Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103185 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitepu, Teman
"Ekspor merupakan kegiatan perdagangan internasional yang pada hakekatnya mengirimkan barang ke luar negeri dari suatu negara/wilayah, ke negara atau wilayah di luar suatu negara dalam suatu rangkaian perdagangan. Ekspor merupakan kegiatan yang sangat penting bagi kelangsungan ekonomi nasional, yaitu sebagai penghasil devisa yang sangat diandalkan. Karena itu, pemerintah Indonesia selalu melaksanakan berbagai usaha untuk meningkatkan (transaksi) ekspor (non migas), terakhir dengan mengeluarkan Paket Deregulasi 1996. Salah satu kebijakan tersebut, adalah Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 130/MPP/Kep/6/1996 tentang Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin), khususnya surat keterangan asal barang ekspor Indonesia. Surat Keterangan Asal merupakan dokumen penyerta ekspor yang diterbitkan sesuai dengan Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) sebagai kesepakatan dalam perjanjian bilateral, regional, multilateral, maupun ketentuan sepihak dari suatu negara tertentu. Karena sering terjadi permasalahan dalam menentukan asal suatu barang, maka hal itu dibahas dalam Perundingan Putaran Uruguay, yang menghasilkan "Agreement on Rules of Origin". Dalam kesepakatan itu disebut bahwa, pelaksanaan mengenai ketentuan asal barang hendaknya tidak menghambat kegiatan perdagangan negara lain. Di dalam kesepakatan tersebut juga dibahas, apabila timbul sengketa mengenai asal suatu barang, maka penyelesaiannya melalui badan "Dispute Settlement Body". Badan ini akan membentuk Panel, guna melakukan diskusi/dialog untuk mencari penyelesaian atas permasalahan yang timbul dalam perdagangan bilateral Indonesia dan Amerika Serikat, masalah-masalah yang timbul diselesaikan dengan perundingan bilateral kedua negara pada bulan Juli 1996 yang lalu. Indonesia berusaha untuk mengatasi setiap permasalahan perdagangan ekspor, khususnya ekspor ke Amerika Serikat, karena negara ini merupakan pangsa pasar yang besar bagi produk-produk Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T7603
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Rosdiana Akmal
"
Indonesia is an agrarian country producing various agricultural products. One of the products having export opportunities is fresh fniits. However until today Indonesia is sill importing large amount of fruits. On the other hand the export value of Indonesia fruit is relatively smaller and limited to only a few type fniits. Eventually it arises questions whether or not Indonesia as an agrarian country could increase its export volume of fruits to other countries.
Several mandatory standards were put in place by EU Commission to be adhered by fruit exporters such as packaging, marketing, labelling and food safety, marketing of genetically engineered fruits, Maximum Residue Levels and organic products standards. Consequently the EU?s provisions must be considered as a quality direction required by European importers.
This research objective is to identify the trends, opportunities, obstacles and strategy that are relevant to the effort of entering EU?s fruit markets, Analyzing the regulations put in place by EU on the subject of exports and import is important to help developing countries, such as and especially Indonesia., to penetrate European market of iiuit. This research utilize primary and secondary data. The fruits being researched were mango, pineapple and banana. EU members selected as the subjects for this research were Netherland, Germany and France. The time frame for this research was from 2002 to 2006.
The result of this research discovered that tropical fiuits like mango, pineapple and banana are in great demand in Europe. Those fruits are not suitable to be cultivated in Europe with its sub-tropic climate, especially in the colder Eastem Europe. Therefore EU is fully dependant on developing countries to supply tropical fruits. The commodity that has the most opportunity for Indonesia is pineapple. Though pineaple originated from Europe but Indonesia?s climate is very suitable form cultivating pineapple. In addition, the competition for export of pineapple is not as great as exports of banana. While in the case of mango, Indonesia still needed to improve quality of production because the commodity is sensitive to defects.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lily Hermansyah
"Menggunakan data sekunder dan jenis data tahunan periode tahun 1975 - 1991, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mcmpengaruhi volume ekspor minyak sawit mentah (CPO) Indonesia dengan me - ngambil kasus ekspor ke Belanda sebagai negara konsumen utama CPO Indonesia yang mengkonsumsi rata-rata 55 % dari total ekspor Indonesia periode 1975 - 1991. Dengan metode OLS dan model analisis Regresi ber - ganda serta bentuk fungsi dugaan pada model yang digunakan adalah model linear, hasil analisis menunjukkan bahwa volume ekspor minyak sawit Indonesia dipengaruhi oleh .
Pertama, produksi minyak sawit (CPO) Indonesia berpe - ngaruh positif sebesar 0,25. Hal ini menunjukkan keberhasilan Pemerintah dalam meningkatkan produksi minyak sawit melalui periuasan areal dan penggunaan bibit unggul yang dilakukan sejak tahun 1975. Kedua, harga CPO Indonesia berpengaruh sebesar 0,90. Hal ini menunjukkan I1arg sangat sensitif terhadap permintaankarena sebagai bahan baku industri, produk CPO adalah seragam dengan mutu/komposisi kandungan bahan yang sudah ditetapkan. Ketiga, harga minyak kedele di Belanda berpengaruh sebesar 0,05 terhadap volume ekspor CPO Indonesia. Keempat, harga minyak rape di pasar Belanda berpengaruh negatif sebesar 0,08. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan minyak sawit di Belanda adalah sebagai komplementer bagi minyak kedelei dan sebagai substitusi terhadap minyak rape.
Beberapa saran dari hasil penelitian ini adalah Pertama, perlu segera diambil langkah-langkah kearah jaminan suplai CPO Indonesia kenegara konsumen. Jaminan ml meliputi kesesuaian dalam pemenuhan terhadpap volume permintaan, tepat dalam waktu penerimaan barang dan kualitas produk terjaga sampai ketangan konsumen. Dengan cara ini diharapkan dapat terbentuk jaminan dalam pemasaran produkCPO Indonesia karena industri CPO dinegara konsumen akan merasa aman terhadap pengadaan bahan baku industrinya sehingga bersedia mengadakan kontrak pembelian jangka panjang. Kedua, produsen harus berusaha untuk meningkatkan efisiensi dalam biaya produksi sehingga harga produknya mampu bersaing dengan produk yang sama dari produsen negara lain. Ketiga, Ketiga, produsen CPO harus dapat mengantisipasi perubahan nilai mata uang negaramitra dagangnya terhadap US Dollar. Keempat, perlu diadakan pengembangan pasar melalui diversifikasi produk yaitu mengekspor minyak sawit yang telah diolah ( Processed Palm Oil/ PPO } sehingga dapat memasarkan produk PPO kienegara sedang berkembang yang pada umumnya tingkat pertumbuhan konsumsiminyak nabati dan lemaknya sedang tinggi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardyana Listyowati
"Perdagangan lada dunia saat ini dikuasai oleh 5 negara penghasil lada terbcsar
yaitu Vietnam, India, Indonesia, Brazil dan Malaysia* Sedangkan negara yang permintaan
ekspornya besar adalah Amerika Serikat, Belanda, Jennan, Jepang dan Singapura. Saat
ini lahan tanaman lada makin menurun walaupun potensi dari lada ilu sendiri relatif
bagus. Namun demikian, lada mcrupakan komoditi dari sektor pertan'n yang reiatif
dapat bertahan terhadap guncangan kenaikan harga bahan bakar yang saat ini tenga
melanda dunia, sehingga cukup dapat diandalkan sebagai komoditi potensial.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi dan elastisitas
faktor pendapatan nasional negara tujuan utama ekspor Iada Indonesia (Amerika Senkat,
Belanda, Jerman, Jepang dan Singapura), nilai tukar nominal dan'harga relatif serta posisi
relatif diantara kelima negara tujuan ekspor tersebut.
Model yang digunakan untuk estimasi dalam penelitian ini adalah adopsi dzi
penelitian Goldstein-Khan lentang Respon Penawaran dan Pennintaan ekspor terhadap
perubahan harga dengan Pendapatan nasional riil negara tujuan (GDP), nilai tukar
nominal(NER) dan harga relatif (PXWPI), dengan menggunakan pendckatan analisis data
panel.
Dalam analisis data panel, pemilihan model cstimasi yang efisien dilakukan
melalui uji spesitikasi F-test untuk mengetahui adanya efek individu, kemudian uji
I-Iausmann untuk menentukan Fixed Effect Model (FEM) atau Random Effect Model
(REM). Dalam penelitian ini temyata model yang efisien untuk analisis faktor faktor yang
mempengaruhi permintaan ekspor lada di 5 negara tujuan utama adalah Random Ejkc!
Model.
I-Iasil estimasi sccara keseluruhan menunjukkan bahwa variabel pendapatan riil
negara tujuan (GDP) berpengaruh secara signitikan positif terhadap permintaan ekspor
lada Indonesia, variabel nilai tukar nominal (NBR) berpengaruh sccara signitikan positif
terhadap pcrmintaan ekspor lada Indonesia dan variabel harga relatif (PXWPI)
berpengaruh secara signifikan negatif terhadap perrnintaan ekspor Iada Indonesia
Pendapatan riil (GDP) mitra dagang belpengaruh ncgatif sccara signifikan pada
tingkat kepercayaan 90% dan inelastis positiff terhadap permintaan ekspor lada
Indonesia. Hal ini sesuai dengan karakteristik lada Indonesia dengan indkasi geograiis yang dimiliki sehingga semakin meningkat pendapatan nasional riil negara tujuan utama
ekspor, maka [ada Indonesia makin diminati dan makin banyak permintaan ekspor dari
negara tujuan utama ekspor.
Variabel Harga Relatif {PXWWPl) signifnkan positif terhadap peunintaan ekspor
lada Indonesia dengan tingkat kepercayaan sebesar 99%. Hasil ini mcnjclaskan bahwa
apabila harga relatif komoditi meningkat, maka akan mendorong permintaan ekspor
meningkat pula, karena tidak ada komoditi pengganti (substitusi) untuk lada Indonesia
yag memiliki indikasi gcografis>
Variabel Nominal Exchange Rate (NBR) berpengaruh signifikan positif terhadap
permintaan ekspor lada Indonesia. Hal ini menujukkan bahwa apabila nilai tukar
meningkat maka harga akan murah sehingga lada Indonesia mempunyai daya saing
dinegara tujuan utama ekspor."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T34212
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Gunadi
"Dilatarbelakangi oleh keadaan defisit neraca pembayaran yang semakin
membesar, pemerintah telah melakukan berbagai upaya deregulasi untuk mendorong
investasi dan ekspor yang diharapkan akan dapat memperbaiki neraca pembayaran
Indonesia dan sekaligus untuk memperkuat perekonomian indonesia. Salah satu
kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah adalah kebijakan fasilitas ekspor
kepada perusahaan eksportir tertentu (PET) yang dikeluarkan pada pertengahan tahun
1996 dan diperbaharui tahun 1997, yang berupa pelayanan yang cepat dalam pengurusan dokumen ekspor, dalam memperoleh restitusi PPN, dalam memperoleh PPN 0% yang dipercepat, serta fasilitas rediskonto. Kemudahan tersebut diberikan kepada PET yang tidak mempunyai masalah perpajakan seperti adanya tunggakan atau manipulasi pajak, tidak mempunyai masalah perkreditan seperti adanya kredit macet, dan tidak mempunyai masalah kepabeanan, seperti adanya ekspor fiktif atau manipulasi dokumen ekspor. Sementara itu jenis komoditi ekspor yang masuk dalam cakupan PET didasarkan penimbangan bahwa produk tersebut mempunyai akar industri yang kuat, kandungan lokal yang tinggi serta tingkat pertumbuhan ekspor yang tinggi.
Ditinjau dari strategi pengembangan ekspor, kebijakan ini merupakan perbaikan
dari kebijakan sebelumnya yang menganut broad width policy yang mendorong ekspor
non-migas tanpa membedakan jenis komoditi. Dengan kebijakan ini dimungkinkan untuk mengembangkan produk-produk yang benar-benar punya keunggulan dan daya saing yang kuat di pasar internasional. Kebijakan ini juga secara selektif memberikan kernudahan kepada perusahaan yang mempunyai reputasi baik, sehingga mereka akan lebih produktif, dan sekaligus dijadikan model untuk merangsang perusahaan ekspor lainnya agar memperbaiki reputasi serta kinerjanya agar memenuhi kriteria PET. Disamping itu kebijakan ini juga sekaligus untuk mengkondisikan aparatur pernerintah agar bekerja secara cepat dan efisien, bertindak sebagai fasilitator bukan lagi sebagai penguasa seperti masa-masa sebelumnya. Bertolak dari perkiraan akan makin ketatnya persaingan dalam era pasar bebas, maka strategi kebijakan PET ini dinilai sangat tepat dalam rnempersiapkan kinerja perusahaan ekspor.
Setelah dilaksanakan kurang Iebih 3 tahun, diperoleh gambaran bahwa kebijakan
PET sangat bermanfaat bagi peningkatan ekspor. Namun demikian dalam
pelaksanaan/implementasi kebijakan PET dilapangan khususnya pelayanan oleh aparatur masih terjadi kelambanan yang disebabkan kurang intensifnya koordinasi dan integrasi antar instansi terkait, kurangnya komitmen yang kuat dari para pelaksana , rendahnya budaya kerja, serta masih adanya egosektoral.
Agar kebijakan PET dapat mencapai sasaran, langkah-langkah perbaikan yang
dipandang perlu dilakukan antara lain :
- Meningkatkan koordinasi antar instansi terkait dalam memantau dan mengendalikan
pelakanaan kebijakan PET, bila perlu dengan menetapkan mekanisme khusus
melalui penetapan kelembagaan tersendiri, mendorong sistem kerja kolaboratif serta
menetapkan visi tentang peningkatan ekspor nasional.
- Meningkatkan dukungan sarana/prasarana dipelabuhan ekspor untuk mempercepat
arus barang untuk mengimbangi percepatan penyelesaian dokumen ekspor.
- Pengembangan sistem informasi terpadu yang dapat dengan mudah diakses oleh
segenap pihak terkait.
- Perlu dibuat standar pelayanan dengan membuat Standar Operasional Prosedur yang
baku sehingga pelayanan dapat dilakukan secara transparan dan dapat dikontrol oleh
masyarakat.
- Perlu dilakukan pertemuan rutin antara pimpinan dan pelaksana untuk menciptakan
budaya organisasi yang kondusif dan terjadinya learning organization yang baik."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatia Martha Hendrati
"Penelitian tentang "Pengaruh Kebijakan Perdagangan Dalam Ekspor CPO Indonesia 1972 - 1995" dirasakan perlu, mengingat Indonesia sebagai negara sedang berkembang (NSB) yang ekspornya didominasi oleh komoditi primer seperti Crude Palm Oil (CPO). Saat ini Indonesia sebagai negara kedua terbesar pengekspor CPO dunia setelah Malaysia, yang diharapkan pada tahun 2005 menduduki peringkat pertama.
Kebijakan perdagangan yang tepat sebagai faktor non market atau faktor non ekonomi dalam konsep "Under Development" juga berperan dalam mempercepat proses pembangunan (Griffin,1969). Konsep tersebut belum diaplikasikan pada analisis penelitian-penelitian terdahulu.
Model yang dipakai mengacu pada "An Econometric Study of Primary Commodity" (Marian E. Bond, 1987) yang menganalisis ekspor dari dua sisi yakni sisi permintaan ekspor dan sisi penawaran ekspor. Hasil estimasi menunjukkan bahwa, permintaan ekspor CPO Indonesia pada negara-negara mitra dagang utama umumnya dipengaruhi secara negatif oleh harga ekspor relatif CPO Indonesia terhadap harga komoditi sejenis di negara pengimpor (a1 < 0) serta dipengaruhi secara positif oleh besarnya tingkat pendapatan di negara pengimpor (a2 > 0). Kecuali untuk permintaan ekspor negara Amerika Serikat dan Jepang, yang dipengaruhi secara positif oleh harga ekspor CPO relatif Indonesia terhadap harga komoditi sejenis di negara pengimpor (a1 > 0) sebaliknya dipengaruhi secara negatif oleh besarnya tingkat pendapatan (a2 < 0).
Sedangkan hasil estimasi penawaran ekspor CPO Indonesia, dipengaruhi secara positif oleh harga ekspor CPO Indonesia relatif terhadap harga domestic periode lalu (b2 > 0), kapasitas produksi (b3 > 0) dan kebijakan perdagangan yang pada era 1970-an berpengaruh negatif terhadap penawaran ekspor, sedangkan era 1990-an berpangaruh positif.
Analisis sisi penawaran ekspor lebih berpengaruh baik terhadap perkembangan ekspor CPO Indonesia maupun terjaminnya pasokan CPO untuk industri dalam negeri. Untuk itu dibutuhkan kebijakan yang dapat mendukung pendalaman dan diversifikasi produk CPO di sektor hilir, serta implikasi kebijakan yang memberikan kemudahan bagi investasi dan ekspor produk hilir CPO Indonesia.

The research about "The Influence of Trading Policy for export of CPO Indonesia in 1972-1995" is quitely needed, reminds that Indonesia as a developing countries (NSB) that its exports dominated by primary commodity such as Crude Palm Oil (CPO). In present, Indonesia is the second biggest CPO exporter after Malaysia in the world and it is predicted that Indonesia will be the first rank for this export in 2005.
The effective trading policy is the factor of non market or non economic factor in the "Concept of Under Development" which plays role to progress the development process (Griffin, 1969). This concept is not applicated yet to the previous research analysis.
The model based on "An Econometric Study of Primary Commodity" (Bond, Mariam E, 1987) that analyzes export from two aspects; export demand and export supply. The output of estimation shows that the export demand of CPO Indonesia to the countries of the main trading partnership is generally influenced negatively by the relatively export price of CPO Indonesia to the same classification of commodity price in the importer country (al < 0) and it is also influenced positively by the number of income level in the importer country (a2 ] 0). Except for the export demand in America and Japan which positively effected by export price of relative CPO in Indonesia to the same commodity price in the importer country (al > 0), while oppositely, it is negatively influenced by the number of income level (a2 < 0).
The estimation result of export supply CPO in Indonesia, positively influenced by export price of CPO indonesia to the privious domestic price (b2 > 0), production capacity (h3 > 0) and trading policy in 1970 which negatively influence export supply, while in 1990 it influence positively.
The analysis of export supply aspect is quitely. influenced to the progress of CP0 export in Indonesia or the security of CPO supply for local industry. That's why it is necessary a policy to support the itensification and diversification of CPO product in lower course sector, and policy implication which provides the subsidy from investment and export of lower course product to the CPO in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Wibisono
"RINGKASAN EKSEKUTIF
Karya akhir ini melakukan studi tentang dampak dari liberalisasi perdagangan tekstil pasca GATT terhadap industri tekstil Indonesia. Tujuan dari karya akhir ini ialah untuk memberikan penjabaran tentang situasi dan kondisi industri tekstil nasional serta masukan bagi Argo Pantes untuk meningkatkan daya saingnya di pasar tekstil global, sebagai kasus studi dalam kaitannya dengan liberalisasi perdagangan tekstil tersebut. Metodologi penulisan berupa analisa deduktif mengenai perdagangan tekstil dan situasi industri tekstil global, nasional dan terakhir studi kasus satu perusahaan dengan konsentrasi topik pada strategi pemasaran ekspor.
Hasil produksi industri tekstil Indonesia tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan sandang domestik, tetapi juga telah menjadi suatu komoditi andalan ekspor non migas. Industri tekstil Indonesia mulai berkembang sejak pemerintah Indonesia memasyarakatkan moto substitusi impor pada tahun 1970an. Sejak itu, industri ini terus berkembang pesat dan ekspornya terus meningkat sehingga pada tahun 1992 pertumbuhan ekspornya lebih dari 40% sejak 1991.
Sejak tahun 1974, perdagangan tekstil antara negara berkembang dan negara maju diatur oleh kesepakatan MFA (Multi Fibre Arrangement) yang membatasi jumlah ekspor ke negara maju melalui kuota TPT. Hal ini tentu saja merugikan negara berkembang termasuk Indonesia.
Setelah 20 tahun perdagangan tejstil dunia diatur oleh MFA, terobosan baru berhasil dicapai pada akhir Putaran Uruguay Desember 1993 di Geneva. Terobosan tersebut merupakan liberalisasi perdagangan tekstil dunia yang akan dicapai setelah masa transisi 10 tahun sejak Januari 1995. Dengan demikian, arus perdagangan tekstil di dunia tidak lagi dibatasi oleh kuota.
Hal ini membawa dampak yang signifikan bagi industri tekstil nasional secara umum serta para masing-masing produsen tekstil secara khusus. Jika selama ini Indonesia mengeluh bahwa jumlah kuota yang terlalu sedikit menghambat ekspor kita, tetapi sekarang dengan akan adanya liberalisasi perdagangan tekstil, belum tentu industri tekstil kita dan semua produsennya siap menghadapi perubahan ini.
Banyak faktor-faktor eksternal industri yang kurang menunjang kompetensi dan daya saing industri tekstil kita dalam menghadapi persaingan global. Antara lain ketidakkonsistenan pemerintah dalam perihal kuota dan pendistribusiannya, biaya transaksi yang tinggi san suku bunga pinjaman bank yang tinggi (16-18%).
Di samping itu, banyak produsen tekstil nasional yang selama ini hanya mengandalkan keunggulan komparatif berupa buruh murah serta sibuk berusaha untuk memperoleh kuota tanpa memperhatikan kualitas produknya. Akibatnya, banyak produk TPT yang dihasilkan oleh mereka kurang tinggi kualitasnya.
Industri tekstil Indonesia secara keseluruhan harus meningkatkan daya saing mereka terutama memberi perhatian pada kulitas produk, sistim dan strategi pemasaran ekspor, dan diferensiasi produk yang "kelasnya" lebih tinggi. Tetapi, tanpa didukung oleh aparat pemerintah dan kebijakannya, industri tekstil sendiri tidak mungkin dapat meningkatkan daya saingnya.
Pemerintah harus menyadari masalah-masalah penghambat ekspor yang diakibatkan oleh pihaknya dan bekerja sama dengan swasta untuk menciptakan forum dialog dua arah agar dapat bahu membahu meningkatkan daya saing ekspor TPT. Pihak swasta sendiri hendaknya mulai melakukan evaluasi perusahaan yang berhubungan dengan peningkatan kapabilitas dan kompetensinya.
Argo Pantes merupakan contoh dari salah satu produsen tekstil nasional yang sadar akan pentingnya memiliki keunggulan kompetitif untuk memenangkan persaiangan jangka panjang. Hal ini tercermin dari komitmen manajemennya untuk mengikuti perkembangan teknologi, serta secara konsisten mempertahankan kualitas produknya.
Walaupun saat ini Perseroan sudah termasuk produsen tekstil terpadu yang mampu bersaing di tingkat dunia, namun tetap harus memodifikasi strategi pemasaran ekspor yang sekarang telah ada untuk mengantisipasi liberalisasi perdagangan tekstil. Hal ini bukan berarti strategi yang dilakukan oleh Perseroan masing kurang baik, tetapi pelru lebih dimantapkan.
Perseroan saat ini memproduksi dua lini produk, kain dan benang, yang maisng-masing terdiri dari dua jenis yaitu, katun dan polyester katun yang ditujukan untuk kelas menengah ke atas. Ekspor dilakukan ke berbagai negara di dunia antara lain Eropa, Jepang, Amerika dan Asia. Selama ini Perseroan sering berpartisipasi dalam pameran tejstil internasional dan mencantumkan namanya di berbagai katalog dan majalah tekstil internasional sebagai upata untuk mempromosikan produknya di luar negeri. Distribusi dilakukan melalui Japan Trading Company, merchansm agesn dan juga ekspor langsung. Harga produk ditentukan oleh harga pasar di masing-masing negara.
Agar Perseroan dapat lebih meningkatkan daya saing maka Perseroan perlu melakukan diferensiasi kualitas dan membagi produk yang dihasilkan menjadi dua macam kualitas. Kualitas A untuk produk eksklusif dan kualitas B untuk produk yang saat ini telah di prosukdi. Perseroan juga perlu mendirikan kantor cabang di beberapa negara sebagai jalur distribusi agar Perseroan dapat memperoleh kontrol yang lebih besar atas pemasaran ekspornya. Promosi perlu lebih ditingkatkan untuk menunjang strategi diferensiasi kualitas. Perluasan pasar ke negara-negara yang belum dilayani selama ini juga akan membawa pasar global untuk lebih mengenal produk Perseroan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titin Nuryani
"Penulisan Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Permasalahn yang diteliti dalam Tesis ini mengenai pengaturan subsidi dalam ASCM, dan pengaturan tentang LPEI beserta tugas-tugasnya. Hasil penelitian digunakan sebagai masukan dalam pelaksaan tugas-tugas LPEI dan diharapkan tidak terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Berkenaan dengan fungsi LPEI untuk mendukung program ekspor nasional melalui Pembiayaan Ekspor Nasional, maka dilakukan pula penelitian tentang sejauh mana peran LPEI dalam mendukung peningkatan ekspor nasional. Berdasarkan Pasal 1 ASCM, subsidi adalah suatu pemberian (kontribusi) dalam bentuk uang atau finansial yang diberikan oleh pemerintah atau suatu badan umum (public body). Subsidi dibedakan menjadi 3 kategori yaitu subsidi yang dilarang (prohibitied subsidies), Subsidi yang dapat ditindak (actionable subsidies), Subsidi yang tidak dapat ditindak (non-actionable subsidies). Berdasarkan hasil penelitian, ditinjau dari ketentuan Pasal 1 ASCM, sekilas LPEI dapat dikategorikan sebagai subsidi. Namun LPEI tidak serta merta dapat dikategorikan prohibited subsidies, perlu dilihat dulu bagaimana pelaksanaan dari tugas-tugasnya tersebut. Pelaksanaan tugas LPEI masih dalam koridor peraturan perdagangan internasional dan orientasi usahanya masih komersial, belum terlalu berbeda dengan Bank Ekspor Indonesia (BEI). Peran khusus LPEI sesuai Pasal 18 UU No. 2 Tahun 2009 untuk melaksanakan penugasan khusus dari pemerintah dalam rangka mendukung program ekspor nasional atas biaya pemerintah, sampai saat ini belum dilaksanakan. Dengan demikian, sampai saat ini tugas LPEI belum dapat dikategorikan melanggar ASCM, dikarenakan belum termasuk prohibited subsidies. Disamping itu, Indonesia secara reguler juga menyampaikan notifikasi kebijaksanaan subsidinya untuk memenuhi unsur tranparansi yang idatur dalam peraturan perdagangan internasional.

Basic way writing this thesis using the method of normative legal research. The issue to be researched in this thesis about subsidy arrangement in the ASCM, and setting about LPEI along with his duties. The results are used as inputs in the implementation of tasks and expected LPEI violations do not occur in the execution of his duties. Regarding LPEI functions to support national export program through the National Export Financing and also conducted research on the exent to which LPEI role in supporting the national export increase. Under Article 1 ASCM, the subsidy is a gift (contribution) in the form of money or financial provided by the government or a public entity (public body). Subsidy divided into three categories: prohibitied subsidies (prohibitied subsidies), actionable subsidies (actionable subsidies), non-actionable subsidies (non-actionable subsidies). Based on the research, reviewed the provisions of Article 1 of the ASCM, a glimpse LPEI can be categorized as a subsidy. However LPEI not necessarily be categorized as prohibited subsidies, it should be seen first how the implementation of these tasks. Implementation tasks LPEI not result in losses so far in other countries. LPEI task implementation is still in the corridors of international trade rules are still the commercial and business orientation, not too different from Indonesian Export Bank (BEI). LPEI special role in accordance with Article 18 of Law No. 2 Year 2009 to carry out special assignments from the government in order to support the national export program for the cost of government, has not been implemented. Thus, untuil this task can not be catgorized violate LPEI ASCM, due to not including prohibited subsidies. In addition, Indonesia also submitted a notification regular subsidy poliies to meet the transparancy element of the rgulation of international trade."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27683
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rinaldi Bursan
"Propinsi Lampung sebagai salah satu daerah sentra produksi kopi di Indonesia, khususny.i untuk kopi jenis Robusta mengalami kemunduran dalam penerimaan devisa ekspor produk kopi, Penniman harga kopi dunia menyebabkan menurunnya pendapatan pemerintah Lampung dan juga mengakibatnya menurunnya pendapatan ditingkat petani kopi yang tersebar di beberapa daerah kabupaten yang menjadi sentra produksi kopi Lampung, seperti: Lampung Barat, Lampung Selatan, Tanggamus dan Lampung Tengah. Selma ini ekspor kopi Lampung didominasi hanya pada jenis kopi robusta dcngan kualitas (grade) IV, dan terbatas hanya berupa biji kopi saja.
Propinsi Lampung merupakan pengekspor terbesar untuk produk dengan rata-rata ekspor yang konstan 200.000 ton pertahun_ Jumlah ekspor yang konstan ini tidak diikuti dengan meningkatnya nilai pendapat ekspor. Keadaan ini diakibatkan dari menurunya harga kopi dunia yang disebabkan over produksi beberapa negara produsen biji kopi, diantaranya Vietnam dan Brazil mengalami peningkatan yang sangat pesal dalam produksi kopinya.
Permasalahan yang diuji dalam penelitian ini adalah bagaimana proses peruinusan dan pengembangan strategi pemasaran ekspor yang efektif bagi kopi Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses perumusan dan pengembangan strategi pemasaran ekspor yang efektif bagi kopi Lampung. Variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah faktor awal dalam proses pengembangan strategi, yaitu: sentralisasi dan formalisasi. Variabel proses pengembangan strategi yaitu analisis lingkungan, komprehensip, aset-aset pemasaran dan kapabilitas, komunikasi, konsensus dan sumber daya. Faktor awal dan 'variabel dalam proses ini dihubungkan dengan variabel basil yaitu: pengembangan strategi dan kinerja perusahaan. Model Penelitian yang digunakan mengadaptasi pemikiran yang dikembangkan oleh Menon et al (1999), Albaum et al (1989) dan Styles and Ambler (2000).
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknik Co f rmarory Factor Analysis guna mereduksi variabel-variabel teramati dan mencari faktor skor untuk masing-masing variabel laten. Kemudian untuk mencari hubungan antar masingmasing konstruk dilakukan analisis regresi.
Hasil pengolahan data memperlihatkan terdapat hubungan yang signifikan antara:
1. Sentralisasi dan Formalisasi dengan analisis situasi
2. Sentralisasi dan Fomialisasi dengan komprehensip
3. Sentralisasi dan Formalisasi dengan aset-aset pemasaran dan kapabilitas
4. Sentralisasi dan Formalisasi dengan hubungan antar bagian perusahaan.
5. Sentralisasi dan Formalisasi dengan komunikasi
6. Sentralisasi dengan konsensus
7. Sentralisasi dan Formalisasi dengan sumber daya
8. Analisis lingkungan dengan pengembangan strategi
9. Komprehensip dengan pengembangan strategi
10. Aset-aset pemasaran dan kapabilatas dengan pengembangan strategi
11. Hubungan antar bagian perusahaan dengan pengembangan strategi
12. Komunikasi dengan pengembangan strategi
13. Konsensus dengan pengembangan strategi
14. Sumber daya dengan pengembangan strategi
15. Pengembangan strategi dengan kinerja perusahaan.
Hasil pengolahan data juga memperlihatkan hubungan yang tidak signifikan yaitu: formalisasi dengan konsensus. Sehingga variabel ini dapat diabaikan dalam pembentukan persamaan regresi. Hasil lain yang didapat dalam penelitian ini hanya terdapat hubungan yang negatif antara variabel sumber daya dengan variabel pengembangan strategi dan variabel kinerja perusahaan.
Hasil penelitian ini menunjukan proses perumusan strategi yang akan dilakukan oleh perusahaan eksportir kopi Lampung hares diawali dengan memperhatikan faktor awal, yaitu:
1. Sentralisasi
2. Formalisasi
Kemudian selanjumya perusahaan eksportir hares memperhatikan faktordengan proses pengembangan strategi. Faktor-faktor tersebut Analisis lingkungan Komprehensi p Aset-aset pemasaran dan kapabilitas Hubungan antara bagian Komunikasi Konsensus Sumber daya.
Tahapan-tahapan ini apabila dilakukan dengan baik diharapkan akan menghasilkan suatu strategi pemasaran ekspor yang efektif bagi kopi Larnpung. Selanjumya strategi pemasaran yang efektif akan meningkatkan kinerja perusahaan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Sahala Bonar
"Tidak banyak pembahasan mengenai profil perusahaan Indonesia yang secara MANDIRI berusaha untuk mengembangkan perusahaannya dengan konsep dari visi yang jelas tentang industrinya sehingga mencapai taraf keunggulan kompetitif global yang berbasis teknologi. Lebih banyak diungkap mengenai perusahaan-perusahaan yang sebetulnya hanyalah ber-afiliasi kepada perusahaan asing atau sangat bergantung kepada
teknologi luar negeri tanpa tekad yang cukup untuk merebutnya. Penerapan konsep manajemen modern yang pada beberapa sisi menunjukkan model ekonomi kapitalis, seharusnya mengakomodasi faktor-faktor kondisi lokal seperti budaya nasional tingkat
kesejahteraan bangsa Indonesia yang masih rendah, dan belum berkembangnya budaya korporasi.
Oleh karena itu sangat terkejut mendengar berita tentang kontroversi kemenangan sebuah perusahaan Indonesia atas tender pendirian pabrik kertas uang
Terkejut karena mengetahui bahwa produk atau mesin ini adalah produk canggih dengan teknologi eksklusif karena hanya dimiliki oleh beberapa perusahaan negara maju. Proses pembuatan kertas uang mungkin cukup populer akan tetapi kemampuan membuat mesin sendiri dan penyediaan infrastruktur atau fitur sekuriti pada produk merupakan suatu prestasi besar. Seragamnya reaksi keterkejutan dari para pihak yang berwenang dan kontroversi yang mengikutinya tuduhan KKN - menggambarkan sudah sedemikian parahnya ketertiban masyarakat dan pemerintah dalam mengikuti perkembangan perusahaan-perusahaan yang tumbuh dengan kekuatan sendiri.
Dengan mancari informasi mengenai profil Perusahaan ini melalui media massa, Company profile, jurnal industri, dan internet, diadakanlah pengamatan terhadap perusahaan tersebut yaitu PT PGK (Pura Barutama Kudus). Hal-hal yang diamati adalah sejarah bisnis, proses pembelajaran teknologi dan Sejarah inovasi, kemudian pola pengembangan korporasi dari perusahaan ini untuk kemudian di-analisis prospek
internasionalisasi dan unit bisnis yang dimiliki (terutama mesin dan produk sekuriti seperti kertas uang) serta implikasi dari strategi internasional.
Sebagaimana perusahaan-perusahaan dari negara berkembang lainnya, masalah utama yang dihadapi adalah bagaimana cara me-leverage keunggulan teknologi kelas dunia yang mampu dimiliki untuk bisa bersaing dalam pasar global. Dari sejarah munculnya negara-negara industri baru seperti Korea, Taiwan, dan kemudian Cina, proses industrialisasi berlangsung secara bertahap tapi serempak dalam skala nasional.
Sebingga apabila ada perusahaan domestik yang bergerak dalam suatu industri berbasis teknologi melakukan intemasionalisasi, reputasi dan country-of-origin cukup membantu perusahaan tersebut untuk melakukan internasionalisasi
Dari hasil penyelidikan, ditemukan bahwa pasar yang dibentuk oleh para pemain dalam industri kertas uang dan percetakan sekuriti ini bersifat oligopoli (sedikit peserta). Para pelaku sangat berpengalaman dalam bidangnya selama ratusan tahun. Kemampuan
teknologi yang dimiliki dan sejarah hubungan dengan pemerintah negara-negara pelanggan membentuk segmen pasar berdasarkan sejarah kolonisasi. Pengaturan
mengenal moneter internasional, standar industri, dan arah perkembangan teknologi mengenai kertas uang ini yang dikendalikan oleh negara-negara maju., secara langsung melindungi perusahaan-perusahaan tersebut dari upaya-upaya perusahaan Negara berkembang untuk melakukan penyelidikan secara mandiri agar dapat memasok kebutuhan dalam negeri sendiri. Adanya stigmati (Contob: country risk atau high or low trust society) dalam perspektif ekonomi-politik internasional, juga menyulitkan perusahaan dari negara berkembang untuk meflytiflhú muncul dalam persaingan global. OIeh karena ¡tu, salah satu aspek strategi yang akan digunakan dalam menemukan negara tujuan pemasaran adalah dengan melihat kesamaan kondisi ekonomi-politik. Apabila kriteria kaulitas, harga, serta kriteria teknis lain terpenuhi, akan tetapi masih kalah tender, maka salah satu jalan untuk merebut pasar adalab dengan memakal ISU-ISU
non-pasar yang mencitrakan nama Indonesia pada posisi yang menguntungkan seperti solidaritas negara berkembang, solidaritas negara Islam, ataupun solidaritas berdasarkan regionalitas seperti ASEAN. Masih dirasa ada kekurangan dan kajian singkat mengenai prospek internasionalisasi perusahaan ini. Pertama, kurang teridentifikasinya kinerja keuangan
yang dalam ulasan manajemen modern merupakan salah satu kriteria terpenting. Status perusahaan non publik dan sifat industni yang digeluti bahan dan percetakan sekuriti menyulitkan untuk memperoleh gambaran kinerja keuangan dari tahun ke tahun dan media ataupun referensi industri yang tersedia. Kedua, masih kurang digalinya aspek yang menyangkut lingkungan pemerintah tiap negara tujuan pasar sebagai buyer. Perspektif ekonomi-politik negara diasumsikan juga dianut oleh otoritas moneter negara
negara tersebut. Yang ketiga, penelitian lapangan juga seharusnya diperlukan untuk melengkapi wawasan yang diperoleh melalui sumber bacaan yang kadang bersifät promosi dan tidak bisa lepas dad bias dan hiperbolisme seta mengabaikan realitas yang tersembunyi.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>