Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94436 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yohanes Burdam
""Konflik Otonomi Gereja di Minahasa (1915-1979)", yang dikaji dalam penulisan ini, difokuskan pada masalah; "Gereja dan politik". Gereja sebagai organisasi mempunyai pemimpin, dan dalam mekanisme kerjanya (walaupun hierarkis), seharusnya berorientasi pada keadilan bagi umatnya, termasuk kaum intelektual dalam konflik ini. Tetapi, kenyataannya gereja tidak mampu berlaku adil bagi umatnya, sehingga kaum intelektual menuntut otonomi gereja Protestan di Minahasa kepada Indische Kerk atau Gereja Protestan Indonesia.
Politik dalam konflik ini adalah wawasan kebangsaan dalam konteks pergerakan Indonesia dari kaum intelektual, yang mempengaruhi perjuangan mereka, sehingga mereka menolak campur tangan pemerintah kolonial dan Indische Kerk dalam usaha membentuk gereja otonom di Minahasa. Usaha itu dilakukan pertama kali oleh Lambertus Mangindaan, dan kemudian Joel Walintukan pada akhir abad ke-19, yang sifat perjuangannya perorangan. Perjuangan itu, kemudian diteruskan pada awal abad ke-20, dalam bentuk kelompok, yaitu kelompok kepala-kepala kampung di Minahasa pada tahun 1902, dan kelompok Majelis Gereja (kerkeraad) di Manado, sejak tahun 1911. Perjuangan mendirikan gereja otonom di Minahasa dengan menggunakan "organisasi" baru dilakukan guru-guru zending melalui pembentukan perserikatan "Pangkal Setia", pada bulan Mei 1915 di Tomohon Minahasa. Pada tahun 1920-an, terjadi penyatuan perjuangan antara guru-guru zending, majelis gereja, dan tokoh masyarakat dalam wadah organisasi Pangkal Setia. Bahkan pada tahun 1930-an, bergabunglah politisi nasional asal Minahasa, dalam perjuangan mewujudkan gereja otonom di Minahasa. Kelompok ini, dalam penulisan ini disebut "kaum intelektual,? yang berkonflik dengan Indische Kerk (GPI).
Permasalahan dalam penulisan ini, adalah "bagaimana pengaruh politik kolonial Belanda dalam Indische Kerk dan dampaknya pada kepentingan kaum intelektual di Minahasa?" Lebih khusus, "pengaruh kekuasaan Indische Kerk terhadap status dan hak kaum intelektual Minahasa dalam kehidupan gereja?". Permasalahan ini, kemudian dirumuskan sebagai berikut: "mengapa terjadi konflik otonomi gereja antara kaum intelektual dengan Indische Kerk di Minahasa?" dan "mengapa konflik otonomi gereja itu berlangsung begitu lama antara tahun 1915-1979?". Tujuan penulisan ialah menemukan faktor penyebab terjadinya konflik, dan menjelaskan wawasan perjuangan kaum intelektual dalam konflik otonomi gereja di Minahasa, serta faktor-faktor penyebab lamanya konflik itu. Manfaat penulisan, untuk mengisi kesenjangan yang terjadi dalam penulisan sejarah Minahasa dalam kurun waktu yang dikaji, terutama peran kaum intelektual dalam konflik otonomi gereja.
Pendekatan dalam penulisan adalah pendekatan Strukturis dari Christopher Lloyd, dengan metode pengumpulan data ialah metode sejarah oleh Marc Bloch, dan eksplanasi fakta menggunakan teori "Collective Action" oleh Charles Tilly, proactive collective action dari tiga macam polity model dalam teori tersebut. Sumber data diperoleh dari arsip GMIM (terutama surat-surat rahasia tentang konflik tersebut), naskah-naskah dari KGPM, Arsip Nasional Republik Indonesia, wawancara dan literatur lain yang berkaitan.
Konflik ini didorong oleh kepentingan kelompok, yaitu "status dan hak", dari guru-guru zending, guru jemaat, dan majelis gereja yang diabaikan dalam struktur kerja Indische Kerk di Minahasa. Akibatnya, mereka berjuang menuntut persamaan dengan pegawai, terutama sesamanya Inlands Leraar (Guru Injil) dalam lingkungan Indische Kerk. Untuk mendapatkan dukungan dari massa, maka perjuangan itu dikaitkan dengan persoalan tuntutan "otonomi gereja di Minahasa". Mereka juga mendapatkan dukungan dari politisi nasional asal Minahasa pada tahun 1930-an, seperti Sam Ratulangi, Dr. R. Tumbelaka, dan Mr. A.A. Maramis. Dengan dukungan itu, maka 11 Maret 1933 di Manado, dibentuklah Badan Pengurus Organisasi Gereja. Badan ini, diketuai Joseph Jacobus dan B.W. Lapian, sebagai sekretaris. Selanjutnya, Badan ini mendeklarasikan berdirikannya "Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM)", pada 21 April 1933 di Manado. Menyusul berdirinya KGPM, maka pemerintah kolonial dan Indische Kerk, merestui berdirinya "Gereja Masehi Injil Minahasa (GMIM), pada 30 September 1934 di Tomohon Minahasa.
Persoalan konflik setelah berdirinya GMIM, diwarnai oleh latar sejarah dari kedua gereja, sedangkan sesudah kemerdekaan Indonesia, konflik lebih disebabkan masalah politik, yaitu gereja yang para tokoh pejuangnya, adalah berjiwa nasionalis Indonesia (KGPM), dan gereja yang merupakan hadiah atau warisan penjajah Belanda (GMIM). Akibat dari pandangan yang berbeda itu, maka konflik berlangsung secara tertutup, dan sulit untuk mempertemukan kedua belah pihak untuk menyelesaikan konflik tersebut.
Causal factor, "konflik otonomi Gereja di Minahasa", adalah orientasi diri orang Minahasa, yang pada umumnya cenderung memproyeksikan diri sebagai "pemimpin", karena dengan menjadi pemimpin, maka status mereka lebih tinggi dari sesamanya, sehingga dihargai dan disapa dengan "boss". Ironisnya, orientasi ini kemudian dibawa ke dalam kehidupan gereja, sehingga jabatan dalam organisasi gereja diperebutkan setiap individu yang ingin mengaktualisasikan diri sebagai "pemimpin" atau "pejabat". Akibatnya, fungsi jabatan pejabat gereja, yang adalah "pelayan" atau "hamba", dalam melayani jemaat, dijadikan jabatan demi status, hormat, dan materi. Di samping itu, karena pengaruh "pietisme" dari para Zendeling di Minahasa, yang tidak mempedulikan masalah organisasi dalam pekerjaan gereja."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T901
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Idris
Jakarta: Gema Insani Press , 1994
220 AHM t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
St Prabawa Dwi Putranto
"Tesis ini membahas tentang peningkatan suatu warisan budaya atau benda cagar budya menjadi sumber daya budaya. Studi kasus yang digunakan adalah Gereja Katedral Jakarta. Penelitian ini adalah penclitian kualitatif dengan desain deskriptif. Penelitian ini menggambarkan sejarah dan deskripsi mengenai bangunan Gereja Katedral Jakarta. Selain itu, penelitian ini mengungkapkan signifikansi dan nilai yang dimiliki oleh Gereja Katedral Jakarta. Setelah itu dilakukan peningkatan nilai dan peningkatan pengelolaan untuk mengakomodasi peningkatan nilai tersebut. Peningkatan pengelolaan dilakukan dengan analisis TOWS untuk mencari strategi pengelolaan. Dalam penelitian ini juga diungkapkan mengenai Gereja Katedral sebagai living monument. Hasil penelitian menyarankan mengenai peningkatan nilai dan strategi pengelolaan terhadap Gereja Katedral Jakarta. Nilai yang perlu dikedepankan adalah nilai identitas dan simbolik yaitu toleransi beragama antara umat Katolik dan umat Islam. Selain itu, juga menyarankan agar dibuat peraturan terhadap living monument yang kurang diatur dalam Undang-Undang BCB No. 5 tahun 1992."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
T25228
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
St Prabawa Dwi Putranto
"Tesis ini membahas tentang peningkatan suatu warisan budaya atau benda cagar budya menjadi sumber daya budaya. Studi kasus yang digunakan adalah Gereja Katedral Jakarta. Penelitian ini adalah penclitian kualitatif dengan desain deskriptif. Penelitian ini menggambarkan sejarah dan deskripsi mengenai bangunan Gereja Katedral Jakarta. Selain itu, penelitian ini mengungkapkan signifikansi dan nilai yang dimiliki oleh Gereja Katedral Jakarta. Setelah itu dilakukan peningkatan nilai dan peningkatan pengelolaan untuk mengakomodasi peningkatan nilai tersebut. Peningkatan pengelolaan dilakukan dengan analisis TOWS untuk mencari strategi pengelolaan. Dalam penelitian ini juga diungkapkan mengenai Gereja Katedral sebagai living monument. Hasil penelitian menyarankan mengenai peningkatan nilai dan strategi pengelolaan terhadap Gereja Katedral Jakarta. Nilai yang perlu dikedepankan adalah nilai identitas dan simbolik yaitu toleransi beragama antara umat Katolik dan umat Islam. Selain itu, juga menyarankan agar dibuat peraturan terhadap living monument yang kurang diatur dalam Undang-Undang BCB No. 5 tahun 1992."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
T39660
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Liliane Mojau
"Tesis ini membahas perkembangan lapangan zending di Halmahera menjadi satu gereja yang berdiri sendiri, yakni Gereja Masehi Injili di Halmahera (GMIH), 1866–1949. Dalam studi sejarah gereja, perkembangan ini disebut dengan istilah kemandirian gereja. Umumnya, kemandirian gereja dipandang sebagai suatu proses yang alami, di mana jemaat-jemaat Kristen yang terbentuk dari aktivitas pekabaran Injil akan mencapai kemandiriannya begitu para zendeling berhasil mendewasakan mereka. Kenyataannya kemandirian gereja bukanlah sesuatu hal yang mudah dicapai dan setiap gereja memiliki dinamika yang khas dalam mencapai kemandiriannya. Sebagai suatu studi sejarah gereja, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahap: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sumber-sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa arsip gereja yang relevan seperti notula konferensi para zendeling dan pendeta pribumi, serta majalah bulanan UZV. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa perkembangan yang dialami jemaat-jemaat Kristen Protestan di Halmahera merupakan sebuah proses bertahap yang memiliki dinamika tersendiri. Terdapat tiga tahap perkembangan yang ditemukan, yaitu (1) penerimaan, (2) kesadaran, dan (3) penyatuan serta kemandirian gereja secara organisasi.

This thesis discusses the development of the missionfield in Halmahera to become an independent church, namely the Evangelical Christian Church in Halmahera (GMIH), 1866–1949. In the study of church history, this development is also referred to as church independence. Generally, church independence is seen as a natural process, in which Christian congregations formed through evangelism activities to achieve their independence once they had matured. This process is not easy to achieve and every church has a unique dynamic to be independent. As a study of the church history, the method used in this research is the historical method: heuristic, criticism, interpretation, and historiography. The church archives such as conference minutes of missionaries and indigenous priests, as well as the monthly UZV magazines were used in this research as the primary sources. The result of this research indicates that the development of Protestant congregations in Halmahera was a gradual process that has its dynamics. There were three stages of development, namely (1) stage of acceptance, (2) stage of awareness, and (3) stages of unification and organizational independence of the church."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucas Partanda Koestoro
Medan: Bina Media Perintis, 2015
930.1 LUC k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bobby Fernandes
"Penelitian ini mengenai proses perkembangan gereja-gereja di Depok pada tahun 1948-1981, ditujukan untuk melengkapi penulisan sejarah daerah Depok dengan memfokuskan pada perkembangan lembaga gereja dalam kurun 1948 - 1981. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan empat tahapan yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Dalam penelitian selain menggunakan sumber arsip dan tertulis juga menggunakan sumber lisan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa daerah wilayah layanan Depok telah berkembang dalam kegiatan pengabaran Injil. Hal tersebut terkait pada beberapa faktor yaitu kebijakan pemerintah, usaha yang sinergis antara jemaat di Depok dengan gereja induknya dan suasana beragama yang kondusif yang telah tercipta antar sesama umat beragama."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S12228
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
A. Heuken S.J.
Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1989
R 282.598 ADO e
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
C. Kiswara
Yogyakarta: Kanisius , 1988
260 KIS g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rinno Widianto
"Skripsi ini membahas mengenai perkembangan gaya bangunan kolonial awal abad 20 di Indonesia. Penelitian dilakukan terhadap Gereja Koinonia yang terletak di wilayah Meester Cornelis Jatinegara. Bangunan ini merupakan bangunan yang masih terpelihara keasliannya, walaupun ada beberapa perbaikan dan penggantian pada komponen-komponen bangunan yang mengalami kerusakan akan tetapi hal tersebut tidak sampai merubah bentuk asli bangunan. Tujuan penelitian ini hádala mengungkap perkembangan gaya bangunan dan ragam hias yang ada di Gereja Koinonia. Hasil analisis menunjukan bahwa perkembangan bentuk gaya bangunan dan ragam hias yang terdapat di Gereja Koinonia memiliki kemiripan dengan bentuk gaya bangunan dan ragam hias yang berkembang di Eropa.

This undergraduate thesis is about the development of Dutch colonial building in Indonesia in early 20th century. Data used for this research is the Koinonia Church which is located in the Meester Cornelis Jatinegara, particularly the architectural style and ornaments applied to the building. The building of Koinonia Church still preserving its origin eventhough some of the building components had been renovated. Result of this research shows that the architectural style and ornaments of the Koinonia Church is similar with the development that occurred in Europe, and that there in no dominant component in both style and art."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S11974
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>