Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99482 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rafi Naufal Ghiffari
"Perbuatan penggelapan premi oleh agen asuransi adalah suatu perbuatan melawan hukum yang melanggar kepentingan individu dan menimbulkan kerugian kepada tertanggung atau pemegang polis. Secara perdata, terhadap kerugian yang timbul dapat dimintai pertanggungjawaban baik secara langsung kepada agen asuransi maupun secara pengganti kepada prinsipal dari agen yaitu perusahaan asuransi. Skripsi ini kemudian membahas 2 (dua) pokok permasalahan yakni bagaimana konsep perbuatan penggelapan premi dalam perkara perdata dan bagaimana mekanisme dan bentuk pertanggungjawaban terhadap perbuatan penggelapan premi. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif, dengan menggunakan sumber-sumber hukum secara tertulis dan didukung dengan analisis putusan pengadilan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perbuatan penggelapan premi dalam perkara perdata dipandang sebagai suatu perbuatan yang melanggar kepentingan individu seseorang dan menimbulkan kerugian, dimana perbuatan tersebut memenuhi rumusan perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata sehingga dapat dimintai pertanggungjawaban. Adapun mekanisme dan bentuk pertanggungjawabannya, perusahaan asuransi dapat dimintakan pertanggungjawaban atas penggelapan premi yang dilakukan oleh agen asuransi.

The act of embezzling premiums by insurance agents is an unlawful act that violates individual interests and causes losses to the insured or policy holder. From the perspective of civil law, the resulting losses can be held accountable either directly to the insurance agent or in lieu of the principal from the agent, namely the insurance company. This thesis then takes 2 (two) main issues, namely how is the concept of premium embezzlement in civil law cases and how is the mechanism and form of accountability for premium embezzlement. The research method used is normative juridical, by using written legal sources and supported by an analysis of a court judgment. The conclusions obtained are, the act of embezzling premiums in civil law cases is seen as an act that violates a person's individual interests and causes losses, where the act fulfills the formulation of an unlawful act in Article 1365 of the Indonesian Civil Code which means the perpetrators can be held accountable. As for the mechanism and form of accountability, insurance companies can be held liable for the act of premium embezzlement conducted by insurance agents."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Virla Nabilah Putri
"Tesis ini membahas mengenai penggelapan yang dilakukan oleh notaris berdasarkan kasus di dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 210/Pid.B/2022/PN Sby, dimana notaris melakukan penggelapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) milik klien untuk mendapatkan keuntungan. Perbuatan notaris tersebut melanggar hukum pidana. Perbuatan notaris tersebut bertentangan dengan Peraturan Jabatan notaris dan Kode Etik Notaris yang menyebutkan bahwa seorang notaris harus memiliki integritas tinggi, jujur, amanah, tidak berpihak, tidak dapat memiliki kepentingan terhadap akta yang dibuatnya. Penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut yaitu mengenai penyalahgunaan jabatan yang dilakukan oleh notaris dalam tindak pidana penggelapan dan tanggung jawab hukum penyalahgunaan jabatan yang dilakukan oleh notaris dalam tindak pidana penggelapan. Bentuk penelitian ini adalah penelitian doktrinal. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Analisis data dengan pendekatan kualitatif. Penggelapan yang dilakukan oleh notaris melanggar hukum pidana dan juga melanggar ketentuan di dalam Peraturan Jabatan notaris dan Kode Etik Notaris, sehingga notaris bertanggung jawab atas perbuatannya baik secara administrasi, perdata dan secara pidana. Agar tidak menyalahgunakan jabatannya diperlukan pembinaan preventif dari Majelis Pengawas Daerah, sanksi tegas dari Majelis Pengawas Notaris bagi notaris yang melakukan tindak pidana dan tentunya integritas tinggi yang harus selalu dimiliki oleh notaris.

This thesis discusses about embezzlement that was done by a Notary based on case in Jakarta Surabaya District Court Decision No. 210/Pid.B/2022/PN Sby. The case is about a Notary who has embezzled his client’s BPHTB to gain profit. His action has violated criminal law. Furthermore, his action conflicted with the requirement of a Notary according to Position of Notary Regulation and Code of Ethics of Notary that state a Notary must possess high integrity, honesty, trustworthy, independent and may not have interests to deeds that made by him. In regard to that case, therefore I am interested to research about the abuse of position by Notary in the criminal act of embezzlement and the liability of law from that action. This research is normative research and has characteristic as descriptive analytic. The type of data which is used is secondary data, consists of primary, secondary, and tertiary legal materials. Data analysis is done with qualitative approach. This thesis concludes that embezzlement by a Notary is infringement to criminal law and violate the Notary Position and Code of Ethics of Notary, therefore he must liable for his actions according to administration law, civil law, and criminal law. In order to prevent a Notary to do such matter, some actions are required such as preventive coaching from Regional Supervisory Board, strict penalty from Notary Supervisory Board to the Notary who does an offense, and obviously the capability of a Notary to preserve a high integrity."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saskia Shafa Humairo
"Berbagai jenis kondisi lingkungan kerja dapat memengaruhi terjadinya insurance fraud atau tindak pidana perasuransian yang dilakukan oleh agen asuransi salah satunya sistem pengendalian internal atau pemantauan perusahaan yang kurang efektif. Oleh karena itu, skripsi ini membahas mengenai pengenaan pertanggungjawaban perusahaan asuransi selaku korporasi atas tindak pidana yang dilakukan oleh agennya. Bentuk penelitian dari skripsi ini adalah yuridis-normatif menelaah dan menganalisis ketentuan hukum serta bahan pustaka lainnya yang berhubungan dengan tindak pidana perasuransian, dalam hal terjadinya insurance fraud yang dilakukan oleh agen dari suatu perusahaan asuransi. Kesimpulan yang didapat atas penelitian skripsi ini adalah (1) Pengaturan insurance fraud di Indonesia dituangkan di dalam Pasal 77 dan 78 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014, Pasal 381 dan 382 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; dan (2) Suatu korporasi dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana atas insurance fraud yang dilakukan oleh agennya dengan mengacu pada Perma No. 13/2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi. Dari hasil penelitian skripsi ini, badan legislatif pembuat Undang-Undang hendaknya agar dapat benar-benar merumuskan cakupan dan substansi dari Undang-Undang tersebut dengan matang dan bagi para penegak hukum untuk dapat menjadikan Perma No. 13/2016 sebagai pedoman untuk menangani perkara pidana yang melibatkan korporasi.

Various types of work environment conditions can affect the occurrence of insurance fraud carried out by insurance agents, one of which is an ineffective internal control system or company monitoring. Therefore, this thesis discusses the imposition of liability for insurance companies as corporations for criminal acts committed by their agents. The research form of this thesis is juridical-normative reviewing and analyzing legal provisions and other library materials related to insurance crimes, in the event of insurance fraud committed by an agent of an insurance company. The conclusions obtained from this thesis research are (1) The regulation of insurance fraud in Indonesia is stated in Articles 77 and 78 of Law Number 40 of 2014, Articles 381 and 382 of the Criminal Code, Article 1365 of the Civil Code , and Article 251 of the Commercial Code; and (2) A corporation may be subject to criminal liability for insurance fraud committed by its agent by referring to Perma No. 13/2016 concerning Procedures for Handling Criminal Acts by Corporations. From the results of this thesis research, the legislature that makes laws should be able to thoroughly formulate the scope and substance of the law carefully and for law enforcers to be able to make Perma No. 13/2016 as a guideline for handling criminal cases involving corporations. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deasyna Alyssa Putri Sukandar
"Pialang asuransi memiliki kewenangan untuk bertindak untuk dan atas nama tertanggung. Namun, kewenangan tersebut tidak semerta-merta memperbolehkan pialang asuransi untuk bertindak bebas. Pialang asuransi selaku wakil dari tertanggung harus tetap mendapatkan persetujuan setiap kali ia ingin melakukan suatu tindakan hukum yang mengatasnamakan tertanggung. Dalam kasus Putusan Nomor 2642 K/PDT/2015, pialang asuransi mengajukan pembatalan polis asuransi tanpa persetujuan tertanggung dan pialang asuransi pada kasus ini tidak menyalurkan premi asuransi kepada penanggung dan menahan premi asuransi tersebut dalam periode waktu yang panjang. Dengan demikian, penelitian ini dirancang dengan tujuan memberikan pemahaman terkait akibat hukum dari polis asuransi yang dibatalkan oleh pialang asuransi serta adanya tindakan penggelapan premi yang dilakukan oleh pialang asuransi pada kasus bersangkutan. Metode penelitian pada penulisan penelitian ini adalah metode doktrinal, yaitu metode yang memfokuskan pada doktrin berupa aturan, asas, atau norma yang diambil dari sumber hukum. Akibat hukum pembatalan polis yang dilakukan oleh pialang asuransi adalah masih berlakunya polis. Hal ini dikarenakan pialang asuransi bukan merupakan pihak yang berwenang dalam melakukan pembatalan polis. Selanjutnya, pialang asuransi dalam kasus bersangkutan telah melakukan tindakan penggelapan premi sebagaimana tindakannya telah memenuhi unsur-unsur penggelapan premi yang diatur dalam peraturan yang berlaku di Indonesia.

Insurance brokers are authorized to act for and on behalf of the insured. However, this authority does not necessarily allow the insurance broker to act freely. The insurance broker must still obtain approval every time they want to take a legal action on behalf of the insured. In the case of Decision Number 2642 K/PDT/2015, the insurance broker submitted a cancellation of the insurance policy without the consent of the insured and did not distribute the insurance premium to the insurer and held the insurance premium for a long period of time. Therefore, this research is designed to provide an analysis of the legal consequences of insurance policies canceled by insurance brokers and the embezzlement of premiums committed by insurance brokers in the case in question. The research method in this writing is the doctrinal method, which focuses on doctrine in the form of rules, principles, or norms taken from legal sources. The legal effect of policy cancellation carried out by insurance brokers is that the policy is still valid. This is because the insurance broker is not an authorized party in canceling the policy. Furthermore, the insurance broker in the case in question has committed an act of premium embezzlement as his actions have fulfilled the elements of premium embezzlement regulated in the applicable regulations in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farel Akbar Nugraha Putra
"Misselling merupakan suatu hal yang kerap terjadi pada kegiatan usaha asuransi, khususnya pada kegiatan pemasaran. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab dari timbulnya sengketa konsumen pada ranah usaha asuransi oleh karena misselling tentu menimbulkan kerugian bagi pihak konsumen dan juga perusahaan asuransi itu sendiri. Berdasarkan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator jasa keuangan di Indonesia, misselling merupakan salah satu yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha asuransi dan pihak ketiga yang bertindak untuk dan atas namanya. Terhadap kerugian yang dialami oleh konsumen, OJK mewajibkan perusahaan untuk bertanggung jawab terhadap hal tersebut. Melalui metode penelitian yang bersifat yuridis-normatif serta berbagai bahan kepustakaan, penelitian ini dilakukan untuk melihat dan membahas bagaimana saja bentuk pertanggungjawaban yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha atau ditempuh oleh konsumen apabila mengalami misselling, di mulai dari penyelesaian secara damai atau melalui Internal Dispute Resolution hingga melalui lembaga peradilan umum maupun lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan umum serta langkah-langkah mitigasi yang dilakukan oleh pelaku usaha guna mencegah terjadinya misselling.

Misselling is something that often happens in insurance business activities, especially in marketing activities. This is one of the causes of the emergence of consumer disputes in the realm of the insurance business because misselling certainly causes losses for consumers and also the insurance company itself. Based on the regulations issued by the Otoritas Jasa Keuangan (OJK) as the financial services authority in Indonesia, misselling is something that is forbidden to do by insurance businesses and third parties acting for and on their behalf. For losses suffered by consumers, OJK requires companies to be strictly responsible for this. Through juridical-normative research methods and various library materials, this research was conducted to see and discuss what forms of accountability can be carried out by business actors or taken by consumers if they experience misselling, starting from a peaceful settlement or through Internal Dispute Resolution and through public court institutions or dispute resolution institutions outside the general court as well as mitigation measures that could be taken by companies to prevent misselling."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valencia Wijaya
"Prinsip itikad paling baik atau utmost good faith menitikberatkan pada adanya pengungkapan informasi material yang benar dan sejujur-jujurnya. Apabila prinsip ini tidak dipenuhi, perjanjian tersebut akan batal demi hukum. Dengan demikian, prinsip ini pun harus dipenuhi oleh para pihak, baik oleh penanggung maupun tertanggung. Akan tetapi, nyatanya di dalam pelaksanaanya prinsip ini kerap kali mendapati berbagai pelanggaran. Dalam Putusan Nomor 240/Pdt.G/2020/PN JKT. SEL, terdapat pembatalan sepihak perjanjian asuransi oleh PT Prudential Life Insurance selaku penanggung terhadap Alm. Waozaro Harefa selaku tertanggung atas dasar Alm. Waozaro Harefa telah menyembunyikan fakta material berupa penyakit yang dideritanya sebelum adanya penutupan asuransi. Akan tetapi, apabila dicermati lebih lanjut, ditemukan fakta bahwa melalui agennya PT Prudential Life Insurance telah melakukan pemeriksaan medis setelah pembayaran premi pertama. Selain itu, agen asuransi juga memintakan biaya premi setelah Alm. Waozaro meninggal dunia dan biaya untuk pengurusan klaim yang nyatanya tidak sesuai dengan prosedur dari perusahaan PT Prudential Life Insurance. Melalui metode penulisan doktrinal, tulisan ini akan membahas lebih lanjut mengenai pemenuhan prinsip utmost good faith dan bentuk pertanggungjawaban dari agen asuransi dalam pelanggaran prinsip utmost good faith. Dalam hal ini, ditemukan bahwa penanggung telah memenuhi prinsip utmost good faith dengan baik karena pembayaran premi pertama tidak serta merta mengartikan bahwa asuransi telah ditutup, tetapi biaya tersebut hanya merupakan “titipan” belaka. Kemudian, yang telah melakukan pelanggaran prinsip utmost good faith adalah tertanggung karena telah melakukan misrepresentasi ketika melakukan pengisian SPAJ. Kemudian, terkait pertanggungjawaban agen, agen dapat dimintakan pertanggungajawaban karena telah melakukan tindakan yang melebihi kewenangan yang diberikan kepadanya.  Dalam tulisan ini, ditemukan juga kekeliruan hakim dalam memutuskan perkara karena hakim menghukum perusahaan asuransi, perusahaan keagenan, dan ahli waris agen asuransi untuk bertanggung jawab secara tanggung renteng atas pembayaran klaim.

The principle of utmost good faith emphasizes the disclosure of true and honest material information. This principle is one of the essences of insurance agreements because if this principle is not fulfilled, the contract will be null and void. Thus, this principle must be fulfilled by both parties, the insurer and the insured. However, in practice, this principle often encounters various violations. In Decision Number 240/Pdt.G/2020/PN JKT. SEL, there is an issue regarding the unilateral cancellation of the insurance agreement by PT Prudential Life Insurance as the insurer against the late Waozaro Harefa as the insured based on the late Waozaro Harefa concealing material facts, namely a pre-existing illness, before the insurance contract is concluded. However, it was found that through its agent PT Prudential Life Insurance had conducted a medical examination after the first premium payment. In addition, the insurance agent also asked for premium fees after the late Waozaro died and fees for managing claims which in fact were not in accordance with the procedures of the company PT Prudential Life Insurance. Through the doctrinal writing method, this paper will further discuss the fulfilment of the principle of utmost good faith and the form of liability of insurance agents in violation of the principle of utmost good faith. In this case, it is found that the insurer has fulfilled the principle of utmost good faith well because the payment of the first premium does not necessarily mean that the insurance has been closed, but the fee is only a mere "deposit". Then, the one who has violated the principle of utmost good faith is the insured because he has made a misrepresentation when filling out the SPAJ. Then, regarding the agent's liability, the agent can be held liable because he has taken actions that exceed the authority given to him.  In this paper, there was also a misjudgement by the judge in deciding the case because the judge punished the insurance company, the agency company, and the heirs of the insurance agent to be jointly and severally liable for the payment of the claim."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Julia
"Dalam perjanjian asuransi Penanggung bertanggungjawab atas klaim yang diajukan oleh Tertanggung bilamana Tertanggung mengalami peristiwa yang merugikan. Namun terdapat beberapa kondisi dimana Penanggung dapat dibebaskan dari tanggung jawab tersebut. Seperti halnya pada sengketa klaim asuransi yang terjadi antara PT Baruna Shipping Line (Tertanggung) dengan PT Asuransi Jasa Indonesia (Penanggung) yang menunjuk PT Global Insurance Broker (Broker) sebagai pialang asuransi. Dalam sengketa terkait adanya pelanggaran undang-undang pelayaran yang dilakukan oleh Tertanggung dan keterlambatan pembayaran premi yang dilakukan oleh Broker, Penulis melakukan penelitian mengenai bagaimana tanggung jawab Penanggung atas pembayaran klaim yang timbul karena kedua hal tersebut dan apakah putusan Peninjauan Kembali yang menghukum Penanggung untuk membayar nilai pertanggungan sebesar dua puluh delapan miliar Rupiah kepada Tertanggung telah sesuai dengan KUHD dan polis asuransi. Penelitian ini berjenis yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Teori yang digunakan yaitu Teori Legal Sistem dari Lawrence M. Friedman, yang mana teori tersebut menitikberatkan antara lain pada struktural hukum dan substansi hukum. Adapun kesimpulan jawaban dari permasalahan tersebut adalah dengan terbuktinya adanya pelanggaran undang-undang yang dilakukan oleh Penanggung maka merujuk pada Polis Asuransi dan Pasal 276 KUHD Penanggung dapat dibebaskan dari pembayaran klaim. Atas keterlambatan pembayaran premi yang dilakukan oleh Broker merujuk pada Pasal 5 ayat (1) POJK No.70/2016 konsekuensinya adalah Broker yang bertanggung jawab atas pembayaran klaim. Oleh karenanya Putusan Peninjauan Kembali yang menghukum Penanggung untuk membayar nilai pertanggungan kepada Tertanggung tidak sesuai dengan syarat dan ketentuan polis asuransi dan Pasal 276 KUHD.<

In the insurance agreement the Insurer is responsible for claims submitted by the Insured if the Insured experiences an adverse event. However, there are a number of conditions where the Insurer can be freed from these responsibilities. As with the insurance claim dispute that occurred between PT Baruna Shipping Line (the Insured) with PT Asuransi Jasa Indonesia (the Insurer) who appointed PT Global Insurance Broker (the Broker) as an insurance broker. In a dispute related to violations of shipping laws carried out by the Insured and late premium payments made by the Broker, the Author conducts research on how the Insurer is responsible for paying claims arising because of both these matters and whether the Judicial Review Verdict punishes the Insurer to pay the insured value twenty-eight billion Rupiah to the Insured is in accordance with the Commercial Code (KUHD) and insurance policy. This research is a normative juridical type using secondary data which is analyzed qualitatively. The theory used is the Legal System Theory from Lawrence M. Friedman, in which the theory focuses on, among others, structural law and legal substance. The conclusion of the answer to this problem is to prove the existence of a violation of the law carried out by the Insurer, then referring to the Insurance Policy and Article 276 Commercial Code (KUHD) the Insurer can be exempted from payment of claims. For late premium payments made by the Broker referring to Article 5 paragraph (1) POJK No. 70/2016 the consequence is a Broker responsible for payment of claims. Therefore the Judicial Review Verdict which punishes the Insurer to pay the insurance coverage to the Insured is not in accordance with the terms and conditions of the insurance policy and Article 276 Commercial Code (KUHD)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53689
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Alifyah Indriasto
"Secara praktik, tidak mustahil apabila seorang Agen Asuransi melakukan tindakan-tindakan terlarang demi mengejar komisi. Salah satu modus k ecurangan yang dilakukan oleh seorang Agen Asuransi demi mengejar komisi adalah dengan mengakali sebuah cara agar calon nasabah tidak menyatakan kondisi kesehatan yang sebenarnya ia miliki. Tindakan tersebut merupakan salah satu bentuk tindakan misrepresentasi yang dilakukan oleh seorang Agen Asuransi selaku bagian dari pihak penanggung Asuransi. Apabila seorang calon nasabah dinyatakan memiliki kondisi kesehatan yang sehat, maka proses persetujuan polis Asuransi yang akan dilakukan oleh perusahaan Asuransi selaku pihak penanggung juga akan lebih mudah. Semakin cepat permohonan pendaftaran Asuransi yang diajukan oleh calon nasabah, maka akan semakin cepat pula komisi yang akan diterima oleh Agen Asuransi yang melayaninya untuk cair. Seorang Agen Asuransi akan mendapatkan komisi pada saat pihak tertanggung Asuransi membayarkan preminya. Seperti halnya dalam kasus pada Putusan No. 60/Pdt.G/2019/PN Mtr, dimana PT AIA Financial selaku penanggung asuransi tidak menerima klaim asuransi yang diajukan oleh Ny. A selaku istri dari pemegang polis Alm. Tuan B. Setelah ditelusuri, diketahui bahwa pihak perusahaan asuransi tidak dapat menerima klaim asuransi dari Ny. A karena terdapat kecurangan yang dilakukan oleh agen asuransi yang saat itu melayani Alm. Tuan B. Dengan demikian, skripsi ini akan membahas mengenai Pertanggungjawaban Perusahaan Asuransi terhadap pihak tertanggung apabila penolakan klaim asuransi terjadi akibat kesalahan Agen Asuransi jiwa serta kesesuaian pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan tingkat pertama No. 60/Pdt.G/2019/PN Mtr terkait gugatan wanprestasi atas penolakan klaim asuransi dengan hukum perasuransian yang berlaku. penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hukum asuransi yang mengatur mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan penolakan klaim asuransi jiwa, serta pertanggung jawaban perusahaan Asuransi dalam hal Agen Asuransi melakukan kesalahan yang menyebabkan klaim Asuransi yang dilakukan oleh pihak tertanggung ditolak. Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat memberikan informasi serta pemahaman yang terperinci mengenai hukum asuransi yang berkaitan dengan pelaksanaan usaha asuransi jiwa. Landasan teori utama yang digunakan dalam skripsi ini adalah prinsip itikad paling baik atau utmost good faith yang mewajibkan pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian Asuransi untuk memberikan itikad paling baik dalam memberikan informasi secara jelas dan yang berkaitan dengan objek Asuransi. Metode penelitian yang akan digunakan pada penulisan skripsi ini adalah dengan metode yuridis-normatif, yakni sebuah metode yang meneliti norma-norma hukum yang dijalankan dalam praktik dan kesesuaiannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

In practice, it is not impossible for an Insurance Agent to take prohibited actions in order to pursue commissions. This action is a form of misrepresentation committed by an Insurance Agent as part of the insurer. If a prospective customer is declared to have a healthy health condition, the insurance policy approval process that will be carried out by the insurance company as the insurer will also be easier. The faster the application for insurance registration submitted by prospective customers, the faster the commission that will be received by the Insurance Agent who serves it to be disbursed. An Insurance Agent will get a commission when the insured party pays the premium. As in the case in Decision No. 60/Pdt.G/2019/PN Mtr, where PT AIA Financial as the insurer did not accept the insurance claim submitted by Mrs. A as the wife of the policy holder of the late Mr. B. After being traced, it was found that the insurance company could not accept the insurance claim from Mrs. A because there was fraud committed by the insurance agent who was serving the late Mr. B. Thus, this thesis will discuss the liability of the insurance company to the insured party if the rejection of the insurance claim occurs due to the fault of the life insurance agent and the suitability of the consideration of the Panel of Judges in the first level decision No. 60/Pdt.G/2019/PN Mtr related to the lawsuit for default on the rejection of insurance claims with the applicable insurance law. This research aims to analyze insurance law which regulates the factors that can cause the rejection of life insurance claims, as well as the liability of insurance companies in the event that the insurance agent makes a mistake that causes the insurance claim made by the insured party to be rejected. The author hopes that this thesis can provide detailed information and understanding of insurance law relating to the implementation of life insurance business. The main theoretical basis used in this thesis is the principle of utmost good faith which requires the parties bound in the Insurance agreement to provide the best faith in providing clear information and relating to the object of Insurance. The research method that will be used in writing this thesis is the juridical-normative method, which is a method that examines legal norms that are carried out in practice and their suitability with applicable laws and regulations."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Haafizh Al Khatiiri
"Surety bond merupakan salah satu produk penjaminan yang umum ditawarkan oleh Perusahaan Asuransi Umum dalam pelaksanaan proyek untuk menjamin bahwa kontraktor atau principal dapat melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian pokok. Apabila kontraktor wanprestasi maka pihak asuransi akan memberikan ganti kerugian kepada pemberi kerja atau obligee. Meskipun demikian, terdapat permasalahan yang mungkin timbul mengenai pertanggungjawaban perusahaan asuransi apabila kegagalan principal terjadi karena kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan oleh principal. Skripsi ini menggunakan metode Yuridis Normatif dan bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder berupa studi kepustakaan dan menganalisis putusan-putusan yang berkaitan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik mengenai surety bond yang seringkali terjadi adalah mengenai pencairan ganti kerugian. Pada umumnya, ketika kontraktor gagal melaksanakan prestasinya maka pihak pemberi kerja (obligee) akan meminta perusahaan asuransi untuk membayar klaim. Meskipun demikian, dalam hal principal mengklaim bahwa pihaknya tidak melakukan wanprestasi, maka perlu dilakukan peninjauan apakah surety bond tersebut bersifat conditional atau unconditional. Hal ini karena implikasi dari sifat surety bond yang tercantum sebagai klausul perjanjian suretyship akan berbeda dalam proses pencairan klaimnya. Oleh karena itu, dalam skripsi ini akan dilakukan analisis terhadap kasus yang mengacu pada Putusan Nomor 900/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disarankan bagi para pihak untuk memahami hubungan hukum para pihak, hak dan kewajiban para pihak, jenis dan sifat surety bond, hal apa yang dimaksud dengan wanprestasi, dan proses pencairan klaim surety bond.

Surety bond is one of the common guarantee products offered by General Insurance Companies in project implementation to ensure that the contractor or principal can carry out its obligations in accordance with the main agreement. If the contractor defaults, the insurance company will provide compensation to the employer or obligee. However, there are problems that may arise regarding the liability of the insurance company if the principal's failure occurs due to negligence or default committed by the principal. This thesis uses the Normative Juridical method and is descriptive in nature by using secondary data in the form of literature studies and analyzing related decisions. The results show that the conflict regarding surety bonds that often occurs is regarding the disbursement of compensation. In general, when the contractor fails to perform its performance, the obligee will ask the insurance company to pay the claim. However, in the event that the principal claims that it has not defaulted, it is necessary to review whether the surety bond is conditional or unconditional. This is because the implications of the nature of the surety bond listed as a clause of the suretyship agreement will be different in the process of disbursing the claim. Therefore, this thesis will analyze the case referring to Decision Number 900/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel. Based on the results of this research, it is recommended for the parties to understand the legal relationship of the parties, the rights and obligations of the parties, the type and nature of surety bond, what is meant by default, and the process of disbursing surety bond claims."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumbur Halomoan
"Perkembangan industri keuangan di Indonesia cukup pesat dari tahun ke tahun, salah satunya adalah industri asuransi. Perkembangan industri asuransi perlu diikuti dengan pengaturan dan pengawasan yang ketat. Otoritas Jasa keuangan adalah lembaga yang memiliki kewenangan mengatur dan mengawasi industri asuransi. Dalam penelitian ini penulis akan membahas  mengenai pengawasan yang dilakukan oleh OJK terhadap pada asuransi, produk asuransi yang diizinkan oleh OJK dan  pertanggungjawaban Otoritas Jasa keuangan apabila gagal dalam melakukan pengawasan seperti yang terjadi dalam kasus Jiwasraya. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan teori yang digunakan adalah teori pertanggungjawaban. Penulis menyimpulkan bahwa pengawasan Otoritas Jasa keuangan terhadap perusahaan asuransi perlu diperkuat. Oleh sebab itu diperlukan suatu dewan pengawas untuk memperkuat kinerja Otoritas Jasa Keuangan dalam mengatur dan mengawasi perusahaan asuransi.

The development of the financial business sector in Indonesia has been emerging rapidly, that inlcudes the insurance industry. As the insurance industry keeps growing, it should be followed by strict regulation and supervision insurance industry. Otoritas Jasa Keuangan or the Financial Services Authority of Indonesia (OJK) is a government institution that promotes and organize a system of regulations and supervisions that is integrated into the overall activities in the insurance sector. The objective of this research is, supervision conducted by OJK in the insurance industry misleading of permit issue for insurance product by OJK and to identify the accountability of OJK for the failure supervising duty which is reflected in the Jiwasraya case. The methodology used in this research is normative juridical and theory used is accountability theory. The conclusion of this research is that OJK needs to strengthen their supervision duties by enhancing precautionary regulation measures to insurance companies. In order to achieve such manner, a board of independent supervisory needs to be present to improve OJK as a regulatory and supervisory government institution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>