Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166704 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mochtar Kusumaatmadja
Bandung: Alumni, 1983
327.598 MOC p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Estherlita Amelia
"Hubungan Indonesia-Australia pada periode 1959-1968 memi_liki corak hubungan yang berbeda dengan masa sebelum dan sesudah_nya. Kekhasan periode ini terletak pada adanya pertentangan ideo_logis antara Pemerintah Demokrasi Terpimpin Indonesia (1959-1965) yang pro-komunis dengan Pemerintah Liberal Konservatif Australia (1949-1971) yang dipengaruhi oleh orientasi ideologis yang antiko_munis. Perbedaan ideologi itu menyebabkan dalam politik luar negeri, kedua negara pada era Perang Dingin menempuh jalan yang berlainan; Australia bergabung dengan Blok Barat dengan Contain_ment Policy-nya, sementara Indonesia menerapkan Politic, Non-Blok dengan kecenderungan beraliansi dengan MC. Hal ini menyebabkan mendinginnya hubungan Indonesia-Australia' sehingga dapat dikatakan bahwa periode ini menandai titik terburuk dalam hubungan bilateral kedua negara sepaniang sejarahnya. Pertentangan ideologi antara kedua negara yang bertetangga secara geografis ini dapat terlihat dari adanya dua kasus yang mewarnai corak hubungan kedua negara yaitu masalah Irian Barat (1959-1962) dan msalah Konfrontasi Malaysia (1963-1966). Pemerintah Australia memandang bahwa wilayah Irian Barat memiliki anti penting bagi pertahanan Australia karena wilayah tersebut berbatasan dengan Irian Timur (Papua dan New Guinea) yang diperintah oleh Australia. Di mata Australia, pengambil alihan Irian Barat ke tangan Indonesia merupakan suatu bahaya mengingat perkembangan kekuatan komunis di Indonesia dan meningkatnya kekua_tan militer Indonesia atas bantuan militer negara-negara Blok Timur. Dikhawatirkan Indonesia yang komunis, khususnya Irian Barat akan menjadi basis agresi gerakan komunis internasional terhadap wilayah Australia. Namun dalam permasalahan Irian Barat Pemerin_tah Australia cenderung untuk tidak bersikap konfrontatif dengan Indonesia meskipun dibalik layar ternyata mempersiapkan diri dari segi militer untuk menghadapi kemungkinan intervensi militer Indonesia. Realisasi kebijaksanaan antikomunis Australia dalam masalah Konfrontasi Malaysia lebih tegas karena peranan PKI yang makin menguat di Indonesia dan kecenderungan kesejajaran politik luar negeri Indonesia dengan RRC yang berpuncak dengan pembentukan Poros Jakarta-Peking meningkatkan kecemasan Australia terhadap prospek Indonesia menjadi suatu negara komunis. Akibatnya Austra_lia bersikap lebih tegas secara militer dan terlibat dalam unde_clared war dengan Indonesia. Peristiwa G-30 SIPKI beserta reaksi-reaksi terhadapnya memba_wa perubahan besar dalam konstelasi politik Indonesia. Lahirnya Pemerintah Orde Baru yang berorientasi ideologis antikomunis menimbulkan kesejajaran dengan ideologi pemerintah Liberal Konser_vatif Austalia, sehingga dengan demikian dimulailah lembaran baru dalam membina hubungan baik di antara kedua negara."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S12540
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochtar Kusumaatmadja
Bandung: Alumni, 1983
327.115 98 MOC p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ekalantri Fitriani
"Mesir merupakan negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia, baru kemudian disusul oleh negara-negara lainnya. Hal ini tidaklah mengherankan karena Indonesia memiliki hubungan tradisional dengan Mesir dan Timur Tengah pada umumnya, yaitu hubungan keagamaan (Islam) dan pendidikan, sejak lama. Pengakuan tersebut tidak terlepas dari peranan pelajar dan mahasiswa Indonesia di Mesir, yang melakukan aktifitas politik dalam rangka mencari dukungan bagi perjuangan rakyat Indonesia melawan kaum penjajah. Setelah Proklamasi 17 Agustus1945, aktifitas para pelajar dan mahasiswa tersebut ditujukan untuk mendapatkan pengakuan bagi kemerdekaan Indonesia. Berkat peranan pelajar dan mahasiswa tersebut, serta dengan adanya kebijaksanaan Solidaritas Islam yang dianut Pemerintah Mesir waktu itu, maka pada tahun 1947, secara resmi Mesir mengakui Indonesia. Dalam beberapa hal, terdapat persamaan antara Indonesia dan Mesir, seperti persamaan sebagai negara jajahan, mayoritas rakyatnya beragama Islamdan persamaan dalam prinsip kebijaksanaan Luar Negeri, yaitu membenci kolonialisme dan imperialisme. Liga Arab sebagai badan perwakilan dari negara-negara Arab, memiliki peranan yang sangat besar bagi terlaksananya pengakuan kedaulatan tersebut. Sekjen Liga Arab, Abdurrahman Azzam Pasha-lah yang memberikan usul pada Pemerintah Mesir untuk membantu dan mendukung perjuangan bangsa Indonesia yang sedang menghadapi penjajah. Usul tersebut didambut dengan positif, maka dari sinilah langkah awal keterlibatan Pemerintah Mesir dalam perjuangan bangsa Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S12332
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adel Gustaf
"ABSTRAK
Dalam masa revolusi (1945-1949) perjuangan dalam bidang diplomasi memainkan peranan yang sangat penting, selain perjuangan bersenjata Diplomasi yang dilakukan Indonesia dalam usaha untuk memperolah pengakuan terhadap kemerdekaan dari negara-negara lain. Pemilihan cara diplomasi dalam perjuangan kemerdekaan didasarkan pada keinginan Indonesia untuk menghindari pertumpahan darah, terutama dan pihak rakyat Indonesia. Selain itu, Indonesia tidak memiliki kekuatan persenjataan yang kuat untuk menandingi kekuatan persenjataan Belanda. Sehingga cara diplomasi dianggap sebagai cara yang paling rasional. Walaupun demikian, tidak semua golongan menyetujui cara diplomasi. Kelompok Persatuan Perjuangan yang dipimpin Tan Malaka tidak menyetujui cara diplomasi. Mereka menginginkan perjuangan bersenjata. Salah seorang yang dianggap memainkan peranan penting dalam perjuangan diplomasi adalah Sutan Sjahrir. Ia adalah Perdana Menteri Indonesia pertama dan salah seorang tokoh pergerakan nasional. Pandangannya mengenai diplomasi diuraikannya dalam pamflet Perdjoeangan Kite' Menurut pendapatnya, cara terbaik dalam mernperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan cara diplomasi yang luwes dan pintar. Dalam masa pemerintahannya, Sjahrir melakukan diplomasi dengan cara melakukan perundingan dengan, Belanda dan melakukan hubungan dengan negara lainnya untuk mendapatkan dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia. Salah satu negara yang menjadi tujuan dalam kebijaksanaan diplomasi Sutan Sjahrir adalah Amerika Serikat. Menurut Sjahrir, setelah berakhirnya Perang Dunia II Amerika Serikat telah menjadi kekuatan yang paling besar di Pasifik. Dengan demikian, Amerika memainkan peranan penting dalarn menyelesaikan masalah internasional, terutama di Pasifik. Namun dalam melakukan diplomasi dengan Amerika, Sjahrir menghadapi dua kendala, yaitu: dari dalam negeri dan dari Amerika Serikat. Dari dalam negeri, kendalanya adalah adanya kelompok yang menentang kebijaksanaan diplomasi yang dilakukan Sjahrir. Sedangkan dari Amerika adalah sikap Amerika yang tidak ingin ikut campur dalam masalah Indonesia. Dalam diplomasinya terhadap Amerika Serikat, Sjahrir berusaha bersikap bersahabat dengan Amerika sehingga dapat memperoleh simpati Amerika. Selain itu, Sjahrir juga menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan rasa permusuhan dengan Amerika, seperti bekerja sama dengan blok komunis yang merupakan musuh Amerika Dari usaha-usaha yang dilakukan Sjahrir tersebut, ia berhasil memperoleh simpati dari Amerika. Sesudah Linggarjati ditandatangani Amerika Serikat memberikan pengakuan kedaulatan secara de facto kepada Indonesia. Dan pads saat Sjahrir mengundurkan diri, Amerika Serikat mengirim aide memoire kepada KNIP yang isinya menyatakan bahwa Amerika mendukung Sjahrir. Namun pesan tersebut sampai setelah Sjahrir mengundurkan diri, dan Sjahrir menolak untuk ditunjuk kembali.

"
1996
S12145
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Bawono
"Hubungan Amerika Serikat dan Indonesia yang akan ditelaah di dalam skripsi ini mengambil sebagai titik awal ketika tampilnya Amerika Serikat di da1am penyelessaian masa1 h Irian Barat antara Indonesia dan Belanda. Dimulai sejak Indonesia tidak akan membawa masalah Irian Barat keIndonesia tahun 1963. Dengan alasan-alasan yang berbeda, baik Belanda maupun Indonesia telah meminta dukungara serta mengundang campur tangan Amerika Serikat. Pihak Belanda menginginkara dukungan untuk dapat menguasai kembali (bekas ) wilayah jajahannya, sedangkan pihak Indonesia menginginkan dukungan Amerika Serikat untuk mempertahankan hak-hak Indonesia sebagai bangsa yang merdeka. Pendirian dan tindakan yang dilakukan Amerika Serikat di dalam penyelesaian masalah Irian Barat berkaitan erat dengan kedudukannya sebagai negara adidaya dan memiliki pengaruh yang besar terhadap dinamika politik internasional.
Studi ini memiliki beberapa masalah yang menarik untuk dibahas, diantaranya yaitu selain masalah ini menjadi masalah internasional yang melibatkan beberapa negara dan mememrlukan penanganan Perserikatan Bangsa-Bangsa, juga masalah ini menimbulkan pandangan dan sikap yang berbeda-beda, baik antara Amerika Serikat dengan Indonesia dan Belanda, maupun di kalangan pejabat-pejabat Pemerintah Amerika Serikat sendiri. Selian itu, di dalam studi ini juga dibahas mengenai berbagai peranan yang telah diberikan oleh Amerika Serikat sampai terselesainya masalah ini. Mengapa sikap Amerika berubah-ubah (namun tetap menjalankan politik globalnya) dan peranan apa saja yang telah diperikan Amerika Serikat serta bagaimana langkah-langkah diplomasi Amerika Serikat di dalam penyelsaian masalah Irian Barat sampai diserahkan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kemudian diserahkan kembali kepada Indonesia dapat terlihat di dalam skripsi ini.
Untuk meneliti sikap dan peranan Amerika Seriakt terhadap Indonesia di dalam penyelesaian masalah Irian Barat tahun 1958-1963, dipakai sumber data dari arsip, dokumen, artikel majalah dan surat kabar, tesis, skripsi, paper, buku dan karya leksikografis yang sebagainan besar bersudut pandang dan menitikberatkan pada sikap dan peranan Amerika Seriakt, serta masih ditambah dengan sumber lisan, baik wawancara langsung, maupun dokumentasi wawancara dengan tokoh-tokoh sipil dan militer yang sekiranya terlihat di dalam penyelesaian masalah Irian Barat ini.
Setelah mempelajari dan menganalisa data-data yang didapat dari sumber-sumber tersebut di atas, dapat dilihat pertimbangan-pertimbangan yang mendasari kebijaksanaan politik luar negeri Amerika Serikat terhadap Indonesia sehingga mempengaruhi sikapnya di dalam penyelesaian masalah Irian Barat. Amerika Serikat yang pada awalnya bersikap netral atau dengan kata lain berpihak kepada Belanda dan kemudian berubah menjadi berpihak kepada Indonesia. Maka 'hal ini didasarkan atas pertimbangan diantaranya selain mencegah Indonesia jatuh ke dalam pengaruh komunis dan Indonesia dapat dijadikan kawan di dalam mengembangkan strategi pembendungannya di dalam politik globalnya untuk menangkal parkembangan komunis di dunia pada umumnya dan di kawasan Asia tenggara khususnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepentingan global Amerika Sarikatlah yang menjadi dasar pertimbangan utama dalam mewujudkan kebijaksanaan politik luar negerinya terhadap Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S12333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Widiawati
"Eksistensi dan kehidupan pers sebagai pencerminan dari sistem politik merupakan suatu kenyataan yang menyejarah di Indonesia. Hal itu terbukti jelas dari hasil kajian empirik yang dilakukan oleh Edward C. Smith yang menyimpulkan bahwa eksistensi dan kehidupan pers di Indonesia sepanjang sejarahnya sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh kekuasaan. Ketergantungan pers terhadap politik mencapai puncaknya pada mass Demokrasi Terpimpin. Dengan semboyan politik adalah panglima, pers Indonesia benar-benar berada dalam posisi yang sangat lemah sehingga dengan mudah ditundukkan dan dikendalikan oleh penguasa. Bahkan citra pers sebagai corong partai politik dan idiologi praktis tidak tampak samasekali. Sebab pars hanya boleh menyuarakan pernyataan dan kepentingan pemerintah. Presiden Sukarno yang berada di puncak dan menguasai percaturan politik nasional melakukan pengawasan secara ketat terhadap pers. Demikian ketika pemerintah melancarkan aksi keluar dari PBB, sebagai salah satu slat dan kekuatan revolusioner pers harus mendukung sepenuhnya politik nasional tersebut. Tidak boleh terdengar suara sumbang di tengah arus revolusioner politik luar negeri Indonesia, harus mendapat perhatian mendalam dengan intensitas tinggi dari setiap suratkabar untuk membangkitkan semangat perjuangan rakyat dalam hal mendukung kebijaksanaan luar negeri Indonesia.Pandangan dan sikap pers terhadap isu-isu di balik aksi keluarnya Indonesia dari PBB juga harus mencerminkan pandangan dan sikap pemerintah, terlepas dari setuju atau tidak, sejalan atau bertentangan dengan visi dan misi politik ataupun idilogi yang dianut setiap surat kabar."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S12626
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainurlis
"Zainurlis, NPM: 0787040339. Nilai-nilai Buruh Australia Dalam Aksi Boikot Buruh Pelabuhan Untuk Mendukung Revolusi Indonesia 1945-1949. (ix + 126 halaman; bibl. 131; 34 lampiran + peta.) Dalam masyarakat kulit putih Australia, khususnya buruh berkembang nilai-nilai, terutama mateship dan rasisme. Kedua nilai ini telah muncul dan berkembang sejak awal abad ke-19, khususnya dalam industri pastoral di pedalaman Australia. Dalam gerakan-gerakan buruh baik pada awalnya di ladang-ladang emas tahun 1850-1860-an maupun gerakan-gerakan buruh yang cukup besar pada awal 1890-an nilai-nilai mateship dan rasisme juga dapat dilihat muncul ke permukaan. Kedua nilai-nilai ini dapat dikatakan telah berakar, khususnya dalam masyarakat buruh kulit putih Australia sejak awal abad ke-19. Kedua nilai-nilai ini mateship dan rasisme diperdebatkan oleh Russel Ward dan Humphrey McQueen yang berargumentasi bahwa mateship-lah yang merupakan identitas (ciri) masyarakat kulit putih Australia khususnya masyarakat buruh. Di pihak lain Humphrey McQueen berargumentasi bahwa rasisme juga faktor yang penting dalam identitas masyarakat kulit putih Australia, khususnya masyarakat buruh. Dari kedua argumentasi tersebut, khususnya dalam aksi boikot buruh pelabuhan Australia 1945-1949 nilai mateship-lah yang muncul ke permukaan dalam usaha buruh pelabuhan mendukung revolusi kemerdekaan Indonesia. Hal ini terujud bahwa kemerdekaan Indonesia sesuai dengan makna Piagam Atlantik, bahkan kemerdekaan Indonesia dapat memberi peluang pasar bagi barang-barang produksi Australia dalam berhubungan dagang dengan Indonesia. Selain munculnya nilai mateship dan adanya peluang ekonomi di Indonesia, juga munculnya sikap antimiliterisme buruh-buruh pelabuhan, di mana mencegah Belanda mendirikan kembali Hindia Belanda di Indonesia dengan kekuatan senjata (militer). Di samping itu aksi aksi militer Belanda di Indonesia pun juga dapat mengganggu keamanan Australia. Akhirnya nilai mateship, peluang ekonomi, sikap antimiliterisme dan sikap antikolonialisme terujud dalam kokohnya aksi boikot buruh pelabuhan Australia mendukung revolusi kemerdekaan Indonesia 1945-1949. Dukungan buruh pelabuhan Australia periode revolusi kemerdekaan Indonesia dapat dikatakan merupakan dasar hubungan Australia-Indonesia dan merupa-kan hubungan bulan madu Australia-Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S12638
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharwanto
"ABSTRAK
Amerika Serikat mulai melihat Asia Tenggara sebagai daerah yang potensial bagi perkembangan komunisme, hal ini ditambah dengan terbentuknya negara Republik Rakyat Cina (RRC) pada tanggal 1 Oktober 1949. Oleh karena itu Amerika Serikat melakukan serangkaian tindakan pembendungan (Containment Policy) bagi perkembangan komunisme di kawasan tersebut. Tindakan itu terbagi dalam bentuk bantuan ekonomi, dukungan politik dan bantuan militer yang diberikan kepada negara-negara yang terletak di Asia Tenggara.
Berkaitan dengan itu, untuk memperkuat pengaruhnya di kawasan itu Amerika Serikat membentuk Pakta Pertahanan Asia Tenggara (SEATO) pada tanggal 8 September 1954 yang bertujuan membendung komunisme. Anggota-anggota dari Pakta Pertahanan itu adalah Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Thailand,'Philipina, Pakistan, Australia, dan Selandia Baru.
Adapun reaksi dari negara-negara yang terletak di Asia Tenggara menolak dengan terbentuknya Pakta Pertahanan SEATO tersebut. Keengganan mereka untuk menjadi anggota disebabkan adanya keyakinan dalam pandangan negara-negara di Asia Tenggara bahwa pada masa sekarang dimana dunia sedang dilanda perang dingin. Dalam hal ini pembentukan SEATO di Asia Tenggara mengundang kekuatan lain untuk hadir di kawasan ini. Oleh karena itu pembentukan SEATO menambah suasana tegang dan membawa pada peperangan bukan perdamaian.
Bagi Indonesia pembentukan SEATO yang diprakarsai oleh Amerika Serikat adalah menolak dengan tegas. Selain bertentangan dengan politik luar negeri babas aktif yang diumumkan oleh H. Hatta pada tanggal 2 September 1948 di muka sidang KNIP, Indonesia juga sebagai negara yang baru saja lepas dari alam kolonialisme dimana perasaan-perasaan nasionalisme masih terasa kuat. Indonesia dalam mencapai kemerdekaan memerlukan perjuangan darah dan air mata dari rakyat Indonesia. Oleh karena itu .penentuan kebijakan luar negeri bukan didasari oleh dorongan atau tekanan dari negara-negara besar tetapi didasari oleh kepentingan rakyat Indonesia sendiri.

"
1995
S12545
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
KAJ 6(3-4) 2001
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>