Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 201500 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Beviena Mariska WongsaputraGloryka Ednadita, supevisor
"Literatur menunjukkan bahwa kedua bentuk kekerasan hubungan intim, yakni secara langsung yang disebut sebagai in-person intimate partner aggression (IPA) dan secara siber yang disebut sebagai cyber intimate partner aggression (CIPA), kerap kali terjadi pada populasi dewasa muda. Berdasarkan penelitian terdahulu, IPA dan CIPA dapat diprediksi oleh adverse childhood experience (ACE) melalui proses belajar sosial. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat peran ACE dalam memprediksi IPA dan CIPA, serta menguji hubungan antara kedua bentuk kekerasan tersebut. Penelitian ini melibatkan 945 individu dewasa muda di Indonesia yang pernah atau sedang menjalani hubungan romantis. Instrumen-instrumen yang digunakan adalah Revised Conflict Tactics Scales–Short Form (CTS2S; Straus & Douglas, 2004) untuk mengukur tindakan IPA; (2) Cyber Aggression in Relationship Scale (CARS; Watkins dkk., 2018) untuk mengukur tindakan CIPA; dan (3) Childhood Trauma Questionnaire–Short Form (CTQ- SF; Bernstein dkk., 2003) untuk mengukur ACE. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa dimensi physical assault, psychological aggression, dan sexual coercion dari IPA dan perilaku CIPA secara keseluruhan dapat diprediksi secara signifikan dan positif oleh ACE (β=0.005, SE=0.001, p>0.001; β=0.016, SE=0.002, p>0.001; β=0.005, SE=0.001, p>0.001; β=0.085, SE=0.016, p>0.001). Seluruh dimensi IPA ditemukan memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan CIPA (p<0.001). Implikasi hasil penelitian serta saran metodologis dan praktis dibahas lebih lanjut.

The literature shows that both direct and online forms of intimate partner aggression, known as in-person intimate partner aggression (IPA) and cyber intimate partner aggression (CIPA), are common in the young adult population. Based on earlier studies, IPA and CIPA can be predicted by adverse childhood experience (ACE) through social learning processes. Therefore, this study was conducted to examine the role of ACE in predicting IPA and CIPA, as well as the relationship between the two forms of intimate partner aggression. This study involved 945 young adults in Indonesia who were or are currently in a romantic relationship. The instruments used were Revised Conflict Tactics Scales–Short Form (CTS2S; Straus & Douglas, 2004) to measure IPA; (2) Cyber Aggression in Relationship Scale (CARS; Watkins et al., 2018) to measure CIPA; and (3) the Childhood Trauma Questionnaire–Short Form (CTQ-SF; Bernstein et al., 2003) to measure ACE. The results of the regression analysis showed that the dimensions of IPA (physical assault, psychological aggression, and sexual coercion) and CIPA can be predicted significantly and positively by ACE (β=0.005, SE=0.001, p>0.001; =0.016, SE=0.002 , p>0.001; =0.005, SE=0.001, p>0.001; =0.085, SE=0.016, p>0.001). All dimensions of IPA were also found to have a positive and significant relationship with CIPA (p<0.001). The implications of the research as well as methodological and practical suggestions are discussed further."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamelia Ramandha
"Dewasa muda menggunakan teknologi komunikasi dalam kehidupan sehari-hari, termasuk untuk menjalin hubungan romantisnya. Namun, teknologi digital kemudian berpotensi menjadi sebuah wadah untuk melakukan kekerasan terhadap pasangan, dikenal sebagai cyber intimate partner aggression (CIPA). Berdasarkan penelitian sebelumnya, CIPA dapat diprediksi oleh adverse childhood experience (ACE). ACE dipercaya berpotensi memunculkan early maladaptive schema (EMS) pada individu yang kemudian meningkatkan kemungkinan melakukan CIPA. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa skema domain yang paling berpengaruh antara hubungan ACE dan CIPA adalah disconnection & rejection. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat peran mediasi domain disconnection & rejection, secara keseluruhan dan masing-masing skema di dalamnya, dalam hubungan antara cyber intimate partner aggression dengan adverse childhood experience. Partisipan pada penelitian ini adalah 941 dewasa muda yang pernah atau sedang menjalani hubungan romantis dan berdomisili di Indonesia. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa perilaku cyber intimate partner aggression dapat diprediksi secara signifikan dan positif oleh adverse childhood experience (β=.084, SE=.016 p <.001). Selanjutnya, skema domain disconnection & rejection secara keseluruhan dapat memediasi hubungan tersebut secara signifikan. Dari lima skema yang ada, skema abandonment dan skema mistrust/abuse yang dapat secara signifikan memediasi hubungan yang ada. Implikasi hasil penelitian dibahas lebih lanjut.

Young adults use communication technology in their daily lives, including to establish romantic relationships. However, communication technology potentially creates a new platform for violence against partner, known as cyber intimate partner aggression (CIPA). Based on previous research, CIPA can be predicted by adverse childhood experience (ACE). ACE is believed to have the potential to cause early maladaptive schema (EMS) in individuals which then increases the likelihood of performing CIPA. Previous research found that the most influential domain scheme in the relationship between ACE and CIPA was disconnection & rejection. Therefore, this study was conducted to examine the mediation role of the disconnection & rejection domain, as a whole and separately for each schema in the domain, in the relationship between cyber intimate partner aggression and adverse childhood experience. Participants in this study were 941 young adults who had or are currently in a romantic relationship and domiciled in Indonesia. The results indicate that the behavior of cyber intimate partner aggression can be significantly and positively predicted by adverse childhood experience (β=.084, SE=.016 p <.001). Furthermore, the overall disconnection & rejection domain schema can significantly mediate the relationship. Out of the five existing schemas, the abandonment schema and the mistrust/abuse schema could significantly mediate the existing relationship. Research implications discussed further."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aina Mumtaazah Khairunnisa
"Perkembangan teknologi menyediakan sarana baru untuk melakukan kekerasan dalam hubungan romantis, yang disebut sebagai cyber intimate partner aggression (CIPA), yang kerap kali terjadi pada usia dewasa muda. Penelitian terdahulu menemukan bahwa anxious attachment berhubungan dengan CIPA dan adverse childhood experience (ACE), yang merupakan prediktor kuat dari CIPA. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran mediasi anxious attachment dalam hubungan antara ACE dan CIPA pada individu dewasa muda di Indonesia. Penelitian ini menggunakan 3 instrumen penelitian, yaitu (1) Cyber Aggression in Relationship Scale (CARS; Watkins et al., 2018) untuk mengukur CIPA; (2) Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (CTQ-SF; Bernstein et al., 2003) untuk mengukur ACE; dan (3) Experience in Close Relationship Scale-Revised 18 (ECR-R-18; Margaretha, 2020; Wongparkan & Wongparkan, 2012) untuk mengukur anxious attachment. Sampel penelitian ini berasal dari 941 partisipan dengan rata-rata usia 22.7 tahun, yang sedang atau pernah menjalani hubungan romantis serta menggunakan teknologi untuk menjalani hubungan romantis. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa ACE dapat memprediksi perilaku CIPA secara signifikan dan positif. Hasil analisis mediasi juga menunjukkan bahwa anxious attachment berperan sebagai mediator parsial dalam hubungan ACE dan CIPA. Penelitian ini memiliki implikasi pada pengembangan usaha preventif dan intervensi CIPA.

Technology developments have resulted in a new form of violence often occurring in young adult romantic relationships, namely cyber intimate partner aggression (CIPA). While previous findings show anxious attachment and adverse childhood experience (ACE) as strong predictors of CIPA, this study aims to look at the mediating role of anxious attachment in the relationship between ACE and CIPA in young adults in Indonesia. This study uses 3 research instruments, namely (1) Cyber ??Aggression in Relationship Scale (CARS; Watkins et al., 2018) to measure CIPA; (2) Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (CTQ-SF; Bernstein et al., 2003) to measure ACE; and (3) Experience in Close Relationship Scale-Revised 18 (ECR-R-18; Margaretha, 2020; Wongparkan & Wongparkan, 2012) to measure anxious attachment. This study takes samples from 941 participants with an average age of 22.7 years who are currently or have previously been committed in a romantic relationship. The results of the regression analysis shows that ACE can predict CIPA behavior significantly and positively. The results of the mediation analysis also show that anxious attachment acts as a partial mediator in the relationship between ACE and CIPA. This research has implications for the development of CIPA preventive and intervention efforts."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Ranindya Pramudita Aranira
"Jumlah warga Negara Indonesia yang melakukan bunuh diri adalah sebesar 11 juta orang dengan memiliki latar belakang depresi. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sebanyak 50% orang yang mengalami adverse childhood experience akan berakhir memiliki gejala depresi di masa dewasa. Jenis attachment style di masa dewasa juga berhubungan dengan adverse childhood experience dan berkontribusi dalam memunculkan gejala depresi. Penelitian kali ini mencoba melihat hubungan antara adverse childhood experience, jenis attachment style di masa dewasa, dan gejala depresi. Gejala depresi diukur menggunakan Beck Depression Inventory-II (BDI-II), adverse childhood experience diukur dengan menggunakan Adverse Childhood Experience Questionnaire (ACE), dan attachment style di masa dewasa diukur dengan menggunakan Adult Attachment Scale (AAS). Penelitian kali ini dilakukan terhadap 482 orang dewasa muda di jabodetabek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara adverse childhood experience (r = 0,388, n = 482, p < 0,01). Adverse childhood experience memiliki hubungan yang signifikan dan paling besar dengan anxious attachment style di masa dewasa dibandingkan dengan jenis attachment lain (r = 0,271, n = 482, p < 0,01). Anxious attachment style di masa dewasa juga memiliki hubungan yang signifikan dan paling tinggi dengan gejala depresi dibandingkan dengan jenis attachment lainnya (r = 0,486, n = 482, p < 0,01). Penelitian ini memiliki limitasi yakni kriteria partisipan yang kurang terfokus terhadap orang-orang yang pernah mengalami adverse childhood experience dan proporsi sampel yang kurang merata.

The number of Indonesian citizens who commit suicide is 11 million people with a background of depression. Previous research has shown that as many as 50% of people who experience bad childhood experiences end up with depressive symptoms in adulthood. This type of stylistic attachment in adulthood is also associated with adverse childhood experiences and contributes to depressive symptoms. The current study looks at the relationship between adverse childhood experiences, types of attachment styles in adulthood, and symptoms of depression. Depressive symptoms were measured using the Beck Depression Inventory-II (BDI-II), adverse childhood experiences as measured using the Adverse Childhood Experience Questionnaire (ACE), and attachment style in adulthood measured using the Adult Attachment Scale (AAS). The current research was conducted on 482 young adults in Jabodetabek. The results showed that there was a positive and significant relationship between bad experiences during childhood (r = 0.388, n = 482, p <0.01). Adverse childhood experiences had a significant and greatest association with anxious attachment style in adulthood compared with other attachment types (r = 0.271, n = 482, p <0.01). Anxious attachment style in adulthood also had a significant and highest association with depressive symptoms compared to other types of attachments (r = 0.486, n = 482, p <0.01). The limitations of this study are, the criteria of participants are less focused on people who have experienced adverse childhood experience and the proportion of the sample is not evenly distributed."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enrica Natasha Kristanti
"Beberapa tahun terakhir, terdapat peningkatan isu perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia, termasuk pada pasangan dewasa muda. Tingginya isu rumah tangga dapat menjadi indikasi bahwa pasangan dewasa muda kurang mampu mengatasi ketegangan yang terjadi sehingga memengaruhi relationship satisfaction. Beberapa penelitian menemukan bahwa adverse childhood experience (ACE) merupakan salah satu faktor risiko terhadap ketidakmampuan pasangan dalam mengatasi konflik pada masa dewasanya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peran kemampuan self-compassion sebagai moderator dalam hubungan ACE dan relationship satisfaction pada kelompok dewasa muda dalam hubungan pernikahan. Penelitian ini menggunakan alat ukur Adverse Childhood Experience Questionnaire untuk mengukur jumlah pengalaman sulit yang dialami pada masa kanak-kanak, Relationship Assessment Scale untuk mengukur kepuasan hubungan romantis, dan Self-Compassion Scale untuk mengukur tingkat kemampuan self-compassion. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 258 dewasa muda (20 – 40 tahun) di Jabodetabek dengan mayoritas adalah partisipan wanita (78.7%). Multiple regression analysis menunjukkan bahwa self-compassion (β=-1.48, p<.05) beserta dengan ketiga dimensinya, mampu memoderatori dengan melemahkan hubungan negatif ACE dan relationship satisfaction. Dapat disimpulkan bahwa self-compassion mampu meningkatkan relationship satisfaction meskipun pasangan pernah mengalami ACE. Limitasi dari penelitian ini adalah teknik sampling yang digunakan merupakan convenience sampling sehingga tidak semua partisipan memiliki ACE dan tidak meratanya proporsi sampel.

In recent years, there has been an increase in the issues of divorce and domestic violence in Indonesia, including among young adult couples. This rise may indicate that young adult couples struggle to manage tension, affecting their relationship satisfaction. Studies have identified adverse childhood experiences (ACE) as a risk factor for adult couples' inability to resolve conflicts. This study aims to investigate the role of self-compassion as a moderator in the relationship between ACE and relationship satisfaction among young married adults. The study utilized the Adverse Childhood Experience Questionnaire to assess the number of adverse childhood experiences, the Relationship Assessment Scale to measure romantic relationship satisfaction, and the Self-Compassion Scale to assess self-compassion levels. Participants included 258 young adults (aged 20 – 40) in the Jabodetabek, with a majority being female (78.7%). Multiple regression analysis indicated that self-compassion (β=-1.48, p<.05) and its three dimensions moderated the negative relationship between ACE and relationship satisfaction. It can be concluded that self-compassion can enhance relationship satisfaction despite partners having experienced ACE. A limitation of this study is the use of convenience sampling, leading to not all participants having ACE and an uneven sample proportion."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsya Lidya Mayori
"Perselisihan dan pertengkaran menjadi penyebab terbanyak perceraian pasangan di Indonesia. Penyebab ini tidak lepas dari komunikasi tidak lancar yang dapat disebabkan oleh Adverse Childhood Experience (ACE). Salah satu upaya yang dapat mengatasi dampak tersebut dan meningkatkan relationship satisfaction adalah melalui dyadic coping. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat peran dyadic coping dalam menjelaskan hubungan ACE terhadap relationship satisfaction. Partisipan penelitian ini adalah 260 dewasa muda terdiri atas 204 perempuan dan 57 laki-laki yang sudah menikah dan menetap di Jabodetabek. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Adverse Childhood Experience-Questionnaire, Dyadic Coping Inventory dan Relationship Assessment Scale. Hasil penelitian menemukan bahwa dyadic coping dapat memediasi secara parsial dampak negatif ACE terhadap kepuasan hubungan pasangan yang menikah. Dimensi dyadic coping seperti supportive DC, negative DC, dan common DC juga ditemukan dapat memediasi secara parsial dampak ACE terhadap relationship satisfaction.

Persistent conflicts and arguments are the leading causes of divorce in Indonesia. These disputes often result from poor communication, which can be linked to adverse childhood experiences (ACE). One effective approach to mitigate these impacts and enhance relationship satisfaction is through dyadic coping. This study aims to examine the mediating role of dyadic coping in the relationship between ACE and relationship satisfaction. The participants were 260 married young adults which consist of 207 women and 57 men residing in Jabodetabek. The measurement tools used were the Adverse Childhood Experience-Questionnaire, Dyadic Coping Inventory, and Relationship Assessment Scale. The results found that dyadic coping can partially mediate the negative impact of ACE on relationship satisfaction among married couples. Dyadic coping dimensions such as supportive DC, negative DC, and common DC has been found significant and can also partially mediate the relationship between ACE and relationship satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Valencie
"Pengalaman buruk masa kecil menjadi suatu kejadian yang dampaknya besar bagi seseorang. Pengaruhnya dapat berlanjut hingga tahapan perkembangan selanjutnya dalam kehidupan. Kini, di Indonesia terdapat peningkatan kasus penganiayaan dan penelantaran anak. Pemahaman umum menekankan pengaruh negatif dari pengalaman buruk masa kecil. Namun, hal ini berbeda dengan yang ditemukan pada kasus kehidupan nyata, di mana individu yang mengalami pengalaman buruk masa kecil mengembangkan resiliensi dan perilaku prososial yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara pengalaman buruk masa kecil dan perilaku prososial pada populasi dewasa muda di Indonesia. Partisipan penelitian ini adalah 275 individu berusia 18-29 tahun yang berdomisili di Indonesia. Pengalaman buruk masa kecil diukur menggunakan alat ukur Adverse Childhood Experience International Questionnaire (ACE-IQ) dan perilaku prososial diukur menggunakan Prosocialness Scale for Adults (PSA). Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi frekuensi pengalaman buruk masa kecil (M=39,51, SD=9,31), akan diikuti dengan penurunan frekuensi kecenderungan perilaku prososial (M=61,56, SD=9,56). Dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia perlu menciptakan pengalaman yang baik di masa kecil, sehingga perilaku membantu di masa dewasa muda pun meningkat.

Adverse Childhood Experience (ACE) becomes an impactful event for someone. Its influence can continue into later stages of development in life. In Indonesia, there is an increase in cases of child abuse and neglect. Common understanding emphasizes the negative effects of ACE. However, this differs from what is found in real life cases, where individuals who experience ACE develop resilience and high prosocial behavior. This study aims to examine the relationship between ACE and prosocial behavior in emerging adults in Indonesia. The participants of this study were 275 individuals aged 18-29 who live in Indonesia. ACE were measured using the Adverse Childhood Experience International Questionnaire (ACE-IQ) and prosocial behavior was measured using the Prosocialness Scale for Adults (PSA). The results of the research analysis showed that the higher the frequency of negative childhood experiences (M=39.51, SD=9.31), the lower the frequency of prosocial behavior tendencies (M=61.56, SD=9.56). This demonstrates how Indonesians need to create good experiences in childhood, in order to help increase prosocial behavior in emerging adulthood."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Aryanti Ardiningrum
"Resiliensi merupakan kemampuan untuk bangkit kembali ketika menghadapi situasi menekan. Resiliensi dapat dipengaruhi oleh berbagai hal sepanjang kehidupan individu. Penelitian ini fokus meneliti bagaimana resiliensi dipengaruhi situasi yang terjadi di masa kecil, dalam hal ini kekerasan dalam pengasuhan yang disebut sebagai Adverse Childhood Experience (ACE). Penelitian ini dilakukan secara korelasional menggunakan instrumen Brief Resilience Scale (BRS, Smith dkk., 2008) untuk mengukur karakteristik resiliensi individu dan Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (CTQ-SF; Bernstein dkk., 2003) untuk mengukur pengalaman ACE individu. Penelitian ini melibatkan 255 dewasa muda di Indonesia berusia 18-29 tahun (M = 24.61, SD = 2.721). Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa resiliensi individu dapat diprediksi secara negatif dan signifikan oleh ACE (β=-0.19, SE=0.01, p=0,002), dengan semakin tinggi ACE individu maka semakin rendah resiliensi yang dimiliki individu. Penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti ACE terhadap resiliensi secara longitudinal.

Resilience is the ability to bounce back when faced with challenging situations. Resilience can be influenced by various factors throughout an individual's life. This study focuses on examining how resilience is affected by situations experienced during childhood, specifically adverse caregiving experiences known as Adverse Childhood Experiences (ACE). This correlational study utilized the Brief Resilience Scale (BRS; Smith et al., 2008) to measure individual resilience characteristics and the Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (CTQ-SF; Bernstein et al., 2003) to assess participants' ACE. The study involved 255 young adults in Indonesia aged 18–29 years (M = 24.61, SD = 2.721). Regression analysis results showed that individual resilience can be predicted negatively and significantly by ACE (β=-0.19, SE=0.01, p=0.002), where higher individual ACE scores are associated with lower individual resilience. Future research is recommended to investigate ACE and resilience longitudinally.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Averina Elga Christie
"ABSTRAK
Pada tahun 2017, Indonesia telah memasuki keadaan darurat narkoba dengan jumlah total 3.376.115 pengguna narkoba (Badan Narkotika Nasional, 2017). Menurut data yang diperoleh dari National Narcotics
Agency (2017), dari total pengguna narkoba di Indonesia, 489.197 orang mengalami narkoba kecanduan. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hal ini menyebabkan seseorang mengalami kecanduan narkoba, seperti pengalaman masa kanak-kanak yang merugikan (ACE) dan depresi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan yang merugikan pengalaman masa kecil (ACE), depresi, dan kecanduan narkoba. Populasi dari penelitian ini adalah penduduk Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (n = 193), dengan rentang usia berusia antara 18-58 tahun. Penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan model bertahap untuk
menganalisis data. Studi ini menemukan bahwa pengalaman masa kecil yang merugikan dan depresi bisa terjadi memprediksi kecanduan narkoba. Disamping itu jumlah obat yang dikonsumsi dan lamanya penggunaan obat bisa memprediksi kemungkinan kecanduan narkoba di antara peserta. Tapi, hasil ini tidak bisa digeneralisasikan ke populasi lain karena data tidak berdistribusi normal. Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk mengembangkan program trauma informed care (TIC) di Balai Rehabilitasi BNN.

ABSTRACT
In 2017, Indonesia entered into a state of drug emergency with a total of 3,376,115 drug users (National Narcotics Agency, 2017). According to data obtained from the National Narcotics
Agency (2017), of the total drug users in Indonesia, 489,197 people experience drug addiction. Based on several previous studies, it is known that there are several factors that can cause this to cause a person to experience drug addiction, such as adverse childhood experiences (ACE) and depression. The aim of this study was to investigate the associations of adverse childhood experiences (ACE), depression, and drug addiction. The population of this study were residents of the National Narcotics Agency Rehabilitation Center (n = 193), with an age range between 18-58 years. This study uses multiple linear regression with a stepwise model for analyze data. The study found that adverse childhood experiences and depression can predict drug addiction. In addition, the number of drugs consumed and the duration of drug use could predict the likelihood of drug addiction among participants. However, these results cannot be generalized to other populations because the data are not normally distributed. The results of this study can be used as a basis for consideration in developing a trauma informed care (TIC) program at the BNN Rehabilitation Center."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martha Margaretha
"Kekerasan berpacaran merupakan kekerasan yang paling banyak ditemui pada dewasa muda di Indonesia pada tahun 2019. Pengalaman masa kecil yang buruk merupakan faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya kekerasan dalam berpacaran. Salah satu yang diduga menjembatani kedua varibel ini adalah anxious attachment. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah anxious attachment memediasi pengalaman masa kecil yang buruk dengan kekerasan dalam berpacaran pada dewasa muda. Partisipan dalam penelitian  ini berjumlah 345 orang dengan rata-rata usia 21.56 tahun. Pengalaman masa kecil yang buruk diukur dengan Childhood Trauma Questionnaire Short Form, kekerasan dalam berpacaran diukur dengan Conflict Tactics Scales Revised Short Form dan anxious attachment diukur dengan Short Form Experience in Close Relationships- Revised. Hasil analisis menggunakan analisis mediasi menjelaskan bahwa anxious attachment memediasi hubungan antara pengalaman masa kecil yang buruk dengan kekerasan dalam berpacaran subskala injury pada dewasa muda (ab=0.0069,SE=0.0,99%, CI[0.0024, 0.0134]). Anxious attachment tidak memediasi pengalaman masa kecil yang buruk dengan kekerasan dalam berpacaran subskala psychological aggression, sexual coercion, physical assault dan negotiation. Kesimpulan penelitian menjelaskan bahwa semakin sering pengalaman masa kecil yang buruk dialami seseorang, semakin tinggi anxious attachment seseorang yang kemudian mengarahkan pada meningkatnya kekerasan dalam berpacaran subskala injury pada dewasa muda. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan instrumen tambahan seperti wawancara.

Dating violence was the most common type of violence happened to young adult in Indonesia in 2019. Adverse Childhood Experience is a risk factor that influence the development dating violence. Anxious attachment is postulated to mediate these two variables. The purpose of this study was to examinate whether anxious attachment mediates the relationship between adverse childhood experience and dating violence in young adulthood. The study was conducted on 345 participants with average age 21.56. Adverse Childhood Experience measured by Childhood Trauma Questionnaire Short Form, dating violence were measured by Conflict Tactics Scales Revised Short Form and anxious attachment measured by Short Form Experience in Close Relationships-Revised. The result  analysis using mediation analysis showed that anxious attachment significantly mediated the relationship between Adverse Childhood Experience and dating violence subscale injury in young adulthood (ab=0.0069,SE=0.0,99%, CI[0.0024, 0.0134]). Anxious attachment not mediate dating violence subscale  psychological aggression, sexual coercion, physical assault and negotiation. The research conclusion proves that the more often Adverse Childhood Experience happened, the higher the anxious attachment, which leads to increased dating violence subscale injury in young adulthood. Future research are suggested to add additional instrument such as interviews.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>