Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3782 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shafira Rahma Alifia
"Skripsi ini membahas mengenai tolok ukur alasan-alasan yang dibenarkan dalam pemberian dispensasi kawin sebagai upaya meminimalisir atau menekan angka perkawinan anak atau perkawinan di bawah umur sebagaimana telah diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan 2 (dua) perbandingan putusan mengenai dispensasi kawin dengan alasan pengajuan yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tolok ukur untuk alasan-alasan yang dibenarkan untuk mengajukan permohonan dispensasi dengan tujuan utama sebagai upaya meminimalisir perkawinan anak atau perkawinan di bawah umur. Kontradiktif yang terjadi dari tujuan semula dari sebuah perubahan undang-undang untuk meminimalisir terjadinya perkawinan anak atau perkawinan di bawah umur akan menjadi hambatan untuk menekan angka perkawinan anak atau perkawinan di bawah umur.

This thesis discusses the benchmarks of the reasons justified in granting marriage dispensation as an effort to minimize or suppress the number of child marriages or underage marriages as regulated in Article 7 of Law Number 16 of 2019 concerning Amendments to Law Number 1 of 1974 about marriage. This research is a normative juridical research using a qualitative approach. This study uses 2 (two) comparisons of decisions regarding dispensation for marriage with different reasons for filing. The purpose of this study is to find out how the benchmarks for justified reasons for submitting a dispensation application with the main objective as an effort to minimize child marriage or underage marriage. Contradictions that occur from the original purpose of a law change to minimize the occurrence of child marriages or underage marriages will be an obstacle to suppress the number of child marriages or underage marriages."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rapha Destrida
"Hukum perkawinan Indonesia mengatur syarat umur perkawinan yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu 16 (enam belas) tahun bagi perempuan, dan 19 (sembilan belas) tahun bagi laki-laki. Namun, pada tahun 2019, syarat umur tersebut mengalami peningkatan melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, yaitu 19 (sembilan belas) tahun bagi laki-laki maupun perempuan. Peningkatan syarat umur tersebut bertujuan untuk menghindari diskriminasi terhadap perempuan, serta menekan angka perkawinan anak di Indonesia. Namun, tujuan tersebut tidak sepenuhnya tercapai karena peningkatan syarat umur hanya berlaku efektif untuk menghindari diskriminasi terhadap perempuan, tetapi tidak berlaku efektif dalam menekan angka perkawinan anak di Indonesia. Terdapat peningkatan angka perkawinan anak di Indonesia yang ditinjau dari adanya lonjakan drastis terhadap angka kasus dispensasi perkawinan setelah berlakunya peningkatan syarat umur tersebut. Dispensasi perkawinan merupakan suatu pengecualian terhadap pemenuhan syarat umur, sehingga mereka yang belum mencapai syarat umur dapat melangsungkan perkawinan. Dispensasi perkawinan tersebut dapat diberikan melalui permohonan yang diajukan oleh orang tua calon suami atau isteri ke Pengadilan. Lebih lanjut, dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, diatur bahwa dalam mengajukan dispensasi perkawinan diperlukan adanya “alasan sangat mendesak” sebagai latar belakang pengajuan yang disertakan bukti-bukti cukup. Meskipun demikian, tidak diatur lebih lanjut mengenai batasan dari frasa “alasan sangat mendesak” tersebut, yang menimbulkan ragam tafsiran bagi masyarakat dalam mengajukan permohonan dispensasi perkawinan, maupun bagi Hakim dalam mengadili permohonan dispensasi perkawinan. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal yang berisi analisis pertimbangan Hakim dalam menetapkan permohonan dispensasi perkawinan atas alasan sangat mendesak terhadap 2 (dua) penetapan yaitu Penetapan Nomor 270/Pdt.P/2022/PN Mnd dan Penetapan Nomor 41/Pdt.P/2022/PN Gin, dan selanjutnya 2 (dua) analisis penetapan tersebut akan dibandingkan. Lebih lanjut, penelitian ini juga akan membahas tafsiran Hakim mengenai frasa “alasan sangat mendesak” melalui observasi langsung yang dilakukan Penulis kepada Hakim.

Indonesian marriage law originally regulates the age requirements for marriage at 16 (sixteen) for women and 19 (nineteen) for men through Law Number 1 of 1974 on Marriage. However, in 2019, Law Number 16 of 2019 raised the age requirements to 19 (nineteen) years old for both gender. The increase was aimed to avoid discrimination against women and as an effort to suppress child marriage rates in Indonesia. However, this goal has not been fully achieved due to the ineffectiveness in suppressing the child marriage rates in Indonesia. This can be seen from the sharp rise in the number of marriage dispensation cases after the implementation of the increase in the age requirement. Marriage dispensation is an exception to the fulfillment of marriage age requirement, which allows those who have not reached the age requirement to marry. Marriage dispensation can be granted through an application submitted by the parents of the prospective bride or groom to the court. Furthermore, article 7 paragraph (2) of Law Number 16 of 2019 stipulates that a “very urgent reason” must be provided as the basis for the dispensation application. However, there are no further regulations regarding the limitation of the phrase “very urgent reason”, which has led to various interpretations by the public in applying marriage dispensations, as well as by Judges in determining the marriage dispensation applications. This research is conducted using doctrinal research methods, which analyze the considerations of Judges in granting marriage dispensation application based on “very urgent reason” in 2 (two) court orders, namely Court Order Number 270/Pdt.P/2022/PN Mnd and Court Order Number 41/Pdt.P/2022/PN Gin, followed by comparison of the 2 (two) court orders. Additionally, this research will discuss the Judge’s interpretation of the phrase “very urgent reason” through direct observation conducted by the author with the Judge."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Cahya Farhani
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memahami perubahan prosedur dispensasi kawin setelah diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 5 Tahun 2019 serta implikasinya terhadap penetapan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Polewali Mandar. Penelitian disusun dengan menggunakan metode doktrinal dengan studi kasus pada dua penetapan dispensasi kawin yang dipilih. Data diperoleh melalui studi dokumen dan wawancara dengan pihak terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perma No. 5 Tahun 2019 memberikan pedoman yang lebih ketat dalam proses permohonan dispensasi kawin, dengan tujuan untuk melindungi hak anak dan mengurangi angka pernikahan usia dini. Studi kasus pada Penetapan Nomor 1/Pdt.P/2023/PA.Pwl dan Nomor 121/Pdt.P/2024/PA.Pwl mengungkapkan adanya peningkatan tuntutan pembuktian bagi pemohon dispensasi serta peran aktif hakim dalam menggali alasan dan urgensi permohonan. Penetapan dalam kedua kasus tersebut mencerminkan penerapan Perma No. 5 Tahun 2019 yang lebih detail dan berorientasi pada perlindungan kepentingan terbaik anak. Perma No. 5 Tahun 2019 berpengaruh signifikan terhadap proses dan hasil putusan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Polewali Mandar, dengan adanya penekanan pada aspek perlindungan anak dan kepentingan terbaik anak sebagai prioritas utama.

The objective of this study is to examine the changes in marriage dispensation procedures that took place after the issuance of Supreme Court Regulation (Perma) No. 5 of 2019 and its implications for the determination of marriage dispensation in the Polewali Mandar Religious Court. The research was prepared using the doctrinal method with case studies on two selected marriage dispensation decisions. Data were obtained through document studies and interviews with relevant parties. The findings indicate that Perma No. 5 of 2019 introduces stricter guidelines for the marriage dispensation application process, aimed at safeguarding children's rights and reducing the incidence of early marriages. Case studies of Stipulations No. 1/Pdt.P/2023/PA.Pwl and No. 121/Pdt.P/2024/PA.Pwl reveal an increase in evidentiary requirements for dispensation applicants and the active role of judges in exploring the reasons and urgency of the application. The stipulations in both cases reflect a more thorough application of Perma No. 5/2019 and prioritize the protection of the child's best interests.. Perma No. 5/2019 has a significant effect on the process and outcome of marriage dispensation decisions at the Polewali Mandar Religious Court, with a focus on child protection and prioritizing the best interests of the child."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Indah Wahyuni
"Karya akhir ini membahas perkawinan anak perempuan yang terjadi melalui pemberian izin dispensasi perkawinan oleh hakim pengadilan agama. Pisau analisis yang digunakan dalam tulisan ini adalah feminis radikal dan juga feminist legal theory dalam kerangka interseksionalitas. Data sekunder yang digunakan adalah 40 putusan dispensasi kawin anak perempuan yang terbit pada Desember 2020. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian izin dispensasi kawin anak perempuan tersebut menggunakan penalaran patriarki dan didasarkan kepada sumber-sumber hukum maskulin yang meminggirkan pengalaman dan kepentingan anak perempuan. Pemberikan dispensasi perkawinan anak perempuan oleh Hakim Pengadilan Agama melanggengkan perkawinan anak dan ketidakadilan terhadap anak perempuan. Selain itu, dispensasi perkawinan anak perempuan merupakan ekspresi kontrol patriarki terhadap tubuh dan seksualitas anak perempuan, dan karenanya merupakan kekerasan terhadap perempuan.

This final assignment explains about child marriage among girls due to marriage dispensation. Feminist radical perspective and feminist legal theory are used as analytical tools along with intersectional framework. Secondary data for this final assignment are 40 decrees of marriage dispensation for girls issued by December 2020. The result showed that marriage dispensation for girls are granted due to patriarchal ideology to control girl’s body and sexuality. The judge’s permission about marriage dispensation perpetuates child marriage practice and girl’s inequality. Hence marriage dispensation regarded as violence against women.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Metta Angela
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan pengaturan dispensasi perkawinan di Indonesia dan Singapura berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Dispensasi Kawin dan Women’s Charter 1961 beserta dengan pelaksanaannya. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dan perundag-undangan. Dispensasi perkawinan merupakan pemberian izin perkawinan oleh pengadilan kepada calon suami/isteri yang belum mencapai batas usia minimal untuk melangsungkan perkawinan. Batas usia minimal tersebut beragam sesuai dengan ketentuan perundang-undangan setiap negara. Indonesia menetapkan  usia 19 (sembilan belas) tahun sebagai batas usia minimal perkawinan, sedangkan Singapura menetapkan batas usia minimal perkawinan pada usia 18 (delapan belas) tahun. Selain batas usia minimal perkawinan, Indonesia dan Singapura memiliki beberapa persamaan dan perbedaan lainnya. Adapun salah satu perbedaan utama dalam pengaturan dispensasi perkawinan antara Indonesia dan Singapura adalah penerapan Bimbingan Pra-Nikah di Indonesia dan Marriage Preparation Programme di Singapura. Singapura mewajibkan pasangan yang mengajukan Special Marriage License untuk mengikuti Marriage Preparation Programme, sedangkan Bimbingan Pra-Nikah di Indonesia masih bersifat pilihan dan hanya diwajibkan oleh beberapa lembaga keagamaan. Oleh karena itu, diperlukan pembaharuan serta tinjauan mengenai hukum dispensasi kawin di Indonesia untuk memastikan kesiapan dan pemenuhan hak anak di bawah umur dalam pernikahan dini.

This thesis discusses the comparison of marriage dispensation law in Indonesia and Singapore based on Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Dispensasi Kawin and Women’s Charter 1961 along with its implementations. Marriage dispensation means the granting of marriage license by the court to a bride/groom who has not reached the minimum age to enter marriage. The minimum age varies according to the statutory provisions of each country. Indonesia sets the age of 19 (nineteen) years old as the minimum age for marriage, while Singapore sets the minimum age for marriage at 18 (eighteen) years old. In addition to the minimum age to enter marriage, Indonesia and Singapore also have several other similarities and differences. One of the main differences in the regulation of marriage dispensation between Indonesia and Singapore is the application of Bimbingan Pra-Nikah in Indonesia and Marriage Preparation Programme in Singapore. Singapore requires couples applying for a Special Marriage License to take part in the Marriage Preparation Programme, while Bimbingan Pra-Nikah in Indonesia is still optional and only required by some religious institutions. Therefore, an update and review of marriage dispensation law is needed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irena Ghika Pratiwi
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai alasan-alasan yang dapat dibenarkan dalam mengajukan permohonan dispensasi kawin. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan menggunakan 6 (enam) contoh penetapan dispensasi kawin, baik pengadilan negeri maupun pengadilan agama, yang masing-masing memiliki alasan-alasan yang berbeda dalam meminta dispensasi kawin ke pengadilan. Setiap penetapan dianalisis berdasarkan hukum positif yang berlaku di Indonesia, khususnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mengenai batas umur untuk melangsungkan perkawinan diatur dalam pasal 7 ayat (1). Tujuan dari penelitian ini agar masyarakat dapat mengetahui dan juga memahami dengan baik, alasan-alasan apa yang dapat dibenarkan dalam penetapan dispensasi kawin. Alasan-alasan tersebut harus dipertimbangkan dengan memperhatikan kepentingan anak-anak yang masih dibawah umur tersebut, agar tujuan perkawinan dalam membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal dapat terwujud.

ABSTRACT
This thesis is discussing about the reasons that can be justified for submitting a
request for dispensation of marriage. Using the normative juridical research with
qualitative approaches. Six examples of the court ascertainment of dispensation of
underage marriage were shown, both district court and religious court, each one has
different reason in order to be allowed for underage marriage. Each determination
of court was analyzed based on the positive laws and regulations in Indonesia,
especially Law of Marriage No. 1 Year 1974, article 7 paragraph 1, regarding age
requirement for conducting marriage. The purpose of this research is to give decent
information about the regulation and the fact of underage marriage in Indonesia."
2017
S66321
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranty Dwiroyani
"Skripsi ini memuat permasalahan bagaimana pembatalan perkawinan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam terkait tidak sahnya penetapan dispensasi kawin dibawah umur. Selain itu juga dianalisis apakah putusan Hakim mengenai pembatalan perkawinan tersebut sudah tepat atau belum. Metode penelitian dalam skripsi ini ialah pendekatan yuridis-normatif, dengan jenis data yang digunakan adalah data sekunder serta ditunjang dengan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, yaitu berupa perundang-undangan, buku-buku, penelusuran internet, dan kamus hukum. Selain pendekatan kepustakaan, juga digunakan alat pengumpulan data berupa wawancara. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak sahnya penetapan dispensasi kawin dibawah umur menyebabkan tidak terpenuhinya syarat perkawinan dibawah umur. Hal tersebut karena penetapan tidak didapatkan melalui prosedur hukum. Sehingga putusan Hakim untuk membatalkan perkawinan tersebut sudah tepat.

This thesis includes the question of how the annulment of marriage reviewed from Law Number 1 Year 1974 and Compilation of Islamic Law related to the invalidity determination of underage marriage dispensation. It also analyzed whether the Judge decision regarding the annulment of marriage is right or not. The method of this thesis is the juridical normative approach, with the type of data is secondary data and supported by the primary legal materials, secondary, and tertiary, in the form of legislation, books, internet searches and legal dictionary. In addition to the literature approach, also used data collection tools such as interviews. The result of the research is the invalidaty determination of underage marriage dispensation does not fulfill the terms of underage marriage. This is because the determination is not obtained through legal procedures. So the Judge rsquo s decision to annulment that marriage is right."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S65757
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhurandhara Try Widigda
"ABSTRAK
Dispensasi perkawinan usia anak merupakan suatu bentuk pengecualian terhadap
batas usia minimal untuk dapat melangsungkan perkawinan di dalam Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Ketentuan lebih lanjut
mengenai dispensasi perkawinan tidak tercantum di dalam peraturan perundangundangan
Indonesia manapun. Pada praktiknya, dalam menangani perkara
dispensasi perkawinan usia anak, hakim menggunakan keyakinan hakim sebagai
pertimbangan untuk mengeluarkan penetapan dispensasi perkawinan. Sebagai
penegak hukum, segala penetapan dan putusan yang dikeluarkan oleh hakim pada
dasarnya harus sesuai dengan pandangan masyarakat di wilayah hukum tersebut.

ABSTRACT
Child marriages dispensation is a form of exception to the minimum age limit to
be able to marriage in Act No. 1 of 1974 regarding to Marriage. Further
provisions concerning the marriage dispensation is not listed in any regulation in
Indonesian. In practice, in handling child marriages dispensation cases, the judges
use the judge's conviction as a consideration for the determination of marriages
dispensations. As law enforcer, all the determination and decision issued by the
judge basically should be in accordance with the views of society in the
jurisdictions."
2016
S63743
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cathlin Triana Mariama
"Untuk melangsungkan perkawinan, salah satu syarat yang harus dipenuhi ialah batas umur. Mengenai ketentuan batas umur, telah terjadi Perubahan yang dituangkan dalam UU No.16 Tahun 2019 atas perubahan UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan pada Pasal 7 ayat (1) dimana batas umur untuk melangsungkan perkawinan dipersamakan menjadi 19 tahun bagi pria dan wanita. Terhadap ketentuan ini, Undang-Undang memungkinkan untuk mengajukan dispensasi kawin. Skripsi ini membahas mengenai pengaturan dispensasi perkawinan setelah adanya perubahan UU Perkawinan, akibat hukum penetapan dispensasi kawin, dan menganalisis pertimbangan Hakim dalam memberikan penetapan dispensasi kawin No.39/Pdt.P/2020/PN.Lmj setelah adanya perubahan Undang-Undang. Terhadap penulisan ini, Metode penelitian yang digunakan ialah yuridis normatif dengan menggunakan bahan kepustakaan berupa buku dan peraturan perundang-undangan terkait. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Dispensasi kawin dapat dimintakan ke pengadilan apabila terdapat alasan mendesak dan cukup bukti. Terhadap pemberian penetapan ini, akan menimbulkan akibat hukum bagi pasangan di bawah umur. Selain itu, melihat pada penerapannya, Hakim dalam memberikan dispensasi kawin di Pengadilan masih memberikan kelonggaran karena tidak disertai alasan mendesak, belum menjalankan ketentuan perundang- undangan yang berlaku, juga belum mengedepankan kepentingan anak.

To have a marriage, one of the conditions that must be met is the age limit. Regarding the age limit provisions, there has been a change as outlined in Law No. 16 of 2019 regarding the amendment of Law No.1 of 1974 concerning marriage in Article 7 paragraph (1) where the age limit for marriage is equalized to 19 years for men and women. Against this provision, the Act makes it possible to apply for dispensation of marriage. This thesis discusses the arrangement of marriage dispensation after the amendment of the Marriage Law, due to the law on stipulating marriage dispensation, and analyzes the Judge's consideration in determining the dispensation of marriage No.39 / Pdt.P / 2020 / PN.Lmj after the change of the Law. Regarding this writing, the research method used is normative juridical using library materials in the form of books and related laws and regulations. The results of this study indicate that dispensation of marriage can be requested to court if there are urgent reasons and sufficient evidence. The granting of this stipulation will have legal consequences for the underage spouse. In addition, looking at its application, Judges in giving dispensation to marriage in court still provide leniency because it is not accompanied by urgent reasons, has not implemented the applicable statutory provisions, nor has the interests of children prioritized."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bea Amanda Puteri
"Dispensasi kawin sebagai pemberian izin kawin oleh pengadilan kepada calon suami/istri yang belum berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan semestinya didasarkan pada asas kepentingan terbaik bagi anak sebagaimana ketentuan dalam PERMA Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. Berkenaan dengan dispensasi kawin, Pengadilan Agama Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dari tahun 2019-2024 menerima 82 permohonan dispensasi kawin, yang sebagian besarnya (73,1%) dikabulkan oleh hakim. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa permasalahan mengenai perlindungan anak dalam pemberian dispensasi kawin, penting untuk dipahami secara komprehensif. Untuk itu, fokus dari penelitian ini adalah tentang perlindungan anak dalam pengimplementasian PERMA Nomor 5 Tahun 2019. Penelitian hukum ini berbentuk nondoktrinal dengan menggunakan metode sosio-legal, melalui studi lapangan dan studi tekstual. Data yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis, dapat dijelaskan bahwa prinsip kepentingan terbaik bagi anak tidak selalu tercermin dalam penetapan dispensasi perkawinan, karena dalam beberapa temuan kasus, hakim kerap mengabaikan isu problematik, seperti child grooming dan statutory rape. Di sisi lain, upaya pencegahan dan penanganan praktik perkawinan anak telah dilakukan melalui sosialisasi dan edukasi kepada anak sekolah dan masyarakat, program ujian penyetaraan bagi anak yang putus sekolah, layanan kesehatan gratis untuk perempuan yang mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), dan pengadaan Strategi Nasional Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak (STRANAS PPA). Akan tetapi, upaya pencegahan dan penanganan praktik perkawinan anak terhambat karena suburnya perkawinan anak di bawah tangan yang sulit untuk ditelusuri.

Dispensation of marriage as the granting of permission to marry by the court to a potential husband/wife who is not yet 19 years old to enter into marriage should be based on the principle of the best interests of the child as regulated in PERMA Number 5 of 2019 regarding Guidelines for Adjudicating Marriage Dispensation. Regarding marriage dispensation, the Religious Court of Pandeglang District, Banten Province, from 2019-2024, received 82 applications, most of which the judge granted 73.1%. This fact shows that the issue of child protection in granting marriage dispensation must be comprehensively understood. For this reason, this research focuses on child protection in the implementation of PERMA Number 5 of 2019. This nondoctrinal legal research uses socio-legal methods, field studies, and textual studies. The data collected are then analyzed qualitatively. Based on the analysis, it can be explained that the principle of the best interests of the child is not always reflected in the decision of marriage dispensation because, in some case findings, judges often ignore problematic issues, such as child grooming and statutory rape. On the other hand, efforts to prevent and handle the practice of child marriage by state institutions and non-governmental institutions have been carried out through socialization and advocacy to school students and the general public, an equivalency exam program for school dropouts, accessible health services for women who experience unwanted pregnancies, and the drafting of the National Strategy for the Prevention and Handling of Child Marriage. However, these efforts to prevent and handle the practice of child marriage are hindered by the existence of unregistered child marriages that are difficult to trace."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>