pada penderita tanpa infark dan persentase penyakit tiga pembuluh lebih dominan pada penderita infark, sementara penyakit dua pembuluh paling tinggi persentasenya pada kedua kelompok. Tidak ada perbedaan skor stenosis yang bermakna antara penderita infark transmural dan penderita infark non-Q meskipun skor stenosis pada infark transmural lebih tinggi. Stenosis bermakna pada LMCA lebih banyak ditemukan pada penderita PJK tanpa infark (55%) dibanding yang telah infark, juga persentase bermakna pada LMCA lebih banyak dijumpai.pada penyakit tiga pembuluh. Terdapat 5 (20,8%) dari penderita dengan aneurisma ventrikel yang menunjukkan elevasi. ST dan hany,a 11 (45,8%) yang disertai kolateral. Hasil ULJB pada 267 penderita memperlihatkan kecenderungan hasil positif ringan lebih banyak pada penyakit satu pem buluh dan hasil positif berat lebih banyak pada penyakit tiga pembuluh; sensitivitas pemeriksaan ULTB adalah 85%. Dari beberapa parameter yang berhubungan dengan ventrikulografi terlihat gambaran asinergi lebih sering dijumpai pada penyakit yang lebih luas sedangkan normokinesis lebih sering pada mereka dengan stenosis yang tidak begitu luas. Tnsufisiensi mitral sering dijumpai pada pemeriksaan ventrikulografi dan pada penelitian ini lebih banyak dijumpai (40,8%) pada asinergi inferior; juga paling sedikit ditemukan pada penyakit satu pembuluh.
Penilaian peranan sirkulasi kolateral terhadap PJK umumnya terlihat tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05) persentase pemendekan hemi dan longaxis diantara keempat kelompok derajat kualitas kolateral pada 38 penderita PIK dengan obstruksi total dan subtotal -
tanpa infark anterior. Juga tidak ada perbedaan bermakna dalam hal FE, TDAVK dan VDA pada kelompok ini. Adapun pada kelompok penderita yang telah mengalami infark anterior, ternyata ada perbedaan persentase pemendekan hemi dan longaxis yang bermakna, (p<0.01 ), khususnya aksis yang sesuai dengan perfusi LAD, sehingga dapat disimpulkan bahwa makin baik kualitas kolateral makin baik pula fungal ventrikel kiri, meskipun persentase pemendekan tersebut masih lebih rendah dibanding yang ditemukan pada kelompok kontrol. Demikian pula ada perbedaan bermakna (p 0,01) dalam hal FE,dan TDAVK diantara keempat kelompok derajat kualitas kolateral yang selanjutnya memperkuat kesimpulan diatas.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa peranan sirkulasi kolateral pada penderita PJK baik yang belum maupun yang telah mengalami infark sangat penting dalam menilai hubungannya dengan fungsi ventrikel k iri serta sangat berguna untuk menentukan tindak lanjut baik yang bersifat konservatif maupun yang bersifat intervensi angioplasti dan bedah pintas koroner.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T 4126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramudjo Abdulgani
"ABSTRAK
Dalam upaya meningkatkan sensitifitas dan spesifisitas hasil uji Iatih jantung dengan beban (ULJB ), beberapa peneliti menghitung kemiringan ST/laju jantung (LJ) maksimal ('maximal ST/HR slope'), yaitu nilai B dari persamaan Y = B (X - Xo). Y : depresi segmen ST, X = laju jantung dan Xo : laju jantung saat mulai akan
timbul depresi segmen ST. Tujuan penelitian ini yaitu meneliti peranan kemiringan ST/LJ maksimal (SLOPE) Serta meneliti adakah peranan Xo dalafn memprediksi berat penyakit jantung koroner(PJK). Penelitian bersifat prospektif pads 23 sukarelawan, yang diIakukan angiografi koroner dan ULJB di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, antara 1 Desembar 1988 sampai dengan 28 Februari
1989. Sebagian penderita dilakukan ULJB dengan metode Bruce (n=7), sedang sisanya dengan modifikasi Bruce (n=16). Semua penderita adalah laki-laki, berumur 38-55 (rata-rata 52, 1_+6,4) tahun. Dua pulun penderita dengan riwayat infark, 2 dengan angina pektoris dan 1 asimtomatis. Bila penderita minum obat (antagonis
kalsium, penghambat reseptor beta) pada saat ULJB, obat tidak dihentikan. Penghitungan SLOPE dilakukan menurut Cara Kligfield. Derajat iskemi miokard diukur menurut skor dari Green Land Hospital (GLH). Tiga penderita tidak dapat dihitung nilai SLOPEnya (13%). Ditemukan korelasi positif antara nilai SLOPE dengan skar GLH(r=0,83 : p<0,00001),yang dapat dinyatakan dengan persamaan :
skor GLH = 2,28 + 0,8 SLOPE. Rata-rata nilai SLOPE pada ke empat kelompok penderita (?normal', 1, 2, 3 penyakit pembuluh darah), berturut-turut adalah 1,04 _+ 0,63 uV/denyut/menit; 2,84 _+ 1,27
UV/denyut/menit; 5, 46 _+ 3,76 uV/denyut/menit; dan 10,62 _+ 2,60 UV/denyut/menit. Secara statistik perbedaan rata-rata dari ke 4 kelompok ini bermakna (p < 0,0005). Sedangkan nilai Xo tidak mempunyai korelasi dengan skor GLH.
Dari penelitian ini kami menyimpulkan bahwa nilai SLOPE
mempunyai nilai prediksi terhadap berat ringan PJK, sedangkan nilai Xo tidak."
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Indrawati
"ABSTRAK
Prevalensi PJK di Indonesia masih sangat tinggi dan masih menjadi penyebab
kematian tertinggi untuk penyakit kardiovaskular. Diperlukan upaya pencegahan
baik primer maupun sekunder untuk pengendalian faktor risiko PJK tersebut.
Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor yang berhubungan dengan
kemampuan pasien PJK melakukan pencegahan sekunder. Desain penelitian ini
adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional dengan jumlah
responden PJK 68 orang dan sudah menjalani coroner angiography. Data
dikumpulkan menggunakan kuesioner pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi,
dukungan keluarga dan sumber informasi serta kemampuan melakukan
pencegahan sekunder faktor risiko dengan acuan kuesioner KAP. Hasil penelitian
ini adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan melakukan
pencegahan sekunder faktor risiko meliputi pengetahuan (p=0,010), sikap
(p=0,0001), persepsi diri (p=0,003), motivasi (p=0,001), dukungan keluarga
(p=0,016. Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik diperoleh bahwa faktor
yang paling dominan berhubungan dengan kemampuan pasien PJK adalah sikap
dalam melakukan pencegahan sekunder faktor risiko PJK. Hasil penelitian ini
dapat dijadikan acuan dalam pengembangan program edukasi kesehatan dan
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang berfokus pada PJK.

Abstract
The prevalence of CHD in Indonesia is still very high. It still becomes the leading
cause of death among other diseases. Control of risk factors for CHD prevention
requires both primary and secondary. This study aimed to analyze factors related
to the ability of secondary prevention of CHD patients. This study was designed
as a descriptive analytic with cross sectional approach. This study involved 68
CHD patients who had undergone angiography. Six instruments were used to
measure knowledge, attitudes, self-perception, motivation, family support and
information resources, and Knowledge Attitude Practice (KAP) questionnaire to
determine the ability to perform risk factors secondary prevention. The results
showed that factors related to ability to perform the risk factors secondary
prevention were including knowledge (p = 0,010), attitude (p = 0,0001), self
perception (p = 0,003), motivation (p = 0,001), family support (p = 0,016),
sources of information (p = 0,757). Multivariate logistic regression model analysis
showed that most dominant factor associated with CHD patient?s ability is the
attitude (B = 5,13). The result of this study can be used as a reference for health
education development and to promote nursing care focused on CHD patients."
2012
T31743
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Sulastri C.
"Terdapat hubungan antara kejadian PJK dan stroke iskemik,keduanya memiliki faktor risiko yang sama yang berhubungan dengan aterosklerosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase PJK berdasarkan pemeriksaan angiografi koroner pada pasien dengan stroke iskemik yang dikonfirmasi dengan CT scan kepala juga memberikan kontribusi berupa sebaran faktor risiko apa yang berperan pada kejadian PJK yang disertai dengan stroke iskemik. Seluruh subyek penelitian dengan stroke iskemik (64 orang) yang dilakukan pemeriksaan angiografi koroner memiliki PJK (100%). Seluruh subyek penelitian memiliki faktor risiko stroke dan PJK bahkan sebagian besar memiliki 3 atau lebih faktor risiko.

There is a relationship between the incidence of CHD and ischemic stroke , both have the same risk factors associated with atherosclerosis . This study aims to determine the percentage of CHD by coronary angiography examination in patients with ischemic stroke confirmed by head CT scan also contribute to the spread of what the risk factors that play a role in CHD events were accompanied by ischemic stroke. All subjects with ischemic stroke ( 64 men ) who had a coronary angiography examination CHD ( 100 % ) . All recipients have risk factors for stroke and CHD in fact most have 3 or more risk factors ."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Wahyu Tanjungsari
"Sindrom koroner akut (SKA) merupakan salah satu kegawatan kardiovaskular di
Instalasi Gawat Darurat (IGD). Tatalaksana SKA yang ada saat ini membutuhkan waktu
minimal 3 jam untuk menentukan apakah pasien dirawat atau dipulangkan, hal ini akan
berdampak pada kepadatan IGD dan pemborosan biaya perawatan. European Society of
Cardiology merekomendasikan algoritma 0/1 jam pada pasien dengan gambaran EKG
non elevasi segmen ST (NEST) dengan menggunakan high sensitive troponin T (hscTnT)
dalam menegakkan atau penapisan infark miokard akut non elevasi segmen ST
(IMA-NEST). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan nilai diagnostik hs-cTnT
jam ke-1 dan jam ke-3 pada terduga SKA non elevasi segmen ST dengan awitan nyeri
dada kurang dari 6 jam. Desain penelitian potong lintang. Sebanyak 100 subjek
penelitian yang diambil secara konsekutif sampling. Sensitivitas, spesifisitas, nilai
prediksi positif, dan nilai prediksi negatif kadar hs-cTnT 0/1 jam secara berurutan
adalah 93,75%, 98,81%, 93,75%, 98,81%, sementara sensitivitas, spesifisitas, nilai
prediksi positif, dan nilai prediksi negatif kadar hs-cTnT 0/3 jam secara berurutan
adalah 87,50%, 96,81%, 93,33% 97,65%. Pemeriksaan hs-cTnT 0/1 jam dapat
dipergunakan dalam rule in dan rule out terduga IMA-NEST dengan awitan nyeri dada
kurang dari 6 jam.

Acute coronary syndrome (ACS) is one of the cardiovascular events in an Emergency
Installation (ED). The patients management of ACS required at least 3 hours to
determined whether the patient hospitalized or outpatient, these would increased EDs
crowded and high cost treatment. The European Society of Cardiology recommended a
0/1 hour algorithm in patients with ECG showed non ST segment elevationusing high
sensitive troponin T (hs-cTnT) parameter to rule in or rule out non ST segment
elevation myocard infarct (NSTEMI).We aimed to compare diagnostic values of hscTnT
at the 1st and 3rd hour in NSTEMI with chest pain onset less than 6 hours. Study
design was cross sectional. A total of 100 subjects enrolled by consecutive sampling
method. Sensitivity, specificity, positive predictive value, and negative predictive value
of hs-cTnT 0/1 hours were 93.75%, 98.81%, 93.75%, 98.81%, while sensitivity,
specificity, positive predictive value, and the negative predictive value of hs-cTnT 0/3
hours were 87.50%, 96.81%, 93.33%, 97.65%. Hs-cTnT 0/1 hour test can be used in
rule in and rule out suspect NSTEMI with the chest pain onset less than 6 hours."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>