Ditemukan 140871 dokumen yang sesuai dengan query
Sylvia Ulfa Zuhardi
"Pengakuan dan pengesahan anak luar kawin (ALK) yang dilahirkan dari perkawinan campuran orangtuanya seharusnya memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) dan Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). Hal ini dilakukan guna memberikan kedudukan ALK tersebut menjadi anak sah dan memiliki hubungan hukum dengan kedua orangtuanya. Namun, pada kenyataannya masih terdapat pelaksanaan perkawinan campuran yang hanya dilaksanakan menurut ketentuan agama dan tidak tercatat pada Kantor Urusan Agama (KUA). Hal ini dapat menyebabkan kerancuan status anak yang dilahirkan. Penelitian tesis ini membahas mengenai akibat hukum dan upaya hukum yang dapat diberikan kepada anak dari hasil perkawinan campuran yang lahir pada saat perkawinan belum sah berdasarkan Studi Putusan Pengadilan Agama Bogor Nomor: 284/Pdt.P/2020/PA.Bgr. Metode yang dipergunakan dalam penulisan tesis ini ialah penelitian yuridis normatif dengan sumber data sekunder dan bersifat eksplanatoris. Hasil penelitian ini adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah meskipun telah sah secara agama memliki status sebagai ALK dan hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya saja apabila pernikahan orangtua biologisnya tidak sah dimata hukum hal ini berdampak kepada status anak, waris dan kewaganegaraan anak tersebut. Upaya hukum terhadap ALK tersebut agar statusnya berubah menjadi anak sah adalah melalui pengesahan anak.
Recognition and ratification of Out of Wedlock children born from mixed marriages of their parents should fulfill the provisions of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage and Law Number 24 of 2013 concerning Amendments to Law Number 23 of 2006 concerning Population Administration (Population Administration Law). This is done in order to give the illegitimate children position to become a legal child and have a legal relationship with both parents. However, in reality there are still mixed marriages which are only carried out according to religious provisions and are not recorded at the Office of Religious Affairs. This can lead to confusion in the status of the child being born. This thesis research will discuss the legal consequences and legal remedies that can be given to children from mixed marriages who were born during an illegitimate marriage based on the Bogor Religious Court Decision Study Number: 284/Pdt.P/2020/PA.Bgr. The method used in writing this thesis is a normative juridical research with secondary and explanatory data sources. The results of this study are children born outside of legal marriage even though they are religiously legal have status as Out of Wedlock children and only have a legal relationship with their mother if the marriage of their biological parents is not legal in the eyes of the law this has an impact on the rights, inheritance and citizenship of the child. Legal efforts against the Out of Wedlock children so that its status changes to a legal child is through ratification the Out of Wedlock children."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Fariznaldi
"
ABSTRAKPenelitian ini membahas tentang “HAK DAN KEDUDUKAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN SETELAH PERCERAIAN”. Yang dilatarbelakangi banyaknya kasus perkawinan campuran yang berujung perceraian dan berujung pada perebutan hak asuh anak atau juga penyangkalan status anak. Permasalahan yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah bagaimana status dan kedudukan dan juga hak anak hasil perkawinan campuran, berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku yakni UU No 12 tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan, UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan, Kompilasi hukum Islam, Kitab Undang Undang Hukum Perdata ( B.W ), dan juga analisa mengenai putusan mahkamah agung mengenai perebutan hak asuh anak hasil perkawinan campuran. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat eksplanatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa peraturan perundang undangan dan juga pengadilan di Indonesia telah cukup memadai dalam hal melindungi hak dan kedudukan anak hasil perkawinan campuran setelah perceraian kedua orang tuanya.
ABSTRACTThis research discusses ""The RIGHTS and POSITION of CHILDREN of MIXED MARRIAGES AFTER DIVORCE RESULTS"". That is backed by the large number of cases of mixed marriages that led to divorce and resulted in the seizure of custody of the child or the child's denial of state as well. Problems will be seen in the study is how the status and position of the rights of the child and also the result of mixed marriages, based upon the applicable laws, i.e. Law No. 12 year 2006 about citizenship, Act No. 1 of 1974 about marriage, compilation of Islamic law, The Law of civil law (B.W.), and also the analysis of the Supreme Court ruling on child custody struggle results in mixed marriages. This research is qualitative research which is explanative. Results of the study concluded that the regulations and the Court of Law in Indonesia has been quite adequate in terms of protecting the rights and position of children of mixed marriages result after the parents divorce."
Universitas Indonesia, 2014
S53490
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dimas Aqshal Indratta
"Perkawinan campuran terjadi terutama di Arab Saudi dan Malaysia, tempat banyak pekerja Indonesia bekerja. Dokumentasi pernikahan terkadang diabaikan. Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU 1 Tahun 1974 menyatakan, “Perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama” dan “Setiap perkawinan didokumentasikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Pasal 2 ayat 1 dan 2 tidak dapat dipisahkan; perkawinan agama dapat dilakukan walaupun tidak memenuhi alinea kedua. Perkawinan membutuhkan hukum agama dan keyakinan serta kriteria administratif melalui proses dokumentasi. Aturan dan prosedur dokumentasi pernikahan yang rumit, ketidaktahuan masyarakat tentang hukum pernikahan Indonesia, dan Kefektifan upaya pemerintah untuk mensosialisasikan dokumentasi pernikahan memperburuk hal ini. Perkawinan ini menyakiti istri dan anak-anaknya. Untuk mempelajari topik tersebut, wawancara serta undang-undang, dan peraturan dilakukan. Penulis ingin mengkaji tentang status hukum anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan dalam bentuk skripsi yang berjudul “STATUS HUKUM ANAK DARI PERKAWINAN CAMPURAN YANG TIDAK DI DOKUMENTASI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA INTERNASIONAL INDONESIA”.
Mixed marriages happened especially in Saudi Arabia and Malaysia, where many Indonesian workers works. Marriage documentation is sometimes overlooked. Article 2 paragraphs (1) and (2) of Law 1 of 1974 state, "Marriage is valid if performed according to each faith's laws" and "Each marriage is documented according to applicable laws and regulations." Article 2 paragraphs 1 and 2 are inseparable; a religious marriage can be performed even if it doesn't meet the second paragraph. Marriage requires religious law and belief as well as administrative criteria through the documentation process. Complex wedding documentation regulations and procedures, public ignorance of Indonesian marriage law, and the government's effort to socialize marriage documentation exacerbated this. These marriages hurt the wife and her children. In order to study about the topic, interviews as well as laws, and regulations are conducted. The author wants to examine the legal status of children born from unrecorded marriages in the form of a thesis entitled "LEGAL STATUS OF CHILDREN FROM UNDOCUMENTED MIXED MARRIAGES IN THE PERSPECTIVE OF INDONESIAN PRIVATE INTERNATIONAL LAW"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Devina
"Lahirnya seorang anak dari perkawinan poligami yang tidak tercatat secara resmi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan fenomena yuridis yang tidak dapat dipungkiri. Peristiwa seperti ini dapat membawa konsekuensi hukum lebih lanjut terhadap anak luar kawin yang bersangkutan, dimana di dalam hukum kedudukannya lebih rendah dibandingkan dengan anak yang lahir dari perkawinan yang resmi. Oleh karena adanya perbedaan tersebut, hukum memberikan solusi bagi anak luar kawin agar dapat memiliki kedudukan hukum yang sama sebagaimana anak sah, yaitu melalui pengesahan anak. Permasalahannya adalah bagaimana pengaturan perkawinan poligami menurut hukum positif di Indonesia, bagaimana prosedur pengesahan anak luar kawin yang lahir dari perkawinan poligami yang tidak dicatatkan menurut hukum negara, dan bagaimana Pertimbangan Hakim pada Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 36/Pdt.P/2020/PN.Jkt.Pst. dikaitkan dengan kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada penelitian ini, penulis akan menjawab permasalahan tersebut dengan pendekatan yuridis-normatif dengan menggunakan data-data yang diperoleh hasil dari studi kepustakaan dan menelaah peraturan perundang-undangan terkait perkawinan poligami dan pengesahan anak. Hasil analisis menunjukkan bahwa Hakim dalam memeriksa suatu perkara seharusnya memahami latar belakang beserta fakta-fakta dari suatu perkara dan memberikan pertimbangan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
The birth of a child from an unregistered polygamous marriage according to the prevailing laws is a juridical phenomenon that cannot be denied. As the part of legal events, unregistered polygamous marriages can bring further legal consequences to children born out of wedlock, which in law children born out of wedlock have a lower position than children born from legal marriages. Because of these differences, the law provides a solution for children born out of wedlock to have the same legal status as children born from legal marriages, namely through child legalization. This research will be continued by focusing on how polygamous marriage are regulated according to positive law in Indonesia, how is the procedures of legalizing out of wedlock children born in unregistered polygamous marriages, and how is the suitability of the Judge's decision with the prevailing legislation on Verdict Number: 36/Pdt.P/2020/PN.Jkt.Pst. The author will answer these problems with the juridical-normative method using data collected from literature studies and legislation related to polygamous marriages and child legalization. The results of the study will show that a Judge in examining a case should understand the background and facts of a case and provide legal considerations in accordance with the prevailing laws and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Anangia Annisa Putri Abdurahman
"Salah satu akibat hukum dari perkawinan adalah adanya harta bersama serta hubungan hukum antara orang tua dan anak, dimana orangtua bertanggung jawab untuk memelihara, menjaga, serta mencukupi kebutuhan hak – hak dari anak tersebut. Selain itu akibat hukum dari perkawinan akan menimbulkan status hukum dan hak perwalian terhadap seorang anak. Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan beda agama, maka akan menimbulkan akibat yang sangat berpengaruh terhadap hak dan status hukum anak tersebut. Status anak yang dilahirkan dalam perkawinan beda agama kemudian dapat menimbulkan pertanyaan apakah kedudukannya sebagai anak luar kawin atau anak sah. Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan termasuk ke dalam golongan anak luar kawin dalam arti sempit mereka tidak memiliki status dan kedudukan yang sama dalam sebuah hubungan peristiwa hukum antara orang tua dengan anak. Kemudian, apakah hal tersebut juga diperlakukan terhadap keberadaan anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama masih menjadi sebuah pertanyaan. Oleh karena itu, Penulis menggunakan dua rumusan masalah, yaitu: 1) Bagaimana pengaturan mengenai perkawinan beda agama menurut peraturan hukum di Indonesia? 2) Bagaimana analisis pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 410/Pdt.G/2022/PN Mks. terhadap anak akibat perkawinan beda agama? Penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif yang datanya dikumpulkan dari studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkawinan beda agama dapat dilakukan apabila mengajukannya ke Pengadilan dan telah dicatatkannya oleh pegawai catatan sipil sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Kemudian, mengenai perkawinan beda agama, Undang- Undang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dijelaskan secara jelas dan terperinci. Berkaitan dengan anak yang dihasilkan dari perkawinan beda agama, maka dalam hal ini kedudukannya adalah dinyatakan sebagai anak sah dari perkawinan beda agama tersebut dikarenakan secara hukum ketika perkawinan telah dicatatkan dan didaftarkan sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku maka akibat hukum perkawinan tersebut termasuk terhadap anak dinyatakan sah secara hukum.
One of the legal consequences of marriage is the existence of common property and the legal relationship between parents and children, in which parents are responsible, caring for, and satisfying the needs of the rights of the child. In addition, the legal consequences of marriage will result in the legal status and custody of a child. If the child is born from a marriage of different faiths, it will have a significant impact on the rights and legal status of the child. The status of a child born in a marriage of different religions can then raise the question of whether his status as an out-of-marriage or legal child. Children born from unregistered marriages are included in the group of children outside of marriage in the narrow sense they do not have the same status and position in a legal relationship between parents and children. Then, whether it is also treated against the existence of children born from different religious marriages is still a question. Therefore, the author uses two formulas of the problem, namely: 1) How is the arrangement concerning marriage of different religions according to the laws of Indonesia? 2) How to analyze the judge’s consideration in the Makassar State Court Decision No. 410/Pdt.G/2022/PN Mks. against children due to marriage of different religions? The authors use a juridic-normative research method with a qualitative approach whose data is collected from library studies. The results of the study show that a marriage of different religions can be entered into when it is applied to the Court and has been recorded by a civil register officer as described in the Occupation Administration Act. Then, concerning the marriage of different religions, the Marriage Act and the Book of the Perdata Law are not explained clearly and in detail. Related to children born from marriages of different religions, in this case the position is to be declared as a legal child of a marriage of different religion due to the law when the marriage has been recorded and registered as the provisions of the applicable laws, then as a result of the law such marriage includes against the child declared legal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Daisy Irani
"Menurut Pasal 57 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, bahwa Perkawinan Campuran adalah perkawinan antara 2 (dua) orang yang ada di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia Negara Indonesia tidak membatasi lingkup pergaulan warga negaranya maka dari itu peluang terjadinya perkawinan campuran antar warga negara yang berbeda semakin terbuka. Dampak nyata dari perkawinan campuran adalah mengenai status kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran tersebut. Sebelum Undang Undang Kewarganegaraan No. 12 tahun 2006 berlaku maka peraturan perundangan Kewarganegaraan yang berlaku di Indonesia adalah Undang Undang Kewarganegaraan No. 62 tahun 1958, undang undang ini menganut azas ius sanguinis, dimana jika terjadi perkawinan antara pria warga negara asing dengan wanita warga negara Indonesia maka anak hasil dari perkawinan campuran tersebut berkewarganegaraan asing mengikuti warga negara ayahnya. Keberadaan Undang-Undang Kewarganegaraan No.62 tahun 1958 ini dinilai tidak adil dari segi kesetaraan gender karena anak tersebut yang masih mempunyai darah Indonesia dari ibunya dianggap sebagai orang asing . Oleh karena itu pada tanggal 1 Februari 2006 dalam Pembahasan Rancangan Undang-undang Kewarganegaraan, Dewan Perwakilan Rakyat menerima usulan dua kewarganegaraan terbatas bagi anak-anak yang lahir datam perkawinan campuran, ini berarti, anak-anak tersebut mendapatkan dua kewarganeganaan sekaligus pada waktu ia dilahirkan, yaitu kewarganegaraan ayah dan ibunya sampai ia berumur 18 (delapan belas) tahun. Setelah itu mereka akan menentukan kewarganegaraan yang akan dipilihnya. Kemudian pada tanggal 11 July 2006 dalam Pembahasan Rancangan Undang-undang Kewarganegaraan, Dewan Pertimbangan Agung mensahkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan dan sekaligus menyatakan bahwa Undang-undang Nomor 62 Tentang Kewarganegaraan dinyatakan sudah tidak relevan dan tidak bertaku lagi bagi kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini.
In this era of globalization, with advances in technology and world travel, it’s becoming easier and easier for people to travel and integrate with other nationalities and ethnic groups often resulting in relationships and marriage between citizens of different countries. Problems which arise in marriages between people with different citizenships will also affect their children. One of the side effects of mixed marriages is the citizenship problem of the children resulting from such a marriage. Before the recentiy applied Act No. 12/2006 regarding citizenship, Indonesia previously used Act No. 62/1958 to regulate citizenship - based on “IUS SANGUINIS", meaning that when a marriage occurs between a male foreigner and an Indonesian woman, their children would automatically become foreigneis - following the citizenship of the father - something which many felt unfair and discriminatory. As well as using a Juridical Normatif for the research, I also undertook several interviews with couples of mixed marriages in Jakarta to obtain accurate Information and suggestions regarding the application of regulation No. 12/2006 regarding citizenship."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26407
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Azalea Lintang Setiawan
"Penelitian ini membahas mengenai putusan Pengadilan Agama mengenai penolakan Isbat Nikah terhadap pernikahan siri. Isbat Nikah dilakukan untuk membuktikan pernikahan yang dilakukan serta mendapat bukti fisik atas pernikahannya yaitu akta nikah. Pengertian pernikahan siri tidak secara jelas disebutkan dalam undang-undang, namun secara umum pernikahan siri adalah pernikahan yang dilakukan secara rahasia atau diam-diam dengan tujuan tertentu dan tidak dilakukan dihadapan Pegawai Pencatat Nikah (PPN), sehingga tidak punya kekuatan hukum. Di Indonesia hingga saat ini masih banyak orang yang tidak mencatatkan perkawinannya. Banyak yang tidak mengetahui pentingnya mencatatkan perkawinan. Hal ini paling sering merugikan anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Untuk anak, perkawinan yang tidak dicatatkan orangtuanya akan mengakibatkan tidak adanya nama ayah di akta kelahirannya dan anak tidak dapat memperoleh hak-hak nya sebagai anak. Metode penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini merupakan normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau sekunder belaka. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah studi penelitian kepustakaan atau studi literatur. Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder. Dalam skripsi ini Penulis menganalisis Penetapan Nomor 49/Pdt.P/2021/PA.Mkm, dimana pertimbangan Hakim sudah tepat untuk menolak permohonan isbat nikah karena bertentangan dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI), Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan juga dalil-dalil Hukum Islam.
This research discusses the decision of the Religious Court regarding the rejection of Isbat Marriage against siri marriage. Isbat Marriage is carried out to prove the marriage and obtain physical evidence of the marriage, namely the marriage certificate. The definition of siri marriage is not clearly stated in the law, but in general siri marriage is a marriage that is carried out in secret or secretly with a specific purpose and is not carried out in front of a Marriage Registration Officer (PPN), so it has no legal force. In Indonesia until now there are still many people who do not register their marriages. Many do not know the importance of registering a marriage. This is most often detrimental to the children born from the marriage. For children, a marriage that is not registered by their parents will result in the absence of the father's name on their birth certificate and the child cannot obtain their rights as a child. The research method used in this thesis is normative, which is legal research conducted by examining library or secondary materials only. The data collection technique that the author uses is a library research study or literature study. The type of data collected is secondary data. In this thesis, the author analyzes Stipulation Number 49/Pdt.P/2021/PA.Mkm, where the Judge's consideration is correct to reject the application for isbat nikah because they are contrary to the Compilation of Islamic Law (KHI), Marriage Law Number 1 of 1974 and also the arguments of Islamic Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ranindra Anandita
"
ABSTRAKPenelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran deskriptif mengenai parenting self efficacy pada ibu yang melakukan perkawinan campuran dan memiliki anak toddler. Pengukuran parenting self efficacy dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan alat ukur Self Efficacy for Parenting tasks Index – Toddler Scale (SEPTI-TS) dari Coleman (1998) yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Jumlah partisipan dalam penelitian ini ialah sebanyak 41 orang dengan kriteria yaitu ibu Indonesia yang menikah dengan warga negara asing dan memiliki anak toddler (12-36 bulan). Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar partisipan memiliki penilaian yang positif terhadap kemampuannya dalam menjalankan tugas parenting. Kemudian apabila dilihat berdasarkan domain yang ada pada alat ukur SEPTI-TS, diketahui bahwa partisipan memiliki skor rata-rata tertinggi pada domain teaching dan skor rata-rata terendah pada domain discipline
ABSTRACTThe study was conducted to gain the description about parenting self efficacy among mother who do mixed marriages who have a toddler; and want to know which domain has the highest and the lowest parenting self efficacy. Measurement of parenting selfefficacy performed quantitatively using Self Efficacy for Parenting Tasks Index - Toddler Scale (SEPTI-TS) from Coleman (1998) that has been adapted into Bahasa Indonesia. The number of participants in this study is 41 Indonesian mothers who is married to foreign nationals and have a toddler (12-36 months). The results showed that most of the participants have positive evaluation of the ability to perform tasks of parenting. The result also showed that participants get the highest average score in the domain of teaching and lowest average scores on the domain discipline.
"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57354
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Lumbrini Yudhapramesti
"Anak yang dilahirkan dari perkawinan campuran yang sah dari pasangan ayah Warga Negara Indonesia dan ibu Warga Negara Kanada maupun dari pasangan ayah Warga Negara Kanada dan ibu Warga Negara Indonesia, terkait oleh kewarganegaraan ayah dan ibu kandungnya tersebut memperoleh kewarganegaraan ganda/rangkap atas dasar asas hukum ius sanguinis yaitu kewarganegaraan Indonesia dan kewarganegaraan Kanada, sehingga anak yang bersangkutan menjadi memiliki status personal ganda/rangkap yang bermanfaat baginya yaitu dari kedua negara dari mana dia mendapatkan kewarganegaraannya tersebut.
Status personal merupakan sekelompok hak-hak keperdataan dalam lalu lintas Hukum Perdata Internasional (HPI) yang berlaku bagi setiap orang dan senantiasa mengikuti kemanapun seseorang yang bersangkutan pergi atau berada. Ruang lingkup dari status personal ini untuk setiap negara tidak sama karena terdapat perbedaan konsepsi. Pada dasarnya terdapat dua konsepsi yaitu konsepsi luas, dan konsepsi sempit. Namun demikian pada kenyataannya selain kedua konsepsi itu masih ada konsepsi lain yang juga beragam sifatnya tergantung dari negara yang bersangkutan. Sementara itu dari kewarganegaraan ganda/rangkapnya tersebut anak yang bersangkutan dapat memperoleh baik manfaat atas dampak positif maupun permasalahan atau dampak negatifnya.
Dengan menggunakan metode deskriptif analitis dan perbandingan hukum melalui pendekatan yuridis normatif (ius constitutum) dari penulisan skripsi ini diperoleh kesimpulan bahwa pada kewarganegaraan ganda/rangkapnya tersebut di atas terdapat kerugian dan permasalahan yang lebih besar daripada manfaatnya. Oleh karena itu disarankan bagi anak yang bersangkutan untuk memilih satu saja dari kewarganegaraan ganda/rangkapnya yaitu kewarganegaraan yang efektif baginya meskipun batas penentuan untuk memilih salah satu kewarganegaraan menurut undang-undang yang bersangkutan belum tercapai.
Children who was born in the legally mixed married from the couple of Indonesian Citizen father and Canadian Citizen mother or from the couple of Canadian Citizen father and Indonesian Citizen mother, interrelated with the citizenship of natural father and mother, obtain dual citizenships based on the principle of law of ius sanguinis, are Indonesian and Canadian Citizenships, therefore the children have dual personalities status which are useful for him from both of countries from where he/she gets his/her citizenships. Personal status is a group of personal rights law affairs in traffic International Private Law, which applies to every person and always follow wherever that person go or are concerned. The scope of personal status for each country is not the same because there are differences concepts. Basically there are two concepts are the wide concept and the narrow concept. However in the fact there is still a concept that also varies depending on the countries concerned. Meanwhile of the dual citizenships, the children have benefits as positive impact and the problems as the negative impact. By using analysis descriptive and comparative law methods by normative jurisprudence (ius constitutum) from this mini-thesis writing and process there is the conclusion that from the dual citizenships which are more the loss and problems than its benefits for that children. It is therefore recommended that for the children to choose one of citizenship which is effective, although the determining limit even to choose it, according to the laws that have not yet reached."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S21531
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Griselia Vania Ariyatne
"Penentuan pemberian hak asuh anak akibat perceraian seharusnya dilakukan berdasarkan pertimbangan “the best interest of the child” atau kepentingan terbaik bagi si anak. Hal ini disebabkan karena hubungan antara anak dengan orang tua tidak putus akibat perceraian. Oleh karena itu anak tetap berhak untuk mendapatkan hak dan kesempatan yang terbaik untuk dapat mengembangkan dirinya sesuai dengan minat, bakat, dan juga potensi yang dimilikinya. Namun ada kalanya terjadi sengketa terkait penentuan hak asuh anak pasca perceraian karena kedua orang tua sama-sama menginginkan kuasa asuh atas anak-anaknya tersebut. Begitu pula dalam hal hak asuh anak akibat perceraian dalam perkawinan campuran yang melibatkan dua kewarganegaraan yang berbeda yang tentunya memiliki akibat hukum yang lebih luas. Oleh karena itu keputusan Pengadilan menjadi jalan keluar untuk memutuskan sengketa akan perkara ini. Akan tetapi Undang-Undang Perkawinan Indonesia tidak memberikan pengaturan atau mekanisme khusus terkait pemberian hak asuh anak, sehingga Hakim diberikan amanah untuk memutuskan hal tersebut. Metode penelitian yang Penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif yang bersifat yuridis-normatif atau penelitian dengan pendekatan kualitatif. Berdasarkan analisis Penulis, tidak adanya pengaturan terkait parameter pemberian hak asuh anak akibat perceraian dalam perkawinan campuran ini dapat menimbulkan permasalahan. Sehingga Penulis menyarankan untuk membuat pengaturan khusus mengenai mekanisme dan parameter yang jelas mengenai pemberian hak asuh anak pasca putusnya perkawinan, dan juga saran kepada Majelis Hakim yang memutus perkara ini untuk wajib memeriksa dan mengadili sengketa hak asuh anak dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi sang anak dengan sebaik-baiknya.
The determination of the granting of child custody due to divorce should be made based on the consideration of the best interest of the child. This is because the relationship between children and their parents is not broken due to divorce. Therefore, children still have the right to get the best rights and opportunities to be able to develop themselves according to their interests, talents, and potential. However, sometimes there are disputes regarding the determination of child custody after divorce because both parents want custody of their children. Likewise in the case of child custody due to divorce in mixed marriages involving two different nationalities which of course have wider legal consequences. Therefore, the Court's decision is a way out to decide the dispute in this case. However, the Indonesian Marriage Law does not provide specific arrangements or mechanisms related to the granting of child custody, so the judge is given the mandate to decide this. The research method that the author uses in writing this thesis is a normative legal research method that is juridical-normative or research with a qualitative approach. Based on the author's analysis, the absence of regulation related to the parameters for granting child custody due to divorce in mixed marriages can cause problems. So the author suggests making special arrangements regarding clear mechanisms and perimeters regarding the granting of child custody after the divorce, and also suggestions to the Panel of Judges who decided this case to be obliged to examine and adjudicate child custody disputes by considering the best interests of the child as well as possible."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library