Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164966 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gusti Muhammad Yosalvina Yovani
"Di Kalimantan Selatan diperkirakan deposit batu bara yang tersimpan di dalam tanah daerah ini berkisar 4,7 milyar ton. Semakin tingginya permintaan batu bara ternyata tidak dapat dicukupi oleh penawaran atau supply dari pengusahaan pertambangan yang ada (legal). Disisi lain untuk mendapatkan izin pengusahaan pertambangan ini sangat sulit. Selain birokrasinya yang berbelit-belit yang memakan waktu berbulan-bulan, pengusaha juga harus mengeluarkan "uang pelicin" yang tidak sedikit jumlahnya. Hal ini membuat pengusaha daerah "enggan" untuk mengurus izin tersebut. Akhirnya mereka mengambil jalan pintas dengan berusaha tanpa memiliki izin, sehingga saat ini dikenallah istilah Pertambangan Tanpa Izin (PETI) Batu bara.
Akibatnya walaupun sektor pertambangan dan penggalian ini meningkat pesat, namun tidak memberikan kontribusi atau pemasukan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Disisi lain sistem penambangan yang mereka jalankan cenderung tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Kemudian salah satu hal yang membuat masalah PETI ini semakin pelik adalah, ada diantara pengusaha yang membuka usaha tambangnya di daerah konsesi perusahaan lain (PT. Arutmin). Hal ini jelas melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Dari hasil penelitian dalam kerangka penanggulangan masalah PETI batu bara ini. Penulis menggunakan 2 (dua) metode penelitian, yang pertama yaitu analisis Analitical Hierarcy Process (AHP). Dari kuesioner yang dibagikan kepada Pemda dan PT. Arutmin, hasil analisis dengan menggunakan alat ini ditemukan aktor atau pelaku yang dianggap paling berkompeten dalam menanggulangi masalah PETI ini adalah Pemerintah Daerah (yang lebih difokuskan kepada Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kotabaru). Dengan kepentingan yang diutamakan adalah masalah kelestarian lingkungan. Sedangkan kebijakan yang diambil adalah Kebijakan Kemudahan Perizinan dan Relokasi PETI batu bara. Kemudian untuk mendapatkan suatu strategi yang lebih terfokus dan mengena pada sasaran, peneliti menggunakan alat analisis Managemen Strategis (SWOT). Sehingga diharapkan dengan menganalisa faktor Internal dan Eksternal dari stake holder utamanya yaitu Dinas Pertambangan dan Energi Kotabaru, akan dihasilkan suatu rumusan strategi yang efektif, komprehensif dan tepat sasaran.
Dari hasil analisis ini dirumuskan strategi yang dibagi dalam dua kurun waktu, yaitu untuk jangka pendek dan jangka panjang. Pada strategi jangka pendek, ditemukan strategi S - O, dengan skor 265, 484. Sedangkan untuk jangka panjang ditemukan strategi W-0 dengan skor nilai 240, 631. Diperlukan suatu kesamaan visi kedua belah pihak (Pemda dan Pengusaha PETI) agar tercipta suatu tujuan yang sama-sama berusaha untuk memajukan daerah.
Hantaman krisis yang berkepanjangan seharusnya makin membuat kita bersatu dan bahu-membahu untuk bekerja sama menggerakkan roda perekonomian bangsa. Apabila kita lihat dan kaji lebih mendalam, pada dasarnya PETI adalah merupakan bangsa Indonesia, saudara kita sendiri, juga perlu dipertimbangkan peralatan yang mereka gunakan sudah cukup bagus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Karena itu pada dasarnya keberadaan pengusaha PETI ini merupakan "aset daerah" yang perlu diarahkan sehingga dapat membantu memberi pemasukan keuangan kepada daerah dalam kerangka melaksanakan pembangunan di Provinsi Kalimantan Selatan pada umumnya dan Kabupaten Kotabaru pada khususnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T10366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronny Setiawan
"Kabupaten Belitung merupakan wilayah yang secara administratif
tergabung dalam wilayah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.,
Kabupaten ini telah lama dikenal sebagai daerah penghasil timah.
Sejarah pengembangan pulau ini tidak lepas dari penambangan timah
yang menurut beberapa catatan telah dilakukan sejak lebih dari seratus
lima puluh tahun yang lalu (Sujitno, 1996). Penambangan timah di daerah
ini telah berhasil meningkatkan perekonomian masyarakat, memberikan
kontribusi bagi pengembangan infrastruktur dan pengembangan kota dan
berbagai keuntungan lainnya yang dapat dirasakan secara langsung oleh
masyarakat.
Krisis ekonomi yang melanda perekonomian nasional (1998) dan
perubahan dalam sistem ketatanegaraan dengan terbitnya UndangUndang
Nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah memicu
terjadinya aktivitas pertambangan timah oleh masyarakat yang dilakukan
secara illegal (tanpa izin). Berdasarkan pemberitaan media massa,
kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) timah mencapai ribuan
jumlahnya di wilayah propinsi Kepulauan Bangka Belitung (Post Belitung,
2001).
Kegiatan Pertambangan tanpa izin (PETI) timah memberikan dampak
positif dan negatif terhadap lingkungan. Dampak positifnya antara lain:
penyediaan alternatif lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi
masyarakat. Sedangkan dampak negatif yang timbul adalah: terjadinya
perubahan bentang alam, hilangnya vegetasi dan fauna yang terdapat
pada areal PETI, lahan menjadi porak poranda akibat penambangan
yang tidak terkendali bahkan pencemaran berupa peningkatan kekeruhan
dan sedimentasi terhadap perairan di sekitar areal penambangan.
Akibatnya pemerintah harus mengeluarkan dana yang besar untuk
kegiatan pemulihan lingkungan Undang-Undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup maupun Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan yang besar bagi daerah
untuk mengelola sumberdaya alam dan sekaligus memelihara kelestarian
fungsi lingkungan. Namun berdasarkan pengamatan peneliti dan
pemberitaan media massa, perkembangan PETI dan dampak
lingkungannya dari tahun ke tahun semakin meningkat pula. Karenanya
peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi terhadap organisasi Pemerintah
Kabupaten Belitung yang sesuai tugas pokok fungsinya terkait dalam
pengelolaan pertambangan dan lingkungan hidup.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terkini
pengelolaan pertambangan timah di Kabupaten Belitung, organisasi yang
terkait dalam pengendalian PETI di Kabupaten Belitung, bagaimana hasil
yang telah dicapai dalam pengendalian tersebut, dan faktor-faktor yang
menghambat pengendalian kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI)
timah. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui kondisi terkini pertambangan bahan galian timah di
Kabupaten Belitung.
2. Mengkaji efektivitas organisasi Pemerintah Kabupaten Belitung dalam
pengendalian pertambangan tanpa ijin timah (peti) timah di Kabupaten
Belitung.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi penghambat bagi
organisasi pengelola lingkungan tersebut dalam pengendalian PETI
tim a h.
Penelitian tergolong penelitian deskriptif, yaitu berusaha untuk
mendeskripsikan hal-hal yang saat ini berlaku, untuk selanjutnya
didalamnya terdapat upaya untuk mencatat, menganalisis, dan
menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi. Sedangkan
metode yang digunakan adalah gabungan metode kualitatif - kuantitatif .
Hasil penelitian ini adalah:
1. Pengelolaan pertambangan timah di Kabupaten Belitung diatur
melalui Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 4 tahun 2003
tentang Pengelolaan Pertambangan Umum. Perda ini telah
mengakomodir kepentingan masyarakat dalam usaha pertambangan,
yaitu dengan adanya ketentuan mengenai izin usaha pertambangan
yang dilakukan oleh masyarakat (SIUPR). Namun persoalannya,
hingga saat ini Organisasi Pemerintah Kabupaten Belitung yang
memiliki kewenangan dalam pengelolaan pertambangan belum
sepenuhnya dapat mengiplementasikan hal tersebut. Ketiadaan
pembinaan dan pengawasan merupakan salah satu contoh ketidak
mampuan instansi pemerintah tersebut dalam menerapkan kebijakan
pengelolaan pertambangan. Aktivitas pertambangan oleh masyarakat
di Kabupaten Belitung pada saat ini, erat kaitannya dengan ketiadaan
lapangan kerja, rendahnya skill (kemampuan/keahlian) masyarakat"
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Uiniversitas Indonesia, 2006
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basuki Wibisono
"Arah kebijakan Indonesia sejak tahun 1967 adalah untuk memperoleh modal sebagai penggerak pembangunan ekonomi demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Berbagai kebijakan khususnya tentang tentang Pertambangan dan pengelolaan kawasan hutan dimaksudkan untuk mendorong masuknya investasi dalam pembangunan ekonomi Indonesia secara keseluruhan, yang pada akhirnya dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Peneiitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisa kesenjangan perencanaan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah daerah dalam pemanfaatan Iahan secara otimal di wilayah hutan lindung Gunung Salak dengan keinginan penduduk yang bermukim di dalamnya, serta memilih alternatif kebijakan melalui analisis kemungkinan strategi dan langkah-Iangkah yang dllakukan oleh pemerintah.
Dengan menggunakan metode analisis yang diolah dengan AHP, hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian terhadap masalah yang timbul dalam pengelolaan Iahan di kawasan hutan lindung menjadi prioritas utama daiam strategi pemerintah, sebagai upaya dalam mencapai sasaran yaitu menjamin terjaganya kawasan hutan lindung Gunung Salak.
Sementara bagi masyarakat, strategi penting untuk menjamin kehidupan yang layak adalah dengan memprioritaskan kepastian hak kepemilikan atas lahan yang yang berada di kawasan hutan lindung. Hal tersebut terkait dengan kesejahteraan hidup yang diharapkan secara berkesinambungan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T16969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunika Permatasari
"ABSTRAK
Perkembangan industri tambang saat ini, mendorong perusahaan untuk
melakukan peningkatan kinerja yang kompetitif dan manajemen strategi yang
baik. Strategi diturunkan dari visi dan misi akan menghasilkan indikator kinerja
yang bersifat kuantitatif sebagai alat ukur perusahaan untuk menilai kinerja
perusahaan secara keseluruhan. Diperlukan adanya penilaian bobot terhadap KPI
yang selaras dengan strategi perusahaan menggunakan metode Analytic Hierarchy
Process. Didapatkan indikator kinerja prioritas yang memiliki nilai bobot tertinggi
adalah ?Sustainability Growth Rate? sebesar 18,5% (0,185). KPI ?Sustainability
Growth Rate? ini menjadi penting bagi perusahaan dalam mewujudkan strategi
perusahaan. Hasil bobot ini diharapkan dapat menggambarkan arah dan tujuan
perusahaan sesuai dengan tema strategi tahunan perusahaan.

Abstract
Development of the mining industry today, encourages companies to increase
competitive performance and a good management strategy. Strategy derived from
vision and mission will generate quantitative performance indicators as a
measurement tool to assess the overall corporate performance. Required the
assessment of the weight of the KPI is aligned with corporate strategy using the
method of Analytic Hierarchy Process. Obtained priority performance indicators
that have the highest weight value is "Sustainability Growth Rate" of 18.5%
(0.185). KPI "Sustainability Growth Rate" is important for the company in
realizing the company's strategy. The results of this weight is expected to describe
the direction of the company in accordance with the theme of the company's
annual strategy."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43561
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nanu Sudjojo
"Saat ini industri pertambangan di Indonesia telah berkembang dengan pesat, balk dari segi jumlah investasi dan produksinya. Perkembangan ini disatu sisi merefleksikan semakin besarnya manfaat ekonomi industri pertambangan bagi pemerintah pusat maupun daerah. Disisi lain, keadaan ini meningkatkan resiko kerusakan lingkungan hidup karena dampak lingkungan hidup melekat dalam setiap kegiatan industri pertambangan.
Dampak industri pertambangan terhadap lingkungan hidup mencakup dampak terhadap lingkungan flsik/alamiah maupun lingkungan sosial. Dampak pada lingkungan sosial acapkali bersifat negatif bagi masyarakat lokal. Sekarang ink untuk mengatasi dampak-dampak sosial tersebut, perusahaan pertambangan menaruh perhatian Iebih besar pada upaya pengelolaan lingkungan sosial melalui pendekatan community development.
Namun beberapa penelitian menunjukkan community development yang dilakukan perusahaan pertambangan masih kurang memadai, karena cenderung reaktif, bersifat jangka pendek dan ditekankan pada program-program fisik. Sedangkan program yang bersifat non fisik, kuhususnya pengembangan kapasitas masyarakat kurang mendapat perhatian. Padahal pengembangan kapasitas masyarakat adalah faktor yang sangat panting untuk mempersiapkan masyarakat menuju ke arah yang lebih mandiri dan berkelanjutan.
Disisi lain, karakter utama dari industri pertambangan adalah sifatnya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable industry, sehingga industri tersebut hanya bersifat sementara. Jika ketergantungan masyarakat lokal pada perusahaan masih sangat besar, pada saat aktivitas industri pertambangan berakhir, maka pembangunan masyarakat lingkar tambang akan mengalami proses deindustrialisasi yang ditandai dengan berhentinya seluruh aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat.
Mengacu dari penjelasan-penjelasan diatas, tesis ini akan mencoba membahas upaya pengelolaan lingkungan sosial dalam meningkatkan kapasitas masyarakat lingkar tambang melalui community development yang dilakukan oleh perusahaan tambang.
Tujuan Penelitian ini adalah: pertama, mendeskripsikan pengelolaan lingkungan sosial yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan. Deskripsi mengenai hal tersebut ditekankan corporate social responsibility perusahaan dan community development yang dijalankan oleh perusahaan pertambangan. Kedua, mendeskripsikan dampak atau implikasi pengelolaan lingkungan sosial yang pada kapasitas masyarakat Iokal. Ketiga, Memberikan penilaian mengenai peningkatan kapasitas masyarakat lokal dikaitkan dengan kesiapan mereka untuk membangun secara mandiri dan berkelanjutan. Sedangkan hipotesis kerja penelitian ini adalah: pertama, Pengelolaan lingkungan sosial yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan dalam derajat tertentu ditentukan oleh corporate social responsibility perusahaan dan community development yang dilakukan perusahaan pertambangan. Kedua, pengelolaan lingkungan sosial yang selama ini dilakukan oleh perusahaan pertambangan, dalam derajat tertentu dapat meningkatan kapasitas masyarakat lokal.
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian studi kasus dan dengan menggunakan metode pengumpulan data pengamatan, wawancara mendalam dan penggunaan dokumen. Studi kasus dilakukan d PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT), sebuah perusahaan pertambangan multinasional yang sedang mengusahakan penambangan bijih tembanga di Batu Hijau, kabupaten Subawa Barat, Nusa Tenggara Barat.
Dari hasil penelitian ini diperoleh temuan bahwa perhatian PTNNT pada upaya pengelolaan Iingkungan sosial masyarakat lingkar tambang cukup besar. Hal ini terlihat dari komitmen dan kebijakan Social Lisence To Operate (SLTO) dan Corporate Social Responsibility PTNNT yang memandang penting kedudukan masyarakat lingkar tambang dalam kegiatan perusahaan. Selain itu, dari penelitian ini diperoleh temuan bahwa mekanisme pengelolaan lingkungan sosial PTNNT telah berjalan secara sistematis, berdasarkan konsep dan strategi community development yang cukup jelas, melalui perencanaan jangka panjang dan secara relatif telah melibatan partisipasi masyarakat serta dukungan sumberdaya yang cukup besar dari perusahaan, balk dukungan dalam bentuk organisasi maupun dana atau anggaran. Dalam community developmen nya, PTNNT tidak saja melakukan pembangunan fisik namun juga pembangunan non fisisk, atau pembangunan kapasitas. Cakupan program pengelolaan lingkungan sosial PTNNT juga sangat luas, meliputi program pengembangan infrastruktur fisik, kesehatan masyarakat, pengembangan pendidikan, pengembangan pertanian dan pengembangan usaha (bisnis) lokal.
Walaupun demikian, konsep pengembangan kapasitas dalam community development cenderung dipersepsikan secara terbatas, pelibatan partisipasi masyarakat lingkar tambang pada program tahunan community development cenderung masih rendah dan pengelolaan lingkungan sosial cenderung dilakukan secara sektoral oleh masing-masing divisi dan program yang terdapat dalam Seksi Community Development PTNNT.
Bertolak dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa pengelolaan sosial yang dilakukan PTNNT telah mampu meningkatkan kapasitas di tingkat individu. berupa peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, sedangkan peningkatan kapasitas di tingkat organisasi dan komunitas rnasih kurang terlihat.
Berdasarkan hasil tersebut maka, hingga saat penelitian ini dilakukan, peningkatan kapasitas yang terjadi pada masyarakat lingkar tambang dinilai masih belum cukup untuk mempersiapkan masyarakat lingkar tambang untuk membangun secara mandiri dan berkelanjutan. Akan tetapi, upaya pengelolaan lingkungan sosial yang dilakukan oleh Seksi Community Development PTNNT dalam jangka panjang cukup menjanjikan bag peningkatkan kapasitas masyarakat lingkar tambang, bila: a) PTNNT memperluas konsep pengembangan kapasitasnya, b) PTNNT mempertimbangkan program-program yang berkaitan dengan pembentukan, penguatan visi dan kemampuan untuk memerintah serta program-program yang berkaitan dengan peningkatan dan perluasan keterlibatan anggota dalam komunitas, dan c) PT. NNT meningkatkan koordinasi dan komunikasi antar divisi dan program yang terdapat di dalam Seksi Community Development PT. NNT ataupun antar Community Organizer ketika merealisasikan program-program community development.

Indonesian mining industry today is growing at a fast pace, both in terms of investments and production. Such progress on the one hand reflects increasing economic benefits generated by the industry for central and local governments; on the other hand, it poses greater risks to the environment because the environmental impact is inherent in every mining activity.
The mining industry affects both the physical/natural and social environments. It is local people that suffer the mostly negative impacts of mining activities on the social environment. In order to deal with these social impacts, mining companies give greater attention to social environment management efforts through a community development approach.
A number of researches, however, show that community development programs run by mining companies are considered not satisfactory as they tend to be reactive, short-term and physical programs. Non-physical programs, e.g. one that develops the community's capacities, are not given proper attention despite the fact that community capacity development is an important factor in preparing people to lead a more independent and sustained life.
Mining is a non renewable industry, and it is only temporary. If local people are highly dependent on mining companies, no more mining activities will result in de-industrialization, marked by stoppages of all social and economic activities of the local communities.
Referring to the above statements, this thesis discusses social environment management applied by mining companies to build the capacities of local communities through their community development programs.
This research used a case study method as well as data collection, observations, in-depth interviews and documents. The company studied in the research was PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT), a multi-national company mining copper ores in Batu Hijau in the regency of West Sumbawa, West Nusa Tenggara.
Research results show that PTNNT is highly concerned about social environment management as seen from its commitment to and policy on social environment management that respects the community living around the mining areas. Social Lisence To Operate and Corporate Social Responsibility are the basis on which the company makes its commitment and policy. PT NNT has been managing the social environment systematically, with sufficiently clear community development concept and strategy, long-term planning, community engagement and adequate organizational support and funds. The concept of community development applied by the company does not only address physical development but the capacity building of the community as well. The company's social environment management has an extremely wide coverage: infrastructure development, community health care as well as educational, agricultural and local business developments.
It can be concluded that the social environment management programs run by PTNNT are capable of building the capacities of the communities living around mines. However, in the case of, the company focused its social environment management on building the capacity of the community at individual level by promoting the knowledge and skills of community members, leaving their capacities at organizational and community levels not sufficiently attended to. By the time this research was on-going, the company had not been able to make appropriate capacity building efforts to prepare people living around mining areas to carry on with independent and sustainable development.
However, social environment management efforts taken by the Community Development Division of PT NNT are highly promising in the long run for building the capacities of people living around mining areas provided that the company a) develops a better capacity-building concept; b) considers to implement programs related to the establishing and strengthening of a proper vision and instructing capabilities as well as programs concerned with improving the involvement of community members; and c) enhances coordination and communication between sections within the Community Development Section or between Community Organizer to get its community development programs on track.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T 17565
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Prasetio Wibowo
"Pertumbuhan ekonomi bersifat sangat dinamis, dan perusahaan menggunakan kebijkan strategi transformasi untuk mempertahankan tingkat kompetisi dan keberlanjutannya dalam era globalisasi industri. Implementasi transformasi organisasi akan memberikan suatu perubahan dalam kondisi internal organisasi. Hasil pengamatan dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan melakukan transformasi dalam perusahaan memiliki tingkat keberhasilan yang rendah yang secara umum dibawah 50%. Kegagalan dari strategi ini adalah pada pengelolaan yang tidak tepat terhadap perubahan perilaku sebagai akibat dari strategi transformasi yang dilakukan. Penelitian ini berfokus pada perubahan perilaku yang terjadi pada salah satu perusahaan pertambangan di Indonesia yang sedang menjalankan transformasi organisasi, dan bertujuan untuk memberikan suatu rekomendasi ataupun pandangan lain secara ilmiah kepada manajemen perusahaan. Hal ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam membuat suatu keputusan lain untuk menjaga proses transformasi yang sedang berjalan. Sebuah model penelitian dikembangkan berdasarkan Theory of Planned Behaviour (TPB) dengan menggunakan validasi pengolahan data sesuai PLS-SEM (Partial Least Square-Structural Equation Model) untuk mengevaluasi pengelolaan terhadap perubahan dan mengetahui factor signifikan yang mempengaruhi perilaku positif karyawan. Penelitian ini telah menghasilkan bahwa niatan dari karyawan mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap perilaku positif karyawan. Sejalan dengan niatan karyawan, sikap karyawan dan kontrol perilaku yang dirasakan juga mempengaruhi secara signifikan terhadap niatan karyawan itu sendiri. Namun, norma subyektif ditemukan tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap niatan karyawan. The Importance-Urgency Mapping (Eisenhower method) juga digunakan dalam penelitian ini untuk menentukan tingkat prioritas dari beberapa faktor berpengaruh yang dapat dijadikan pertimbangan lebih lanjut oleh manajemen perusahaan.

Economy growth is very dynamic, and companies use organizational transformation strategies for their resilience and sustainability in the era of globalization. The implementations of organizational transformation provide several internal changes. However, several published research showed a low success rate of less than 50% of the organizational transformation strategy. These failures are due to mismanagement actions in handling employee behavioural changes as the impact of the transformation strategy. This paper focused on behavioural changes in one of the mining companies in Indonesia during the recent organizational transformation. This research aimed to discuss and provide feedback to the company's management. Therefore, the company can perform the best decision-making in achieving transformation strategy goals. A research model was developed based on the Theory of Planned Behaviour and validated in PLS-SEM (Partial Least Square – Structural Equation Model) to investigate change management implementation and define significant factors influencing employees' positive behaviour. The research found that employees' intention factors significantly influenced positive behaviour of employee. Moreover, their attitudes and perceived control significantly influenced the employees' intentions. However, the subjective norms did not significantly influence the employee's intention. The Importance-Urgency Mapping was also applied to define the prioritization of management factors within the company."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danu Ega
"Skripsi ini membahas mengenai perizinan dan pelaksanaan kegiatan pertambangan batu kapur di kawasan hutan oleh PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. Tipe penelitian yang digunakan menurut jenisnya adalah penelitian yuridis normatif, menurut tujuannya adalah penelitian problem solution, menurut penerapannya adalah penelitian berfokus masalah, dan menurut ilmu penerapannya adalah penelitian monodisipliner. Simpulan dari penelitian ini ialah kebijakan kegiatan pertambangan pada kawasan hutan Indonesia saat ini telah diatur oleh masing-masing sektor, yaitu pertambangan dan kehutanan, serta berdasarkan kewenangan pemerintah daerah dalam pemberian perizinan pertambangan legalitasnya sudah ada kepastian hukum yaitu Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah terkait desentralisasi dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara terkait peran pemerintah daerah yang memberikan Izin Usaha Pertambangan. Akan tetapi PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. pada prakteknya masih menghadapi beberapa kendala perizinan pertambangan terutama dalam perizinan dan pelaksanaan kegiatan pertambangan batu kapur di kawasan hutan Kabupaten Tuban, antara lain mengenai kompensasi lahan dan perbedaan prinsip di dalam penafsiran Bupati Kabupaten Tuban dalam pemberian izin. Hasil penelitian menyarankan kedepannya diharapkan penerapan pola perizinan sebagai pola pengusahaan pertambangan, seharusnya di tunjang oleh administrasi pemerintahan dan pelayanan publik yang baik dan lebih memberikan kepastian hukum. Dan diharapkan Pemerintah dapat menjalankan fungsi pemerintahan dengan baik dengan cara mengatur seluruh kegiatan pertambangan di Indonesia untuk mewujudkan kesejahteraan negara sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945, sehingga kekayaan alam di Indonesia dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat Indonesia.

This mini thesis discusses about the licensing and implementation of limestone mining in forest areas by PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. This type of research is used by species normative research, according to the research purpose is problem solution, according to its application is the focus of research problems, and according to science is the application of research monodisipliner. The conclusion of this study is, mining policy in Indonesia's forest area has been regulated by each sector which is mining sector and forestry sector, and by the authority of the local government in granting mining licenses legally existing rule of law which is Article 1 paragraph (7) of Law Number 32 Year 2004 about Regional Government especially about Decentralization and Article 37 of Law Number 4 of 2009 about Mineral and Coal mining related role of local government that provides Mining Permit. However PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. in practice still faces some obstacles, especially in the mining permitting and licensing activities limestone mining in the forest area of Tuban, which is the principle of compensation for land and differences in the interpretation of the Tuban district Mayor in giving permission. The results suggest the future is expected adoption pattern as patterns mining business licenses, should be supported by public administration and better public services and more legal certainty. And the government is expected to run well the government functions by regulating all mining activities in Indonesia for the welfare state in accordance with the mandate of Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution, so the benefit from natural resources in Indonesia can be felt by the people of Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S52495
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Az Zahra Amalia Putri
"Penelitian ini menganalisis faktor kegagalan yang terjadi terhadap insiden di jalur hauling PT. X, dimana insiden di jalur hauling merupakan insiden berulang dengan persentase tertinggi selama dua tahun terakhir. Fokus penelitian merupakan analisis dari faktor individu ke organisasi, yaitu kondisi laten dan kegagalan aktif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dibuat berdasarkan Human Factor Analysis Classification System in Mining Industry (HFACS-MI) dengan teknik telaah dokumen dan wawacara sebagai pengumpulan data. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kondisi laten lebih banyak ditemukan, khususnya organizational influence dan unsafe leadership yang berinteraksi dengan kegagalan aktif, dimana skill based error paling banyak ditemukan dalam penelitian. Interaksi dari kedua faktor kegagalan tersebut meningkatkan risiko terjadinya insiden di jalur hauling.

This study analyzes the factors contributing to incidents on the hauling route of PT.X, where incidents on the hauling route have been recurring with the highest percentage over the past two years. The research focuses on analyzing factors from individual to organizational levels, specifically latent conditions and active failures. The methodology employed in this study is based on the Human Factor Analysis Classification System in Mining Industry (HFACS-MI), utilizing document review and interviews as data collection techniques. The research findings reveal a predominance of latent conditions, particularly organizational influences and unsafe leadership, interacting with active failures, where skill-based errors are most frequently identified. The interaction of these two failure factors increases the risk of incidents on the hauling route."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Sulistiyohadi
"Booming batubara dalam sepuluh tahun terakhir memunculkan industri tambang yang menjadi tulang punggung terbentuknya kota tambang. Penelitian ini bertujuan untuk menilai keberlanjutan Beraudan Paser di Provinsi Kalimantan Timur sebagai kota tambang.Industri tambang disini akan memasuki tahap pascatambangpada tahun 2024. Keberlanjutan kota dinilai dengan perbandingan PDRB sektor-sektor penyusun struktur ekonomi. Metodologi yang dilakukan yaitu dengan depth interviews dengan pemangku kepentingan seperti Bupati, Kepala Teknik Tambang dan tokoh masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan di Paser dan Berau sejak 1993-2013 belum dapat mentransformasi sumber daya alam (SDA) tidak terbarukan menjadi sumber daya manusia (SDM) yang lebih baik, sehingga pembangunan di kedua kota tambang tersebut berpotensi tidak berlanjut menurut definisi lunak pembangunan berkelanjutan. Lima tahun terakhir kualitas masyarakat Berau lebih dari 60% berpendidikan SMP. Pendidikan masyarakat yang rendah, tidak mampu mengelola SDA secara optimal.
Interaksi manusia dari luar sebagai pekerja tambang membentuk rente ekonomi yang menumbuhkan interaksi sosial dan ekonomi lebih tinggi dibandingkan interaksi sosial ekonomi antar penduduk lokal. Pekerja tambang yang bermigrasi ke luar Paser dan Berau akan menurunkan rente ekonomi yang telah terbangun sejak tahun 1993. Valuasi ekonomi lingkungan dapat digunakan untuk menilai SDA, SDM, dan sumber daya buatan di Paser dan Berau. Nilai SDM, SDA terbarukan, dan sumber daya buatan di Berau lebih besar dibandingkan Paser, namun kualitas sumber daya manusia Berau dan Paser masih rendah dan belum dapat mengelola sumber daya alam secara optimal.

Coal booming in the last ten years, made the mining industry as the backbone of the mining town forming. This study aims to assess sustainability at Berau and Paser District in East Kalimantan Province as a mining town, where in 2024 the mining industry will enter the stage of post-mining. Sustainability cities assessed by comparison of GDP sectors making up the structure of the economy. The methodology is made by depth interviews with stakeholders such as Regent, mining manager and community leaders.
The results showed that the development in Paser and Berau since 1993-2013 have not been able to transform the non- renewable natural resources into human resources better, so that development in both the mining town has potentially unsustain according to the soft definition of sustainable development. In last five years the quality of Berau people more than 70% graduated from junior high school. It is not enough to manage the environmentoptimallty.
Human interaction from the outside as the miners had formed multiplier economic effect, where it was fosters social and economic interaction higher than socio-economic interaction between the local residents. Migrating miners will reduce economic rents that have been built since 1993Economic valuation of natural resources and the environment can be used to assess natural resources (NR), human resources (HR), and man-made resources (MMR) in Paser and Berau. HR value, NR value, and MMR in Berau greater than the value of HR, NR value, and MMR in Paser, but the quality of human resources and Paser Berau is still low and has not been able to manage natural resources optimally.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bandjarnahor, South Mardongan
"Industri pertambangan batubara yang melakukan kegiatan pengolahan dan pencucian batubara cenderung menggunakan rawa sebagai tempat pembuangan limbah batubara yang berasal dari proses pencuciannya. Walaupun di dalam dokumen AMDAL diharuskan melakukan pengelolaan limbah dengan membuat kolam pengendap secara berseri sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan dan pengendapannya dilakukan secara periodik.
Batubara hasil penambangan (Run of Mine) dari tambang sebelum dipasarkan terlebih dahulu diproses di Instalasi Pengolahan dan Pencucian. Di Instalasi dilakukan proses pengecilan ukuran (antara 0,125 mm s.d. 50 mm) dan selanjutnya dilakukan pencucian dengan menggunakan air supaya partikel pengotornya lepas dari batubara. Partikel-pertikel halus tersebut terdiri dari batubara berukuran < 0,125 mm, batuan lempung, batuan lanau, batuan pasiran dan batuan lainnya yang disebut limbah batubara, dibuang ke Rawa Beloro yang berada di sekitar lnstalasi Pengolahan dan Pencucian.
Tujuan penelitian ini adalah a) Mengetahui parameter kualitas air yang tercemar akibat pembuangan limbah batubara ke dalam Rawa Beloro; b) Mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi di Rawa Beloro akibat pembuangan limbah batubara; c) Mengetahui penyebab utama terjadinya degradasi ekosistem perairan Rawa Beloro; d) Mengetahui pengaruh limbah batubara terhadap struktur komunitas pada perairan Rawa Beloro; e) Mengetahui pengaruh limbah batubara terhadap degradasilsuksesi rawa. Penelitian secara ilmiah untuk mengetahui hal.tersebut di atas belum pernah dilakukan, untuk itu perlu dilakukan penelitian. Setelah diketahuinya pengaruh pembuangan limbah batubara ke dalam rawa maka basil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembuatan peraturan atau kebijakan pemerintah di bidang industri pertambangan batubara.
Penekananan pada hipotesis ini bahwa limbah batubara akan mempengaruhi beberapa aspek: a) Parameter fisika (kecerahan, suhu, kecerahan dan padatan tersuspensi) dan kimia (Fe dan pH) dapat menurunkan kualitas perairan akibat pembuangan limbah batubara; b) Rawa Beloro dikategorikan tercemar jika parameter fisika dan kimia perairan melebihi standar Indeks Mutu Kualitas Air (U. S. STORET EPA); c) Dalam penentuan kualitas perairan beberapa parameter fisika dan kimia penyebab utama dapat berkorelasi negatif dengan parameter pendukung lainnya; d) Pembuangan limbah batubara memberi darnpak pada kualitas biota perairan; e) Pembuangan limbah batubara secara terns menerus dapat mengakibatkan suksesi rawa menjadi darat.
Penelitian dilakukan secara survey lapangan dan pengambilan sampel dari Rawa Beloro yang merupakan rawa yang terganggu lingkungannya akibat pembuangan limbah batubara (10 titik stasiun) dan perairan Rawa Ngandang sebagai rawa yang tidak terganggu akibat pembuangan limbah batubara yang merupakan mewakili rona awal (6 titik stasiun).
Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengambilan sampel dari lapangan yang kemudian dianalisis di laboratorium: Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Samarinda (analisis kualitas air), PT. Geoservices (Ltd) Bandung (sedimea) dan Laboratorium 1PB Bogor (plankton dan benthos). Data sekunder diperoleh dari studi pustaka, perusahaan, Pemda setempat, dsb. Untuk mengetahui tingkat pencemaran perairan Rawa Beloro dan Rawa Ngandang mengacu pada Indek Mutu Kualitas Air menurut U. S. STORET-EPA dan PP No. 82 Tabun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air . Untuk mengetahui parameter utama dari kualitas perairan yang mengganggu ekosistem Rawa Beloro dengan cara Analisis Komponen Utama (PCA) serta untuk mengetahui kelompok dari masing-masing stasiun yang mempunyai karakteristik sama atau mendekati digunakan cara Uji Koresponden Analisis. Parameter air yang dianalisis adalah kecerahan, kekeruhan, padatan tersuspensi (TSS), suhu, pH, oksigen terlarut (DO), CO2 terlarut, bahan organik (BOD dan COD), nutrient (NO2, N03 , NH3 dan P04), sulfat (S042-), besi (Fe) dan logam berat (Cd dan Zn).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa a) Parameter air yang tercemar akibat pembuangan limbah batubara ke dalam rawa yaitu kecerahan, suhu, kekeruhan, Fe, padatan tersuspensi (TSS) dan derajat keasaman (pH). b) Kualitas air Rawa Beloro sangat buruk dengan skor -45 c) Penyebab utama degradasi Rawa Beloro adalah TSS, kadar Fe, kekeruhan dan pH.yang berkorelasi negatif dengan suhu dan kecerahan. d) Kegiatan pembuangan limbah batubara mengakibatkan kualitas biota perairan (fitoplankton, zooplankton dan makrozoobenthos) sangat rendah. e) Rawa Beloro akan berubah menjadi daratan dalam waktu 15 tahun lagi (2016) akibat dibuangnya limbah batubara sebanyak 140,000 ton/tahun dengan laju sedimentasi 4,6 x 10‾4 m3/m2/hari atau 0,1656 m3/m2/tahun.
Dalam rangka mempertahankan fungsi Rawa Beloro (Rawa R1 dan Rawa R2) sebagai rawa disarankan agar Rawa Belor (R2) direhabilitasi dan ditingkatkan fungsinya sebagai indikator kualitas air limbah batubara dengan cara limbah batubara yang mengendap di Rawa Rl supaya dikeruk dan diiimbun ke bekas tambang. Selanjutnya air yang keluar dari Rawa Rl ke Rawa R2 terlebih dahulu diolah sebingga parameter kualitas air yang masuk ke Rawa R2 memenuhi kualitas air untuk perikanan sesuai dengan Baku Mutu Limbah kelas EI dari (PP No. 82 Tahun 2001). Pada rawa R2 dapat ditanami tanaman air dan di budidayakan ikan rawa. Limbah batubara yang terdiri dari batubara halus dan material yang terendap di Rawa Beloro (R1) supaya dikeruk secara berkala dan dtimbun ke bekas tambang serta batubaranya dimanfaatkan sebagai bahan briket karena jumlah batubara yang dibuang ke Rawa Beloro setiap tahunnya sebanyak 70.000 ton.

Coal mining industries which include processing and washing activities tend to use swamp as place for dumping waste in the process. Although in EIA document the project is obligated to perform management of waste by making a series of precipitation pond with certain capacity and its dredging conducted periodically.
Coal product of mining (Run of Mine Coal) prior to be marketed should be processed first in the processing and washing plant. In washing plant performed granulation (between 0,125 mm to 50 mm) and then will be processed in the washing plant by using water in order that dirt particles detached from the coal sized < 0,125 mm, clay, silt stone, sand stone and other kind of rock called waste, dumping to Rawa Beloro which is located surround of washing plant.
The purposes of this research are (a) to measure water quality parameter which is polluted caused by dumping waste at Rawa Beloro; (b) to measure pollution grade at Rawa Beloro caused by dumping waste; (c) to determine what is the main factor for ecosystem degradation at Rawa Beloro; (d) to determine what is the impact of dumping waste disposal on communities structure at Rawa Beloro; (e) to determine what is the impact of dumping waste on degradation of swamp. Scientific research of the above items has never been conducted yet, therefore it is necessary to be performed. By knowing the impact of dumping waste disposal into the swamp as key point of this research and so far could be used as regulation making material or government policies in coal mining industry.
The stressing of this hypothesis that dumping waste will impact some aspects as follows: (a) A physic parameters (transparent, temperature, turbidity and total suspension solid) and chemistry parameters (Fe and pH) can decrease water quality caused by dumping waste disposal; (b) swamp quality of Rawa Beloro could be categorized polluted when physics and chemist parameters on swamp is higher than Water Quality Index based on U. S. STORET EPA; (c) in determining water quality some physics and chemistry parameter as the main factor can also correlated into negative impact with its support parameter; (d) dumping waste can also impact the quality of swamp biota; (e) sustainable of dumping waste will cause swamp succession become land. Research is conducted by field surveying and sampling from Rawa Beloro where its environment disturbed by dumping waste (10 station coordinates) and Rawa Ngandang as the undisturbed swamp which represent initial color (6 station coordinates).
The data from this research included primary and secondary data. Primary data obtained from field sampling which then analyzed in the Laboratory of Industry research and development Bureau of Samarinda (water quality analysis), PT. Geoservices (Ltd) Bandung (sediment) and Laboratory of IPB Bogor (plankton and benthos). Secondary data obtained from library study, company, local government, etc. To determine the grade of swamp polluted at Rawa Beloro and Rawa Ngandang, applied on Water Quality Index by U. S. STORET EPA and Government Regulation No. 8212001 concerning Water Quality Management and Water Pollution Control. To determine dominant parameter of swamp quality which is impact the ecosystem of Rawa Beloro is by done Principal Component Analysis (PCA) and so far to know group of each station which has the same characteristic or approximately is done by using Correspondent Assessment Analysis. Water parameters which is to be analyzed are the transparent and turbidity, suspension solid (TSS), temperature, pH, diluted oxygen (DO), diluted CO2, organic material (BOD and COD), nutrient (NO2, NO3, NH3, and PO4), sulfate (SO42'), iron (Fe) and heavy metal (Cd and Zn).
Based on this research conclusion that: (a) polluted water parameters caused by dumping waste into swamp as follows: temperature, transparent, turbidity, total suspension solid (TSS), Fe and pH; (b) the water quality at Rawa Beloro is very polluted and the score is -45; (c) the main factor of Rawa Beloro' degradation are total suspended solid (TSS), Fe, turbidity negative correlation to temperature and transparent; (d) dumping waste disposal activity causes the quality of swamp biota (phytoplankton, zooplankton and makrozoobenthos) is very low; (e) the swamp of Rawa Beloro will change to be land within 14 years causing by dumping waste of capacity 140.000 ton annually with the grade of sediment 4,6 x 10‾4 m3/m2/hari atau 0,1656 m3/m2/year.
In order to maintain the function of Rawa Beloro (Swamp R1 and Swamp R2) as swamp it is suggested that Rawa Beloro (R2) should be rehabilitated and increased its function as waste water quality indicator by dredging the waste in Swamp R1 and piled to the ex-mined area. And then the outlet of Swamp (R1) to Swamp (R2) firstly processed so that water quality parameter incoming to swamp (R2) (inlet), meet water quality to fishery in accordance with Standard III class of Government Regulation No. 821200I concerning Water Quality Management and Water Pollution Control. In Swamp R2 could be planted with water plant and bred swamp fish. The waste contains of fine coal and material precipitated in Rawa Seloro (R1) should be dredged periodically, dumping into ex-mined area and fine coal of approximately 70.000 ton per year can be used as coal briquette material.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T1108
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>