Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141667 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suhardi Sabran
"Penelitian dengan judul Studi Tentang Potensi dan Kapasitas Penerimaan Pajak Hotel Pemda Kabupaten Berau, ini dilatar belakangi oleh keluarnya UU No.18 tahun 1997 tentang pajak Daerah dan Retribusi, pajak daerah Kabupaten terdiri dari (a). Pajak hotel dan restoran; (b). Pajak hiburan; (c). Pajak reklame; (d). Pajak penerangan jalan; (e). Pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan e; (f). Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan permukaan, kemudian dengan diubahnya UU No.18 tahun 1997 ini, menjadi UU No.34 tahun 2000, maka pajak hotel perpajak dengan pajak restoran, dalam artian berubah urutan (butir), yaitu pajak hotel pada butir (a) dan pajak restoran menjadi pada butir (b), begitu juga terhadap pajak yang bersangkutan di dalam pajak daerah.
Pajak hotel sebagai salah satu subsektor yang panting dalam menopang bagi pendapatan daerah yang diharapkan dapat penggerak perekonomian daerah setempat. Perkembangan yang cukup baik pada subsektor hotel ditandai pula oleh meningkatnya jumlah hotel dan kamar yang tersedia sejalan dengan tingkat pemanfaatan kamar perhari dalam satu tahun (365 hari) oleh masyarakat. Dengan perkembangan jumlah hotel, jumlah kamar dan tingkat pemanfaatan tersebut, perkembangan subsektor hotel ini selesai pemanfaatan dari aspek perkembangan aktivitas ekonomi juga memiliki peranan yang cukup besar sebagai sumber pendapatan daerah.
Dari latar belakang tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah kapasitas Pemda Kabupaten Berau dalam mengaktualisasikan keluarnya Perda Kabupaten Berau Nomor 10 tahun 1998 dan disahkan dengan keputusan Mendagri Nomor 973. 44-428 tanggal 7 Mei 1999.
Bertolak dari pemikiran ini, penelitian bertujuan melacak penerimaan pajak hotel dengan mempertimbangkan realisasi penerimaan, kapasitas dan potensi penerimaan pajak hotel sesuai dengan keadaan objeknya. Metode di gunakan dalam penelitian tersebut adalah secara "Representatif Tax System" dengan memperhatikan langkah-langkahnya yaitu (1). Mengidentifikasikan basis secara tepat; (2). Menghitung tarif efektif; (3). Kemudian dilanjutkan perkalian antara tarif efektif dengan basis dan menghasilkan kapasitas relatif.
Penerimaan pajak hotel di anggap optimal apabila sesuai dengan kapasitasnya, dan kapasitas itu dikatakan optimal jika sama dengan potensi penerimaan pajak hotelnya, yang kemudian dengan mempertimbangkan faktor-faktor penyebab yang di anggap optimal dari atau sebaliknya dan atas perhitungan potensi penerimaan pajak sesuai dengan keadaan objeknya menunjukkan potensinya jauh lebih besar dibandingkan dengan kapasitas penerimaan Pemda Kabupaten Berau, ini berarti kapasitas penerimaan Pemda belum optimal dalam pencapaian potensi penerimaan pajak hotel, hal ini terjadi disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Tingkat keterampilan (SDM) personil/pegawai Pemda Berau dalam mengaktualisasikan Perda Nomor 1O tahun 1998 belum terlaksanakan sebagaimana mestinya.
b. Sarana dan prasarana belum memadai dalam arti masih terbatas.
c. Ketidak mampuan Pemda Berau dalam melakukan pengawasan/kontrol.
d. Dari pihak pengelola hotel sebagal wajib pajak tidak melaporkan hasil yang sesungguhnya ada.
e. Lemahnya peraturan yang berkenaan di bidang perpajakan, khususnya pajak hotel oleh pihak Pemda Kabupaten Berau.
Bertolak dari potensi dan kapasitas penerimaan pajak hotel Pemda Kabupaten Berau, bahwa sehubungan dengan perlakuan pengecekan terhadap daerah-daerah lain di Kalimantan Timur, melalui pengkajian secara komperatif dengan mempertimbangkan faktor-faktor penyebab seperti telah disebutkan diatas, ternyata kapasitas penerimaan Pemda Kabupaten Berau jauh lebih besar dibandingkan dengan kapasitas relatifnya, hal ini disebabkan bahwa tarif efektif yang dimiliki Pemda Kabupaten Berau jauh lebih besar dibandingkan dengan tarif efektif relatif yang diasumsikan sebagai tarif efektif yang semestinya diterima oleh setiap Pemda Kabupaten di Kalimantan Timur, namun demikian bahwa kapasitas penerimaan Pemda Berau belum mencapai secara optimal atas potensi penerimaan pajak hotel yang sesungguhnya ada.
Oleh karena itu dari pihak Pemda Kabupaten Berau disamping sehubungan dengan masih tingginya kesenjangan antara potensi pajak hotel dengan penetapan target pajak, juga belum tercapainya potensi penerimaan pajak hotel sesuai dengan keadaan objeknya, maka pihak-pihak yang terkait dengan kebijakan, baik dalam penetapan target pajak, pengumpulan/pungutan maupun dalam sistem pengawasan Pemda Kabupaten Berau khususnya Bagian Keuangan Sekwilda, Dinas Pendapatan, Bidang Perekonomian (Bappeda), Bagian Ekonomi Daerah agar dapat memperlakukan prosedur pemungutan pajak hotel sebagaimana mestinya (sejalan dengan UU yang berlaku). Metode taksasi yaitu penaksiran pungutan pajak berdasarkan kesepakatan antara pihak pengelola hotel dengan pihak Dinas pendapatan seyogyanya di hindari di ganti dengan perhitungan-perhitungan objeknya dan akurat dari Dinas pendapatan daerah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T7427
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Gede Joni Astabrata
"Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah perencanaan di bidang keuangan daerah akan menjadi bidang yang memperoleh perhatian yang utama tanpa mengabaikan bidang-bidang lainnya. Hal ini beralasan karena dengan dilimpahkannya otonomi daerah secara nyata ke kabupaten dan kota maka urusan pemerintahan, pembangunan dan jenis pelayanan kepada masyarakat ada ditangan pemerintah kabupaten dan kota akan semakin banyak. Keadaan ini akan diperlukan adanya peningkatan kemampuan keuangan daerah. Otonomi daerah di bidang keuangan hendaknya diartikan sebagai pemberian keleluasaan kepada daerah dalam menggali dan membelanjakan dananya sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerah masing-masing.
Salah satu usaha Pemerintah Kabupaten Badung untuk meningkatkan pendapatan daerah adalah dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, bagian labs BUMN, penerimaan dinas-dinas dan penerimaan lain-lain. Pendapatan Asli Daerah menjadi sumber pendapatan yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Bahkan mampu memberi warna terhadap tingkat otonomi suatu daerah. Pendapatan ini dapat digunakani bebas oleh daerah, artinya penggunaan dana yang bersumber dari PAD dapat dimanfaatkan oleh daerah sesuai dengan kebutuhan.
Sumber penerimaan terbesar bagi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Badung berasal dari pajak daerah yang rata-rata pertahunnya sebesar 83 % dari tahun 1985 - 2000, bahkan dari tahun 1994-2000 mencapai rata-rata diatas 90 % terhadap PAD. Penerimaan pajak yang paling besar kontribusinya terhadap PAD adalah Pajak Hotel dan Restoran (PHR) sebesar 89 % rata-rata per tahun.
Dari hasil analisis regresi sederhana diperoleh adanya pengaruh positif dan nyata antara PHR terhadap PAD, antara PHR dengan APBD, dan antara PHR dengan PDRB Kabupaten Badung, hal ini dapat diketahui dari masing-masing koefisien determinasinya (R2) sebesar 0,996, 0,954 dan 0,605.
Variabel yang paling berpengaruh terhadap penerimaan PHR ditihat dari hasil analisis regresi berganda adalah variabel dummy yang menggambarkan tahun krisis ekonomi terjadi, jumlah wisatawan manca negara yang menginap di Kabupaten Badung, serta jumlah restoran yang ada di Kabupaten Badung. Hasil analisis regresi ini menjelaskan kondisi PHR didasarkan atas data-data yang digunakan dalam analisis bukan dijelaskan oleh kondisi yang ada. Dalam analisis regresi ini dibuktikan bahwa Adjusted R Square sebesar 0,788 yang mendekati 1, sehingga semua variabel di atas berpengaruh cukup besar terhadap variabel PHR. Hal ini dapat dibuktikan secara statistik, baik secara individu masing-masing variabel ataupun secara bersama-sama variabel independen tersebut terhadap variabel PHR.
Potensi PHR masih memungkinkasn untuk dikembangkan. Terjadinya perbedaan antara penghitungan potensi dengan penerimaan PUR diakibatkan oleh keterbatasan sumber daya manusia terutama dalam auditing data potensi PHR, yang tanpa disadari Kabupaten Badung akan kehilangan pajak tiap tahun.
Upaya-upaya peningkatan penerimaan PHR dapat dilakukan dengan: pertama, intensifikasi yaitu memaksimalkan sumber-sumber yang telah ada dengan cara pendataan, penyuluhan, meningkatkan pengawasan, penerapan sanksi dan peningkatan kualitas SDM yang lebih baik; kedua, ekstensifikasi yaitu peningkatan dengan menggali atau menjaring wajib pajak baru yang sebelumnya belum terdata.
Penerimaan PHR sangat tergantung dari sektor pariwisata, dimana sektor pariwisata sensitivitasnya sangat tinggi terhadap faktor keamanan baik di luar maupun di dalam negeri, issue lingkungan dan penyakit, untuk itu pemerintah daerah harus benarbenar menjaga dan memperhatikan hal tersebut."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T11907
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkarnain
"Dalam rangka melaksanakan Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, tentu pelaksanaannya memerlukan keuangan yang cukup sebagai anggaran pendapatan dan belanja daerah, untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang timbul akibat dari pembangunan serta pengeluaran rutin daerah, diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan sumber pendapatan asli daerah (PAD).
Untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran daerah yang timbul dari aktifitas daerah tersebut, salah satunya penerimaan daerah yang terpenting adalah dari sektor perpajakan daerah, sehingga Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah menetapkan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah, yang telah disahkan oleh Menteri Dalam Negeri RI dengan Nomor pengesahan 973.26-629 tanggal 29 Juli 1998, terdiri dari: 6 (enam) Peraturan Daerah Kabupaten Musi Banyuasin dari Perda Nomor 5 sampai dengan Perda Nomor 10.
Permasalahan penelitian yang hendak diteliti dalam upaya meningkatkan penerimaan daerah dari pajak daerah adalah: 1. Upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin dalam rangkah meningkatkan pendapatan dari berbagai pajak daerahnya, 2. Masalah-masalah apa saja yang muncul dalam melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pendapatan pajak daerah. Untuk mengetahui permasalahan diatas penulis mengumpulkan data dari instansi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Musi Banyuasin dan Dinas Pertambangan Kabupaten Musi Banyuasin, dengan menggunakan metode penelitain kualiialif, prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata lisan dan tertulis dari orang-orang atau prilaku yang dapat diamati. Dari hasil penelitain ditemukan data sebagai berikut: pendataan objek/subjek pajak yang tidak akurat, dari intensifikasi pemantauan/penagihan/pemungutan pajak tidak meningkatkan penerimaan dan dari ekstensifikasi seperti perubahan Perda menimbulkan masalah tarif pajak pada pajak reklame, tarif pajak yang baru lebih rendah dari tarif pajak sebelumnya dan pemungutan/penagihan dari jasa pergelaran - orkes (musik dangdut) yang tidak memungut biaya, dan tanpa menggunakan karcis pembayaran untuk menikmati liiburan dapat dipungut/dikenakan pajak liburan, sedangkan dalam perda dan keputusan Bupati tidak jelas.
Berdasarkan hasil analisis upaya peningkatan pendapatan pajak daerah dapat disimpulkan: 1. Peraturan Daerah dan Keputusan Bupati yang kurang mendukung, 2. Tidak adanya survey untuk mendukung pendataan dan biaya pendataan terlalu kecil, 3. Belum adanya tindakan/kepastian hukum yang tegas pada petugas pajak dan wajib pajak, 4. Rendahnya kemampuan petugas, 5. Kurangnya kesadaran wajib pajak dari pendataan sampai penyetoran pajak.
Saran-saran terhadap masalah yang muncul dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak daerah adalah sebagai berikut: 1. Diperlukan biaya pendataan yang sesuai untuk mendukung akuratnya data, 2. Perda dan Keputusan Bupati yang kurang mendukung perlu direvisi, 3. Dinas Pertambangan supaya digabung dengan Dinas Pendapatan Daerah, 4. Perlu pendidikan dan pelatihan khusus perpajakan untuk petugas pajak, 5. Perlu sanksi yang tegas bagi pelanggar pajak baik petugas pajak maupun wajib pajak, 6. Perlu penyuluhan kepada wajib pajak yang usahanya berkaitan dengan pajak daerah dan harus hadir kalau masih mau berusaha di Kabupaten Musi Banyuasin, karena wajib pajak yang tidak memahami pentingnya pajak akan menghindari pajak."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T10473
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Bachtiar
"Sejalan dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah, strategi yang diperlukan dalam rangka melaksanakan pemerintahan adalah dengan memperbesar porsi kemampuan pengelolaan keuangan. Pengelolaan yang dimaksud adalah pengelolaan keuangan yang sesuai dengan prinsip ? prinsip yaitu tanggungjawab, mampu memenuhi kewajiban keuangan, kejujuran, hasil guna ( effectiveness) dan daya guna ( efficiency ), serta pengendalian.
Pelaksanaan otonomi memberikan kewenangan kepada daerah untuk bisa mengelola potensi sumber daya dalam memperkuat penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Kewenangan itu terkait erat dengan masih terbatasnya sumber penerimaan daerah yang berasal dari pusat. Sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 dinyatakan bahwa sumber - sumber penerimaan daerah terdiri dari a) Pendapatan Asli Daerah, b) Dana Perimbangan, c) Pinjaman Daerah dan d) Lain - lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) sendiri terdiri dari pajak dan restribusi daerah, laba hasil perusahaan daerah, dan lain - lain pendapatan asli daerah yang sah. Berkenaan dengan pajak dan restribusi daerah, pemerintah pusat telah mengeluarkan Undang - Undang No. 34 Tahun 2000.
Dalam rangka memdukung penerimaan daerah di kabupaten Bekasi, pihak pemda telah melakukan penarikan pajak sesuai dengan UU tersebut diatas. Salah satu pajak daerah yang ditarik adalah pajak penerangan jalan. Pajak ini selanjutnya berubah menjadi pajak penggunaan energi listrik sesuai dengan peraturan daerah No. 2 tahun 2000. Dari pajak penerangan jalan ini penerimaan yang diperoleh hampir sebesar 52,65 % dari total penerimaan pajak daerah.
Permasalahan yang muncul berkaitan dengan Pajak penerangan jalan adalah adanya Beban pajak ini dapat mempengaruhi dunia industri sehingga menghawatirkan iklim usaha yang ada di kabupaten Bekasi, selain itu adanya Perubahan nomeklatur dalam penetapan pajak penerangan jalan menjadi pajak energi listrik akan membingungkan para pelaku usaha, hal ini disebabkan adanya perubahan dalam obyek pajak. Masalah lain berkaitan dengan pajak penerangan jalan adalah adanya krisis listrik yang melanda Indonesia.
Berkaitan dengan pajak penerangan jalan, pemerintah daerah dapat melakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak diantaranya adalah penarikan pajak dapat dilakukan secara progresif berdasarkan daya pasang konsumen. Upaya lain adalah memberikan kompensasi bagi pihak perusahaan yang menggunakan tenaga listrik non PLN. Sedangkan bagi pelanggan PLN sebaiknya dapat melakukan perbedaan dalam penetapan prosentase pajak khususnya untuk pelanggan dunia usaha dan pelanggan rumah tangga."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12058
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mainita Hidayati
"Tesis ini membahas tentang perubahan tarif pajak daerah berdasarkan UU No. 28 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Studi Kasus : Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Di Propinsi DKI Jakarta) dalam bahasannya juga menganalisis mengenai tarif progresif, earmarking dan potensi peningkatan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian menyarankan bahwa penerapan tarif progresif harus disertai dengan perbaikan sistem adminitrasi melalui Single Identity Number (SIN) untuk mencapai hasil yang optimal, menaikkan tarif pajak parkir dan retribusi parkir, dan potensi peningkatan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dengan memungut Pajak Kendaraan Bermotor atas kendaraan pemerintah.

The focus of this thesis is the change in the tariff of the regional tax was based on Regulation No. 28 about the Local Tax and the Local Fee (the Case Study: The Motor Vehicle Tax in Province Special Capital District Of Jakarta) in thesis also analysed about the progressive tariff, earmarking and the potential for the increase in acceptance of the Motor Vehicle Tax. This research was the qualitative research with the descriptive design.
Results of the research suggested that the application of the progressive tariff must be accompanied with the improvement of the administration system went through Single Identity Number (SIN) to achieve optimal results, raised the tax tariff parked and the fee parked, and the potential for the increase in acceptance of the Motor Vehicle Tax by collecting the Motor Vehicle Tax on the governments vehicle."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T29099
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marlina Emidianti
"Aspek keuangan adalah merupakan aspek yang penting dalam pelaksanaan pembangunan daerah terlebih-lebih dalam masa Otonomi, dimana pemerintah pusat telah menyerahkan sebagian besar kewenangan dalam mendapatkan, mengelola sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki daerah. Guna membiayai serta melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dacrah maka Pajak daerah dan Retribusi Daerah adalah merupakan sumber penerimaan terpenting karena merupakan kontribusi yang besar dalam PAD.
Menilai bahwa peraturan umum tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah selama ini (periode s.d tahun 1997) menyebabkan banyak pungutan yang tidak memadai hasilnya dan menghambat efisiensi ekonomi. Selain daripada itu bahwa dinilai daerah Propinsi mempunyai penerimaan yang berasal dari Pajak dan Retribusi cukup memadai, sedangkan sebaliknya daerah Kabupaten/kota dari pajak dan retribusi masih relatif kecil sehingga kurang mendukung perekembangan otonomi daerah oleh karenanya perlu peningkatan penerimaan daerah yang berasal dari sumber Pajak dan Retribusi yang potensial yang mencerminkan kegiatan ekonomi serta meniadakan jenis retribusi yang dinilai inefisiensi. Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang nomor 18 tahun 1997 sebagaimana yang telah dirubah menjadi Undang-Undang nomor 34/2000 untuk menggantikan Undang-Undang nomor 11 tahun 1957 dan Undang-Undang 12 tahun 1957 tentang Retribusi Daerah yang dinilai sudah tidak sesuai lagi.
Perubahan kebijakan sebagai dasar hukum pelaksanaan pemungutan Pajak dan Retribusi daerah ternyata telah membawa dampak terhadap keuangan pemerintah Daerah Propinsi Lampung. Dalam tahun pertama pemberlakuannya telah menyebabkan berkurangnya penerimaan daerah yang berasal dari pajak sebesar Rp. 474 juta yang sebagian besar disebabkan oleh penurunan tarif BBNKB dan-dari retribusi daerah sebesar Rp. 6.773,9 juta yang disebabkan oleh terpangkasnya sebanyak 10 jenis retribusi sehingga total penurunan penerimaan sebesar Rp. 7.247,9 juta pads t.a. 1998/1999. Namun demikian pada t.a. 2001 dampak negatif berubah rnenjadi positif seiiring telah terdapatnya penambahan jenis pajak dan retribusi Baru serta terdapatnya kenaikan tarif baru PKB, sehingga pada t.a. 2001 dampak UU telah menaikkan penerimaan dari pajak sebesar Rp. 12.232,6 juta sedangkan penerimaan dari retribusi masih minus sebesar Rp.5.375,7 juta. Sehingga total dampak UU telah menaikkan penerimaan sebesar Rp.6.856,9 juta.
Berkurang dan atau bertambahnya penerimaan daerah dari jenis Pajak dan Retribusi sebagai dampak UU telah pula berpengaruh kepada Kemampuan rutin, kemandirian dan posisi fiskal daerah. Pada La. 1998/1999 pemberlakuan UU telah menurunkan kemampuan rutin dan sebaliknya pada t.a. 2001 kemampuan rutin menjadi meningkat Sedangkan terhadap kemandirian daerah, pemberlakuan UU telah menurunkan kemandirian daerah pada t.a. 1998/1999 dan menaikkan kemandirian daerah pada t.a 2001.
Posisi fiskal daerah selama pemberlakuan UU adalah lemah yang ditunjukkan oleh nilai UPPAD yang selalu lebih kecil dari TSPAD dan dampak UU jika dilihat dari UPPAD telah melemahkan posisi fiskal daerah pada t.a. 1998/1999 dan menguatkan posisi fiskal daerah pada t.a. 2001. Namun demikian, keuangan, kemandirian, kemampuan rutin dan posisi fiskal daerah berkemungkinan akan lebih baik untuk masa yang akan datang, karena ternyata pada t.a 2001 pemberlakuan Pajak dan retribusi belum mengacu kepada UU 34/2000 yang artinya masih terdapat jenis pajak daerah yang telah menjadi kewenangan propinsi akan tetapi belum diberlakukan, jenis pajak tersebut adalah pajak pengambilan air bawah tanah dan air permukaan serta objek pajak kendaraan bermotor di atas air dan bea balik nama kendaraan bermotor diatas air."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T1649
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagaol, Foster Pimondang
"ABSTRAK
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai pengaruh tingkat inflasi dan nilai kurs terhadap kinerja pemungutan pajak hiburan di Propinsi DKI Jakarta tahun 1995/1996 s.d. 1999/2000.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan analisis statistik. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai variabel yang diteliti berdasarkan data sekunder. Sedangkan analisis statistik digunakan untuk mengetahui secara kuantitatif seberapa kuat hubungan antara tingkat inflasi dan nilai kurs dolar terhadap kinerja pemungutan pajak hiburan.
Dari perhitungan statistik, untuk variabel tingkat inflasi dengan variabel kinerja pemungutan pajak hiburan, diperoleh nilai koefisien korelasi = -0,614, nilai koefisien determinasi = 0,337, nilai t hitung= 1,346, dan persamaan regresinya Y = 56.774.386.202 - 216.095.061X1.
Sedangkan untuk variabel kurs dolar dengan variabel kinerja pemungutan pajak hiburan, diperoleh nilai koefisien korelasi= -0,778, nilai koefisien determinasi= 0,606, nilai t hitung = -2,148, dan persamaan regresinya Y = 63.990.010.253 - 2.326.000.609X2.
Sementara itu untuk korelasi berganda diperoleh nilai koefisien korelasi= -0,786, nilai koefisien determinasi = 0,618, nilai F hitung = 0,618, dan persamaan regresinya Y = 63.542.613.756 - 53.042.097, 30X, - 2.017.337.218X2.
Dari hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa tingkat inflasi dan nilai kurs dolar mempunyai implikasi negatif terhadap kinerja pemungutan pajak hiburan di Propinsi DKI Jakarta. Dengan demikian terdapat kecenderungan bahwa penerimaan pajak hiburan di Propinsi DKI Jakarta akan turun jika tingkat inflasi dan nilai kurs naik.
Saran yang dapat diberikan yaitu memperbaiki faktor-faktor internal dengan memperluas basis obyek pajak hiburan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, selain itu mengurangi berbagai pengecualian pemungutan dari objek pajak hiburan yang diatur dalam Perda, melaksanakan penagihan aktif terhadap tunggakan-tunggakan pajak hiburan sampai dengan tahap penyitaan dan pelelangan dan memotivasi."
2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mera Nuringsih
"Kebijakan desentralisasi fiskal telah berjalan 3 tahun sejak diberlakukan secara efektif pada Januari 2001. Komitmen kebijakan desentralisasi fiskal tersebut dilandasi UU No. 22 Tabun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kedua UU tersebut memuat herbagai perubahan yang sangat mendasar mengenai pengaturan hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah, khususnya dalam bidang Administrasi Pemerintahan maupun dalam hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dilakukan melalui Desentralisasi Piskal, dengan desentralisasi fiskal mendukung penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Tujuan penelitian ini adalah membandingkan Pendapatan Asli Daerah berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi NAD sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal di Propinsi NAD. Jenis data yang digunakan adalaha data sekunder dan data primer, data sekunder diperoleh dari laporan APBD Propinsi NAD dan data primer didapat dari narasumber tetpilih melalui wawancara. Teknis analisis data yang digunakan adalah dengan pengujian Hipotesis dengan menggunakan Uji Beda Dua Rata-Rata (uji t).
Berdasarkan basil analisis yang dilakukan, didapatkan penerimaan rata-rata pajak daerah meningkat secara signifikan setelah desentralisasi fiskal, peningkatannya sebesar 101,53%. Jenis pajak yang mendominasi selama enam tahun adalah pajak kendaraan bermotor (PKB), kontribusi rata-rata penerimaan sebelum desentralisasi sebesar 60,72% dan setelah desentralisasi 40,48%, kontribusi tertinggi pada tahun 2000/2001 sebesar 68,29%. Pertumbuhan penerimaan jenis pajak tertinggi selama enam tahun diperoleh dari pajak bahan baker kendaraan bermotor (PBB-K13) sebesar 332%. Penerimaan pajak daerah sebelum desentralisasi maupun setelah desentralisasi didominasi oleh tiga jenis pajak yaitu pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBN-KB), dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBB-KB).
Faktor-faktor yang berpengaruh terbadap penerimaan pajak kendaraan bermotor, bea batik nama kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah : (a) Jumlah kendaraan bermotor, (b) Jumlah pemakaian bahan bakar minyak, (c) PDB per kapita Propinsi NAD. Penerimaan retribusi daerah di Propinsi NAD berdasarkan hasil analisis didapatkan perbedaan yang cukup signifikan antara penerimaan sebelum dan sesudah dikeluarkannya kebijakan desentralisasi fiscal, di mana penerimaan setelah desentralisasi mengalami penuranan sebesar -24,52%. Pertumbuhan penerimaan obyek retribusi daerah di Propinsi NAD selama enam tahun di dominasi oleh retribusi pelayanan kesehatan. Rata-rata pertumbuhan penerimaan selama enam tahun sebesar -5,74%. Kontribusi penerimaan jenis retribusi daerah selama enam tahun di Propinsi NAD dominan dari retribusi pelayanan kesehatan, kontribusi rata-rata sebelum desentralisasi sebesar 58,46% dan setelah kebijakan desentralisasi sebesar 87,46%."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariefin Sukmana
"Pemeriksaan pajak merupakan salah satu instrumen untuk menguji kepatuhan wajib pajak (tax compliance) baik formal maupun material, dimana pada dasarnya pada sistem Self Assessment semua Wajib Pajak terbuka untuk diperiksa.
Seperti diketahui ruang lingkup pemeriksaan pajak adalah meliputi ; Pemeriksaan Sederhana Kantor dan Lapangan, serta Pemeriksaan Lengkap.
Organisasi Pendataan dan Pemeriksan Pajak di Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta yang untuk selanjutnya disebut Dipenda DKI Jakarta, dilakukan oleh kelompok jabatan struktural di Baiai Dinas, Suku Dinas Pendapatan Daerah dan Seksi Pendapatan Daerah Kecamatan sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Berdasarkan kondisi yang melatar belakangi tersebut, maka upaya untuk meningkatkan peran-peran unit dibawah organisasi Dipenda Propinsi DKI Jakarta dalam rangka meningkatkan kualitas layanan pada masyarakat dihadapkan pada beberapa permasalahan.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : Bagaimana persepsi pegawai tentang Efektivitas Organisasi Pendataan dan Pemeriksaan Pajak Hotel dan Restoran di Dinas Pendapatan Daerah Propinsi DKI Jakarta yang ada saat ini dalam menjalankan perannya sebagai unit pemberi layanan pada masyarakat ?
Adapun tujuan penelitiannya adalah mendeskripsikan persepsi pegawai tentang Efektivitas Organisasi Pendataan dan Pemeriksaan Pajak di Dinas Pendapatan Daerah Propinsi DKI Jakarta yang ada saat ini dalam menjalankan perannya sebagai unit pemberi layanan kepada masyarakat.
Kemudian metode penelitian yang digunakan adalah survei deskriptif yang meliputi ; penelitian lapangan dengan cara wawancara dengan pihak-pihak yang berkepentingan, studi kepustakaan dengan cara membaca, mengutip baik secara langsung maupun tidak langsung dari buku-buku, literatur-literatur yang bersifat ilmiah, dan bahan referensi serta data dari Dipenda Propinsi DKI Jakarta. Selanjutnya dengan hasil penelitian ini diharapkan kondisi Organisasi Pendataan dan Pemeriksaan di Dipenda Propinsi DKI Jakarta dapat berjalan efektif, sehingga vlsi dan misi Dipenda dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7430
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Akhmad
"ABSTRAKSI
Retribusi adalah merupakan salah satu sumber penerimaan Daerah yang dapat digunakan untuk membiayai penyediaan/pemasokan jasa/pelayanan publik kepada masyarakat. Manfaat dari pengenaan retribusi terhadap komoditas yang disediakan oleh pemorintah Daerah tersebut antara lain ; merupakan salah satu penerimaan bagi daerah guna perluasan kapasitas pelayanan yang dipasok oleh Pemerintah Daerah. mewujudkan rasa keadilan. menjamin pemanfaatan sumber-sumber ekonomi secara efisien dan mencegah pemborosan dan mengurangi defisit Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD).
Dari beberapa jenis penerimaan retribusi daerah yang ada, salah satimya adalah retribusi pasar. Dengan adanya penerimaan ini diharapkan dapat memberkan manfaat sebagaimana tersebut di atas. Manfaat tersebut akan dapat dicapai apabila penerimaan retribusi pasar ini minimal dapat menutupi biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membiayai operasional/pemungutan retribusi pasar itu sendiri.
Untuk mengetahui dan memperkirakan penerimaan retribusi pasar seperti yang diharapkan, maka perlu diketahui besarnya potensi dan kapasitas dari penerimaan retribusi pasar yang ada. Sehingga dengan demikian dapat ditetapkan target penerimaan retribusi pasar yang disesuaikan dengan potensi dan kapasitas penerimaan retribusi pasar yang ada atau sesuai dengan tingkat pemanfaatan tempat usaha (kios dan !os) oleli pedagang.
Menegenai pelaksanaan pengelolaan pasar daa rertibusinya agar dapat dilakukan dengan efaktif dan efisien, maka perlu ditentukan/dicari alternatif pengelolaan pasar dan retribusinya yang tentunya memberikan manfaat yang lebih besar bagi daerah. Ada tiga pilihan/alternatif yang diajukan dalam Pengelolaan pasar dan retribusinya yaitu ; tetap mempertahan Dinas Pasar tetapi tidak melakukan rasionalisasi terhadap personil/pegawai, tetap Dinas Pasar tetapi dengan melakuakaii rasionalisasi terhadap personil/pegawai, dan Pengelolaan pasar digabung dengan Badan Pengelolan Keuangan dan kekayaan daerali (BPKKD).
Untuk menentukan pilihan dari beberapa alternatif tersebut di atas, agar lebih menjamin untuk dilaksanakan ditentukan dengan membandingkan antara lain; jumlah personil/pegawai pengelola pasar, biaya operasional yang dikeliiarkan untuk pemungutan retribusi dan revisi terhadap tarif retribusi pasar yang diperlukan. Sehingga alternatif yang paling baik yang dipilih dan dapat menjamin untuk dilaksanakan din dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi Daerah.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T289
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>