Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181173 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lintang Kirana Sitaputri
"Ruang pamer adalah ruang yang berfungsi sebagai sarana penyajian karya untuk dikomunikasikan sehingga dapat diapresiasi oleh masyarakat luas. Maka dari itu, semua kalangan publik, termasuk penyandang tunanetra, berhak untuk menikmati kunjungannya ke ruang pamer seperti pengunjung lainnya. Untuk menerima informasi dalam ruang pamer, desain inklusif perlu diterapkan pada perancangan media penyajian karyanya. Utamanya, bagi penyandang tunanetra, media penyajian objek pamer perlu menghadirkan stimulus selain visual. Dari penilitian participatory observation yang dilakukan Ann Heylighen & Jasmien Herssens (2014), berdasarkan perspektif observer penyandang tunanetra, arsitek masih kerap mendesain hanya menekankan pada pendekatan visual dan kurang melibatkan kekayaan multisensori dari lingkungan. Sedangkan, penyandang tunanetra mengandalkan indra mereka yang lain untuk dapat menerima informasi dari lingkungan bangun di sekitarnya. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana pendekatan multisensori pada media penyajian karya dapat mengakomodasi pengunjung tunanetra dan memberikan wawasan terkait kemampuan kognitif tunanetra dalam menangkap stimulus multisensori. Metode penulisan didasarkan pada studi literatur untuk mempelajari teori dan studi kasus untuk mengidentifikasi dan menganalisis media penyajian karya dengan penerapan pendekatan multisensori. Studi kasus dilakukan secara kualitatif melalui participatory observation terhadap media penyajian objek pamer di Taman Arca dan IMAGI Space di mana ditemukan bahwa adanya hirarki keutamaan dalam penyampaian stimulus kepada penyandang tunanetra.

An exhibition is a space that functions as a means of presenting objects to be communicated so that they can be appreciated by the public. Therefore, all members of the public, including the visually impaired, have the right to experience it as other visitors do. To receive information in an exhibition, inclusive design needs to be applied to the design of the media display. Mainly, for people who are blind, the media display in exhibitions needs to present stimulis other than visuals. From the participatory observation research conducted by Ann Heylighen & Jasmien Herssens (2014), based on the perspective of blind observers, architects still often design with only emphasizing the visual approach and less involving the multisensory richness of the environment. Meanwhile, blind people rely on their other senses to receive information from their environment. The purpose of this thesis is to figure out how the multisensory approach in media displays can accommodate blind visitors and provide insights into the cognitive abilities of the blind in capturing multisensory stimulis. The writing method is based on literature studies to study theory and case studies to identify and analyze media displays that apply the multisensory approach. The case study was conducted qualitatively through participatory observation of media displays in Taman Arca and IMAGI Space where it was found that there is a hierarchy of virtues in the delivery of multisensory stimulis to the blind."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sayyid Fauzan Ilmi
"Ruang pamer umumnya berisikan objek-objek yang tidak dapat disentuh secara langsung dan bersifat dominan visual. Hal ini merugikan bagi khususnya orang tunanetra yang memiliki keterbatasan dalam melihat. Perancangan ruang pamer yang inklusif terhadap tunanetra perlu dicapai dengan metode khusus melalui interaksi multisensor. Salah satu diantara metode yang paling efektif dipakai pada pameran untuk tunanetra adalah dengan memakai audio (bunyi). Tulisan ini akan membahas bagaimana metode penyampaian pameran melalui audio dapat membantu tunanetra memahami sebuah objek visual. Pembahasan dilakukan melalui 2 buah studi kasus (“Oregon Project”; “IMG Exhibition”) yang menerapkan metode ini untuk tunanetra. Hasil studi kasus kemudian akan menjadi dasar pengetahuan mengenai efektivitas dan performa pameran untuk menghasilkan pengalaman yang baik bagi tunanetra.

Exhibitions generally contain objects that cannot be touched directly and are visually dominant. This is detrimental for especially blind people who have limited vision. The design of an exhibition that is inclusive of the visually impaired needs to be achieved by a special method through multisensory interaction. One of the most effective methods used at exhibitions for the blind is to use audio (sound). This paper will discuss how the method of delivering exhibitions through audio can help the visually impaired understand a visual object. The discussion was carried out through 2 case studies (“Oregon Project”; “IMG Exhibition”) that applied this method to the visually impaired. The results of the case studies will then become the basis for knowledge about the effectiveness and performance of the exhibition to produce a good experience for the visually impaired."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Mochammad Chaerul Imam Puraatmadja
"Artikel ini membahas perbedaan sikap pengunjung terhadap dua jenis pameran yang berbeda di Museum Bank Indonesia: pameran koleksi dan Immersive Cinema. Saat ini, museum memainkan peran penting yang tidak hanya sebagai tempat penyimpanan artefak nyata tetapi juga sebagai penggabung antara hiburan dan pendidikan bagi pengunjung. Di era modern, kemajuan pesat dalam teknologi, khususnya teknologi imersif, telah secara signifikan mengubah pengalaman di museum. Teknologi imersif mengaburkan batas antara dunia fisik dan virtual yang memungkinkan pengalaman secara lebih mendalam dan menarik. Hipotesis penelitian ini adalah Immersive Cinema memberi pengaruh sikap pengunjung yang lebih tinggi dibandingkan pameran koleksi. Metode penelitian kuantitatif digunakan dengan pendekatan survei komparatif. Museum Bank Indonesia telah memperbarui tata letak pamerannya menjadi tiga klaster utama: Klaster Kelembagaan dan Kebijakan, Klaster Numismatik, dan Klaster Arsitektur Gedung. Hasil analisis mengungkapkan bahwa pengunjung menunjukkan sikap yang lebih positif terhadap Immersive Cinema dibandingkan dengan pameran koleksi. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa pengunjung lebih menyukai Immersive Cinema dalam unsur teknologi, penyampaian informasi, suasana dan dekorasi, serta pengalaman keseluruhan. Temuan ini menunjukkan bahwa teknologi interaktif dan imersif secara signifikan meningkatkan sikap pengunjung di lingkungan museum yang menyoroti potensi museum untuk memanfaatkan teknologi tersebut guna menarik dan melibatkan audiens modern.

This paper investigates the differing attitudes of visitors towards two distinct exhibition types at Museum Bank Indonesia: the collection exhibition and the Immersive Cinema. Museums today play a crucial role not only as repositories of tangible artifacts but also as destinations that blend entertainment and education for their visitors. In the modern era, rapid advancements in technology, particularly immersive technology, have significantly transformed the museum experience. Immersive technology blurs the boundaries between the physical and virtual worlds, allowing for deeper, more engaging experiences. The research hypothesis is that Immersive Cinema has a higher influence on visitors’ attitudes compared to collection exhibitions. A quantitative research method was used with a comparative survey approach. Museum Bank Indonesia has updated its exhibition layout into three main clusters: Klaster Kelembagaan dan Kebijakan, Klaster Numismatik, and Klaster Arsitektur Gedung. The analysis reveals that visitors exhibit a more positive attitude towards the Immersive Cinema compared to the collection exhibition. Further analysis indicated that visitors favored the Immersive Cinema in terms of technology, information delivery, ambiance and decor, and overall experience. These findings suggest that interactive and immersive technologies significantly enhance the visitors’ attitude in museum settings, highlighting the potential for museums to leverage such technologies to attract and engage modern audiences."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Museum Nasional, 1984
745.1 MER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bintang
"Penelitian ini mengkaji pengembangan ekshibisi di Museum Satriamandala untuk meningkatkan kualitas pameran melalui pendekatan "New Museology" yang menekankan inklusivitas, dinamisme, dan interaktivitas. Tujuan utama museum ini adalah mengabadikan perjuangan dan kontribusi para Jenderal TNI dalam sejarah Indonesia, serta menanamkan semangat jiwa korsa. Pada penelitian kali ini berfokus pada ruang yang didedikasikan untuk Jenderal Sudirman, Jenderal Oerip Soemohardjo, Jenderal A.H. Nasution, dan Jenderal H.M. Soeharto, dirancang ulang dengan integrasi konsep-konsep museologi untuk meningkatkan kesadaran dan kebanggaan nasional melalui edukasi sejarah. Usulan pengembangan ekshibisi meliputi fase konseptual dan fase pengembangan yang fokus pada penulisan alur cerita dan desain pameran yang interaktif. Evaluasi berkelanjutan dan penyesuaian berdasarkan umpan balik pengunjung juga ditekankan untuk meningkatkan efektivitas pameran. Dengan mengintegrasikan konsep "New Museology" dan menekankan narasi yang kuat serta koleksi yang relevan, penelitian ini bertujuan untuk memperkuat fungsi Museum Satriamandala sebagai pusat edukasi sejarah dan kebanggaan nasional, sekaligus menanamkan dan memperkuat semangat jiwa korsa.

This research examines the development of exhibitions at the Satriamandala Museum to enhance the quality of displays through the "New Museology" approach, which emphasizes inclusivity, dynamism, and interactivity. The primary goal of the museum is to commemorate the struggles and contributions of the TNI Generals in Indonesia's history, while instilling the Esprit de Corps. This study focuses on the spaces dedicated to General Sudirman, General Oerip Soemohardjo, General A.H. Nasution, and General H.M. Soeharto, redesigned with integrated museology concepts to enhance national awareness and pride through historical education. The proposed exhibition development includes conceptual and developmental phases, focusing on narrative writing and interactive exhibition design. Continuous evaluation and adjustments based on visitor feedback are also emphasized to improve exhibition effectiveness. By integrating the "New Museology" concept and emphasizing strong narratives and relevant collections, this research aims to strengthen the Satriamandala Museum's role as a center for historical education and national pride, while also instilling and reinforcing the Esprit de Corps."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Helga Sania Putri
"Transposisi dalam lingkup interior berperan dalam menghadirkan multi-interpretasi dan persepsi bagi manusia. Pada skripsi ini, pembahasan mengenai transposisi ditujukan sebagai sebuah kondisi interioritas pada ruang yang bersifat ambivalen. Dalam hal ini, transposisi mampu menghadirkan ambivalensi pada ruang pameran karena adanya perubahan persepsi manusia di dalam ruang tersebut. Perubahan persepsi itu dipengaruhi oleh adanya peralihan pada dua unsur, yakni sudut pandang manusia, serta komposisi spasial yang terdapat pada ruang tersebut. Untuk mewujudkannya, maka penerapan transposisi memerlukan medium yang berfungsi sebagai stimulus bagi manusia dalam mengembangkan konsepsi ruang berbasis event tersebut. Visual sebagai elemen yang representatif dalam ranah arsitektur dan interior lantas digunakan sebagai media eksplorasi yang diuraikan dalam skripsi ini. Selain untuk mengidentifikasi karakter ruang dan pemosisian diri manusia, elemen visual juga digunakan sebagai mekanisme untuk melihat dan membaca jejak peralihan karakter spasial. Jejak tersebut lantas digunakan untuk menghasilkan persepsi baru lainnya, seperti ruang tanpa batas (boundless), ruang dengan kesan tactile, serta ruang sebagai representasi suatu image tertentu. Oleh karena itu, ambivalensi interioritas dalam ruang pameran pada akhirnya dapat diperoleh melalui grafis, bayangan, maupun pengaturan objek visual di dalam ruang tersebut.
Melalui transposisi, setiap fenomena yang terjadi di dalam ruang dapat terbangun dengan karakter yang beragam, sehingga dapat memberi interioritas yang dinamis, terlebih dalam sebuah lingkup ruang pameran. Oleh karena itu, manusia diharapkan mampu berpartisipasi secara aktif dalam memahami setiap makna dari sebuah ruang berbasis event yang ia alami.

Transposition in interior sphere plays a role in presenting multi-interpretations and perceptions for humans. In this thesis, the discussion of transposition is intended as an ambivalent condition of interiority in space. In this case, transposition is able to present ambivalence in the exhibition space because of the changes which emerged in human’s perception toward the space itself. Changes in perception are affected by the transition of two elements, namely human’s point of view, and also the spatial composition of the space. To generate it, the practice of transposition requires a medium which functions as a stimulus for humans to develop the conception of event-based space. Visual as a representative element in the realm of architecture and interior is then used as the exploration medium described in this thesis. Besides identifying the character of space and positioning the human beings, the visual elements are also used as a mechanism to recite and trace the transitions of spatial characters. The trails are then used to generate new perceptions, such as boundless space, tactile impression space, and space as a representation of a particular image. Therefore, the ambivalence of interiority in the exhibition space can be obtained through visuals which manifested in graphics, reflections, shadows, and the arrangement of objects in the space.
Through transposition, every phenomenon which occurs in space can be formed from various characters, so that it can provide dynamic interiority, especially in the scope of the exhibition space. For that way, humans are expected to be able to actively participate in understanding every meaning of an event-based space where they are engaged in.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wengen, Ger van
Jakarta: Direktorat Permuseuman, Direktorat Jendral Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986
069.1 WEN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tiffany Karisma
"

Dualisme sebagai elemen penting dalam kehidupan manusia (Caan, 2011) pada konteks kota diwujudkan dengan adanya perbedaan antara publik dan privat. Dalam konteks publik, dualisme kembali memecah komunitas—sekelompok manusia yang berinteraksi dalam suatu lokasi terus menerus (KBBI daring, 2020)—menjadi inside dan outside. Adanya lokasi yang digunakan membentuk attachment komunitas sehingga place tersebut berubah menjadi territory yang dilengkapi oleh physical and spatial boundaries. Perbedaan ini menimbulkan pertentangan antar-komunitas sehingga bagaimana manusia memersepsikan ruang terpengaruh dengan boundaries sesuai dengan posisi mereka dalam masyarakat. Akan dilakukan pembahasan mengenai persepsi dan dampak pertentangan dan boundaries dengan menggunakan studi kasus karya fiksi The Hunchback of Notre-Dame (1831) karya Victor Hugo yang memiliki banyak outside dengan latar belakang yang berbeda satu sama lain yang selanjutnya akan dipersepsikan menggunakan The Body and the City (Steve Pile, 1996), The Image of the City (Kevin Lynch, 1960) dan The Poetics of Space (Gaston Bachelard, 1994). Pada studi ini, pembedaan inside-outside didasari oleh kondisi sosio-spasial kota. Didapatkan bahwa perilaku dan boundaries yang dibentuk inside sangat berpengaruh pada reaksi yang diberikan oleh outside. Faktor ini dengan mudah mendorong outside keluar baik dari place atau territory inside maupun tempat publik. Hal ini selanjutnya mempengaruhi bagaimana outside berinteraksi dengan ruang privat atau place personalnya. Boundaries dimunculkan baik sebagai pelindung atau pembatas outside yang secara dominan memunculkan disconnectedness diwujudkan dengan jarak yang bersifat vertikal (adanya perbedaan ketinggian). Hal ini mempengaruhi bagaimana outside berinteraksi dengan place privat atau personal mereka.


Dualism as an important aspect in human life (Caan, 2011) on a city scale is realized with a differentiation between public and private. In the public context, dualism then divides community—a group of people interacting on a certain location for a prolonged period (online KBBI, 2020)—into inside and outside. This location forms communities’ attachment, hence said location turned into their territory with its own physical and spatial boundaries. This differentiation causes conflict between communities and in turn affects how people perceive space is influenced by boundaries corresponding to their position in society. Discussion on how this conflict and boundaries affects perception will use a literary study case The Hunchback of Notre-Dame (1831) by Victor Hugo in which many of its characters acts as an outside with various background using The Body and the City (Steve Pile, 1996), The Image of the City (Kevin Lynch, 1960) and The Poetics of Space (Gaston Bachelard, 1994). On this study, inside-outside differentiation is based on a city’s existing socio-spatial condition. It is noted that behaviour and boundaries established by inside impacts heavily on the outside’s reaction. This factor easily pushes outside out from both inside’s territory and public space. Boundaries could be established to protect or alienate the outside that dominantly manifested by a vertical distance (distinction on height). This impacts how outside interacts with their private/ personal place.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyanka Sribadindra Dewanti
"Agar dapat menyesuaikan dengan pasar global, dibutuhkan kemampuan beradaptasi oleh sebuah perusahaan multinasional dalam berbahasa dan berbudaya. Hal tersebut karena adanya perbedaan budaya dan bahasa yang dimiliki oleh masing-masing negara. Sebagai perusahaan multinasional, IKEA memasarkan produknya pada laman web resmi IKEA di berbagai negara. Dalam penelitian ini media elektronik berupa laman web IKEA Belanda (www.ikea.nl) dan Indonesia (www.ikea.co.id) menjadi sumber korpus yang diteliti. Penelitian ini membahas penggunaan majas dalam iklan produk ruang kamar anak pada laman web IKEA di Belanda dan Indonesia. Terdapat delapan iklan dari laman web IKEA yang dianalisis. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif-komparatif disandingkan dengan teori Sapir Whorf (1929) mengenai sosiolinguistik, teori majas oleh Wiertzman dan Jensen (2011), serta teori Zhu Hua (2019) mengenai peran bahasa dan komunikasi antar budaya. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya delapan jenis majas yang ditemukan pada delapan iklan inspirasi ruang kamar anak IKEA Belanda dan Indonesia. Penggunaan majas tersebut dipengaruhi oleh budaya yang ada di masing masing negara

In order to adapt the global marketing, adaptibility by language and culture is required for a multinational company. The adaptation is due to the cultural and language differences of each country. As a multinational company, IKEA advertises its products on the official IKEA website in each country. This research is based on the official websites of IKEA Netherlands (www.ikea.nl) and IKEA Indonesia (www.ikea.co.id). This research analyses the figurative language that used in the advertising of IKEA children`s room inspiration on IKEA Netherlands and Indonesia`s websites. There are eight types of ads analyzed. The method used in this research is descriptive-comparative qualitative research with Sapir Whorf concepts of sociolinguistics (1929), Wiertzman and Jensen figure of speech theory (2011), and Zhu Hua`s theory on language and intercultural communication (2019). This research reveals that eight kind of figure of speech are found in IKEA children`s room inspirations advertisements on both of the official websites of IKEA. The use of figure of speech is influenced by the culture in each country "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Taufiq Ashar
"Bagaimana memori pada setiap masanya dapat berkaitan dan menjadi suatu narasi dalam bentuk rajutan memori kolektif yang sama-sama bangsa ini jaga kedepannya, sehingga dapat menjawab isu dari “Konstruksi Memori Pada Arsitektur Kawasan Taman Proklamasi di Jakarta”. Penulisan ini membahas bagaimana narasi yang komprehensif dari memori kolektif pada Kawasan Taman Proklamasi dari masa pasca-kemerdekaan hingga masa pascareformasi, melalui studi literatur serta analisis studi kasus pada arsitektur Kawasan Taman Proklamasi di Jakarta. Teori dan pemikiran yang didapatkan dari studi literatur akan digunakan sebagai landasan untuk menganalisis studi kasus yang akan disajikan. Usaha untuk merajut memori kolektif akan mampu menjadi dasar yang kuat dalam perencanaan di masa sekarang dan masa depan. Konstruksi memori yang terdefinisikan pada Kawasan Taman Proklamasi menjadi hal yang sangat penting bagi bangsa dan negara ini kedepannya, banyak narasi yang tertuang pada tempat diproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia ini dan perlu adanya penataan ulang memori dengan sumber-sumber yang orisinal dalam perajutan memori kolektif dari masa pasca-kemerdekaan hingga masa pascareformasi (saat ini). Dengan rajutan memori kolektif tersebut, sehingga dapat menjadi acuan dalam pengembangan arsitektur kawasan ini serta arah gerakpembangunan Kota Jakarta kedepannya.

The memory of each era in Indonesia’s history is related and potentially transforming into a narrative in the form of a collective memory that this nation will keep. This phenomenon can answer the issue of "Memory Construction in the Architecture of the Proclamation Park Area in Jakarta". This study discusses a comprehensive narrative of the collective memory of the Proclamation Park Area from the post-independence period to the post-reformation period, through literature studies and case study analysis on the architecture of the Proclamation Park Area in Jakarta. Theories and ideas obtained from literature and journals will be used as a basis for analyzing the case studies that will be presented. Efforts to knit collective memory will be able to become a solid basis in urban city planning for the present and the future. The collective memory construction defined in the Proclamation Park Area is very important for this nation and country in the future. There are many narratives contained in this place where the independence of the Republic of Indonesia was proclaimed. Due to its importance, collective memory from the post-independence period until the post-reformation period (currently) must be knitted with notable sources to become a valid collective memory. With the knitted collective memory, it can be a reference in the development of the architecture of this area and the direction of the development of the city of Jakarta in the future."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>