Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193553 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Amin Akkas
"Ketika pemekaran kota Jakarta mulai dicanangkan 1965 lalu diikuti pengembangan Jabotabek 1975, maka sejak itu pula pertumbuhan populasi kota mulai meledak (atau jauh sebelumnya urbanisasi sudah dimulai dart kolonial). Sehingga kehidupan masyarakat Kampung Makasar (orang Betawi) yang berada di pinggiran kota Jakarta harus mengalami proses penyesuaian dengan situasi-situasi yang terus berubah dalam mana mereka semakin termarjinalkan.
Semakin menguatnya pengaruh budaya kota akibat modernisasi, maka mau atau tidak, kehidupan masyarakat Betawi-yang notabenenya agamis dan fanatik-semakin tidak lagi dapat mempertahankan sebagian praktik sosial yang sebelumnya bisa dilakukan menurut liabitus dan arena tradisionalnya. Modal-modal sosial tradisional yang sudah dimiliki tidak sepenuhnya memadai untuk mempertahankan keberadaannya. Oleh karena itu, mereka tidak mempunyai pilihan lain kecuali mengembangkan strategi penyesuaian yang dipercaya dapat membuatnya tetap bertahan dan keberadaannya dapat diakui oleh pihak-pihak lain.
Tesis ini menjelaskan pilihan-pilihan strategis orang Kampung Makasar untuk memperoleh pengakuan sosial di lingkungannya. Mereka secara terus menerus mengkonstruksikan persepsi untuk mendefenisikan kembali identitas, gaya hidup agamis dan lingkungannya, melalui budaya haji yang kontemporer, yang dipenuhi dengan praktik-praktik simbolik dalam kehidupan sosial mereka.
Dalam kaitan itulah, 'haji' dalam tesis ini disebut sebagai simbol. Haji, dilihat sebagai struktur wilayah simbolis yang ditandai oleh serangkaian praktik-praktik yang terbangun melalui gaya hidup (life-style), terdefinisikan secara objektif maupun subjektif dalam relasi sosial. Melalui hubungan dialektika antara 'haji' dan pengaruh sosialnya yang berlangsung secara terus-menerus itulah, kemudian membentuk struktur-struktur baru.
Ketika orang-orang Kampung Makasar telah menyandang 'haji', dengan demikian dia telah memiliki semacam modal simbolik yang tidak dapat dilepaskan dari kondisi status kelas sosialnya dan atau pengkondisian sosial yang melingkupinya. Terutama ketika kapital ekonomi yang dimiliki tidak mempunyai pengaruh kuat dalam interaksi sosial dan tidak dapat berfungsi sebagai alat untuk memperoleh pengakuan sosial-karena statusnya yang dinomorduakan dalam strata sosial akibat modernisasi, kemudian terkonversi kepada kapital simbolis-'haji' menjadi suatu kehormatan. Untuk itu, menjadi salah satu modal agama (religious capital) yang memiliki kekuatan dan legitimasi dalam arena pertarungan di Kampung Makasar, dan digunakan sebagai strategi untuk memperoleh pengakuan sosial di lingkungannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10632
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Widiastari
"ABSTRAK
Nama : Irma WidiastariProgram Studi : Ilmu Kesehatan MasyarakatJudul : Kesiapsiagaan Masyarakat Perkotaan dan Pedesaandalam Menghadapi Darurat Kesehatan Masyarakat Studi pada Masyarakat Wilayah KelurahanMakasar-Kota Jakarta Timur dan Desa Campaka-Kabupaten Cianjur Tahun 2016 Wilayah Indonesia secara geografis merupakan area yang rawan bencana. Jikaterjadi bencana biasanya akan ada penyakit-penyakit menular tertentu yang timbuldan mengalami peningkatan melebihi batas normalnya di masyarakat yangterdampak oleh bencana tersebut. Pada akhirnya hal tersebut dapat dikategorikansebagai darurat kesehatan masyarakat. Masyarakat adalah pihak pertama yanglangsung berhadapan dengan ancaman dan bencana karena itu kesiapanmasyarakat menentukan besar kecilnya dampak bencana di masyarakat. Indonesiasebagai negara berkembang tentunya memiliki wilayah perkotaan dan pedesaanyang berbeda dari aspek pembangunan, pemerintahan serta kondisi geografisnya.Perbedaan potensi aspek tersebut tentunya berpengaruh terhadap kemungkinanadanya perbedaan juga dari sisi kesiapsiagaan masyarakatnya dalam menghadapikondisi darurat kesehatan masyarakat dan kebencanaan. Tujuan dari penelitian iniadalah untuk mengetahui seperti apa gambaran kesiapsiagaan masyarakatperkotaan dan pedesaan di Indonesia yang dalam penelitian ini mengambil contohdi wilayah Kampung Makasar-Jakarta Timur dan Desa Campaka-Cianjur yangdipilih berdasarkan pertimbangan bahwa kedua wilayah tersebut berpontensi akanadanya masalah darurat kesehatan masyarakat baik dari segi bencana maupunpeningkatan kasus penyakit. Penelitian ini menggunakan gabungan dari metodekuantitatif data analisis deskriptif berdasarkan penilaian kesiapsiagaan masyarakatyang mengkombinasikan dari unsur Desa Siaga Aktif dan Desa Tangguh Bencanadan kualitatif wawancara mendalam, telaah dokumen . Hasil dari penelitian inimengungkap bahwa ada perbedaan nilai kesiapsiagaan di masyarakat pedesaaandan perkotaan. Pada wilayah perkotaan, hasil persentase kesiapsiagaan yangdidapat adalah sebesar 62.3 sedangkan untuk wilayah pedesaan sebesar 41.3 .Dari 20 indikator hampir memenuhi dalam hal keberadaan dan juga bervariasiantara daerah pedesaan dan perkotaan. Poin yang masih kurang adalahpelaksanaan indikator dan kinerja belum seperti yang diharapkan sebagaimanamestinya. Penyebab perbedaan yang paling mencolok hasil antara pedesaan danperkotaan perbedaan struktural, aksesibilitas, pendanaan dan pengetahuanmasyarakat. Untuk itu diperlukan pengawasan pihak stakeholder dalampenelitian ini adalah Puskesmas, pemerintah di pedesaan dan perkotaan Kata kunci : kesiapsiagaan masyarakat, darurat kesehatan masyarakat, pedesaan,perkotaan

ABSTRACT
Name Irma WidiastariStudy Program Public HealthTitle Urban and Rural Community Preparedness in PublicHealth Emergency Study on the Community fromKelurahan Makasar East Jakarta and CampakaVillage Cianjur District in Year 2016 Indonesia teritory geographically is a disaster prone area. In the event of a disasterthere will usually be certain infectious diseases that arise and have increasedbeyond normal limits in communities affected by the disaster. In the end it can becategorized as a public health emergency. Community is the first to directly dealwith the threat and disaster. Preparedness in community will determines the sizeof the impact of disasters on communities. Indonesia as a developing country haveurban and rural areas that different from the aspect of development, governmentand geography. The potential difference aspects certainly affect the possibility ofdifferences also in terms of community preparedness in the face of public healthemergencies and disasters. The purpose of this study was to determine aboutcommunity preparedness in urban and rural communities in Indonesia, which inthis study took a sample in Kampung Makasar East Jakarta and Desa Campaka Cianjur that were selected based on the consideration that the two regions areequally harmful for any problems public health emergencies both in terms ofdisaster as well as an increase in cases of the disease. This study uses acombination of quantitative methods descriptive analysis data based on anassessment of the preparedness of community that combines elements of DesaSiaga Aktif and Desa Tangguh Bencana and qualitative methods in depthinterviews, review of documents . The results of this study reveal that there areany differences in preparedness in rural and urban communities. In urban areas,the percentage of community preparedness is 62.3 , while in rural areas is 41.3 .Almost all of 20 indicators meet in existence and also vary between rural andurban areas. Points are still lacking is the implementation and performanceindicators were not as expected as it should be. The cause of the most strikingdifference between the results of the structural differences in rural and urbanareas, accessibility, funding and knowledge society. It is necessary for thesupervise of the stakeholders in this research are health centers, the governmentin rural and urban Keywords community preparedness, public health emergency, rural, urban."
2016
T47274
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Visityari Dwi Suryani
"Kebisingan merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada mayarakat yaitu tekanan darah tinggi. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara intensitas kebisingan dengan tekanan darah tinggi pada masyarakat sekitar bandara di kelurahan Makasar, Jakarta Timur. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Pengukuran kebisingan menggunakan Sound Level Meter, dilakukan pada dua titik di rumah warga. Tekanan darah warga diketahui berdasarkan pengukuran tekanan darah menggunakan Digital Blood Pressure Monitor Automatic. Informasi mengenai karakteristik individu dan gaya hidup juga diamati pada penetitian ini. Hasil pengukuran kebisingan pada rumah 1 sebesar 64,89 WECPNL dan di Rumah 2 sebesar 75,1 WECPNL telah melebihi batas intensitas kebisingan.
Hasil analisis menunjukkan ada hubungan yang signifikan untuk intensitas kebisingan (Leq 24 jam) dengan tekanan darah tinggi (p < 0,05). Hasil yang signifikan dengan tekanan darah tinggi pada variabel kerakteristik responden ditunjukkan pada jenis kelamin (p=0,045) dan umur (p=0,021). Sedangkan pada variabel gaya hidup tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan dengan tekanan darah tinggi. Masyarakat disarankan untuk menanam tumbuhan di sekitar rumah dan tidak membangun rumah tingkat untuk mengurangi paparan kebisingan.

Noise is one of the environmental health problems that can cause health problems in society, namely high blood pressure. The main objective of this study was to determine the relationship between the level of noise with high blood pressure in the society around the airport in Makassar sub-district, East Jakarta. This study used cross sectional design. Noise measurement using Sound Level Meter, performed at two points at house. Blood pressure of the people is known based blood pressure measurement using Digital Blood Pressure Wrist Monitor. Information about individual characteristics and lifestyle are also observed in this study. Noise measurement results at first house is 64.89 WECPNL and at second house is 75.1 WECPNL which have exceeded the noise level.
The analysis showed that was a significant relationship for the noise level (Leq 24 hours) with high blood pressure (p< 0.000). Significant results with high blood pressure in the characteristics variable respondents indicated on gender (p = 0.045) and age (p = 0.021), while the lifestyle variable did not have any significant association with high blood pressure. People are advised to plant vegetation around the house and do not build terraced house to reduce the level of noise exposure.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S61110
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trisni Wahyuni
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai proses pemberdayaan ibu rumah tangga anggota kelompok wanita tani Matahari dalam pemanfaatan lahan pekarangan untuk pengembangan tanaman obat keluarga sebagai upaya perubahan kondisi ekonomi keluarganya. Ibu rumah tangga merupakansalah satu komponen sumber daya manusia dalam pembangunan sosial dan ekonomi, terutama yang tergabung dalam kelompok wanita tani.Proses pemberdayaan di komunitas ibu rumah tangga menjadisalah satu kegiatan di Kota Administrasi Jakarta Timur dalam program percepatan penganekaragaman konsumsi pangan.Dalam pelaksanaan program pemberdayaan ibu rumah tangga tersebut di lakukan melalui beberapa tahap. Adapun tahap-tahap yang dilalui antara lain adalah tahap persiapan dan penjalinan relasi, tahap pengkajian, tahap pelaksanaan program percepatan penganekaragaman konsumsi pangan, tahap pengkajian ulang, dan pengembangan program percepatan penganekaragaman konsumsi pangan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil tempat dan informan di wilayah lingkungan RW 09 Kelurahan Kebon Pala, Kecamatan Makasar, Kota Administrasi Jakarta Timur.Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah bahwa proses pemberdayaan ibu rumah tangga yang tergabung dalam kelompok wanita tani, menciptakan perubahan kondisi ekonomi keluarga anggota kelompok wanita tani dan juga memberikan manfaat lingkungan hidup yang asri dengan pemanfaatan lahan pekarangan. Selain itu, penelitian ini juga mengidentifikasi tanaman obat keluarga yang menjadi unggulan dalam budidaya tanaman obat.

ABSTRACT
Abstract This study discusses about proces empowerment housewife as a member of women farmers Matahari in utilizing the house yard to the develop of family medicinal plants in an effort to change their economic condition, is one component of human resources in social and economic development.The empowerment processes of housewives communities will become one of the focal point in activities program of East Jakarta Administration in accelerate diversification of food consumption.For the implementation is through several stages, follows preparation phase and interlacement relations, implementation phase to accelerate diversification of food consumption, stage of the review and development program to accelerate diversification of food consumption. This research usesqualitative approach with descriptive design and qualitative method, the implementation took place and informants at RW 09 Kelurahan Kebon Pala, Districs Makasar of East Jakarta Administration. This empowerment process creates changes in economic conditions of the members of the group. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Weli Meinindartato
"Tanjidor adalah musik tradisional Betawi yang terbentuk dari kebudayaan yang tercampur. Masyarakat Betawi yang tinggal di pinggiran kota Jakarta yang memiliki kesibukan sehari-harinya di Jakarta termasuk masyarakat dalam kategori peri-urban. Percampuran dalam musik Tanjidor saat ini ini dilakukan oleh pelakunya untuk memperbaiki dan melengkapi kebutuhan sajian baik untuk pencapaian nilai estetik maupun nilai ekonomis.
Tulisan ini berusaha menyimak fenomena musik yang membentuk percampuran kebudayaan pada masyarakat Betawi di pinggiran kota Jakarta. Musik Tanjidor adalah musik tradisional Betawi dengan penggabungan unsur-unsur budaya sehingga musik ini disebut sebagai musik dengan karakter yang hibrida. Pengungkapan tradisional ditunjukkan dalam permainan musik Tanjidor oleh pemiliknya, orang Betawi. Musik Tanjidor diperkaya oleh pertemuan antar budaya, maka dari itu Tanjidor dimaknai sebagai kekayaan budaya dalam proses pembentukan kebudayaan Betawi saat ini.

Tanjidor is traditional music of Betawi, previously it formed of hybrid cultures. Betawi's people who live around Jakarta and have their activities in Jakarta are categorized as peri-urban. The combination in Tanjidor's music is done by its players to improve and complete the needs of economic and aesthetic values.
This study tries to reveal music's phenomena which formed into an acculturation of Betawi societies in Jakarta. Tanjidor's music is a traditional music of Betawi with combine of cultural elements, so this music called as music with hybrid's characteristics. The expression of traditional is shown in Tanjidor by Betawi's people. Tanjidor's music enriched with intercultural, which is the reason why Tanjidor intended as process in forming Betawi's culture.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
T25871
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
" Pertumbuhan kota yang semakin pesat dan didukung dengan semakin besarnya mobilitas, menimbulkan adanya daerah pertanian yang dipengaruhi oleh kota. Hal ini akan berdampak pada pertanian, pola penggunaan tanah dan struktur tenaga kerja pertanian di daerah tersebut. Karena yang paling jelas dalam melihat dampak pertumbuhan penduduk terhadap tanah adalah pada tingkat administrasi paling bawah, sehingga daerah yang dikaji Kelurahan krukut Limo Depok. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana karakteristik wilayah pinggiran kota Jakarta mempengaruhi distribusi dan mobilitas tenaga kerja pertanian. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa deskriptif dengan metode overlay peta. Wilayah penelitian dibagi atas tiga klasifikasi, yaitu wilayah dengan karakteristik sangat dinamis, dinamis dan kurang dinamis. Didapatkan hasil bahwa pada wilayah sangat dinamis hanya terdapat 8 orang penggarap. Pada wilayah dinamis terdapat 6 petani pemilik dan 76 penggarap. Sedangkan pada wilayah kurang dinamis, 55 dari 150 petani memiliki tanah pertanian. Disimpulkan bahwa konsentrasi penggarap pada wilayah dinamis dan kurang dinamis. Konsentrasi petani pemilik pada wilayah kurang dinamis. Wilayah yang menjadi tujuan utama penggarap adalah wilayah dinamis dan petani pemilik pada wilayah kurang dinamis. Semakin dinamis suatu wilayah, semakin sedikit jumlah tenaga kerja pertanian dengan status pemilik dan mendorong penggarap untuk bermobilitas dalam bertani. Kata kunci: dinamis; distribusi; karakteristik wilayah; mobilitas; tenaga kerja pertanian. viii+88 hlm; gbr; peta;tab; lamp. Bibliografi: 18 (1982-2005) iii"
Universitas Indonesia, 2007
S33958
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mikael Samin
"ABSTRAK
Migrasi merupakan aliran sumberdaya manusia dari suatu lingkungan hidup (ekosistem) ke lingkungan hidup (ekosistem) lainnya dalam suatu wilayah negara. Migrasi juga merefleksikan keseimbangan aliran sumberdaya manusia dari suatu wilayah ke wilayah lainnya (Firman, 1994). Migrasi umumnya selalu cenderung dari wilayah atau kawasan (ekosistem) yang lingkungan hidupnya masih minus ke wilayah atau kawasan (ekosistem) yang lingkungan hidupnya lebih mantap keadaan sosial-ekonominya. Jadi, migrasi merupakan tanggapan atau reaksi migran atas ketidakmantapan (ketimpangan) lingkungan sosialekonominya di daerah asal, atau lingkungan hidup daerah asal tidak berfungsi secara balk bagi kehidupan para migran. Sementara itu ada anggapan para migran bahwa terdapat kemantapan ekosistem di luar daerahnya yang akan menjadi daerah tujuan migrasinya itu.
Pola migrasi di Indonesia kelihatannya masih bersifat Jawa sentris, artinya sebagian besar migran dari seluruh wilayah di Indonesia menuju ke Jawa dan sebagian besar migran dari Jawa menuju ke wilayah-wilayah di Jawa juga, terutama terpusat ke kota-kota besar (kota metropolitan).
Pemusatan arus migrasi ke kawasan (ekosistem) kota metropolitan ini menunjukkan suatu pengutuban (polarisasi), yang menyebabkan kepadatan penduduk Pulau Jawa, terutama di kawasan kota metropolitannya lebih tinggi daripada daerah-daerah lainnya. Hal ini lebih nampak lagi di wilayah Kota Metropolitan Jakarta, kepadatan penduduknya pada tahun 1993 mencapai 11.183 jiwa/km2 dengan pertumbuhan penduduknya pada periode 1980-1990 sebesar 2,41 persen dan pada tahun 1990-1993 sebesar 2,12 persen per tahun, yang merupakan wilayah propinsi dan kawasan kota metropolitan terpadat dan terbesar pertumbuhan penduduknya di Indonesia. Kepadatan dan pertumbuhan penduduk Kota Metropolitan Jakarta yang tinggi ini sebagai suatu akibat dari penduduk yang pindah ke kota tersebut lebih banyak yang mampu menetap daripada pindah kembali ke daerah asal atau ke daerah lain.
Kemampuan menetap migran ke suatu lingkungan tempat tinggal menimbulkan terkonsentrasinya sumberdaya manusia paaa satu ruang kehidupan, yang sudah tentu pada gilirannya agihan penduduk tidak merata dan seimbang di setiap wilayah dan kawasan, pemanfaatan sumber daya lingkungan hidup juga tidak merata dan perhatian terhadap pembangunan wilayah pun tidak merata dan seimbang.
Terkonsentrasinya sumber daya manusia di kota-kota besar (kota metropolitan) sering diikuti dengan meningkatnya gejala perusakan dan pencemaran lingkungan hidup, seperti tekanan terhadap lahan perkotaan, meningkatnya produksi limbah, rusaknya air tanah, masalah sanitasi atau kesehatan masyarakat, timbulnya pemukiman liar dan kumuh, dan sebagainya. Di samping itu, meningkatnya angkatan kerja yang belum dapat terserap dalam kesempatan kerja yang produktif, timbulnya kesenjangan taraf hidup antar kelompok masyarakat dan tekanan-tekanan sosial psikologis lainnya, baik dialami masyarakat kota umumnya maupun yang dialami oleh masyarakat migran sendiri.
Berdasarkan kenyataan di lapangan terdapat indikasi bahwa kemampuan menetap masyarakat migran asal Manggarai ke Kota Metropolitan Jakarta, khususnya yang menetap di Jakarta Timur tergolong cukup tinggi. Tingginya kemampuan menetap masyarakat migran ini erat kaitannya dengan lingkungan sosial-ekonomi migran, baik sewaktu di daerah asal maupun setelah menetap di kota metropolitan. Atas dasar hal tersebut maka disusun hipotesis kerja, yakni kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh kesempatan kerja sewaktu di daerah asal, kesesuaian (kepuasan) dengan lapangan kerja di lingkungan daerah asal, status sosial-ekonomi sewaktu di daerah asal, pola konsumsi sewaktu di daerah asal, nilai kemakmuran (ekonomis) wilayah yang diharapkan migran di daerah asal, nilai pemilikan lahan usaha di daerah asal, kesempatan kerja setelah menetap di kota metropolitan, kesesuaian (kepuasan) dengan lapangan kerja di lingkungan kota metropolitan dan sekitarnya, status sosial-ekonomi setelah menetap di kota metropolitan, pola konsumsi setelah menetap di kota metropolitan, nilai kemakmuran (ekonomis) yang diharapkan migran di kawasan kota metropolitan dan sekitarnya, peranan infrastruktur penunjang mata pencaharian terhadap kegiatan ekonomi migran di wilayah kota metropolitan.
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kotamadya Jakarta Timur sebagai bagian dari Wilayah Kota Metropolitan Jakarta dengan populasi sebanyak 294 migran asal Suku Manggarai yang memenuhi beberapa kriteria yang telah ditetapkan. Dari populasi tersebut terpilih sampel sebanyak 62 orang migran atau 21,09 persen yang berdomisili di Kelurahan Palmeriam Kecamatan Matraman. Sampel ini merupakan sampel wilayah yang ditentukan secara purpossive (purpossive area sampling) untuk menentukan lokasi sasaran penelitian dan sekaligus menentukan jumlah migran sebagai responden.
Untuk memperoleh data, maka digunakan daftar pertanyaan (kuesioner) dan wawancara secara mendalam. Sedangkan untuk menganalisis data digunakan analisis deskripsi atau interpretasi dan pemahaman dengan hantuan tabeltabel. Selain itu juga dianalisi.s dengan uji statistik Korelasi Rank Spearman dengan memperhatikan faktor koreksi T terhadap ranking berangka sama dan untuk menguji signifikansinya menggunakan rumus "distribusi student's t".
Dari hasil analisis data ditemukan bahwa :
1. Masyarakat migran asal Manggarai ternyata mempunyai niat untuk bertahan hidup (menetap selamanya) pada lingkungan hidup (ekosistem) Kota Metropolitan Jakarta dari pada pindah lagi ke daerah asal atau ke daerah lain. Hanya 3,23 persen dari responden yang berniat untuk pindah kembali dan 22,58 persen yang masih ragu-raga. Hal ini diperkuat pula dengan lama menetap mereka di Kota Metropolitan Jakarta yang tergolong cukup lama (5 tahun ke atas) yakni sebanyak 59,68 persen dan adaptasi sosial-ekonomi yang cukup tinggi dan tinggi yakni sebanyak 62,90 persen dari responden.
2. Nilai budaya Manggarai dalam kegiatan sosial--ekanomi seperti gotong-royong dalam rangka pengumpulan dana, kegiatan arisan, hidup damai dengan sesama warga masyarakat di lingkungan sekitar, gensi (gengsi) atau ritak (main), rantang rugi (takut rugi) dan rantang rabo (takut dimarahi) serta saling membantu dalam mencari pekerjaan merupakan nilai-nilai yang memperkuat strategi adaptasi sosial-ekonomi para migran (ata long).
3. Berdasarkan tolok ukur yang telah ditetapkan, maka kemampuan menetap migran asal Manggarai di lingkungan Kota Metropolitan Jakarta, khususnya di Wilayah Jakarta Timur, dapat dikategorikan cukup tinggi. Hanya 32,26 persen dari responden yang termasuk kategori rendah.
4. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh rendahnya tingkat kesempatankerja migran sewaktu di daerah asal
5. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh ketidaksesuaian atau ketidakpuasan migran dengan lapangan kerja di lingkungan daerah asal (thit < ttah(a0,05;6o)).
6. Tingginya kemampuan menetap migran ke kotametropolitan dipengaruhi oleh sangat rendahnya status sosial-ekonomi migran sewaktu di daerah asal (thit { ttab(ao,05;60))
7. Kendatipun pola konsumsi (tingkat konsumsi dan tingkat kebutuhan hidup) migran sewaktu di daerah asal rendah atau kurang baik, tetapi tidak mempengaruhi tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan (thit > ttab(a0,05;60)
8. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh sangat rendahnya nilai kemakmuran (ekonomis) wilayah yang diharapkan migran di daerah asalnya (thit {tab(a0,05;60))
9. Walaupun rendahnya atau kurang baiknya nilai pembukaan lahan usaha migran di daerah asalnya., tetapi tidak mempengaruhi tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan (thit > ttah(a0,05;60)).
10. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh tingginya kesempatan kerja migran setelah menetap di kota metropolitan (thit > ttab(a0,05;60))
11. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh adanya kesesuaian atau kepuasan migran dengan lapangan kerja migran di lingkungan kota metropolitan (thit >ttab(0,Q5;6O)).
12. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh tingginya status sosial-ekonomi migran setelah menetap di wilayah kota metropolitan (thit } ttab(a0,05;60)).
13. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh tingginya atau baiknya pola konsumsi migran setelah menetap di kota metropolitan (thit > ttab(G0,05;60))
14. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh tingginya nilai kemakmuran (ekonomis) wilayah yang diharapkan migran di kota metropolitan (thit > ttab(ao,o5;6o)).
15. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh besarnya peranan infrastruktur penunjang mata pencaharian yang terdapat di kawasan kota metropolitan terhadap kegiatan ekonomi migran (thit } ttab(a0,05;60)).

ABSTRACT
Migration is a flow of human resource from one ecosystem to another ecosystem in an area of a country. Migration also reflects the balanced flow of human re-source from one area to another (Firman, 1974). Generally, migration usually tends to move from regions or areas (ecosystem) with a living environment that is minus to regions or areas (ecosystem) with social-economic environment that are better/stable. Thus, migration is a response or reaction of migration on the social-economic environment's imbalance of the original region, or biological environment of the original region that is not able to function properly for migrants to live. Meanwhile. Migrants assume that there is ecosystem stability outside of their region that will be the target of their migration.
The migration patterns in Indonesia is still centrally/ located in Java, which means that most of the migrant from all regions in Indonesia migrate to Java and most migrants from Java also migrate to certain regions around Java, particularly big cities (metropolitan cities).
The concentration of migration flow in metropolitan areas (ecosystem) implies a polarization, which causes population density in Java, particularly in the metropolitan area, which is found to be more dense than other regions. This is, especially more dominant in Metropolitan Jakarta the population density of which reaches 11.183 people/km2, with its population growth in 1980--1990 around 2.41 percent and 1990--1993 was 2.12 percent a year. This makes Jakarta as the most dense province and metropolitan area, with the highest population growth in Indonesia.
This high growth and density of population is the result of the fact that most migrants who move to this city have the ability to find a place and reside in the city than move back to their original or other areas.
The ability of migrants to reside in certain neighborhood causes human resource concentration in certain living spaces, and of course, the distribution of population is not equal or balanced in each region or area. Thus, the use of living natural resource will not be equal, as well as the attention to development will not be equal or there is imbalance.
The concentration of human resource in big cities (metropolitan cities) is usually followed by a phenomenon of biological destruction and contamination, such as the increase of household' waste production, damage of ground water, illegal settlement or slum areas, etc. Besides, the increase of laborers that cannot be absorbed by productive work opportunities, disparity of standard of living among societal groups and other social-psychological pressures, both have been experienced by both the rural society and migrant society a like.
Based on the reality in the field, there are indications that the residing ability of Manggarainese migrant society in Metropolitan Jakarta, particularly in East Jakarta is found to be high. The high ability of this migrant society has close correlation with the social-economic environment of the migrants, both when being in their original region and after residing in the metropolitan city. Based on that case, it is hypothesized that the ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by work opportunities in their original region (when they were still in their original area), their satisfaction on work opportunities in their original region, their social-economic status in their original region, consumption patterns when they were in their original region, the values of prosperity (economical values) they expected in their original region, the values of work field in their original region, work opportunities they have after residing in metropolitan city, their satisfaction on work opportunities around the metropolitan city, social-economic status after residing in metropolitan city, pattern of consumption after residing in metropolitan city, the values of prosperity expected by the migrants from metropolitan city, the role of supportive infrastructure like the means of making a living toward economic activities in metropolitan city.
This research was carried out in the Region of East Jakarta Municipality as a part of the Metropolitan City of Jakarta, with some 294 Manggrainese migrants who satisfied determined requirements. From those population, the selected samples were 62 migrants or 21.09 percent of the total population who reside in Kelurahan Palmeriam Kecamatan Matraman. This purposive area sampling is aimed at deter-mining the target location for research and the number of migrants as the respondents.
A Questionnaire was used to obtain the data, and detailed interview was carried out as well. While for data analysis, descriptive analysis was used. Whereas interpretation and comprehension are presented through tables. Data analysis was also done by using Rank Spearmen Statistical Correlation testing by seeing correlation factor T on similar number of rank, and " distribution of student's "t" formula is used to test its significance.
Through the analysis, it is found that:
1. Manggarainese migrant society have purpose to reside in the biological environment (ecosystem) of Metropolitan Jakarta, rather than moving back to their original region. Only 3.23 percent of the respondents are eager to move back, and 22.58 percent of respondents are still in doubt. This is also. stressed by the fact of length of living or residing in Metropolitan Jakarta (above 5 years) the percentage of which is 59.68 percent, social-economic adaptation is also high enough; this makes 62.90 percent of respondents.
2. Cultural values in social-economic activities, such as cooperation in collection of funds, arisan and living harmoniously with tribes around their neighborhood, as well as creating mutual help in finding jobs opportunities. These are the values that help to strengthen their strategy in social-economic adaptation.
3. Based on the determined measurement, the ability of Manggrainese migrants to reside in the neighborhood of Metropolitan Jakarta, particularly in East Jakarta,is categorized as fairly high. Only 32.26 percent of all respondents are categorized to be low.
4. The high ability of migrants to reside in Jakarta is influenced by the low work opportunities available in their original region (th<<< tab (Q 0.025;60).
5. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by dissatisfaction or incompatibily of migrants' on available work opportunities in their original region (th,, < tab (.0.05;60)).
6. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by their very low social-economic status in their respective original region (thit < tsab (a 0.050)).
7. Although the consumption pattern (rate of consumption and rate of living necessity) of migrants in their original region is low or worse, but it does not influence the high ability to reside in the metropolitan city(thit < tsab (a 0.05:50))
8. The high ability of migrants to reside in metropolitan city is influenced by their very low prosperity values (economic) of the region expected by the migrants in their original region (this < tsab)
9. The low values of field possession in their original region, such does not influence the high ability to reside in metropolitan city(thit 7 tthb (x0.05;50))
10. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced bythe high work opportunities after the migrants settled in the metropolitan city `thit> stab (a O.05;6d)
11. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by the suitability and satisfaction of migrants in the work opportunities availablein the metropolitan city (this > stab (a 0.05;0))
12. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by migrants social-economic status after residing in the metropolitan city(thit> CI; (a 0,05;50)
13. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by the better consumption pattern after residing in the metropolitan city(t it > tsah (a 0.05;60))
14. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by the high prosperity values (economic) in the area expected by migrants in themetropolitan city (this > tsab (a 0.050))
15. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by the high supportive infrastructure of the metropolitan city for economic activities of the migrants (thit > tteb (a 0.50;60)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ragita Pundi Winingtyas
"ABSTRAK
Program Kampung Keluarga Berencana (KB) Kelurahan Pinang Ranti di resmikan pada tahun 2017 dengan nama Kampung KB Pulo Asri. Program Kampung KB Pulo Asri Kelurahan Pinang Ranti merupakan langkah untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga dan masyarakat. Dikemas menjadi program yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat baik dari sisi keagamaan, sisi pendidikan, sisi reproduksi, sisi ekonomi, sisi perlindungan, sisi kasih sayang, sisi seni budaya, dan sisi pembinaan lingkungan. Dalam realisasi Program Kampung KB Pulo Asri, Kelurahan Pinang Ranti diperlukan kerja sama yang baik untuk menjalankan Program Kampung KB, salah satunya dengan partisipasi. Partisipasi merupakan langkah yang dapat dilakukan untuk berbagi peran dan melihat keterlibatan masyarakat. Hal tersebut menjadi sebuah kajian dalam penelitian ini mengenai partisipasi masyarakat terhadap Program Kampung KB Pulo Asri. Partisipasi masyarakat merupakan unsur penting dalam program ini, masyarakat menjadi sasaran utama pelaksanaan Program Kampung KB. Untuk mendukung pelaksanaan program pemerintah yang lebih optimal maka diperlukan penelitian untuk menggambarkan tingkat partisipasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang berangkat dari teori partisipasi Model CLEAR yang dikemukakan oleh Lowndes, Pratchett, and Stoker, terdiri dari dimensi Can do, Like to, Enable to, Asked to, Responded to. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan melalui data kuesioner dan wawancara mendalam dengan narasumber yang berkaitan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Kampung KB Pulo Asri, Kelurahan Pinang Ranti menunjukkan hasil yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat sudah optimal dalam penyelenggaraan program pemerintah.

ABSTRACT
Family Planning (KB) Village Program Pinang Ranti Urban Village was formalized in 2017 as Pulo Asri KB Village Program. Pulo Asri KB Village Program is a step to improve the quality of life of families and public. Packed into a program aimed at the wellbeing of the public both from religious sides, educational sides, reproductive sides, economic side, side of protection, side of compassion, side of cultural arts, and side of environmental coaching. In the realization of Pulo Asri KB Village Program needs good cooperation to run the KB Village Program, one of them with participation. Participation is a good step to share the role and see public involvement. This is a study in this research on public participation in the Pulo Asri KB Village Program. Public participation is an important element in this program, the public is the main goal of implementation of Kampung KB Program. To support the implementation of more optimal government programs, research is needed to describe the participation level. This research uses a quantitative approach that departs from CLEAR model participation theory presented by Lowndes, Pratchett, and Stoker, consists of the dimension of Can do, Like to, Enable to, Asked to, Responded to. Data retrieval on this research is done through questionnaire data and in depth interviews with related sources. Results from this research show that the level of public participation in Pulo Asri KB Village Program, shows high results. This suggests that public participation is optimal in government programmes."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudiana Sari
"Problems government service conducted buy government officials at this time have not met the expectatiosn of society. It can be seen from the public complaints submitted through the mass media and social netsorks. so as to adversely affect governmant authorilty which give rise to public mistrust the purpose of this paper is to dscuss the concepts and ideas related to the satisfaction of the public, public service and a comprehensive measurement method. The most important thing o do is to survey people's satisfaction with the impementation of public service in a sustainable manner as a basis for public service innovation possible replication improvement of public services is the most basic repairs apparatus public servant recrument system."
Jakarta: Kementerian Dalam Negeri RI, 2015
351 JBP 7:4 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>