Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76825 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Totok Suhardiyanto
"ABSTRAK
Blumstein (1994) mengemukakan bahwa, selain menunjukkan adanya gejala agramatisme dan kegagalan leksikal, penderita afasia Broca juga memperlihatkan munculnya deficit fonologis.
Hampir semua penderita afasia sebenarnya memperlihatkan kesalahan atau penyimpangan fonologis dalam ujaran yang dihasilkannya.
Meskipun kesalahan fonologis tersebut mungkin muncul dalam bentuk yang beraneka ragam, penyimpangan itu dapat disederhanakan ke dalam empat kategori, seperti kesalahan penyulihan fonem, kesalahan pelesapan atau penghilangan, kesalahan penambahan, dan kesalahan lingkungan.
Kesalahan lingkungan mempunyai manisfetasi yang berupa kemunculan fonem tertentu akibat pengaruh konteks fonologis yang melingkunginya. Kesalahan lingkungan itu mencakup metatesis dan asimilasi.
Penelitian ini bertujuan untuk memerikan kesulitan segmental pada penderita afasia berbahasa Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan menjelaskan mekanisme yang mendasari penyimpangan fonologis. Untuk menjelaskan bagaimana proses tuturan berjalan, penelitian ini menggunakan model Levelt yang telah dimodifikasi oleh den Ouden dan Bastiaanse (1999). Model itu disusun untuk menjelaskan mekanisme bertutur dalam otak manusia. Menurut den Ouden dan Bastiaanse, ada tiga tahap fonologis pada proses produksi tuturan, yaitu (1) pemanggilan kembali bentuk dasar dan leksikon; (2) pengkodean fonologis; (3) proses pengartikulasian rancangan fonetis.
Tujuan lain dari penelitian ini adalah mengkaji bagaimana mekanisme penyeleksian dan pemanggilan kembali unsur leksikal. Aitchinson (1994) rnengeanzkakan bahwa kata tidak berserakan secara acak pada benak manusia, tetapi terorganisasi dalam system yang canggih dan saling berkait. Pembahasan mengenai mekanisme penyeleksian dan pemanggilan kembali ini menarik karena mekanisme tersebut dapat menjelaskan bagaimana kesalahan segmental muncul.
Kesalahan penyulihan fonem merupakan kesalahan yang sering muncul pada subjek peneltian ini. Fenomena ini merupakan ciri khas pada ketiga afasia kortikal, yakni afasia Broca, afasia konduksi, dan afasia Wernicke (lihat Kusumoputro 1999). Meskipun demikian, terdapat sebuah gejala yang menunjukkan bahwa penderita mengidap afasia
Broca, yakni kemunculan penyederhanaan fonem secara dorninan (42. 73%). Subjek penelitian ini juga memiliki masalah dengan konsonan dental dan dental, stop dan nasal, serta bersuara. Pada bunyi segmental yang berupa vokal, penderita bermasalah dengan vokal rendah, pusat, dan tak bulat. Di samping itu, meskipun pada cacat yang ringan, penderita mengalami masalah dengan proses inisiasi tuturan. Hal itu tampak dari seringnya penderita rnenghasilkan kesalahan pada bagian awal kata (32,04%)

ABSTRACT
Blumstein (1994) stated that beside indicating a failure in grammatical and lexical process` Broca's aphasic also demonstrated phonological deficits. It is the case that nearly all aphasics manifest some phonological difficulties in speech output. Despite of the various phonological errors that may occur to the array, these errors can be reduced to four descriptive categories: phoneme substitution errors, omission or simplification errors, addition errors, and environment errors, in which an occurrence of particular phoneme can be accounted for by influence of the surrounding phonological context. These environment errors include metatheses and assimilation.
The aim of this research is to describe the phonological difficulties in Indonesian aphasic and to explain the mechanism that underlies a phonological impairment. To explain the work of speech process, this research uses a modified Levelt's model. This model was modified by den Ouden and Bastiaanse (1999). The model is designed to describe a speech mechanism in human brains. According to den Ouden and Bastiaanse, there are three phonological levels in speech production, namely (I) the retrieval of underlying forms from the lexicon; (2) the stage of phonological encoding, the result of which is a phonetic plan that is stored in a buffer, (3) the actual articulation itself.
The other aim of this research is to study a lexical selection and retrieval mechanism. Aitchison (1994) argues that word isn't scrambled randomly in the minds, but well organized in a sophisticated and interrelated system A discussion about lexical selection and retrieval mechanism becomes important because the mechanism can explain how segmental errors occur.
Substitution phoneme error is the most frequent in this case (46.65%). This phenomenon is a characteristic of the cortical aphasia, i.e. Broca's aphasia, conduction aphasia, and Wernicke aphasia (see Kusurnoputro 1999). But, there is a symptom indicates the patient suffers Broca's aphasia, namely the predominantly simplification error (42.73%). The patient also handicaps with dental and labial, stops and nasal, and voiced consonant, in consonant, and low, central, and unrounded, in vowels. Beside that, even in the assertive damage, the subject has problem with initiation. The subject shows a frequent lexical failure on the beginning of words (32.04%)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Yanti Br
"ABSTRAK
Defisit fonologis merupakan penyebab utama atas ketidakmampuan anak disleksia dalam membaca Lyon, Stanovich, 1999 . Saat anak disleksia memiliki gangguan fonologis dan gangguan penamaan cepat, maka anak disleksia tersebut dianggap memiliki defisit ganda Wolf dan Bowers, 1999 . Berkaitan dengan hal tersebut, Pennington et al. 2001 menginvestigasi defisit pada anak disleksia Amerika dan menemukan bahwa gangguan membaca pada anak disleksia berasal dari defisit fonologis. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan karakteristik defisit yang dimiliki oleh anak disleksia penutur jati bahasa Indonesia, tesis ini membahas tentang karakteristik fonologis penyandang disleksia dengan membandingkan hipotesis defisit fonologis dan hipotesis defisit ganda. Penelitian melibatkan 5 anak disleksia yang berasal dari Sekolah Dasar Inklusif Pantara, Jakarta. Kemampuan anak disleksia dibandingkan dengan 25 anak grup kontrol yang berasal dari SD Kwitang 8 PSKD, Depok. Penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif dengan pendekatan studi kasus kontrol. Instrumen yang digunakan mengadaptasi instrumen penelitian Pennington et al. 2001 . Tes yang dilakukan adalah tes persepsi ujaran, kesadaran silabel, membaca dan akses leksikal. Kata-kata yang digunakan sebagai tes berasal dari 10,000 kata yang memiliki frekuensi tertinggi dalam korpus linguistik bahasa Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan anak disleksia memiliki kemampuan fonologis lebih rendah dari grup kontrol. Hal ini ditandai oleh kecenderungan anak disleksia dalam melakukan penyulihan fonem dan jenis silabel. Penyulihan fonem terjadi pada bunyi hambat dan cenderung terjadi dari bunyi bersuara menjadi tak bersuara. Pertukaran jenis silabel cenderung terjadi pada suku kata KVK dan KKV menjadi KV. Anak disleksia juga memperlihatkan kemampuan penamaan cepat 3 kali lebih lambat daripada grup kontrol. Dengan demikian, hasil penelitian ini mendukung hipotesis defisit fonologis Wagner and Torgersen, 1987 dan hipotesis defisit ganda oleh Wolf dan Bowers 1999 .

ABSTRACT
Phonological deficit is defined as the core deficit of dyslexic children to read Lyon, Stanovich, 1999 . As the dyslexics show phonological deficit and rapid naming deficit, they probably have double deficit Wolf and Bowers, 1999 . In line with that result, Pennington et al. 2001 investigated the American dyslexic children and found that phonological deficit was the core deficit of the dyslexics. Therefore, the current study discussed the phonological characteristics of Indonesian Dyslexics by comparing the phonological deficit hypothesis and double deficit hypothesis. Five dyslexic children DC age 7 9 3 males and 2 females and 25 chronological age matched controls CA were administered speech perception, syllable awareness, words reading and lexical access test. Most of the instruments were adapted from Pennington et al. 2001 . The instruments for all task were taken from the 10.000 highest frequent words of the linguistic corpus of bahasa Indonesia in 2013. The study results suggested that Indonesian dyslexic children performed significantly worse than their CA controls in all phonological tasks. The study showed that dyslexics tended to substitute phonem and syllable. They tended to substitute voice to voiceless phoneme. The substitution of syllable also happened from CVC or CCV to CV. As for the naming speed deficit, the result showed that three out of five dyslexics were significantly slower than that of their CA controls. Therefore, the result are broadly consistent with earlier conclusions that support the phonological deficit Wagner Torgersen, 1987 and for the double deficit hypothesis of Wolf and Bowers 1999 "
2017
T49579
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aquarini Priyatna
"This article attempts to show and map the feminist agenda in the writings of Indonesian women writers. Focusing on selected prominent Indonesian women writers whose works can be categorized as articulating feminist ideas and perspectives, namely Suwarsih Djojopuspito, Nh Dini, Oka Rusmini, Ratih Kumala, and Intan Paramaditha, I demonstrate how these writers question and examine cultural attributes as a crucial part of gender construction in their works. This article only focuses on writing in prose. By investigating how these writers articulate themselves and how women are written in[to] their works, this research elaborates on women’s writing as rebellion and protest and offers, even provokes gender transgression. Responding to their specific backgrounds and in light of the political and cultural development, the selected writers display protest against and deviance from the patriarchal norms and collectively contribute to the formation of what I coin kebaya feminism, namely feminism that is deeply rooted in Indonesian culture,"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
909 UI-WACANA 24:1 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Proper and clear pronunciation are problems that usually rising in patients with edentulous ridge. To overcome that problem a full denture is highly needed, so that the patients can eat well, to fulfill the esthetic problems and good in speaking. In Phonetics there is a difference between vocal and consonant, it depends on how the modification of the air flow in respiration in the oral cavity. In this research, the point of view is the linguopalatal consonant /c/ and /j/ that had a place of articulation in front of the palatum. In full denture wearers there is a difficulty in pronouncing this consonant properly because the Upper Full Denture has a palatal plate, in which this linguopalatal consonant has a place of articulation in the middle of the palatum. This research evaluated the quality of pronouncing the linguopalatal consonant after the day of insertion, after 3 days, 10 days and also before using denture. 25 respondents using denture for the first time and 3 researchers evaluated the proper and clear pronunciation of 6 words (cacah, cicih, cucu, jajah, jijik, juju). The results of this study is there is no progress in proper pronunciation using word cacah, cicih and cucu. On the other hand there is an increase about 20% in good pronouncing the word jajah, and also there is a decreasing percentage in pronouncing word jijik and juju. After day 10, all of the words can be pronounced well except word jijik. So there is a special characteristic in full denture wearers for consonant /c/ and /j/"
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Firli Ashari
"Di Indonesia, komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) masih dianggap sebagai ancaman atas budaya nasional hingga penyebab terjadinya bencana alam. Kenyataan ini membuat mereka memilih menjadi diaspora di luar negeri. Jika demikian, bagaimana strategi komunitas LGBT diaspora Indonesia untuk mengartikulasikan identitasnya? Apa saja bentuk persekusi yang mereka terima? Penelitian ini mengeksplorasi strategi kedua anggota komunitas LGBT diaspora Indonesia dalam menghadapi persekusi ketika mengartikulasikan identitasnya. Penelitian ini menemukan bahwa anggota komunitas LGBT diaspora Indonesia mengartikulasikan identitasnya melalui TikTok dengan menunjukkan identitasnya secara gamblang sebagai pria gay. Selain itu, mereka juga menggunakan strategi lain seperti membuat video-video parodi tentang identitasnya sebagai pria gay, membuat video menari dan melakukan lip-sync dengan mengikuti lagu-lagu yang viral, menunjukkan kebersamaan dengan keluarganya, memperlihatkan keseharian yang tidak berhubungan dengan homoseksual, mengedukasi pengguna TikTok tentang aspek yang tidak berhubungan dengan homoseksual, menjelaskan momen-momen penting sebagai pria gay yang tinggal di negara yang melegalkan komunitas LGBT, hingga merespons secara serius pertanyaan atau pernyataan yang hadir dari netizen asal Indonesia. Artikulasi identitas yang menghasilkan persekusi ini dihadapi dengan menggunakan dua strategi: visibilitas sebagai gay dengan menjelaskan pandangan anggota komunitas LGBT tentang betapa “anehnya” penampilan atau perilaku mereka serta melakukan mock impoliteness sebagai upaya yang memerlukan interaksi berupa percakapan atau perilaku yang dapat dievaluasi sebagai ketidaksopanan oleh komunitas LGBT.

In Indonesia, the lesbian, gay, bisexual, and transgender (LGBT) community is still considered a threat to national culture and as a cause of natural catastrophes. As a result, many have chosen to migrate to other nations and become diasporas. How do LGBT Indonesian diaspora members articulate their identities in this instance? What sorts of persecution were they subjected to? This study investigates how two Indonesian LGBT diaspora individuals articulate their identities in response to persecution. This study found that gay men in the Indonesian diaspora utilize TikTok to articulate their identities. They also make parody videos about their gay men identities, dance and lip-sync to viral songs, show togetherness with their families, show aspects of daily life unrelated to homosexuality, educate TikTok users about non-homosexual aspects, explain significant moments as gay men living in a country where the LGBT community is legal, and take negativity seriously. Two strategies are employed to combat the articulation of identities that leads to persecution: visibility as gay by explaining how “strange” their appearance or behavior is in the eyes of the LGBT community and mock impoliteness by engaging in conversation or behavior that the LGBT community would consider impolite."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Armalia
"Afasia motorik merupakan salah satu gangguan komunikasi yang terjadi akibat stroke dan dapat menyebabkan gangguan terhadap kepercayaan diri seseorang yaitu harga diri dan efikasi diri yang mana kedua hal ini merupakan bagian terpenting dari masing-masing individu dalam mencapai status sosialnya dalam berkomunikasi. Teknik restrukturisasi kognitif digunakan untuk efikasi diri dan harga diri dengan memiliki asumsi bahwa dasar restrukturisasi kognitif yaitu respon-respon perilaku. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh terapi restrukturisasi kognitif terhadap harga diri dan efikasi diri pasien stroke dengan afasia motorik. Metode penelitian ini menggunakan quasi experimental design dengan pendekatan desain pretest posttest nonequivalent control grup, dimana desain ini melibatkan dua kelompok yang akan diobservasi sebelum dan sesudah intervensi. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan pada harga diri setelah diberikan intervensi restrukturisasi kognitif dengan (pvalue= 0,001; α<0,05), dan pengaruh yang signifikan pada tingkat efikasi diri setelah diberikan intervensi dengan (pvalue= 0,001; α<0,05). Hasil penelitian ini merekomendasikan restruktuisasi kognitif menjadi salah satu intervensi dalam pemberian asuha keperawatan secara holistik mencakup biologis, psikologis, sosiologis dan spiritual kepada pasien pasca stroke dengan afasia motorik unutk dapat menaikkan harga diri dan efikasi pada pasien untuk membantu mengolah perasaan dan keyakinan psikologis pasien pasca stroke dalam menjalani proses rehabilitasinya

Motor aphasia is one of the communication disorders that occurs due to stroke and can cause interference with one's self-confidence, namely self-esteem and self-efficacy, both of which are the most important parts of each individual in achieving their social status in communicating. Cognitive restructuring technique is used for self-efficacy and self-esteem with the assumption that the basis of cognitive restructuring is behavioral responses. This study aims to examine the effect of cognitive restructuring therapy on self-esteem and self-efficacy of stroke patients with motor aphasia. This research method uses a quasi-experimental design with a non-equivalent control group pretest posttest design approach, where this design involves two groups to be observed before and after the intervention. The results showed that there was a significant effect on self-esteem after being given a cognitive restructuring intervention with (p-value = 0.001; <0.05), and a significant effect on the level of self-efficacy after being given an intervention with (p-value = 0.001; <0.05). ). The results of this study recommend cognitive restructuring to be one of the interventions in providing holistic nursing care including biological, psychological, sociological and spiritual to post-stroke patients with motor aphasia to increase self-esteem and efficacy in patients to help process the psychological feelings and beliefs of post-stroke patients. in the process of rehabilitation"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Anggoro
"Kita tentu memahami bahwa otak adalah pengendali dari segala hal yang superkompleks dalam aktivitas kita. Peran otak dalam bidang bahasa memang tidak lagi menjadi hal yang aneh bagi Para ahli bahasa, namun masih banyak hal yang belum diketahui, justru oleh mahasiswa bahasa sendiri. Inilah yang menjadi sebuah misteri yang menarik untuk diamati. dari berbagai bidang bahasa, mulai dari bunyi, bentuk kata, kalimat, nada kalimat, dan segala aspek bahasa, temyata memiliki tempat pengendalian masing-masing di otak. Hal inilah salah satu faktor yang sangat menarik untuk saya teliti. Saya memulainya dengan susunan bunyi, yaitu bagaimana bunyi-bunyi dipertukarkan oleh seseorang yang menderita luka pada otak mereka. Saya lebih memfokuskan penelitian ini pada orang-orang yang menderita afasia wernicke, yaitu salah satu jenis sindrom yang diakibatkan oleh adanya luka di bagian atas otak bagian belakang. Penelitian ini, tentu saja saya lakukan pada penderita afasia wemicke yang berbahasa Indonesia. Sumber informannya adalah pasien yang didiagnosis di Klinik Fungsi Luhur RSCM pada jangka waktu 2000-2002. Hasilnya, sangat jelas bahwa dari dua orang penderita yang saya teliti ternyata menunjukkan gejala yang sama, yaitu yang paling tampak adalah mereka sering mempertukarkan bunyi-bunyi konsonan lamino palatal dan vokal-vokal rendah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S10802
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Dwi Erdiantono
"Penyimpangan perilaku makan pada umumnya dialami oleh wanita serta berhubungan dengan beberapa masalah kesehatan lainnya. Dari penelitian yang ada salama beberapa tahun belakangan menunjukkan tingginya penyimpangan perilaku makan terutama pada remaja putri. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyimpangan perilaku makan pada mahasiswi Jurusan Administrasi Perkantoran dan Sekretaris, FISIP-UI. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan disain purposif. Dari keseluruhan responden (n=67) didapat sebanyak 35,9% memiliki kecenderungan penyimpangan perilaku makan. Tipe penyimpangan yang paling banyak dialami adalah EDNOS (19,4%). Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna antara perilaku diet (P=0,047) dan riwayat pelecehan seksual (P=0,02) dengan kecenderungan penyimpangan perilaku makan.

Eating disorders mostly affect females, than males, and pose a considerable threat to our health. Recent studies show that the numbers of eating disorders have been increased, mostly, in teenage girls. These studies have a purpose in knowing which factors have a relation to eating disorders in collage girl majoring in office administration and secretary, FISIP-UI. This is a purposive and descriptive study. 35,9% of the subject (n=67) are categorized to the inclination of eating disorders, mostly suffer from EDNOS (19,4%) as a disorder. Dieting behavior (P=0,047) and the history of sexual abuse (P=0,02) was significantly correlated with the inclination of eating disorders."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Totok Suhardiyanto
"Seorang manusia dalam berkomunikasi dengan manusia yang lain melalui bahasa, tanpa sadar telah menggunakan bermacam organ tubuh (Lesser, 1978). Salah satu yang telah diketahui bersama adalah kelompok organ tubuh yang disebut sistem pengucapan atau artikulasi. Dalam proses pengucapan, bunyi bahasa dihasilkan, salah satunya, akibat gerak artikulator aktif. Gerak artikulator aktif tersebut diatur sepenuhnya oleh organ tubuh yang disebut otak (Markam dan Yani, 1982). Namun, ternyata otak tidak hanya mengatur gerak alat-alat motoris seperti articulator aktif saja, tetapi juga menyimpan dan memroses bahasa itu sendiri. Hal itu dapat dilihat pada beberapa kasus anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan otaknya, yang ternyata juga mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasanya (lebih lanjut lihat Krashen, 1973). Setidak-tidaknya hal tersebut menyiratkan adanya hubungan di antara bahasa dan otak manusia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S11189
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurulia Rachmat
"Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara faktor individu dan faktor lingkungan dengan kecenderungan perilaku makan menyimpang pada siswi SMA Tugu Ibu Depok. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross sectional. Dari keseluruhan responden (n=115) didapat sebanyak 85,2% memiliki kecenderungan perilaku makan menyimpang. Pada penelitian ini ditemukan hubungan yang bermakna antara riwayat diet (P=0,005), citra tubuh (P=0,009), IMT (P=0,016), makan bersama keluarga (P=0,029), dan keterpaparan media televisi (P=0,040) dengan kecenderungan perilaku makan menyimpang.
Hasil penelitian ini menyarakan agar sekolah dan dinas kesehatan dapat bekerja sama dalam melakukan penyebarluasan informasi mengenai bahaya perilaku makan menyimpang, perhitungan berat badan yang ideal sesuai standar IMT serta cara mengatur pola makan yang baik agar para siswa dapat menjaga kesehatan.

The purpose of this study was to determine the relationship between individual and environmental factors to tendency of eating disorder in female high school student at SMA Tugu Ibu Depok. This study used cross-sectional design. The result showed that 85,2% of female high school students had the tendency of eating disorder. Variables that showed significance were diet behavior (P=0,005), body image (P=0,009), BMI (P=0,016), family mealtime (P=0,029), and television media exposure (P=0,040).
This study suggest that schools and health services can work together to disseminate information about the dangers of eating disorder, the calculation of ideal body weight according to BMI standards, and how to set a good diet so that students can maintain their health.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>