Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152215 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Qory Anindya Nariswari Rokhanan
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peran mindful eating terhadap kecenderungan binge eating pada dewasa muda di masa pandemi COVID-19. Total partisipan pada penelitian ini berjumlah 118 partisipan dengan rentang usia dewasa muda, yaitu 19-40 tahun serta berdomisili dan berkewarganegaraan Indonesia. Pengukuran mindful eating menggunakan alat ukur Mindful Eating Questionnaire (MEQ) sedangkan kecenderungan binge eating diukur menggunakan Binge Eating Scale (BES). Kedua alat ukur tersebut sudah diadaptasi dan sudah pernah digunakan dalam bahasa Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mindful eating memiliki peran yang signifikan terhadap kecenderungan binge eating (R2= 0.262; F(1,116) = 41.102, p < 0.05).

This study was conducted to determine the role of mindful eating on binge eating propensity in young adults during COVID-19 pandemic. The total participants in this study amounted to 118 participants with an age range of young adults (19-40 years), also domiciled and citizens of Indonesia. Mindful eating was measured using the Mindful Eating Questionnaire (MEQ) while binge eating propensity was measured using the Binge Eating Scale (BES). Both instruments have been adapted and have been used in Indonesian. The results of this study indicate that mindful eating has a significant role in binge eating propensity (R2 = 0.262; F(1.116) = 41.102, p < 0.05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Safira Salsabiela
"Emotional eating didefinisikan sebagai kecenderungan untuk mengonsumsi makanan yang umumnya tinggi gula, garam, dan lemak, secara berlebih, sebagai respons atas emosi negatif yang dirasakan. Emotional eating yang tidak terkontrol dapat meningkatkan risiko terjadinya perilaku makan menyimpang seperti bulimia nervosa dan binge-eating disorder, obesitas, penyakit kardiovaskuler, serta diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara persepsi stres, kecemasan, stresor perkuliahan, penggunaan media sosial, riwayat terkonfirmasi positif COVID-19 pada individu dan anggota keluarga, serta mindfulness dengan kejadian emotional eating pada 106 mahasiswi tingkat akhir S1 Reguler Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia selama pandemi COVID-19. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi cross-sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 20,8% responden mengalami emotional eating. Terdapat perbedaan rata-rata skor yang signifikan antara penggunaan media sosial (p-value = 0,029) dan observing facet (p-value = 0,032) terhadap emotional eating. Individu dapat lebih mengenali pemicu dan coping strategies yang tepat untuk mengatasi emosi negatif, menggunakan media sosial secara bijak, serta menerapkan mindful eating. Pemerintah dapat lebih meningkatkan dukungan dan kolaborasi untuk meningkatkan kepedulian terhadap isu gangguan perilaku makan di masyarakat. Departemen Gizi FKM UI diharapkan dapat mencantumkan skrining perilaku makan menyimpang dalam salah satu aspek pengkajian riwayat asupan pada “Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)”.

Emotional eating is defined as the tendency to excessively consuming food which often high in sugar, salt, and fat levels in response to negative emotions. Uncontrolled emotional eating will increase the risk of eating disorders such as bulimia nervosa and binge-eating disorder, obesity, cardiovascular diseases, and type II diabetes. This study aims to find out about the relationship between perceived stress, anxiety, academic stressors, social media engagement, COVID-19 infection history, and mindfulness with emotional eating among 106 final year undergraduate female students of the Faculty of Public Health Universitas Indonesia during the COVID-19 pandemic in 2021. This cross-sectional quantitative study shows that there are about 20,8% of respondents who has an emotional eating tendency. There are significant differences between social media engagement (p-value = 0,029) and observing facet (p-value = 0,032) with emotional eating. Young adults should discover more about their triggers and positive coping strategies, use social media wisely, and eat mindfully. The government should enhance their supports and collaborations to raise awareness about the disordered eating behavior in the population. The Nutrition Department of FPH UI is suggested to include the “eating disorders screening” in the dietary history assessment aspect of the “Nutrition Care Process (NCP)”."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathania Kusuma
"Binge eating adalah sebuah fitur gangguan makan dengan prevalensi yang paling tinggi secara global dan terasosiasi dengan berbagai dampak negatif bagi kesehatan mental dan fisik. Perilaku ini berfungsi sebagai strategi regulasi diri untuk mengelola afek negatif yang tengah dirasakan. Perempuan dewasa muda merupakan populasi yang rentan untuk melakukan binge eating oleh karena ketidakstabilan dalam berbagai domain kehidupan dan tendensi untuk menginternalisasi emosi. Walau terdapat urgensi untuk mengembangkan penelitian terkait binge eating, masih belum banyak studi mengenai topik ini di Indonesia. Maka dilakukanlah penelitian mengenai binge eating pada populasi perempuan dewasa muda di Indonesia. Diketahui bahwa eating expectancy dan thinness expectancy merupakan faktor yang memprediksi binge eating, namun masih belum ada penelitian yang membahas mengenai proses yang menghubungkan variabel-variabel tersebut. Dihipotesiskan bahwa repetitive negative thinking (RNT) berperan sebagai mediator yang menjembatani hubungan antara kedua jenis expectancy terhadap binge eating. Dari koleksi data melalui kuesioner daring, terkumpul 193 partisipan dewasa muda berusia 18-25 tahun. Data penelitian diolah secara kuantitatif menggunakan analisis Simple Mediation menggunakan PROCESS v4.2 di SPSS. RNT ditemukan sebagai mediator signifikan yang bersifat parsial antara kedua jenis expectancy dan binge eating.

Binge eating is the most prevalent features of eating disorders and is associated with a range of negative health outcomes. Binge eating serves as a self-regulatory strategy to manage negative affect. Female young adults are categorized as a vulnerable population to develop binge eating due to instability in various life domains and the tendency to internalize emotions. Despite the urgency to further research binge eating, the studies on this topic in Indonesia is limited. Indonesia is known to have the highest level of food consumerism compared to other Southeast Asian countries. Therefore, a study on binge eating in young adult female population in Indonesia was conducted. Eating and thinness expectancy were found to be factors predicting binge eating, however there’s not much explanation about the process linking both beliefs towards binge eating. It is hypothesized that repetitive negative thinking (RNT) acts as mediator that bridge the relationship between both expectancies and binge eating. 193 female young adults age 18-25 years were collected through online questionnaire. The research data were processed through Simple Mediation analysis using PROCESS v4.2 in SPSS. RNT was found to be a significant partial moderator that bridges the relation between both expectancies and binge eating."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pungkasari Wijayanti
"Situasi yang penuh tekanan seperti COVID-19 memiliki dampak yang signifikan pada khususnya dewasa muda. Salah satu dampak peristiwa tersebut misal berupa meningkatnya psychological distress, yaitu keadaan subjektif nonklinis yang menimbulkan perasaan depresi dan kecemasan. Individu dengan strategi coping yang kurang baik lantas mengembangkan perilaku makan berlebihan yang disebabkan karena keadaan emosi negatifnya (emotional eating). Salah satu faktor yang dapat mengurangi perilaku emotional eating individu adalah mindfulness. Penelitian ini kemudian mengukur hubungan antara psychological distress dan emotional eating dengan menggunakan desain korelasional Pearson. Sementara itu, efek mindfulness terhadap hubungan antara psychological distress dan emotional eating diukur menggunakan analisis moderasi. Sampel didapatkan dengan menggunakan teknik convenience sampling pada dewasa muda di seluruh Indonesia. Alat ukur self-report digunakan pada masing-masing variabel yaitu psychological distress, emotional eating, dan mindfulness. Sebanyak 225 orang partisipan berpartisipasi pada penelitian berbasis daring dengan sukarela, dengan rentang usia partisipan terbanyak adalah 19-24 tahun (M = 22.75, SD = 3.739). Hasil penelitian menunjukkan bahwa psychological distress memiliki hubungan positif yang signifikan dengan emotional eating, meskipun tidak ditemukan peran moderasi mindfulness pada hubungan tersebut.

Stressful events such as the COVID-19 pandemic has significantly brought serious impact for young adults, one of them including the increasing psychological distress. Psychological distress is a non-clinical subjective state that causes feelings of depression and anxiety. Furthermore, individuals with poor coping strategies develop overating due to their negative emotional state (emotional eating). One of the factors that may reduce the emotional eating behavior is mindfulness. This study measures the relationship between psychological distress and emotional eating using the Pearson correlational design. On the other hand, the effect of mindfulness in the relationship between psychological distress and emotional eating is measured using moderation analysis. Samples are obtained from young adults in Indonesia using the convenience sampling technique. The data is then collected using a self-report method for each variable (e.g. psychological distress, emotional eating, mindfulness). A total of 225 participants have taken part in this online-based study voluntarily, mostly aged 19-24 year old (M = 22.75, SD = 3.739). The results show that psychological distress has a significant positive relationship with emotional eating, although it is discovered that there is no moderating effect of mindfulness in the said association."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandu Caesaria Lestari
"Latar belakang
Kemampuan meminta (mand) dan menyebut (tact) adalah kemampuan yang perlu ditingkatkan pada awal terapi verbal behavior pada anak autisme. Metode telehealth oleh orangtua dapat memberikan terapi dini. Tujuan penelitian untuk melihat efektivitas pelatihan yang dilakukan orangtua terhadap peningkatan kemampuan komunikasi awal anak GSA dalam meminta (mand) dan menyebut (tact).
Metode
Uji klinis acak terkontrol terhadap anak autisme berusia 2-5 tahun. Penilaian kemampuan anak menggunakan instrumen verbal behavior milestones assessment and placement program. Orangtua kelompok perlakuan mendapat modul video pelatihan dan bimbingan dari terapis, sebelum memulai terapi selama 3 bulan pada anak. Penilaian kemampuan ulang dilakukan pada kedua kelompok di akhir periode.
Hasil
Terdapat 40 subyek yang masuk ke dalam level 1 VBMAPP. Skor VB MAPP sesudah pemberian intervensi meningkat dari 13,83 menjadi 24,43. Peningkatan median skor mand 1 menjadi 2 dan median skor tact 1 menjadi 3 (p<0,001). Perbandingan peningkatan median skor mand antara kedua kelompok menunjukkan hasil bermakna (p=0,003). Kenaikan proporsi skor mand dan tact tampak lebih tinggi pada kelompok perlakuan.
Simpulan
Pelatihan mand dan tact oleh orangtua pada anak autisme dengan menggunakan metode telehealth efektif dalam meningkatkan kemampuan anak meminta, dan bermakna secara klinis dalam meningkatkan kemampuan anak menyebut. Metode telehealth dapat diterima oleh orangtua.

Background
Mand and tact is a skill in verbal behavior therapy that needs to be improved initially. The telehealth method are helpful for those in rural area. This study aim was to assess effectiveness of telehealth mand and tact training by parents on increasing the child’s mand and tact skill.
Methods
A randomized controlled clinical trial of 2-5 years old children with ASD. Assessment of children's milestones using verbal behavior milestones assessment and placement program. Parents in the intervention group received video modelling and guidance from a therapist before giving therapy for 3 months. Re-assessment was done in both groups at the end of the period.
Results
A total of 40 subjects with ASD in level 1 VBMAPP meet criteria. A significant increase in the VB MAPP score after the intervention, namely 13.83 to 24.43. Mand median score increased from 1 to 2, and the tact, 1 to 3 with p<0.001. Comparison of the increase in the median mand score between the two groups showed significant results (p = 0.003). The increase in the proportion of mand and tact scores was higher in intervention group.
Conclusion
Telehealth mand and tact training by parents for children with ASD effective in improving mand, and clinically meaningful in improving tact. The telehealth method can be accepted by parents.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Yuthi Andrisha
"Periode stay-at-home dan terbatasnya interaksi yang dapat dilakukan akibat Pandemi COVID-19, membuat kelompok usia dewasa muda berisiko mengalami kesepian. Dalam keadaan seperti ini, peran keluarga menjadi sangat penting dalam membantu individu mengatasi rasa kesepiannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat peran keberfungsian keluarga sebagai prediktor dari kesepian pada dewasa muda di masa Pandemi COVID-19. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Pengambilan data dilakukan secara daring dengan menggunakan dua alat ukur, yaitu Family Assessment Device (FAD) untuk mengukur keberfungsian keluarga dan UCLA Loneliness Scale Short Version (ULS-6) untuk mengukur kesepian. Partisipan penelitian ini adalah 488 dewasa muda terdiri dari perempuan dan laki-laki belum menikah dengan rentang usia 18-25 tahun. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, ditemukan bahwa keberfungsian keluarga secara simultan dan signifikan dapat memprediksi kesepian pada dewasa muda di masa Pandemi COVID-19 (R2 = 0,203, p<0.05). Peneliti juga menemukan bahwa dimensi komunikasi, peran, dan keterlibatan afektif secara signifikan mampu memprediksi rasa kesepian pada dewasa muda. Hasil ini menandakan bahwa semakin baik keberfungsian keluarga maka semakin rendah tingkat kesepian yang dirasakan individu. Maka dari itu, keluarga dianjurkan untuk meningkatkan keberfungsian keluarganya dengan mengoptimalkan fungsi komunikasi, peran dan keterlibatan afektif untuk membantu dewasa muda dalam mengatasi rasa kesepian yang dirasakan selama Pandemi COVID-19.

The stay-at-home period and the limited interaction that is caused by the COVID-19 Pandemic, puts the young adult at risk of experiencing loneliness. In these conditions, the role of the family becomes more important in helping young adults to overcome their loneliness. The aim of this study was to examine the role of family functioning as the predictor of young adults’ loneliness during the COVID-19 pandemic. This study is a quantitative study. Data were collected online using two measuring tools, Family Assessment Device (FAD) to measure family functioning and UCLA Loneliness Scale Short Version (ULS-6) to measure loneliness. The participants of this study were 488 young adults consisting of unmarried women and men with an age range from 18-25. Based on the multiple regression analysis, it was found that family functioning simultaneously and significantly predicts young adults’ loneliness during the COVID-19 pandemic (R2 = 0,203, p<0.05). Researcher also found that the communication, role, and affective involvement dimensions were significant to predict young adults’ loneliness. These results indicate that the better the family functioning, the lower loneliness felt by the young adults. Therefore, families are encouraged to improve their family functioning by optimizing communication, roles, and affective involvement functions to help young adults overcome their loneliness during the COVID-19 pandemic."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Ayu Fitriyanti
"Mengkonsumsi makanan berlebihan sebagai respon emosi negatif yang dapat merugikan kesehatan individu dan mengarah pada kematian. Di masa pandemi muncul suatu trend menerapkan perilaku sehat yang marak diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah benar terdapat efek moderasi yang signifikan dari regulasi emosi pada hubungan emotional eating dan perilaku sehat (aktivitas fisik dan konsumsi makanan sehat) di masa pandemi. Desain penelitian yang digunakan adalah non-eksperimental dan cross-sectional. Partisipan penelitian ini merupakan 129 dewasa muda Indonesia berusia 18-25 tahun (64,3% perempuan; Musia = 21,50, SD = 1,37) yang memiliki tingkat BMI minimal 25 kg/m2. Emotional eating di ukur menggunakan Emotional Eating – Revised (EES-R), regulasi emosi diukur menggunakan Difficulties in Emotion Regulation – Short Form (DERS-SF), dan perilaku sehat diukur menggunakan Skala Perilaku Sehat. Melalui analisis moderator menggunakan Hayes PROCESS ditemukan bahwa tidak adanya peran moderator dari regulasi emosi pada hubungan emotional eating dan perilaku sehat (b = 0,002, t(129) = 1,158, p > 0,001). Artinya, pada tiap tingkat regulasi emosi, tidak terdapat perubahan kekuatan hubungan antara emotional eating dan perilaku sehat yang signifikan. Melalui analisis korelasi Pearson ditemukan emotional eating memiliki korelasi positif dan tidak signifikan dengan perilaku sehat (r (129) = 0,10, p > 0,01); emotional eating memiliki hubungan positif secara signifikan dengan regulasi emosi (r(129) = 0,23, p < 0,01) artinya individu dengan skor tinggi pada regulasi emosi cenderung memiliki tingkat emotional eating yang tinggi pula. Terakhir, regulasi emosi memiliki korelasi positif dan tidak signifikan dengan perilaku sehat (r (129) = 0,03, p > 0,01).

Consuming excessive food as a negative emotional response which can be detrimental to individual health and lead to death. During a pandemic, there is a trend to applying healthy behaviors and widely studied. This research aims is to determine whether there is a significant moderating effect of emotional regulation on the relationship between emotional eating and healthy behavior (physical activity and consumption of healthy foods) during pandemic. The research design used was non-experimental and cross-sectional. Participant in this study were 129 Indonesian young adult aged 18-25 years (64.3% women; Mage = 21.50, SD = 1.37) who had a BMI level at least 25 kg/m2. Emotional eating was measured using Emotional Eating – Revised (EES-R), emotional regulation was measured using Difficulties in Emotion Regulation – Short Form (DERS-SF), and healthy behavior was measured by using Skala Perilaku Sehat. Through a moderator analysis using Hayes PROCESS, it was found that there was no moderating role for emotional regulation on the relationship between emotional eating and healthy behavior (b = .002, t (129) = 1.158, p > .001). This means that at each level of emotional regulation, there is no significant change in the strength of the relationship between emotional eating and healthy behavior. Through Pearson correlation analysis, it was found that emotional eating has a positive and not significant correlation with healthy behavior (r (129) = .10, p > .01); emotional eating has a significant positive relationship with emotional regulation (r (129) = 0.23, p < .01) meaning that individuals with high scores on emotional regulation tend to have high levels of emotional eating as well. Finally, emotion regulation has a positive and not significant correlation with healthy behavior (r (129) = 0.03, p > .01)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Salsabilla Ibrahim
"Fenomena COVID-19 menimbulkan distres pada dewasa muda. Distres dewasa muda salah satunya disebabkan oleh interaksi di dalam keluarga, saat dewasa muda harus tinggal bersama keluarga selama masa pandemi. Studi kuantitatif ini bertujuan untuk melihat keberfungsian keluarga sebagai prediktor distres psikologis pada dewasa muda selama pandemi COVID-19. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 411 orang berusia 18 sampai 25 tahun (M=20,7). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Family Assessment Device (FAD) dan General Health Questionnaire (GHQ-12). Ditemukan bahwa keberfungsian keluarga secara signifikan dapat memprediksi distres psikologis pada orang dewasa muda (R2 = 0,235, p<0,05) dan dimensi komunikasi dalam keberfungsian keluarga dapat memprediksi secara signifikan distres psikologis dewasa muda (β= -0,245, p<0,05). Lebih lanjut, ditemukan distres psikologis yang lebih tinggi pada dewasa muda perempuan dibandingkan laki-laki dan laki-laki mempersepsikan keberfungsian keluarganya lebih baik dari perempuan.

The COVID-19 phenomenon causes distress in young adults. One of the causes of young adults distress is due to interactions within the family, when young adults have to live with their families during the pandemic. This quantitative study aims to look at family functioning as a predictor of psychological distress in young adults during the COVID-19 pandemic. The participants in this study were 411 people aged 18 to 25 years (M=20,7). The measuring instruments used in this study were the Family Assessment Device (FAD) and the General Health Questionnaire (GHQ-12). It was found that family functioning significantly predicts psychological distress in young adults (R2 = 0.235, p<0.05) and the communication dimension in family functioning can significantly predict psychological distress in young adults (β= -0.245, p<0.05). Furthermore, it was found that psychological distress was higher in young adult women than men and men perceived their family functioning as better than women. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarafina
"Penelitian bertujuan untuk melihat peran keberfungsian keluarga terhadap individu dewasa muda di situasi pandemi COVID-19. Peneliti menggunakan penelitian kuantitatif dan non-eksperimental. Peneliti mengumpulkan data secara daring melalui yang berisi alat ukur keberfungsian keluarga (FAD) dan alat ukur (GSES). Partisipan penelitian merupakan 411 individu usia dewasa muda, laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 18 - 25. Berdasarkan analisis statistik regresi berganda, keberfungsian keluarga secara signifikan dapat memprediksi dewasa muda pada masa pandemi COVID-19 Ditemukan pemecahan masalah dan komunikasi merupakan dimensi yang berperan signifikan. Oleh karena itu, diharapkan pada situasi pandemi COVID-19, keluarga dapat berfungsi dengan baik dan memiliki kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi yang efektif untuk memengaruhi
This study aims to examine the role of family functioning on general self-efficacy of young adults in the COVID-19 pandemic situation. Researchers used quantitative and non- experimental research. Data collected online through google form that contained family functioning measurement tool (FAD) and general self-efficacy measurement tool (GSES). Participants were 411 young adult, male and female with an age range of 18 - 25. Based on multiple regression statistical analysis, family functioning significantly predicts the general self-efficacy of young adults during the COVID-19 pandemic . It was found that problem solving and communication are dimensions that play a significant role. Therefore, it is hoped that in the COVID-19 pandemic situation, families can function well, have effective problem solving and communication skills to influence the general self-efficacy of young adults.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>