Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21114 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Otto Sumaryoto
"Suatu cara bertransaksi bisnis yang dapat dilakukan "dari jarak jauh dan tanpa mengenal adanya batas negara melalui internet yang kemudian dikenaI dengan nama electronic commerce, menimbulkan adanya pertanyaan apakah konsep bentuk usaha tetap dalam pengenaan Pajak Penghasilan, perlu dikaji ulang atau bahkan dihilangkan sama sekali. Adanya banyak jenis transaksi e-commerce, juga menimbulkan perbedaan penafsiran dalam pengkatagorian/pengkarakterisasian penghasilan.
Berbagai bentuk transaksi e-commerce hendaknya diantisipasi oleh para pembuat kebijakan perpajakan dengan merumuskan bagaimana seharusnya perlakuan Pajak Penghasilan atas transaksi e-commerce yang hendaknya mengacu pada substansi ekonominya, sehingga dapat menimbulkan keadilan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak dan dapat mengatasi adanya penghindaran pajak (tax avoidance).
Di beberapa negara, pengenaan pajak atas penghasilan didasarkan atas yurisdiksi domisili (resident jurisdiction), sementara di negara lainnya juga mengenakan pajak atas penghasilan yang sama atau dikenal dengan nama yurisdiksi sumber (source jurisdiction). Sehubungan dengan hal tersebut, transaksi e-commerce yang mempunyai sifat utama borderless transaction (transaksi yang tidak terhalang oleh batas negara) dan cross-border transaction (transaksi lintas batas negara) dapat menimbulkan adanya pengenaan pajak ganda karena perbedaan penerapan yurisdiksi oleh negara-negara yang terkait dalam transaksi e-commerce.
Metode penelitian yang dilakukan adalah melakukan wawancara dengan beberapa pejabat pajak, Wajib Pajak dan konsultan pajak. Penelitian dokumen dilakukan berdasarkan hasil karya ilmiah dan ketentuan-ketentuan perpajakan baik berdasarkan Undang-undang, ketentuan pelaksanaannya dan ketentuan yang terdapat pada tax treaties.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, disimpulkan bahwa ketentuan mengenai bentuk usaha tetap dan karakterisasi penghasilan baik yang terdapat pada ketentuan Pajak Penghasilan domestik maupun ketentuan Pajak Penghasilan Intemasional, belum didasarkan pada pemahaman mendasar mengenai substansi ekonorni dari jenis-jenis transaksi e-commerce. Ketentuan mengenai bentuk usaha tetap juga belum didasarkan pada substansi ekonominya.
Berdasarkan pada kesimpulan tersebut di atas, disarankan untuk dilakukan kaji ulang terhadap seluruh bentuk transaksi e-commerce dan ketentuan mengenai bentuk usaha tetap guna menyusun ketentuan yang mengatur secara lengkap dan menyeluruh tentang perlakuan Pajak Penghasilan atas outbound transaction e-commerce dan ketentuan mengenai bentuk usaha tetap."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7482
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Florentina
"Penelitian ini bertujuan menganalisis implementasi kebijakan pajak penghasilan atas transaksi e-commerce dan menganalisis kendala yang terjadi saat implementasi. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi literatur dan wawancara mendalam. Ditinjau dari konten dan konteks kebijakan, implementasi kebijakan PPh e-commerce belum berjalan dengan baik karena belum memberikan pemahaman pajak yang komprehensif pada pelaku e-commerce dan tujuan kebijakan yakni kesadaran dan kepatuhan pajak belum tercapai. Kendala yang dihadapi adalah ketidaksesuaian pihak yang memotong PPh pasal 21/23/26 dengan pihak yang seharusnya memotong, serta keterbatasan data pelaku dan data transaksi e-commerce.

The purpose of this research is to analize the implementation of income tax policy on e-commerce transaction and the obstacles that occur during the implementation. The approach used is qualitative technique data was collected through literature and in-depth interviews. In terms of content and context of policy, the implementation of e-commerce income tax policy has not well implemented because it has not provided a comprehensive understanding of tax regulation on e-commerce actors, therefore, the objectives of the policy, which are awareness and compliance, have not yet to be achieved. Obstacles encountered are discrepancy between the party that cut income tax policy article 21/23/26 and the party that supposed to cut, as well as the limitation to performer data and e-commerce transaction data."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hejra Dorojatun
"Semakin cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menyebabkan cepatnya perubahaan kondisi yang harus segera diantisipasi oleh perusahaan. Produk yang dihasilkan semakin singkat life cycle-nya karena dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama dapat diproduksi produk yang sejenis dengan kualitas yang lebih baik atau dengan harga yang lebih murah. Disamping itu, terdapat pesaing-pesaing baru dari luar negeri yang sebelumnya tidak terfikirkan oleh para manajer. Sekarang akses informasi dengan mudah didapatkan dan transaksi dapat dilakukan tanpa harus dilakukan dengan tatap muka.
Salah satu strategi umum yang dilakukan oleh perusahaan dalam menghadapi kondisi tersebut adalah melakukan reorganisasi perusahaan. Reorganisasi perusahaan bertujuan agar perusahaan lebih efisien dan efektif dalam mejalankan usahanya. Jadi dengan melakukan reorganisasi perusahaan diharapkan kinerja perusahaan menjadi lebih baik. Salah satu tipe reorganisasi perusahaan adalah melaksanakan penggabungan usaha (merger). Penggabungan usaha adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan dimana salah satu perusahaan yang melakukan transaksi tersebut tetap melangsungkan usahanya sedangkan perusahaan lainnya menggabungkan diri dengan perusahaan tersebut. Pengabungan usaha terdiri dari beberapa tipe, salah satu tipe penggabungan usaha adalah triangular merger.
Dalam triangular merger, terdapat tiga pihak yang terlibat. Pihak yang terlibat yaitu induk perusahaan (parent company), perusahaan cabang dari induk perusahaan (subsidiary company) dan perusahaan yang akan diambil-alih (target company). Triangular merger dilakukan dengan cara perusahaan cabang digabungkan dengan perusahaan target. Pemegang saham perusahaan target memperoleh saham perusahaan induk sebagai ganti saham yang dimilikinya pada perusahaan target. PSAK No. 22 mengatur perlakuan akuntansi atas penggabungan usaha. Penggabungan usaha dibagi menjadi dua jenis yaitu akuisisi dan penyatuan kepemilikan. Oleh karena itu, metode akuntansi yang berbeda pun digunakan. Akuisisi menggunakan metode pembelian sedangkan penyatuan kepemilikan menggunakan metode pooling of interest. Ketentuan perpajakan di Indonesia yang menjelaskan paling lengkap tentang penggabungan usaha adalah tahun 1999 dimana diterbitkan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999. Ketentuan tersebut berisi penjelasan jenis reorganisasi perusahaan, ketentuan bahwa boleh menggunakan nilai buku. Ketentuan lainnya adalah Keputusan Menteri Keuangan No. 211/KMK.03/2003 tanggal 14 Mei 2003. tentang Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha. Perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva, secara sukarela maupun terpaksa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Penilaian kembali aktiva diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No 486/KMK.03/2002 tanggal 28 November 2002 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan. Dengan bolehnya melakukan pemilihan dari alternatif yang ada yaitu menggunakan nilai pasar atau nilai buku, melakukan penilaian kembali aktiva tetap atau tidak merupakan dasar bagi perusahaan untuk melakukan perencanaan perpajakan. Penggunaan nilai buku dan dibolehkannya melakukan penilaian kembali aktiva tetap dapat meningkatkan kesejahteraan perusahaan. Peningkatan kesejahteraan perusahaan melalui penghematan pajak atas transaksi penggabungan usaha. Perencanaan perpajakan atas triangular merger dibahas lebih lanjut. Metode penelitian yang digunakan adalah melalui studi literatur yaitu dengan mengumpulkan, memilih, dan mempelajari bahan bacaan seperti buku-buku literatur, dan sumber-sumber lain, termasuk sumber di internet yang berhubungan pokok bahasan penulisan ini untuk mendapatkan suatu landasan teori dan praktik yang lazim dilakukan perusahaan. Hasil dari studi literatur tersebut selanjutnya dianalisis berdasarkan teori-teori yang terkait dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari hasil analisis, definisi triangular merger belum diatur dalam ketentuan perpajakan di Indonesia. Ketentuan dibawah undang-undang belum mengikuti ketentuan yang diatur dalam undang-undang tersebut ketika undang-undang mengalami perubahan.
Kelemahan studi dalam karya tulis ini adalah dikarenakan belum ditemukannya transaksi triangular merger di Indonesia. Namun demikian, dengan banyaknya perusahaan dalam satu grup tidak menutup kemungkinan transaksi triangular merger terjadi di Indonesia. Tingginya tingkat persaingan antara perusahaan baik di dalam negeri maupun di luar negeri telah mendorong perusahaan untuk dapat bertahan dan mengembangkan usahanya. Banyaknya peluang dan tantangan tidak hanya berasal dari dalam melainkan juga datang dari luar perusahaan. Untuk itulah banyak perusahaan berusaha mencari upaya mengembangkan usaha dengan memanfaatkan berbagai kesempatan yang ada untuk hasil maksimal. Pengembangan usaha diikuti dengan suatu restrukturisasi (perubahan struktur perusahaan makin membesar) misalnya dalam bentuk akuisisi (pembelian perusahaan lain, aset maupun saham), penggabungan (merger), peleburan (consolidation), pemekaran unit/cabang (spin off) atau pemecahan usaha (split off). Penggabungan usaha sebagai salah satu restrukturisasi usaha bisa dilakukan baik secara horisontal maupun vertikal. Dengan melakukan penggabungan usaha diharapkan perusahaan lebih efisien dalam mengelola usahanya sehingga dapat tetap kompetitif dalam persaingan usaha. Penggabungan usaha dapat dilakukan dengan membeli harta perusahaan atau membeli saham perusahaan. Untuk penggabungan usaha dengan cara pembelian saham terdapat dua cara yaitu dengan penggabungan usaha secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung yaitu dengan membeli saham perusahaan secara langsung baik dibayar dengan uang atau dalam bentuk lainnya saat penggabungan usaha. Cara tidak langsung dengan menggunakan anak perusahaan (subsidiary) saat melakukan penggabungan usaha dengan perusahaan target. Dalam triangular merger transaksi yang dilakukan adalah membeli saham perusahaan target dengan memberikan saham perusahaan induk kepada pemegang saham perusahaan target. Penggabungan usaha merupakan salah satu strategi bisnis. Strategi tersebut dapat berimplikasi pada aspek perpajakannya. Perpajakan yang terkait adalah Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Saat melakukan penggabungan usaha terdapat objek pajak antara lain keuntungan pengalihan harta, penghapusan hutang dan pembagian dividen. Disamping itu dibolehkannya untuk dilakukan revaluasi aktiva tetap dan pengalihan kerugian dari perusahaan yang diakuisisi atau dilebur juga aspek yang perlu dicermati. Bagi perusahaan, aspek perpajakan penggabungan usaha perlu dipertimbangkan disamping aspek-aspek lainnya. Secara umum ketentuan penggabungan usaha telah diatur yaitu dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999 perihal buku panduan tentang perlakuan perpajakan atas restrukturisasi perusahaan. Triangular merger belum diatur secara khusus dalam ketentuan perpajakan di Indonesia. Perusahaan mempunyai pilihan dalam melakukan restrukturisasi perusahaan diantaranya dengan transaksi triangular merger. Dengan semakin banyaknya alternatif pilihan maka perusahaan dapat menyelaraskan aturan perpajakan dengan strategi bisnis yang akan diambil. Strategi yag diambil digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan diantaranya untuk memaksimalkan laba. Dalam menyusun tesis ini, kesulitan yang dihadapi adalah kurangnya referensi berkaitan dengan triangular merger. Hal ini terjadi karena di Indonesia hal ini belum lazim digunakan dalam transaksi merger. Untuk penelitian lebih lanjut, dengan terus berkembangnya transaksi merger maka perlu dilakukan analisis transaksi merger yang dilakukan antar negara (cross border merger) yang belum diatur dalam ketentuan perpajakan di Indonesia.

The severe challenges among corporations both in domestic or abroad have encouraged the corporations to sustain and to develop their business. So many chances and challenges do not emanate from inside the company, but also from outside. That is why such companies seek to find the ways to develop their business using so much of chances available to attain maximum results. Business developments followed by business restructuring (the change of structure which is growing bigger) such as in the form of aquitition (purchase of other business, assets or stocks), Merger, Consolidation, Spin ?ff or splitup. Merger as a business restructuring can be executed both horizontally or vertically. By so doing, the such company expects to run the business more efficiently in running the business so that the company can always be competitive in business competition. Merger can be performed through purchasing the assets or the shares of the acquired company. In the merger where the acquiring company purchases shares of the acquired, there are two ways, namely direct merger and indirect merger. Direct merger is a merger where the acquiring company gives cash or other forms of payment in the merger. Indirect merger is a merger where the acquiring company utilizes the subsidiary to merge with the other company. In case of triangular merger, the acquiring company purchases the acquired company through exchanging the shares of the acquired with the shares of parent company. Merger is one of the busuiness strategy. Such strategy has an implication on tax aspects. Tax aspects that bears on the merger are Income tax , Value Added Tax, and BPHTB. When the merger takes form, there are tax objects, among others: Gain on sales of property, debt forgiveness, and dividend distribution. On the other side, the approval of fixed asset revaluation and transfer of loss from the acquired company or consolidation, is also the aspect to be scrutinized. For company, tax aspects of merger need to be deeply considered, without setting aside other important aspects. In general, provision of merger has been regulated in Indonesia, namely with circular letter numbering SE-23/PJ.42/1999 dated 27 May 1999 concerning Manual Book of tax treatment for business restructuring. Nevertheless, triangular merger has not been clearly stipulated in Indonesia. Company has options in restructuring the business, inter alias, with triangular merger. Having so many alternative options, company can harmonize provisions of tax with business strategy to be taken. The assumed strategy is used to meet the purpose of the company, inter alias, to maximize profit. In preparing the thesis, the difficulties found is the lack of reference relating triangular merger. This is it because, in Indonesia, triangular merger is not so commonplace in performing the transaction of merger. For more research, with the increasing interest of merger transactions, it is needed to conduct analyses of merger transaction which is consummated across nations, of which the stipulations have not been regulated."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T23834
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zulfikar Abdur Rahman
"Laporan aktivitas magang ini mengevaluasi proses pelaporan SPT Masa yang dilakukan oleh PT MIN yang aktivitas utamanya adalah di bidang penyedia jasa menara telekomunikasi. Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat 2, 23, dan 26 yang dilakukan adalah periode Agustus 2021. Pembahasan utama dari laporan ini adalah tentang kepatuhan pelaporan yang dilakukan oleh PT MIN sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Pada proses pelaporan SPT Masa Agustus 2021, tidak ditemukan pelanggaran yang berkaitan dengan SPT Masa Agustus 2021. Secara keseluruhan, prosedur pelaporan PT MIN sudah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

This internship report discusses the evaluation of Periodic Tax Return (SPT Masa) reporting procedures as observed in PT MIN, which main operating activity is in the provision of telecommunication towers. The reporting of Periodic Tax Return (Income Tax Law Article 4 Paragraph 2, 23, and 26) observed is within the reporting period of August 2021. The main discussion of this report is the reporting compliance of PT MIN as required by the effective tax regulations. During the observed reporting period, it has been noted that there is no observable non-compliance of Periodic Tax Return reporting procedures as practiced by PT MIN. Overall, the reporting procedure of PT MIN is sufficiently complied to effective tax regulations."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisinis Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiah Fachrunissa
"Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang dilakukan untuk mengetahui mengukur kesesuaian antara rencana dan pelaksanaan untuk mencapai tujuan yag telah ditetapkan. Skripsi ini meneliti tentang pengawasan pajak atas transaksi e-commerce online retail di Indonesia dan Filipina dan hambatan yang ditemui oleh otoritas perpajakan Indonesia dalam melakukan pengawasan pajak atas transaksi e-commerce online retail di Indonesia. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif melalui studi literatur dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengawasan pajak atas transaksi e-commerce online retail di Indonesia dan Filipina dilakukan dengan membuat kebijakan terkait perpajakan atas transaksi e-commerce. Pengawasan juga dilakukan dalam bentuk kerjasama dengan pihak lain. Pengawasan pajak atas transaksi e-commerce online retail di Indonesia menemui hambatan terkait metode pengawasan yang baku, aturan kerahasiaan dan penandaan khusus bagi transaksi e-commerce online retail.

Monitoring is one of management functions performed to determine the measure of conformity between the plan and execution to reach the destinations have been set. This thesis examines the monitoring of a tax on e-commerce transactions online retail in Indonesia and the Philippines and the obstacles encountered by the Indonesian tax authorities in monitoring the tax on e-commerce transactions online retail in Indonesia. This is a qualitative descriptive study through literature studies and in-depth interviews. The results showed that the monitoring tax on e-commerce transactions online retail in Indonesia and the Philippines performed by making policies related to taxation of e-commerce transactions. Monitoring is also performed in collaboration with other parties. Monitoring of tax on e-commerce transactions online retail in Indonesia related obstacles raw supervision method, the rules of confidentiality and special marking for e-commerce transactions online retail."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muzakir
"Peraturan Pemerintah (PP) No.14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek. Kebijakan pengenaan Pajak Penghasilan atas penerimaan bruto dari transaksi penjualan saham di Bursa Efek tersebut bersifat final yang besarnya 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham. Kebijakan ini seperti teristimewakan dalam situasi harga-harga saham cenderung menaik (Bullish market). Sebaliknya, dalam situasi harga-harga saham cenderung menurun (Bearish market), maka kebijakan tersebut menjadi diskriminatif {tidak adil) karena pajak yang dipungut oleh pemerintah tersebut bersifat final. Kebijakan pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final ini menimbulkan permasalahan dalam situasi Bearish market karena para investor pasti mengalami kerugian (capital loss), sedangkan kerugian operasional tersebut tidak bisa dikompensasikan ke tahun-tahun sebelumnya (Loss Carryback) atau ke tahun-tahun berikutnya (Loss Carryforward) yang tidak mengalami kerugian operasional, dan juga tidak bisa di-"restitusi"-kan (Unrefundable).
Metode yang digunakan untuk menelaah/meninjau dampak atau pengaruh kebijakan pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut dilakukan adalah ; penelitian literatur (tinjauan pustaka), penelitian lapang untuk mencari/mengumpulkan data/informasi laporan keuangan Perusahaan Reksa Dana, dan menganalisis laporan keuangan Perusahaan Reksa Dana untuk tahun 1999 yang dibandingkan dengan tahun 1998. tahun 1997, dan tahun 1996.
Dari hasil telaah/tinjauan yang dilakukan terdapat beberapa kejanggalan yang menimbulkan ketidak adilan yaitu ; dalam transaksi penjualan saham yang merugi (capital loss) para investor masih harus membayar Pajak Penghasilan, biaya-biaya yang berhubungan dengan operasional perusahaan (investor) tidak bisa dikurangkan dari penghasilan, dan total kerugian hingga akhir tahun fiskal tidak bisa dikompensasikan ke tahun-tahun sebelum atau sesudah diderita kerugian, dan tidak bisa dimintakan pengembalian pajak yang telah dibayar kepada pemerintah (restitusi).
Idealnya, kebijakan terhadap dasar pengenaan Pajak Penghasilan haruslah berupa penghasilan neto (laba bersih sebelum Pajak Penghasilan) yaitu penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang berhubungan dengan proses mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut, hal ini sesuai dengan definisi penghasilan yang diberikan dalam Pasal 4 ayat 1 Undang-undang No.10 Tahun 1994 yaitu tambahan kemampuan ekonomis. Definisi penghasilan yang tertuang dalam ketentuan tersebut telah sesuai dengan definisi atau pengertian yang diyakini oleh masyarakat perpajakan Internasional seperti yang diberikan oleh the S-H-S Income Concept.
Selanjutnya, tambahan kemampuan ekonomis tersebut haruslah dapat terukur dan tidak membedakan jenis sumber dari tambahan kemampuan ekonomis yang dimaksud sehingga keadilan secara horizontal dapat diterapkan (equal treatment for the equals), dan tarif pajak yang dikenakan terhadap objek pajak penghailan haruslah bersifat umum atau seragam/sama untuk setiap wajib pajak (tax payer) dan tidak menerapkan Schedular Taxation. Tarif pajak penghasilan yang diyakini mengandung unsur keadilan secara vertikal haruslah berupa tarif progresif, sehingga setiap wajib pajak yang memiliki tambahan kemampuan ekonomis yang tidak sama (jumlah atau ability to pay-nya) akan menanggung beban pajak yang tidak sama pula yang besarnya sebanding dengan ketidaksamaannya tersebut (Unequal treatment for the uriequals). Idealisasi lainnya dalam kebijakan pengenaan pajak penghasilan tersebut haruslah memungkinkan setiap wajib pajak untuk melakukan pengkreditan pajak, atau restitusi pajak (refundable), atau kompensasi kerugian baik ke depan maupun ke belakang (Loss carryback or Loss carryforward).
Dengan demikian, salah satu saran atau rekomendasi yang dapat penulis kemukakan adalah agar Pemerintah merubah ketentuan kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di Bursa Efek, dari yang bersifat Final menjadi tidak Final."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T4349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Sari Veronika
"ABSTRAK
Penghasilan Tidak Kena Pajak PTKP merupakan perlindungan atas penghasilan minimum yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan minimum wajib pajak dan jumlah tanggungan yang dimilikinya. Adanya kebijakan PTKP tahun 2016 memiliki pengaruh bagi wajib pajak dan pemberi kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan penyesuian PTKP tahun 2016 bagi kemampuan membayar wajib pajak jika ditinjau dari Kebutuhan Hidup Layak serta implikasi administrasti perpajakan atas penyesuaian PTKP di pertengahan tahun ditinjau dari asas ease of administration dengan studi kasus PT EJK. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan studi pustaka serta studi lapangan berupa wawancara. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan penelitian kualitatif. Hasil dari penelitian ini yakni jumlah PTKP yang diatur dalam PMK 101/PMK.010/2016 belum mampu memberikan perlindungan terhadap penghasilan yang digunakan oleh wajib pajak beserta tanggungannya untuk memenuhi kebutuhan hidup layaknya. Bagi pemberi kerja adanya penyesuaian PTKP tahun 2016 yang ditetapkan dipertengahan tahun dan berlaku surut tidak mencerminkan kebijakan pajak yang sesuai dengan asas ease of administration karena tidak memberikan kenyamanan bagi pemberi kerja dan meningkatkan cost of compliance pemberi kerja seperti direct money, time costs, dan psychological cost.

ABSTRACT
Personal Exemption is a protection against minimum income that will be used to meet the minimum taxpayer requirement and the number of dependents it has. The existence of Personal Exemption Adjustment Policy in 2016 has influence for taxpayers and employers. This study aims to analyze the policy of Personal Exemption adjustment in 2016 for the ability to pay taxpayers in terms of Decent Living Needs and tax administration implications for the adjustment of Personal Exemption in the middle of the year in terms of ease of administration with case study PT EJK. This research is done by doing a study of the literature and field studies in the form of an interview. The research approach used is a qualitative research approach. The result of this research is that the number of personal exemption that regulated in PMK 101 PMK.010 2016 has not been able to provide protection to the income used by the taxpayers and their dependents to fulfill their life needs. For the employer, the adjustment of Personal Exemption in 2016 determined in the middle of the year and retroactive does not reflect the tax policies in accordance with the principle of ease of administration because it does not provide comfort for the employer and increases the cost of compliance of the employer either direct money, time costs, and psychological cost.
"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safri Nurmantu
"ABSTRAK
UU Perubahan Kedua UU PPh 1984 mengandung pilihan kebijaksanaan perpajakan (tax policy option), antara lain kebijaksanaan perpajakan yang terkandung dalam Pasal 4 ayat (2) yang mengatur perlakuan khusus mekanisme pengenaan PPh atas empat macam penghasilan. Dalam tesis ini kebijaksanaan perpajakan tersebut akan dibahas dari tiga unsur kebijaksanaan, yakni kemudahan administrasi pajak, kelancaran dana ke kas negara dan keadilan dalam perpajakan.
Masalah pokok tesis adalah, pertama: apakah kebijaksanaan tersebut secara empiris memang termasuk dalam kemudahan administrasi pajak bagi Wajib Pajak?, kedua: apakah kebijaksanaan tersebut telah mengakibatkan arus dana ke kas negara semakin lancar?; ketiga: apakah kemudahan administrasi pajak tersebut tetap memenuhi unsur-unsur keadilan dalam perpajakan?, keempat: apakah terdapat korelasi antara kemudahan administrasi pajak dengan kelancaran dana ke kas negara dan kelima apakah terdapat korelasi antara kemudahan administrasi pajak dengan keadilan dalam perpajakan?,
Hipotesis yang diajukan tentang kemudahan administrasi pajak (variabel bebas) dan kelancaran dana ke kas Negara (variabel terikat) adalah: H1 terdapat hubungan antara kemudahan administrasi pajak bagi Wajib Pajak dengan kelancaran dana ke kas negara, sedangkan HO: tidak ada hubungan antara kemudahan administrasi pajak dan kelancaran dana ke kas Negara. Selanjutnya, mengenai Hipotesis tentang kemudahan administrasi pajak (variabel bebas) dan keadilan dalam perpajakan (variabel terikat): H1 ada hubungan antara kemudahan administrasi pajak dan keadilan dalam perpajakan, sedangkan HO adalah tidak ada hubungan antara kemudahan administrasi pajak dan keadilan dalam perpajakan Sebelum melakukan pengujian hipotesis, dilakukan verifikasi berdasarkan tabel frekwensi terhadap Variabel X, Variabel Y dan Variabel Yl
Kerangka teori yang digunakan adalah simplification sebagai salah satu unsur utama dalam pembaharuan perpajakan, ease of administration and compliances scheduler and global taxation, dan equity in taxation sebagai prinsip pemungutan pajak.
Penelitian dilakukan berdasarkan unit analisis persepsi Akuntan Publik dengan menggunakan kuestioner yang disebarkan kepada 71 responden (Kantor Akuntan Publik) dari 247 (populasi) yang berada di Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa mekanisme pengenaan PPh berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU Perubahan Kedua UU PPh 1984, 85.44% responden menyatakan sebagai suatu kemudahan administrasi pajak bagi Wajib Pajak dan 88,0% menyatakan sebagai mengakibatkan arus dana ke kas negara menjadi lancar. Hanya 29% responden yang menyatakan bahwa kebijaksanaan perpajakan ini sebagai suatu hal yang adil dalam konsep perpajakan. Selanjutnya, uji korelasi antara Variabel X dengan Variabel Y menunjukkan koefisisen yang sangat kecil, yakni <1 bahkan terdapat koefisien korelasi yang negatif sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya terdapat korelasi yang rendah antara kemudahan administrasi pajak dengan kelancaran dana ke kas negara. Selanjutnya korelasi antara Variabel X dengan Variabel Yl juga menunjukkan koefisen korelasi yang sangat rendah dan koefisin korelasi negatif.
Sebagai kesimpulan, kebijaksanaan perpajakan berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU Perubahan Kedua PPh 1984 secara empiris terbukti sebagai mengandung unsur kemudahan administrasi bagi Wajib Pajak, dan telah menyebabkan arus dana ke kas negara lebih lancar, akan tetapi tidak seluruhnya mengandung unsur ketidak adilan.
Disarankan supaya kebijaksanaan yang menyangkut ketidakadilan ini tidak dilanjutkan, dan pada waktunya supaya diganti dengan menerapkan global taxation with one progresive rate structure berbarengan dengan meningkatnya kualitas pendidikan penduduk warga negara Indonesia.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harmanti
"Usaha periklanan dewasa ini sudah berkembang pesat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi komunikasi. Iklan bukan saja memberikan keuntungan bagi kalangan pengusaha dan para pengelola media periklanan tetapi juga masyarakat luas yaitu para calon konsumen. Karena iklan telah memberikan pengetahuan yang luas kepada masyarakat tentang berbagai produk yang ditawarkan. Di samping itu, kehadiran iklan juga penting bagi pemerintah karena iklan juga memberikan masukan yang cukup besar bagi negara lewat sektor pajak.
Usaha iklan yang semula merupakan kegiatan perantara kemudian berkembang menjadi usaha jasa di bidang tehnik. Dengan kondisi ini, maka usaha periklanan memerlukan adanya kepastian hukum dan kemudahan di bidang administrasi perpajakan, maka Direktorat Jenderal Pajak atas masukan dari Asosiasi Pengusaha Periklanan mengeluarkan Surat Edaran yaitu: SE.10/PJ.3/1998 pada tanggal 15 Juni 1998. Surat Edaran ini mengatur pengenaan pajak atas usaha industri periklanan baik dari sektor pajak penghasilan maupun pajak pertambahan nilai.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui 1)sejauh mana penerapan Surat Edaran ini dalam pelaksanaannya; 2) adakah faktor-faktor yang menunjang dan/atau menghambat pelaksanaannya; 3)apakah peraturan tersebut sudah memenuhi kriteria asas-asas perpajakan yang berlaku; 4) apakah semua penghasilan dari usaha periklanan sudah ada kepastian perpajakannya.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan penelitian lapangan. Hasilnya adalah sejumlah permasalahan dalam pelaksanaan peraturan perpajakan khususnya dalam usaha iklan.
Adapun kesimpulan dari penelitian ini antara lain adalah:
1. Perkembangan yang pesat pada usaha periklanan mendorong terjadinya pertemuan antara Asosiasi Perusahaan Iklan dengan Dirjen Pajak yang akhirnya membuahkan Surat Edaran yaitu SE. 10/PJ.3/1998 tanggal 15 Juni 1998.
2. Meskipun peraturan sudah ada belum menjamin permasalahan selesai sampai disini. Peraturan tersebut tampaknya kurang disosialisasikan pada aparat perpajakaan maupun karyawan perusahaan iklan sehingga menimbulkan berbagai kasus.
Sedangkan saran untuk masalah ini adalah:
1. Perlu diadakan sosialisasi yang intensif peraturan yang ada baik dikalangan pengusaha iklan, maupun aparat pajak.
2. Jika perlu peraturan tersebut dapat direvisi agar tercapai kepastian hukum dan keadilan dalam perpajakan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T2408
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Sulistyowati
"Penerimaan pajak memegang peranan yang besar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan dalam negeri mengalami kenaikan secara terus menerus, bahkan tahun 1999/2000 mencapai 77,61%. Penerimaan tersebut berasal dari berbagai jenis pajak, salah satunya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Apabila dibandingkan dengan penerimaan dan Pajak Penghasilan (PPh), maka penerimaan dari PPN memang kalah besar, tetapi penerimaan dari PPN mengalami kenaikan terus-menerus bahkan disaat krisis. Sementara itu penerimaan dari PPh mengalami penurunan saat krisis melanda Indonesia.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis Pajak tidak langsung yang dalam pemungutannya melibatkan pihak ketiga sebagai pemungut. Bukti pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga adalah Faktur Pajak. Oleh karena itu, Faktur Pajak merupakan bukti penting dalam mekanisme PPN. Namun, masih dijumpai adanya Faktur Pajak Fiktif dalam sistem perpajakan Indonesia. Tesis ini disusun dengan tujuan untuk menganalisis perlakuan perpajakan terhadap Faktur pajak Fiktif. Untuk mencapai tujuan tersebut metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dan studi kasus pada PT"X".
Dari hasil penelitian dapat diperoleh gambaran modus operandi Faktur Pajak Fiktif yang diduga melibatkan PT "X". Dalam Undang-Undang perpajakan terdapat tanggung jawab renteng artinya pengguna Faktur Pajak ikut bertanggung jawab terhadap keabsahan Faktur Pajak yang diterbitkan penerbit. Hal tersebut menyebabkan baik penerbit maupun pengguna dapat dianggap melakukan tidak pidana perpajakan dan menanggung semua risikonya, jika Faktur Pajak yang ada ternyata bermasalah atau fiktif Hal itulah yang dianggap tidak adil karena ada kemungkinan pengguna merupakan korban dari sindikat Faktur Pajak Fiktif, sehingga yang bersangkutan mengalami dua kali kerugian.
Saran yang diberikan adalah menjalin kerjasama yang baik antara KPP pengguna dan KPP penerbit. Selain itu hares dimungkinkan dalam Undang-undang untuk mengarahkan pengamatan, pemeriksaan, dan penyidikan lebih kepada penerbit dan mengetatkan seleksi permohonan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sehingga semua kecurangan dapat dideteksi lebih cepat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T 12346
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>